BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Partisipasi Masyarakat - Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Studi Kasus Pemeliharaan Drainase Pada Kantor Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah Kota Medan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Partisipasi Masyarakat

2.1.1. Pengertian Partisipasi

  Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Participation”, take a part, artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain.

  Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

  Partisipasi dalam urusan publik belakangan ini menjadi sorotan. Banyak kalangan yang menggunakan kata partisipasi sehingga tanpa kata partisipasi rasanya diskusi, seminar, musyawarah ataupun kebijakan yang diluncurkan kurang mendapatkan tempat di masyarakat. Kata ini dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, kebijakan dan pelayanan pemerintah. Sementara akhiran “tif” menunjukkan kata sifat yaitu untuk menerangkan kata dasarnya, sehingga partisipatif lebih bermakna sebagai kata sifat yang menjelaskan proses (Jakti, 1987).

  Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki seseorang tersebut. Partisipasi hanya mungkin dilakukan seseorang bila ada kapital sosial, yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Jaringan merupakan lintasan bagi proses berlangsungnya pertukaran, sementara kepercayaan menjadi stimulus agar proses pertukaran tersebut berjalan lancar sementara aturan merupakan jaminan bahwa proses pertukaran itu berlangsung adil atau tidak (Saragi, 2004).

2.1.2. Partisipasi Masyarakat

  Partisipasi masyarakat menjadi mengemuka dan penting dalam pelaksanaan pembangunan termasuk didalamnya penataan ruang diantaranyakarena beberapa hal positif yang dikandungnya : (Alastaire White dalam RA. Santoso Sastropoetro, 1998) a.

  Dengan partisipasi lebih banyak hasil kerja yang dapat dicapai.

  b.

  Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang rendah.

  c.

  Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut kepada harga dirinya.

  d.

  Merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.

  e.

  Mendorong timbulnya rasa tanggungjawab.

  f.

  Menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan g.

  Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

  h.

  Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian. i.

  Membebaskan orang dari kebergantungan kepada keahlian orang lain. j.

  Lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab dari kemiskinan, sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.

  Arnstein (dalam Saragi, 2004) menetapkan tipologi yang dikenal dengan delapan anak tangga partisipasi masyarakat, yang menjelaskan peran serta masyarakat di dasarkan pada kekuatan masyarakat, yaitu : a.

  Manipulation dapat diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog.

  b.

  Therapy, berarti telah ada komunikasi tetapi masih bersifat terbatas, inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. c.

  Information menyiratkan bahwa komunikasi sudah mulai banyak terjadi tetapi masih bersifat satu arah.

  d.

  Consulation, berarti komunikasi telah terjadi dua arah.

  e.

  Placation, berarti bahwa komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan pemerintah.

  f.

  Partnership, adalah kondisi dimana pemerintah dan masyarakat mitra sejajar.

  g.

  Delegated power, bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri keperluannya.

  h.

  Citizen Control bermakna bahwa masyarakat menguasai kebijakan publik dan perumusan, implementasi hingga evaluasi dan kontrol.

  Ada tiga bentuk partisipasi, yaitu : 1.

  Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

  2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang antara praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instument yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu: 1.

  Sumbangan pikiran (ide atau gagasan) 2. Sumbangan materi (dana, barang dan alat)

3. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja) 4.

  Memanfaatkan atau melaksanakan pelayanan pembangunan 3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa meskipun sulit untuk mendefenisikan akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk ikut terlibat dalam pembangunan. Menurut Adi Isbandi Rukminto (2003:252), partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam beberapa tahapan, yaitu : 1.

  Tahap Assesment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki.

  Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi yang benar-benar keluar dari pandangan mereka sendiri.

  2. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa cara alternatif program.

  3. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan sehingga tahapan ini dianggap sebagai tahapan yang paling krusial.

  4. Tahap Evaluasi (termasuk evaluasi Input, Proses dan Hasil) Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan pemerintah terhadap program yang sedang berjalan.

  Menurut Keith Davis (Reksopoetranto, 1992), kata partisipasi secara etimologis berasal dari bahasa inggris “participation” yang berarti mengambil bagian, participator dimaknai sebagai yang mengambil bagian atau sering disebut dalam bahasa umum sebagai keikutsertaan. Karenanya partisipasi sering dikatakan sebagai peran serta atau keikutsertaan mengambil bagian dalam kegiatan tertentu. Karenanya terdapat keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong partisipan untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha mencapai tujuan yang bersangkutan. Hal yang terakhir senada dengan batasan yang diberikan dalam batang tubuh UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4 huruf d bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Selain kedua pendapat tersebut, terdapat beberapa pendapat lain tentang definisi pastisipasi : a.

  Keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah atau kepentingan eksternal (Sumarto, 2003).

  b.

  Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintahjuga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggungjawab pada program yang dilakukan (Handayani, 2006).

  c.

  Keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan ataupun kegiatan (Wardoyo, 1992).

  d.

  Keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan (Rahardjo, 1985). e.

  Aksi dari kepercayaan akan pembangunan. Karena pastisipasi mempunyai nilai intrinsik kebaikan dan berfokus pada pencarian cara untuk menyelesaikan masalah (Cooke and Kothari, 2002).

  f.

  Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya atau egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja (Alport dalam Reksopoetranto, 1992). Karenanya dalam beberapa definisi tersebut terdapat beberapa kata kunci tentang definisi pastisipasi : a.

  Keikutsertaan b.

  Secara sukarela c. Keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasan d.

  Berbentuk pernyataan ataupun kegiatan nyata e. Media penumbuhan kohesifitas f. Akomodasi kepentingan bersama

2.1.3. Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat

  Sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat/kelompok terdapat beberapa wujud dari partisipasi :

1. Menurut Vaneklasen dan Miller membagi pastisipasi atas (Handayani,

  2006): a.

  Partisipasi Simbolis Masyarakat duduk dalam lembaga resmi tanpa melalui proses pemilihan dan tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya. b. Partisipasi Pasif Masyarakat diberi informasi atas apa yang sudah diputuskan dan apa yang sudah terjadi. Pengambil keputusan menyampaikan informasi tetapi tidak mendengarkan tanggapan dari masyarakat sehingga informasi hanya berjalan satu arah.

  c.

  Partisipasi Konsultatif Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.

  Hasil jawaban dianalisis pihak luar untuk identifikasi masalah dan cara pengatasan masalah tanpa memasukkan pandangan masyarakat.

  d.

  Partisipasi dengan Insentif Material Masyarakat menyumbangkan tenaganya untuk mendapatkan makanan, uang, atau imbalan lainnya. Masyarakat menyediakan sumber daya, namun tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga mereka tidak memiliki keterikatan untuk meneruskan partisipasinya ketika masa pemberian insentif selesai.

  e.

  Partisipasi Fungsional Masyarakat berpartisipasi karena adanya permintaan dari lembaga eksternal untuk memenuhi tujuan. Mungkin ada keputusan bersama tetapi biasanya terjadi setelah keputusan besar diambil.

  f.

  Partisipasi Interaktif Masyarakat berpatisipasi dalam mengembangkan dan menganalisa rencana kerja. Partisipasi dilihat sebagai hak, bukan hanya sebagai alat mencapai tujuan, prosesnya melibatkan metodologi dalam mencari perspektif yang berbeda dan serta menggunakan proses belajar yang terstruktur. Karena masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan maka mereka akan mempunyai keterikatan untuk mempertahankan tujuan dan institusi lokal yang ada di masyarakat juga menjadi kuat.

  g.

  Pengorganisasian Diri Masyarakat berpartisipasi dengan merencanakan aksi secara mandiri.

  Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga eksternal untuk sumber daya dan saran-saran teknis yang dibutuhkan, tetapi kontrol bagaimana sumber daya tersebut digunakan berada di tangan masyarakat sepenuhnya.

  Secara ideal partisipasi semestinya berwujud partisipasi interaktif ataupun pengorganisasian diri, tetapi tentunya hal tersebut menuntut kapabilitas sumber daya manusia yang optimal. Di negara dunia ketiga yang umumnya berpemerintahan totaliter menggunakan model partisipasi simbolis, pasif ataupun konsultatif.

  Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan pemerintah memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagian “pengikutsertaan” atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.

  2. Menurut Soetrisno (1995:221), secara umum ada 2 (dua) jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:

  1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.

  2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.

2.2 Pengertian Pembangunan

  Pembangunan adalah kata yang digunakan secara meluas dalam semua media massa di seluruh dunia dan merupakan konsep yang kerap kali disebut dan diperbincangkan oleh semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan ahli politik, wartawan, orang pemerintahan, dll. Pembangunan itu sendiri berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi syarat utama pembangunan. l

  Beberapa pengertian Pembangunan menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Menurut Johan Galtung Pembangunan merupakan “upaya untuk memenuhan

  

kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara

yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan

alam”.

  Sedangkan menurut Benny H. Hoed, pembangunan adalah “Pembangunan adalah

upaya sistematis melepaskan diri dari keterbelakangan dan upaya untuk memperbaiki

kesejahteraan masyarakat” .

  Ahli lain, Drs. Djoko Oentoro mendefinisikan Pembangunan sebagai “pertumbuhan

ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur ekonomi dan corak kegiatan ekonomi

atau usaha meningkatkan pendapatan per kapita”.

  Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai “transformasi ekonomi,

  

sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk

memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.

  Sementara Slamet Triyono secara sederhana mendefenisikan Pembangunan sebagai semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

2.3. Pembangunan Berkelanjutan (Suistainable Development)

  Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable

  development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World

  (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United

  Conservation Strategy

Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of

Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada

  1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission

  

on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya

  Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi

  Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.”

  Pengertian umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

  Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing).

  Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan\ berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan).

  Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi merupakan satusatunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya.

  Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan- tahapan ini digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan

  Robert

  Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan penduduk (kelahiran) dengan pertumbuhan pangan (produksi), mau tidak mau produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan jasa.

  Karena tingkat kepuasan manusia terhadap barang dan jasa bersifat tidak terbatas, maka optimalisasi pengurasan sumber daya alam dilakukan tanpa pernah memperdulikan sumber daya alam bersifat terbatas. Akibat yang timbul kemudian adalah proses degradasi lingkungan berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan semakin menjadi- jadi dan bertambah parah.

  Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain disebabkan: 1.

  Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.

  2. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan.

  3. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal tanker.

  4. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik. Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas dapat berupa : 1.

  Pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.

  2. Hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup.

  3. Lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi, seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk lemari es dan AC . Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang berjuang berdasarkan visi untuk menyelamatkan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology) yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu, kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.

  Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

  Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil merata.

  Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi, 1.

  Pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.

  2. Menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

  3. Menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan.

  4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah. Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa factor :

  1. Kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.

  2. Kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.

3. Faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.

  Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.

2.4. Perencanaan Pembangunan Partisipatif

  Perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki (Ginanjar Kartasasmita, 1994).

  Dari pengertian sederhana tersebut dapat diuraikan beberapa komponen penting, yakni tujuan; apa yang hendak dicapai, kegiatan; kegiatan untuk merealisasikan tujuan, dan waktu; kapan bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan. Apa yang direncanakan tentu saja merupakan tindakan-tindakan di masa depan untuk masa depan.

  Secara sederhana pembangunan sering diartikan suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas maka pembangunan dapat diartikan suatu perubahan.

  Mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan (Siagian, 1991).

  Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/ aktivitas kemasyarakatan. Baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

  Dari kajian literatur tentang partisipasi masyarakat di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa konsep partisipasi di interpretasikan secara luas, seperti yang disampaikan Cohen dan Uphoff (1997), bahwa:

  “Partisipasi dapat dilihat dari berbagai pandangan (perspective). Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan dalam mengimplementasikan program, serta menikmati keuntungan-keuntungan dari program terseut. Keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi program, suatu proses aktif, dimana rakyat dari suatu komuniti mengambil inisiatif dan menyatakan dengan tegas otonomi mereka”.

  Menurut FAO seperti yang dikutip Mikkelsen (1999 : 64), berbagai penafsiran yang berbeda dan sangat beragam mengenai arti kata tentang partisipasi yaitu:

  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

  2. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

  3. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh imformasi mengenai konteks lokal dan dampak sosial.

  4. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

  5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.

  Menurut Oakley (1991 : 14), berpendapat bahwa “partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam masyarakat”

2.5. Paradigma Center Development

  Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.

  Paradigma yang dianut oleh pemerintah Indonesia yaitu paradigma pembangunan yang berdasar kepada Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu tujuan dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah sejalan dengan pancasila sehingga tujuan yang diinginkan tadi dapat tercapai dengan baik. Paradigma pembangunan nasional yang berdasarkan kepada Pancasila tentunya meliputi beberapa aspek pembangunan yaitu, aspek hukum, aspek sosial, aspek budaya maupun aspek politik. Setiap proses pembangunan harusnya diiringi oleh pertumbuhan aspek – aspek tersebut sehingga dapat tercipta keselarasan dalam proses pembangunan itu sendiri.

2.6. Partisipasi Masyarakat Menurut UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

  Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah

  Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat menutu UU no 25 tahun 2004 ialah masyarakat bersama pemerintah merupakan stakeholder dalam proses pembangunan. Artinya masyarakat merupakan elemen penting yang sangat menunjang keberhasilan dari pembangunan tadi, masyarakat diberikan peran yang cukup sentral didalam pembangunan agar kiranya masyarakat tadi dapat berpastisipasi aktif dalam setiap tahapan ataupun proses pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah.