BAB VI KONSEP RIZKI MENURUT ISLAM - BAB VI modul konsep rizki menurut islam

BAB VI KONSEP RIZKI MENURUT ISLAM Standar kompetensi : Setelah siswa membaca bab ini, maka siswa diharapkan mampu :

  1. Memahami makna rizki

  2. Memahami macam-macam rizki

  3. Memahami sebab-sebab yang mendatangkan rizki

  4. Memahami tuntunan Rasul dalam menjemput rizki

  A. Makna Rezeki Rezeki merupakan persoalan yang umum dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan rezeki menuntut orang untuk menggali dan terus mencari tahu dimanakah sumber rezeki dan berusaha membuka pintu-pintu yang menutupi aliran rezeki tersebut.

  Allah Swt telah menjamin rezeki setiap mahluk-Nya. Demikian juga dengan rezeki manusia. Hanya saja, Allah Swt mewajibkan kepada manusia untuk memaksimalkan ihtiar dalam rangka menjemput rezekinya. Rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan) (Depdikbud, 1994: 839). Menurut As- Said, Ar-Razzaq artinya Pencipta rezeki berikut sarana-sarana (asbab) untuk mendapatkannya. Sedangkan rezeki (ar-rizqu) adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan, baik yang hukumnya mubah maupun yang dilarang (mahzhur). (As-Said, 2007: 7)

  Istilah “rezeki” dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata razaqa, yarzuqu, rizqan, yang berarti kekayaan, nasib, harta warisan, upah, dan anugerah atau pemberian. Kata razaqa menurut Syaifudin (2010) dengan berbagai derivasinya disebutkan di dalam al Quran tidak kurang 124 kali dengan memiliki arti dan makna yang berbeda-beda, diantaranya :

  Pertama, pemberian. Sebagaimana firman Allah Swt

  

        

 … 

  10. dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah

  Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian .....(Qs. Al

  Munafiqun (36) ; 10)

  Kedua, makanan. Sebagaimana firman Allah Swt yang

  berbunyi :

       … 

  37. Yusuf berkata: "tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu..... (Qs. Yusuf, 12 : 37) Ketiga, hujan. Sebagaimana firman Allah Swt :

        22. dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu (hujan) . dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu (Qs. Adz-

  Dzariyat, 51 : 22)

  Keempat, buah-buahan. Sebagaimana firman Allah Swt yang

  berbunyi :

                                

         

37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar)

  dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

  Rizki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan). Rizki merupakan persoalan yang umum dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan rizki, menuntut orang untuk menggali dan terus mencari tahu dimanakah sumber rizki dan berusaha untuk membuka pintu-pintu yang menutupi aliran rizki tersebut. Tetapi seringkali dalam membuka pintu-pintu rizki tersebut, banyak yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt atau praktek menghalalkan segala cara.(al-Mishri, 2007: iv)

  Menurut pandangan orang-orang Mu’tazilah yang mengatakan bahwa rizki adalah sesuatu yang dimiliki adalah cacat dan tidak sesuai dengan logika berpikir yang sehat (rancu). Hal ini dapat dipandang dari dua segi. Pertama : karena segala sesuatu selain Allah adalah milik-Nya dan bukan rezeki-Nya.

  

Kedua : karena Allah lah yang mengatur rezeki semua makhluk (al-Mishri, 2007:

  7). Sebagaimana firman-Nya : Qs.Hud : 6

  

         

      

 

  “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. .Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

  Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa. Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim (Syaifudin, 2010: 411).

  Ibnu Katsir berkata : “Allah memberitakan kepada manusia bahwa Dia menjamin rizki semua mahluk-Nya. Binatang melata, baik kecil maupun besar, dan juga binatang yang hidup di daratan maupun di lautan. Dia juga Maha Mengetahui tempat kembali dan beristirahatnya. Artinya, Dia Maha Tahu tempat tinggal mahluk tersebut di muka bumi, dan Maha tahu kapan dia akan kembali ke tempat tinggalnya (akhirat).(2000: 376)

  Allah adalah Maha pemberi rizki, yang telah membagikan rizki kepada semua mahluknya. Burung yang ada di angkasa raya, kepada ikan yang ada didasar lautan, dan kepada binatang yang ada di hutan belantara. Tidak ada satu mahluk melata pun di muka bumi ini, kecuali Allah telah menjamin rizkinya.

  Berkaitan dengan permasalahan rizki, yang telah Allah swt tentukan dan anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus

  menjadi keyakinan seorang Muslim, diantaranya :

  Pertama, Ahlus Sunnah meyakini bahwa semua mahluk yang ada dimuka

  bumi ini adalah memperoleh rizki hanya dari Allah swt. Karena Allah swt telah membagi rizki kepada kita sejak 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

  ٍةَنَس َفْلَأ َني ِسْم َخِب َضأرلا ِتلامسلل َقُل ْخَي ْنأ َلْبَق ِقِائَخلل َأيداقَم ُا َبَتَك )ملسم هلاأ ( Allah swt telah menetapkan takdir semua mahluk sejak 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi” (HR.Muslim no.2653). ( Imam Al

  Mundziri, 2003) Dari penegasan hadits di atas, semestinya kita tidak perlu khawatir dengan masalah rejeki karena rejeki masing-masing tidak akan diambil oleh orang lain.

  Setiap kita harus percaya akan hal tersebut karena Allah swt. telah menggariskan dan menentukannya sesuai dengan ukuran dan takarannya masing-masing. Allah swt. pasti akan memberikan rejeki kepada hamba-Nya menurut kadar yang dibutuhkannya.

  Kedua, Ketentuan Allah (takdir) ini dicatat oleh malaikat sejak manusia

  berada didalam kandungan ibunya, sebagaimana yang ditegaskan oleh sabda Rasulullah saw :

  “Wahai Ghulam (anak muda), jika kamu meminta sesuatu, mintalah

hanya kepada Allah swt. Dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah hanya

kepada Allah. Ketahuilah, jika seluruh umat manusia berkumpul untuk memberi

manfaat kepadamu, hal tersebut tidak akan tercapai jika Allah tidak

mentakdirkannya. Dan jika seluruh umat manusia berkumpul untuk

mencelakakanmu, hal tersebut tidak akan terlaksana jika Allah tidak

mentakdirkannya.pena (untuk menuliskan catatan takdir) telah diangkat dan

lembaran telah mengering”. ( HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al hakim ; shahih)

  (al-Mishri, 2007: 18-19).

  ملسسسو هسسيلع ل ىلص ِ ال ُلوُسَر اَنَثادَح َقسسْلَخ انِإ« ُقوُد ْسسصَمْلا ُقِدا اسسصلا َوسسْهَو امُث ،ُهسسَلْثِم ًةسسَقَلَع ُنوسسُكَي امُث ،ًةَلْيَل َنيِعَب ْرَأَو اًمْوَي َنيِعَبْرَأ ِهّمُأ ِنْطَب ىِف ُعَمْجُي ْمُكِدَحَأ

  ُثَعْبُي امُث ،ُهسسَلْثِم ًةَغْضُم ُنوُكَي ُهسسَق ْزِر ُبُتْكَيَف ،ٍتاسسَمِلَك ِعَبْرَأسسِب ُنَذْؤسسُيَف ُكسسَلَمْلا ِهسسْيَلِإ وسسبأو هسسيلع قسسفتم) ».……،َحوّرسسلا ِهيِف ُخُفْنَي امُث ٌديِعَس ْمَأ ّىِقَشَو ُهَلَمَعَو ُهَلَجَأَو

  ) دواد

  “Sesungguhnya seseorang diantara kalian dikumpulkan (proses) penciptaannya didalam perut ibunya empat puluh hari, kemudian dia berubah menjadi segumpal darah selama seperti itu, lalu berubah menjadi segumpal daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan dengan empat kalimat. Dikatakan kepadanya, “catatlah amalnya, rizkinya, ajalnya, dan sengsara atau bahagia (dirinya), kemudian ruh pun ditiupkan padanya “ (HR. Muttafaq ‘alaih) (Ahmad Jaiz, 2008: 481-

  482) Allah telah menentukan kadar rizki setiap mahluk-Nya, tidak ada seorang pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan (takdir) tersebut. Rizki yang telah ditakdirkan Allah swt untuk seseorang pasti akan dia dapatkan, dan tidak ada suatu kekuatan pun yang dapat menolaknya. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw bersabda :

  انثّدح ىّفَصُمْلا ُنْب ُدّمَحُم انثّدح .ّيِصْمِحْلا ىِبَأ ْنَع ْنَع ُنْب

  ُديِلَوْلا ، ِجْيَرُج ِنْبا ،ٍمِلْسُم َلاَق :َلاَق ؛ ِهّللا

  

ِدْبَع

ِرِباَج ْنَع ،ِرْيَبّزلا ِنْب

ملسو هيلع ىلص

  ِهّللا ِهّللاُ لوُسَر يِف اوُُُُقّتا َهُُُّللا

  ُساّنلا اَهّيَأ(( - اوُُُُلِمْجَأَو ىّتَح ًاُُسْفَن َتوُُُمَت

  َيِفْوَت ُُْسَت ْنَل ّنِإَف . ِبَلّطلا َأَطْبَأ َهُُّللا اوُقّتاَُُف .اَُُهْنَع

  اوُُُلِمْجَأَو ،اَهَقْزِر ْنِإَو

  ،ّلَُُح يِف َدّمَحُم َدّمَحُم اوُذُُُخ. ِبَلّطلا اوُُُعَدَو ) هجام نبإ) .

  ))َمُرَح “Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Allah dan lakukan sebaik mungkin dalam mencari rizki, karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati sehingga ia mendapatkan semua rizkinya. (yang telah ditetapkan Allah untuknya). Bila terlambat baginya, (maka tetaplah) bertakwa kepada Allah dan (tetaplah) mencari rizki dengan baik, ambillah apa yang halal dan tinggalkan apa yang haram. “ (HR. Ibnu Majah, no.2144)

  Ketiga, Diantara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap Muslim dalam

  masalah rizki menurut Ahmad Jaiz (2008: 483-484) adalah bahwa Allah swt telah membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang dari yang lainnya berkaitan dengan rizki, dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali dengan nasab, keturunan, warna kulit dan kedudukan, kepandaian, kehormatan, bahkan ketaatan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah swt memberikan nikmatnya kepada seluruh mahluk-Nya, untuk suatu hikmah dan tujuan yang hanya diketahui oleh Allah semata.

  Sehingga dengan demikian, ada sebagian diantara manusia yang mendapatkan harta yang cukup atau bahkan melimpah ruah dan sebagian yang lain justru sebaliknya, serba kekurangan dan menghadapi kesulitan hidup. Allah menegaskan dalam firman-Nya :

                  

          “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?.” (Qs. An Nahl : 71)

  Namun yang terjadi, betapa banyak orang yang telah Allah karuniakan rizki yang melimpah, kedudukan yang terhormat, keluarga terpandang dimasyarakat, tetapi mereka tidak mendapatkan dan merasakan nilai kebahagiaan hidup di dunia apalagi di akhirat. Disebabkan karena mereka telah jauh dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya banyak manusia yang berkehidupan serba kekurangan justru bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, disebabkan mereka taat kepada Allah, tawakal, sabar dan qonaah atas ketentuan yang diberikan oleh Allah swt.

B. Macam-macam rizki

  Pada dasarnya rezeki ditinjau dari bentuknya itu ada dua macam. Yaitu material dan non material. Yang bersifat material seperti uang, rumah dll. Sedangkan yang non material seperi ketenangan, kesehatan dll. (Syarbini, 2012: 6). Sedangkan ditinjau dari sifatnya juga ada dua macam. Yaitu, pertama sebagai

  ibtilaa (cobaan) dan yang kedua sebagai ishthifa (pilihan). Rezeki yang sebagai

  cobaan adalah rezeki yang tidak ada hubungan apapun dengan Allah. Bahkan rezeki yang satu ini membuat manusia semakin jauh dari Allah, sampai akhirnya dia binasa. Ke arah inilah Allah ta'ala telah mengisyaratkan dalam surat al- Munafiqun: 10:

                       

  10. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang saleh?"

  Rezeki yang sebagai ishthifa adalah rezeki yang diperuntukkan bagi Allah. Allah akan jadi pelindung bagi orang-orang seperti itu. Dan segala sesuatu yang ada pada mereka, mereka anggap sebagai milik Allah semata. Dan hal itu mereka buktikan dari amal perbuatan mereka.

  Lihatlah kondisi para sahabat Rasulullah saw ketika masa cobaan tiba, maka segala sesuatu yang ada pada seseorang diantara mereka, semuanya diserahkan di jalan Allan Ta'ala. Abu bakar ra adalah yang paling pertama datang , dengan mengenakan kain menyerahkan semua milik beliau. Dan Allah ta'ala telah membalas ganjaran bagi kain tersebut, yakni beliaulah yang pertama telah menjadi khalifah.

  Sedangkan dari segi cara memperolehnya, rezeki terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Rezeki yang dijamin, yaitu rezeki yang Allah berikan kepada semua hambanya tanpa memandang bulu. Baik yang baik ataupun yang maksiat, yang muslim ataupun yang kafir, dan Allah memberikan rezeki ini dengan Cuma- Cuma tanpa syarat apapun. Seperti bayi dalam kandungan mendapatkan suplay makanan, anggota tubuh yang utuh, keadaan orang tua sebagai perantara eksistensi manusia dll. sabda Allah dalam surat al-Ankabut: 60

  

       

     

  60. Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

  2). Rezeki yang digantungkan. Dalam artian rezeki ini hanya didapatkan oleh manusia apabila mereka menjemputnya dengan cara memaksimalkan ikhtiar. Walaupun rezeki manusia sudah ditentukan, namun kewajibannya untuk berikhtiar dengan cara menjemputnya tidak boleh ditinggalkan, karena kalau tidak maka bisa dipastikan tidak akan mendapatkan rezeki itu. Seperti ingin mendapatkan rumah, gelar pendidikan dll. Allah bersabda dalam surat ar-Ra’d :

  11

                            

11. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum

   sehingga mereka merobah keadaang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

  3). Rezeki yang dijanjikan. Yang dimaksud dijanjikan adalah rezeki yang Allah berikan kepada hambanya apabila melakukan amalan tertentu atau ibadah tertentu. Misalnya Allah akan mencukupkan rezeki orang-orang yang bertaqwa, gemar bersedekah, suka shalat dhuha, hobi silaturrahmi, dan sebagainya. Jika manusia melakukan ibadah-ibadah tersebut, umpamanya, pasti rezekinya melimpah. Itu janji Allah, dan Allah tidak akan mengingkari janjinya. Rezeki jenis ini juga sering disebut dengan rezeki yang tidak disangka-sangka, karena datang memang tidak terduga (min haitsu la yahtasib) (Syarbini, 2012: 6-9)

  C. Sebab-sebab yang mendatangkan rizki Rasulullah saw di utus oleh Allah untuk memberikan penjelasan- penjelasan yang berkaitan dengan urusan manusia di dunia maupun di akhirat.

  Jika manusia itu beriman dan bertaqwa kepada Allah maka Allah akan selalu memudahkan jalan hamba-Nya, baik urusan yang berkaitan dengan sesama maupun urusan yang berkaitan dengan Sang Pencipta. Dalam hal ini jika manusia beriman dan bertakwa kepada Allah swt maka akan dibukakan pintu rizki baik melalui langit maupun bumi. Seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya. Qs. Al A’raf : 96

                    

  “ Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka 1 disebabkan perbuatannya.”.

  Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

  Sabda Rasulullah saw :

  “Hakim bin Hizam berkata dari Nabi saw ., beliau bersabda : “Penjual dan pembeli memiliki hak pilh selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapatkan berkah dari jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat barang), akan dihapus keberkahan jual beli mereka.” (HR.Muslim) (Syaifudin, 2010: 323-

  324) Oleh karena itu, untuk memperoleh rizki yang kita harapkan, sebaiknya mengikuti cara-cara yang telah diajarkan Rasulullah baik lewat Al Quran maupun

  Sunnah beliau. Adapun sebab kita memperoleh rizki antara lain :

1. Istighfar dan Bertaubat

  Diantara amalan yang dapat menyebabkan datangnya rizki adalah memohon ampunan (istighfar) dan bertaubat kepada Allah swt. Istighfar menurut bahasa adalah permohonan ampun kepada Allah swt. Kemudian definisi bertaubat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata taubat :

  

sadar dan menyesal atas dosa (perbuatan yang salah atau jahat) berniat akan

  memperbaiki tingkah laku maupun perbuatan. Mengenai definisi taubat, Imam Raghib Al-Ashfahani mengatakan, “Taubat menurut terminology Islam adalah meninggalkan dosa, menyesali perbuatan, berazam untuk tidak melakukannya lagi, dan meninggalkan segala perbuatan yang memungkinkan untuk kembali lagi kearah sana. Kapan saja keempat hal ini terkumpul dalam diri seseorang yang hendak bertaubat, maka sempurnalah seluruh syarat taubat”. Jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia, maka syaratnya ditambah satu lagi, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf (Depdikbud, 1994: 839).

  Sabda Rasulullah saw yang artinya sebagai berikut : Dari Ibnu Abbas rahimahullah, ia berkata : “Rasulullah saw bersabda :

  “Barangsiapa selalu beristighfar, niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dari setiap kesulitan, dan kemudahan bagi setiap kesusahan, dan

  akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. “ (HR. Abu

  Dan dalam firman Allah swt Qs. Nuh 10-12 :

                      

  “10). Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,

  • -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, 11). niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, 12). dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Syaifudin, 2010: 1137)

  Ibnu Abbas menafsirkan kalimat midrara (hujan yang lebat) dengan hujan yang turun susul menyusul. Sedangkan Imam Al Qurthubi berkata : “Ayat ini dan ayat dalam surat Hud menjadi dalil bahwa istghfar akan menyebabkan turunnya rizki dan hujan .(al-Mishri, 2007: 47).

  Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh : 10-12) berkata : “Maknanya jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya, niscaya Dia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit. Mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang didalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun untuk kalian.”

  Imam Al Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata, “Ada seorang laki-laki mengadu kepada al-Hasan Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya “Beristighfarlah kepada Allah !” Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata kepadanya “Beristighfarlah kepada Allah !”. Yang lain lagi berkata kepadanya, “Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Dia memberiku anak !”. Maka beliau mengatakan kepadanya “Beristighfarlah kepada Allah !.” Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula), “Beristighfarlah kepada Allah !”. (Ahmad Jaiz, 2008: 149) 2 Saya (syaikh al Albani) berkata : Dalam sanadnya ada perawi yang tidak diketahui

  

(majhul) sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab al-Dhaifah (706). Imam Nawawi, Riyadhus

Shalihin, takhrij Syaikh Nashiruddin al-Albany, penerjemah Agus Hasan Bashori dkk. Duta Ilmu,

cet.3, Surabaya, 2006, hlm.814

  Karena itulah, ketika Umar bin Khattab r.a keluar hendak melaksanakan sholat Istisqa’ bersama manusia, beliau tidak membaca doa selain hanya istighfar sampai pulang kembali kerumah (al-Mishri, 2007: 48). Maka untuk bisa memperoleh rizki dari Allah swt, kita diharuskan untuk memperbanyak istighfar dan mohon ampun (taubat) kepada Allah swt, sehingga Allah akan memberikan apa yang menjadi harapan kita.

2. Iman dan Takwa

  Takwa adalah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya (Depdikbud, 1994: 994). Imam Raghib Al Ashfahani berkata “Taqwa adalah menjaga diri dari hal-hal yang membuat dosa dengan meninggalkan sesuatu yang dilarang didalam agama. Lalu disempurnakan dengan meninggalkan sebagian dari hal-hal yang mubah (diperbolehkan). Allah swt berfirman, bahwa jika kita beriman dan bertakwa, maka akan dimudahkan dalam mendapatkan rizki, seperti yang tertuang dalam surat Ath-Talaq :

           

       



          

         



  2.. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.

  3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs.Ath Thalaaq : 2-3)

  Imam Az-Zujaj berkata, apabila seseorang bertakwa dan mendahulukan yang halal serta bersabar terhadap keluarganya, maka Allah akan membukakan jalan untuknya. Jika dia sedang mengalami kesempitan, Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka (al-Mishri, 2007: 54).

  Sabda Rasulullah saw :

  « - ُساانلا اسسَُّيَأ ملسسسو هسسيلع ل ىلص- ِ ال ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِ ال ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع

  انِإَف ِبَلاطلا ىِف اوُلِمْجَأَو َ ال اوُقاتا َأسسَطْبَأ ْنِإَو اسسََُقْزِر َىِفْوَت ْسسسَت ىاتَح َتوسسُمَت ْنَل اًسْفَن

  ) هجام نبإ) .» َمُرسسَح اسسَم اوسسُعَدَو الَح اَم اوُذُخ ِبَلاطلا ىِف اوُلِمْجَأَو َ ال اوُقاتاَف اَُْنَع Dari Jabir ibn Abdullah, Rasulullah SAW berkata: “wahai para manusia bertakwalah kalian kepada Allah SWT dan baiklah/adil-lah dalam bekerja, karena sesungguhnya setiap jiwa tidak akan mati hingga rizkinya terpenuhi, meskipun itu tertangguhkan, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan baiklah/adil-lah dalam bekerja, ambillah yang halal dan jauhilah yang haram”. (H.R. Ibn Majah)

  Maka, jalan sebab Allah memberikan rizki kepada manusia, dikarenakan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dengan sebenar-benarnya.

3. Tawakal

  Tawakal adalah berserah kepada Allah, percaya dengan sepenuh hati kepada Allah swt ; sesudah berihtiar baru berserah pada Allah (Depdikbud, 1994: 1016). Imam Ahmad berkata, “tawakal adalah amalan hati”. Ia merupakan amalan yang tidak diucapkan dengan lisan, atau diamalkan oleh anggota badan. Pendapat lain menyebutkan, bahwa tawakal adalah memasrahkan hati kepada Allah swt, yakni meninggalkan segala usaha, lalu tunduk pada takdir yang telah di tentukan (Al-Jauziyah, tt: 117-118) Para ulama telah sepakat bahwa tawakal tidak menafikan adanya usaha. Bahkan, tidak dianggap sah, atau batal tawakal seseorang apabila tidak disertai dengan usaha. Seperi yang disabdakan oleh Rasulullah saw :

  Umar bin Khattab r.a menyebutkan, bahwa Rasulullah saw bersabda :

  “Kalaulah kalian semua bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, pastilah Dia akan melimpahkan rizki kepada kalian, seperti Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Ibnu Adi, dan Imam Hakim, dalam Shahih Jami’ no.

  5224) Menurut Ibnu Rajab, hadits diatas merupakan pokok tawakal yang sesungguhnya dan merupakan sebab terbesar dalam meraih rizki (al-Albaniy,

  1408 : 5224). Hadits tersebut juga menggambarkan, andaikan manusia dapat merealisasikan tawakal dengan hati mereka, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada mereka hanya dengan sedikit usaha saja. Sebagaimana Allah telah memberikan rizki kepada burung yang pergi dipagi hari dan pulang pada sore hari sedangkan temboloknya telah dipenuhi dengan makanan. Itu memang salah satu usaha, namun tidak begitu berat.

  Sementara itu, Imam Ahmad menjelaskan “tidak ada satu kalimatpun dalam hadits diatas yang menganjurkan untuk meninggalkan usaha. Hadits tersebut justru menganjurkan agar umat Islam bersemangat dalam mengais rizki. Maksud ungkapan hadits tersebut adalah, seandainya orang-orang memasrahkan segala urusan sepenuhnya kepada Allah dan mereka mengetahui bahwa rizki berada ditangan Allah, pastilah mereka tidak akan kembali ke rumahnya masing- masing setelah mereka berusaha, kecuali dalam keadaan membawa hasil dan selamat, sebagaimana burung (al-Mishri, 2007: 64).

5. Beribadah sepenuhnya kepada Allah swt

  Diantara sebab-sebab mendapatkan rizki adalah beribadah sepenuhnya kepada Allah swt. Ibadah menurut bahasa adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah swt, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya (Depdikbud, 1994: 364). Yakni seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi saw, beliau bersabda :

  ُدْبَع انثّدح ّيَلَع ُنْب ُرْصَن

  انثّدح .ّيمَضْهَجْلا ،َةَدِئاَز ِهللا ْنَع ْنَع ُنْب

  َناَرْمِع َدُواَد ِنْب ٍدِلاَخ يِبَأ يِبَأ ،ِهيِبَأ

  ؛َةَرْيَرُه ْنَع ،ّيبِلاَوْلا ْنَع َأ َلاَق ْدَق َهُمَلْع

  :َلاَق ))ُهعَفَر َ لَو(( ّ لِإ ُلوُقَي(( ُهللا

  َنْبا اَي :ُهَناَحْبُس ْغّرَفَت !َمَدآ ،يِتَداَبِعِل َ لْمَأ

  .َكَرْقَف ّدُسَأَو َكَرْدَص

،ًىنِغ

،ًلْغ ُش ،ْلَعْفَت

  ُتْلَم ْمَل ْمَلَو َكَرْدَص ْنِإَو

  ) هجام نبإ) ّدُسَأ .))َكَرْقَف

  Sesungguhnya Allah swt berfirman, : “Wahai anak adam !, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi (hatimu yang ada) didalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Alu penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)”. (HR. Ibnu Majah)

  Nabi saw dalam hadits diatas menjelaskan bahwasanya Allah swt menjanjikan kepada orang yang beribadah kepada-Nya sepenuhnya, dengan dua hadiah (kekayaan dihati dan dipenuhi kebutuhannya), sebaliknya Allah mengancam kepada orang yang tidak mau beribadah dengan sepenuhnya dengan dua siksa yaitu dengan memenuhi tangannya dengan berbagai kesibukan, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya.

  6. Hijrah dijalan Allah

  Hijrah merupakan salah satu sebab Allah membukakan pintu rizki kepada manusia. Hijrah sendiri menurut bahasa adalah berpindah (untuk menyelamatkan diri, dsb) (Depdikbud, 1994: 351). Imam Raghib Al-Asfahani mengatakan, hijrah adalah meninggalkan negeri kufur (darul kufr) menuju negeri iman (darul iman). Sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya meninggalkan Mekkah dan berhijrah menuju Madinah. Sesuai dengan janji-Nya dalam Qs. An-Nisa ayat 100 :

                           

          

  100.” Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di

  muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

  Imam Ar-Razi mengatakan, maksud sa’ah adalah rezeki. Sementara itu Imam Malik berpendapat, As-Sa’ah adalah negeri yang luas. Mengomentari pendapat-pendapat tersebut, Imam Qurthubi berkata, pendapat Imam Malik merupakan refleksi dari kefasihan bahasa Arab karena dengan luasnya bumi dan banyaknya tempat bertahan akan didapatkan keluasan rezeki, kelapangan hati, pikiran, dan hilangnya kesedihan (al-Mishri, 2007: 94-95) .

  Dengan demikian, manusia yang berniat keluar rumah karena ingin berhijrah atas nama Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan meluaskan rizki dan pahala baginya, dihilangkan rasa kesedihan, dilapangkan hati dan pikirannya.

  7. Silaturrahim

  Silaturrahim adalah persahabatan atau persaudaraan. Bersilaturrahim ; mengikat tali persaudaraan (kerumah sanak saudaranya). (Depdikbud, 1994: 940). Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menuturkan, Ar-Rahim artinya adalah kerabat secara umum, baik yang mewarisi, ataupun tidak. Baik yang Mahram ataupun bukan. Al-Mala Al-Qari mengatakan, Silaturrahim merupakan kata kiasan (kinayah) dari berbuat baik, bersikap lemah lembut, menyayangi, dan memperhatikan kondisi kerabat, baik yang senasab atau karena pernikahan (al- Mishri, 2007: 98). Sebagaimana sabda Nabi saw :

  Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., dia berkata :” Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin rezekinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, hendaklah ia bersilaturrahim (HR. Bukhori no. 2067) (az-Zabidi,

  2002: 452) Hadits ini menunjukkan bahwa jika manusia menginginkan rezeki yang luas dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung tali persaudaraan dengan karib kerabat atau teman (silaturrahim).

8. Berinfaq di jalan Allah

  Infaq menurut Kamus Bahasa adalah pemberian (sumbangan) harta, dsb (selain zakat wajib), untuk memenuhi kebutuhan, sedekah, nafkah (Depdikbud, 1994: 378). Imam An Nawawi menjelaskan, “Infaq yang terpuji adalah berinfaq dalam hal ketaatan, seperti berinfaq untuk anak dan istri (keluarga), tamu, dan berinfaq dalam hal-hal yang hukumnya sunnah”. Imam Al-Qurthubi memaparkan, “Infaq itu mencakup hal-hal yang hukumnya wajib dan sunnah.” (al-Mishri, 2007: 75)

  Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya Qs. Saba’ ayat 39

                        

  39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik- baiknya.”.

  Imam Ar-Razi berkata dalm tafsirnya, “Apapun yang diinfaqkan oleh orang yang beriman, maka Allah akan menggantinya, sedangkan ganti dari Allah pasti lebih baik . Kebaikan (khairiyyah) Allah dalam hal rezeki terangkum dalam beberapa hal : a. Allah tidak akan menunda rezeki pada saat benar-benar dibutuhkan manusia.

  b. Allah tidak akan mengurangi rezeki dari ukuran yang dibutuhkan manusia.

  c. Allah tidak akan banyak memperhitungkan apa yang diberikan-Nya.

  d. Permohonan rezeki yang manusia lantunkan kepada Allah tidak akan mengurangi pahala doanya tersebut. (al-Mishri, 2007: 76) Dalam sabda Rasulullah saw, dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Siddiq, ia berkata, Rasulullah saw bersabda kepadanya :

  “Infaqkanlah hartamu kepada orang lain dan jangan menahannya, niscaya (rezekimu) juga akan ditahan oleh-Nya”.

  (HR. Abu Dawud dalam shahih al-jami’ no.1061) Hadits diatas mempunyai 2 makna yang terkandung didalamnya, yaitu manusia disuruh untuk selalu berinfaq dijalan Allah, jika manusia mau berinfaq dijalan Allah, maka akan diganti oleh Allah lebih baik dari harta yang di infaqkan. Jika manusia menahan hartanya untuk di infaqkan, maka Allah akan menahan rezekinya.

9. Berbuat baik kepada anak yatim

  Berbuat baik adalah memberikan kasih sayang, lemah lembut dan memberikan sedikit hartanya kepada anak yatim. Anak yatim disini adalah anak yang ditinggal mati bapaknya sebagai penopang hidup keluarga. Abu Darda meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang mengadu kepada Rasulullah saw tentang hatinya yang keras. Maka beliau bersabda kepadanya :

  “Jika kamu ingin hatimu lembut, dan kebutuhanmu terpenuhi, sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikan ia makan dari makananmu, niscaya hatimu akan lembut kebutuhanmu akan terpenuhi ” (HR. Ath-Thabrani dalam

  shahih al-jami’ no. 80) Makna hadits tersebut diatas adalah jika manusia menginginkan hatinya lembut dan tidak keras hati serta kebutuhannya terpenuhi, maka petunjuk

  Rasulullah saw dalam hal ini adalah dengan menyayangi anak yatim, mengusap kepala, dan memberinya makan.

  10. Menyantuni orang yang lemah

  Menurut az-Zabidi (2002: 88) Menyantuni berasal dari kata santun, yaitu berlemah lembut, mengasihi dan menyayangi, dari manusia yang kuat (harta dan kedudukan) kepada manusia yang serba kekurangan (miskin). Mush’ab bin Sa’ad meriwayatkan, “Sa’ad menganggap bahwa ia memiliki kelebihan dari orang- orang yang ada dibawahnya. Maka Rasulullah saw bersabda :

  “Kalian tidak akan ditolong dan diberi rezeki kecuali karena orang- ( orang yang lemah dan miskin diantara kalian.” HR. Bukhari)

  Dalam hadits yang lain, Abu Darda mengatakan, saya mendengar Rasulullah saw bersabda :

  “Carilah aku diantara orang-orang yang lemah, karena kalian akan ditolong dan diberikan rezeki disebabkan Karena orang-orang miskin.”

  (HR.Ahmad, Muslim, Ibnu Hibban, Al Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dan Hakim)

  Dua Hadits diatas menunjukkan pengertian bahwa rezeki kita berada disekitar orang-orang yang lemah (miskin). Artinya, jika kita mau memberikan sedikit harta yang kita punyai untuk diberikan kepada orang yang lemah, maka Allah akan menambahkan rezeki kita (dengan diganti) lebih baik atau lebih banyak dengan apa yang sudah kita infakkan. . Berarti rezeki kita berada disekitar orang-orang yang lemah, dikaarenakan rezeki kita disebabkan karena orang- orang miskin tersebut.

  11. Berbuat baik kepada kedua orang tua

  Salah satu sebab Allah memberikan rezeki kepada manusia adalah dengan jalan berbuat baik kepada kedua orang tua. Berbuat baik kepada kedua orang tua sangat dianjurkan bahkan diwajibkan oleh Allah swt. Karena pahala berbuat baik kepada kedua orang tua disegerakan oleh Allah baik di dunia maupun di akhirat. Anas rahimahullah menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :

  “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dan ditambahkan rezekinya,

  hendaklah ia berbuat baik kepada kedua orang tua, dan menyambung

  silaturrahim”. (HR. Ahmad, Al-Mundziri berkata : para perawinya dapat

  dijadikan hujjah dalam kesahihannya). (az-Zabidi, 2002: 90) Oleh karena itu, jika manusia menginginkan panjang usianya dan ditambahkan rezekinya, hendaknya selalu berbuat baik kepada kedua orang tua.