Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Formal dan Nonformal di Mata Siswa (Studi Kasus Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Formal dan Nonformal di Mata Siswa Kelas 12 SMA Santo Thomas 2 Medan yang Mengikuti Bimbingan Belajar di Ganesha Operatio

   Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Nonformal 1.

  Mengapa Anda mengikuti bimbingan belajar? 2. Faktor apa sajakah yang membuat Anda merasa nyaman belajar di bimbingan belajar?

  3. Bagaimanakah persepsi Anda terhadap cara mendidik pendidik di bimbingan belajar?

  4. Menurut Anda, apakah yang menjadi daya tarik pendidik di bimbingan belajar?

  5. Apakah menurut persepsi Anda pendidik di bimbingan belajar benar-benar menguasai materi yang disampaikan?

  6. Apakah Anda mengetahui latar belakang pendidikan pendidik di bimbingan belajar?

  7. Bagaimana pola komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalam kelas bimbingan belajar?

  8. Bagaimana pendidik memilih kata-kata dalam menyampaikan materi? 9.

  Apakah menurut Anda pendidik di bimbingan belajar merupakan seseorang yang sopan dan dapat dipercaya?

  10. Apakah kebutuhan saudara akan materi sudah tersampaikan dengan baik dan benar?

  11. Mata pelajaran apakah yang menurut Anda sulit? 12.

  Faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam memahami mata pelajaran yang menurut Anda sulit tersebut?

  13. Menurut Anda, upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pendidik bimbingan belajar dalam membangun hubungan emosi siswanya?

  14. Bagaimana kedekatan Anda dengan pendidik di bimbingan belajar? 15.

  Apakah pendidik di bimbingan belajar pernah memberikan motivasi kepada Anda? 16. Seberapa sering pendidik di bimbingan belajar memberikan motivasi kepada

  Anda? 17. Motivasi yang seperti bagaimana yang pernah diberikan pendidik di bimbingan belajar kepada Anda?

  18. Menurut saudara, bagaimanakah kualitas pendidik di bimbingan belajar?  Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Formal 19.

  Bagaimana persepsi Anda terhadap cara mendidik pendidik di sekolah? 20. Apakah menurut persepsi Anda pendidik di sekolah benar-benar menguasai materi yang disampaikan?

  21. Apakah anda mengetahui latar belakang pendidikan pendidik di sekolah? 22.

  Bagaimana pola komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalam kelas? 23. Bagaimana pendidik di sekolah memilih kata-kata dalam menyampaikan materi?

  24. Apakah menurut Anda pendidik di sekolah merupakan seseorang yang sopan dan dapat dipercaya?

  25. Apakah melalui pembelajaran di dalam kelas kebutuhan saudara akan materi sudah tersampaikan dengan baik dan benar?

  26. Faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam memahami mata pelajaran yang menurut Anda sulit di sekolah?

  27. Menurut Anda, upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pendidik di sekolah dalam membangun hubungan emosi siswanya?

  28. Bagaimana kedekatan Anda dengan pendidik di bimbingan sekolah? 29.

  Apakah pendidik di sekolah pernah memberikan motivasi kepada Anda? 30. Seberapa sering pendidik di sekolah memberikan motivasi kepada Anda? 31. Motivasi yang seperti bagaimana yang pernah diberikan pendidik di sekolah kepada Anda?

  32. Menurut Anda, bagaimanakan kualitas pendidik di sekolah?  Kredibilitas Pendidik 33.

  Menurut Anda, bagaimanakah seharusnya cara pendidik dalam mendidik?

  Informan IV

  Peneliti : Alasan kamu kemarin ikut bimbingan apa sih dek? HV : Yang pertama karena disaranin orang tua, nah yang kedua karena belajar disekolah engga semuanya masuk ke otak, engga semuanya bisa diingat, jadi harus diulang. Jadi bimbel adalah sarana mengulang pelajaran, karena kalau mengulang pelajaran di rumah itu bawaannya malas gitu, mau ke tempat tidur aja. Jadi kalau di bimbel kan ke tempat bimbel. Kalau engga datang kan sayang sudah dibayar, jadinya yaudah, bisa ngulang pelajaran. Peneliti : Emang pelajaran apa sih yang menurut kamu sulit dicerna di sekolah? HV : Kayaknya hampir semua, kecuali akuntansi. Peneliti : Oh. Yang bikin adek nyaman belajar di bimbel ini apa sih emang? HV : Yang buat merasa nyaman karena disini enggak berpatokan, enggak terlalu terikat kayak di sekolah, atau kayak di bimbel lain itu.., hmm… kayak misalnya kalau di Inten ya, dia dikasih setelah TO ada progress itu ngerjain soal-soal TO lagi sama pembahasannya, nah sebenarnya tujuannya bagus, tapi karena disekolah udah ada tugas lagi jadinya rasanya di bimbel itu.., kalau disana kan kayak sekolah juga, kalau disini beda, dia itu tergantung orangnya apa, tapi kalau orangnya enggak mau belajar juga percuma juga sih. Jadi harus dari diri sendiri, nah ya itu tadi ya fasilitasnya mendukung, tentor- tentornya ramah, udah gitu ada TST-nya bisa ngulang pelajaran, udah gitu tentor-tentornya hampir semua tau tentang PTN jadi bisa konsultasi kapan aja

  Peneliti :Emang menurut adek tentor-tentornya disini udah menguasai materi yang diajarkan belum? HV : Hmm.., kebanyakan iya, menguasai. Kalaupun ada yang gak menguasai sangat sedikit. Peneliti : Oh, kalau dibandingkan dengan guru-guru disekolah? HV : Kalau di sekolah ya pasti guru-guru lebih menguasai lah, karena kalau tentor kan masih pada muda-muda dibanding guru, guru ya pasti udah menguasai. Peneliti : Oh. Kalau dari cara penyampaiannya dek? HV : Cara penyampaiannya lebih bagus di bimbel lah. karena di bimbel kan tentor diajak untuk friendly sama murid-muridnya, gitu. Peneliti : Kalau di sekolah enggak begitu friendly guru-gurunya ya? HV : Enggak (sedikit menggeleng). Malah kalau di sekolah ada yang ngantuk, ada yang ngebosenin, ada yang enggak lucu-lucunya, gitu. Peneliti : Oh, terus kalau menurut adek apa sih yang jadi daya tarik tentor disini? HV : Kalau dari penampilannya disini semua tentornya rapi-rapi, kalau dari menjalin hubungannya, iya, bagus banget. Peneliti : Terus menurut kamu cara ngajarnya tentor disini itu kayak mana sih? HV : Cara ngajar di bimbel itu enggak monoton aja kalau menjelaskan.

  Kadang ada.., apa ya, waktu-waktu kosong buat bercanda atau kayak ngalihin, gimana ya, belokin pembahasan itu ke lucu-lucu, tapi balik lagi ke pembahasannya. Terus, tapi jadinya lebih ngerti gitu lah karena udah diulang gitu, udah lebih ngerti, dengarnya pun enggak bosen-bosen, enggak ngantuk, gitu. Peneliti : Kalau guru kamu ngajar di sekolah kayak mana dek? HV : Guru ngajar di sekolah itu.., tergantung gurunya, tapi itu kebanyakan guru disekolah itu monoton ngajar, mereka itu cuma buat jelasin mata pelajaran, cuma sebagian guru yang asik kayak tentor. Mereka.., gak, gak kayak tentorlah bersahabat, gitu. Peneliti : Kalau tentor-tentor disini adek tau gak rata-rata lulusan mana? HV : Kalau gak salah sih latar belakang pendidikannya banyak dari USU sama Unimed. Peneliti : Kalau guru kamu disekolah kamu tau gak rata-rata lulusan mana? HV : Guru di sekolah juga sama-sama, tapi bedanya guru di sekolah itu lebih berpengalaman, lebih berumur dibanding tentor-tentornya.

  Tentorkan masih muda-muda, kalau di sekolah kan gurunya berpengalaman, nah jadi, jadi ilmu yang dikuasainya itu lebih dibanding tentor, gitu. Peneliti : Oh jadi sebenarnya kalau dari ilmu dan pengalaman itu guru lebih ya dibanding tentor, cuma kalau dari cara penyampaian lebih enak tentor, gitu ya?

  HV : Iya, ka (mengangguk) Peneliti : Oh terus kira-kira kalau di GO sini interaksi di kelasnya kayak mana sih dek antara tentor sama siswanya? HV : Itu tergantung sama siswa-siswanya di dalam sih, ka. Kalau di kelas kadang ada sharing, tapi banyakan di luar. Kalau di kelas kami itu interaksinya lebih banyak bawa tentornya “ka, sharing yuk; bang,

  sharing

  yuk”, gitu. Soal universitas, atau soal.., soal apa aja, tapi kebayakan karena udah kelas tiga banyakan sharing tentang universitas, tentang PTN. Peneliti : Jadi di kelas ada interaksi tanya jawab mengenai soal-soal gitu gak dek? HV

  : Itu.., itu kayak mana ya, kayak “bang, coba bahas yang ini lagi yuk, karena ini di sekolah belajarnya susah”, kayak gitu aja. Terus bahas soal, gitu. Peneliti : Kalau di sekolah interaksi dengan gurunya kayak mana tuh dek? HV : Interaksi dengan guru.., di sekolah kurang, lebih banyak interaksi satu arah dari guru ke murid. Peneliti : Oh. Terus kira-kira ada gak yang jadi hambatan adek dalam memahami pelajaran yang disampaikan? HV : Kalau di sekolah pasti ada. Karena.., gimana ya, kalau gurunya enggak, menjelaskan mulu bawaannya ngantuk, bosen, pengen cepat- cepat istirahat, jadi karena enggak konsentrasi kurang.., kurang nangkep. Kalau disini nangkep sih, tapi ada juga kalanya kalau lagi udah capek, lagi bosen gak nangkep pelajaran

  Peneliti : Oh berarti hambatannya dari diri sendiri aja ya dek, kalau dari cara gurunya ngajar gitu ada hambatan gak dek? HV : Hambatan gimana itu maksudnya?

  Peneliti : Dari cara dia ngajar gitu apa bikin kamu gak ngerti sama yang diterangin gitu? HV : Oh, enggak ada. Peneliti : Terus dek, menurut kamu kualitas tentor disini kayak mana sih? HV : Kualitasnya dalam hal apa? Peneliti : Keseluruhan, dek, terutama dalam dia menyampaikan materinya dan membangun hubungan dengan siswanya gitu. HV : Kualitasnya kalau nyampein pelajaran itu bagus. Dia bahasnya bagus, terus buat kita ngerti, kekurangannya itu karena satu pertemuan itu dibahas satu bab kan, waktunya itu ada satu setengah jam, satu setengah jam itu enggak cukup buat.., buat satu bab itu. Jadi menjelaskannya itu singkat dan padat, kalau mau lebih ngerti ya harus TST. Peneliti : Oh gitu ya. Terus kalau dari tentor disini kalau dia mengajar itu menggunakan kata-kata yang kayak gimana sih?

HV : Hmm… Kayaknya kalau kaku enggak, kayaknya udah pas, bagus

  Peneliti : Udah bagus ya, kalau gurumu di sekolah dek ngajarnya pakai kata- kata yang kayak gimana tuh dek? HV : Kalau di sekolah.., enggak kayaknya. Enggak santai, paling beberapa guru ajalah di sekolah yang santai, satu dua gitu. Peneliti : Oh. Terus kira-kira melalui penjelasan tentor disini kebutuhan adek akan materi pelajaran itu udah tersampaikan dengan baik dan benar atau belum dek?

  HV : Diantara ya dan enggak (senyum). Soalnya kalau dibilang memperhatikan juga aku gak terlalu meerhatiin, karena udah capek, tapi dari tentornya sih kayaknya udah berusaha nyampein yang terbaik, yang bagus. Peneliti : Jadi dek, kalau menurut adek kayak gimana sih seharusnya cara guru atau tentor gitu dalam menyampaikan pelajaran? HV : Caranya itu, hmm.., dia ngejelasin ngeliat kayak mana ya, ngeliat siswanya itu.., oh ini masih SMA, jadi dia pembahasan yang terlalu tinggi itu belum begitu ngerti, jadi pembahasannya yang standar. Terus ada bercanda-candanya, tapi enggak bercanda melulu. Enggak monoton menjelasin, terus.., kayak ada, tulisan di papan tulisnya itu juga buat kita ngerti, gitu. Kurang lebih gitu lah. Peneliti : Kalau tentor-tentor disini suka ngasih motivasi gak sih dek? HV : Suka, suka (mengangguk). Sering. Peneliti : Motivasi yang kayak mana tuh dek? HV

  : Motivasi yang, kalau misalnya, gimana ya, “kalau enggak belajar, apalagi mau PTN gimana mau tau jawab soal-soalnya?! Dibahas, yang bahas aja belum te ntu lulus PTN” kayak gitu. Atau motivasi “jangan takut banyak kok yang lulus PTN, emm.. liat peluangnya”, pokoknya dia ngajari ngeliat peluangnya, ngeliat universiitas supaya kita juga yakin kemungkinan besar kita bisa lulus disitu, gitu. Peneliti : Oh. Kalau di sekolah ada pernah dikasih motivasi kayak gitu gak dek? HV : Kalau di sekolah sih biasanya awal masuk ajaran, misalnya libur semester, masuk.., awal masuk disitu dikasih motivasi, selebihnya jarang. Peneliti : Oh. Terus kalau disini dari tentornya suka dikasih arahan-arahan gitu gak? HV : Arahan yang gimana? Peneliti : Arahan yang.., ya dalam hal apa aja misalnya dalam hal belajar atau pemilihan PTN gitu kah, atau kayak mana dek? HV : Iya (mengangguk sekali). Pasti diarahin kalau disini. Peneliti : Arahannya spesifik atau enggak tuh, arahan yang kayak gimana sih dek misalnya? HV : Spesifik. Arahan.., karena tanpa kita minta juga mereka udah ngarahin, mungkin udah dari sininya udah peraturannya atau gimana gitu, untuk ngarahin siswa-siswanya. Peneliti : Oh kalau disekolah dek, diberikan arahan juga? HV : Kalau disekolah.., ngarahinnya tuh enggak spesifik. Peneliti : Enggak spesifik misalnya dek? HV : Misalnya, sekolah Santo Thomas 2 itu kan banyak.., peluangnya kan di Undip sama Brawijaya, karena dari tahun lalu yang lulus jalur undangan disana banyak, kakak-kakak kelas yang disana prestasinya bagus, jadi mereka ngasih tau.., ngasih tau buat, buat, buat gimana ya.., buat coba disana, milih yang itu, terus liat kemampuan kita, jangan terlalu milih tinggi kalau kemampuan kita itu enggak nya.., enggak melampaui. Udah gitu mereka, mereka enggak ngasih tau kalau misalnya detailnya kayak kalau pemili.., waktu pemilihan itu kan ada tiga, nah em… kita harus milih satu di wilayah.., kita itu kan wilayah satu, kita harus milih satu di wilayah satu, selebihnya di luar juga gak apa-apa. Hmm, kalau misalnya gak ada pilih wilayah satu itu pasti di blacklist sebelum diambil seleksi. Kalau kayak gitu itukan ada di kasih tau di bimbel, kalau di sekolah enggak dikasih tau se-spesifik itu. Peneliti : Oh kayak gitu ya. Jadi dek kesimpulannya menurut adek lebih enak di bimbel atau di sekolah dek? HV : Lebih enak di bimbel. Peneliti : Alasannya dek? HV : Karena itu tadi, enggak terlalu terikat, lebih spesifik, terus.., belajarnya santai, enggak monoton, enggak bosenin. Peneliti : Kalau dalam hal pengajarnya sama cara ngajarnya lebih enak dimana dek? HV : Enak di bimbel ka. Peneliti : Oh. Terus dek ngomong-ngomong persiapan kamu sejauh ini udah gimana dek? HV : Persiapannya.., kayaknya sih bahas-bahas soal, persiapan untuk nentuin universitasnya, persiapan liat peluangnya, bahas-bahas soalnya kayaknya menurutku masih kurang, soalnya kalau di rumah itu, kalau udah di rumah bahas-bahas soal itu rasanya udah malas (senyum), udah, tadinya ada niat bahas soal, tapi setelah di rumah jadi mau tidur karena udah capek, gitu.

  Peneliti : Emang bahas soal disini enggak cukup ya dek? HV : Enggak cukup lah, segitu tebalnya buku yang dibahas paling cuman 10 soal, gitu. Itu juga kalau dibahas soalnya, kalau cuma belajar di kelas aja kalau enggak TST kayak gitu enggak bahas soal. Peneliti : Oh emang harus TST gitu ya? HV : Iya. Karena kalau disini kan bahas pelajaran di sekolah, bukan soal- soal PTN. Tapi ada dikasih buku ini kok, soal-soal PTN, soal-soal UN udah dikasih sama kuncinya sama pembahasannya. Peneliti : Emang kalau di sekolah gak pernah bahas soal gitu ya dek, atau jarang? HV : Sejauh ini sih belum ada bahas soal, tapi kata, dari.., kakak kelas tahun lalu dari kebiasaan tahun ke tahun di akhir.., akhir-akhir semester menjelang UN itu setelah materi sekolah udah habis, dikasih kesempatan bahas soal sepanjang.., dari pagi sampai pulang sekolah.

  Peneliti : Menurutmu dek kalau pelajaran ekonomi itu kayak mana dek? HV : Pelajaran ekonomi itu banyak teorinya terus emm.., apa ya, harus tau hitung-hitungan, udah gitu tau tentang ekonomi.., di Indonesia gitu, soalnya ada berhubungan tentang tenaga kerja, tentang valuta-valuta, kayak gitu.

  Peneliti : Kamu menyukai pelajaran ekonomi gak? HV

  : Hmm… enggak, enggak begitu. Hukum, akuntansi juga. Enggak terlalu juga. Peneliti : Kalau hambatan untuk memahami mata pelajaran ekonomi ada gak dek? HV : Hambatannya sih di aku sendiri, karena itu kan teori-teori, aku orangnya gak suka teori, jadi hambatannya di aku sendiri. Peneliti : Kalau dari guru-gurunya dek? HV : Enggak. Enggak ada hambatan. Mereka menjelaskan se.., sebaik mungkinlah. Peneliti : Oh. Ini tentor ekonomi akuntansi kalian disini ka Novita kan?

  Menurutmu cara ngajarnya kayak mana sih? HV : Iya. Mengajarnya kayak mana, kayak mana gimana, ka? Peneliti : Kayak mana, enak kah mengajarnya atau kurang atau gimana? HV : Biasa aja. Kalau enak juga enggak, gak enak juga enggak. Biasa aja sih.

  Peneliti : Enaknya kenapa terus enggak enaknya kenapa tuh? HV : Enaknya karena.., aku kalau enggak tau nanyanya, berani nanya.

  Terus enggak enaknya itu.., kurang.., kalau rumus-rumus itu kurang, dia kurang ingat, agak rada-rada lupa, gitu. Peneliti : Kalau tiap kamu nanya dijawab? HV : Iya pasti direspon. Peneliti : Oh. Tiap kaka itu jawab soal yang kamu tanya itu kamu udah merasa puas atau menurut kamu penjelasan kaka itu masih rada kurang gitu dek? HV : Udah. Peneliti : Oh. Terus yang kamu bilang kalau dia itu suka lupa-lupa kayak gitu berarti menurut kamu dia udah menguasai materi yang diajarkan belum sih? HV : Belum, tapi itu wajar aja sih soalnya banyak yang harus diingat, maksudnya kan gak cuma dikit. Kalau lupa-lupa sikit ya.., ya gak masalah. Peneliti : Oh, kalau begitu jadi menurutmu kebutuhan kamu untuk mendapatkan materi pelajaran ekonomi akuntansi udah terpenuhi atau belum dek? HV : Menurutku udah. Peneliti : Indikatornya kamu bisa bilang udah terpenuhi dari mana dek? HV : Indikatornya? Maksudnya? Peneliti : Kamu bisa bilang kebutuhan kamu akan materi pelajaran itu udah terpenuhi dari pengajaran kaka itu di kelas itu dari mana dek?

  Misalnya kamu kalau nemu soal jadi bisa ngerjain gitu atau gimana dek? HV : Sedikit yang kayak gitu, ka, soalnya sekarang dijelasin besoknya lupa, apalagi kalau udah lama pasti lupa. Jadi ha.., hapal, indikatornya itu kayak mana ya, gak tau, ka hehehe. Contohnya ka, contonya?

  Peneliti : Kamu kan tadi bilang kalau melalui penjelasan kaka itu kamu merasa kebutuhan kamu mendapatkan materi pelajaran udah tersampaikan dengan baik atau belum kan? HV : Iya, udah. Peneliti : Nah itu kamu bisa bilang kayak gitu dari mana? HV : Dari.., dari kaka itu, pokoknya kaka itu ngejelasin aku udah ngerti, gitu. Peneliti : Hanya sebatas itu aja ya dek, kalau ketemu soal belum tentu bisa jawab ya? HV : Iya, iya, soalnya lupa. Peneliti : Kesan pertama kamu nengok kaka itu kayak mana sih, dek? HV : Kesannya sih.., kayak galak ya mukanya. Matanya juga tajam nengok orang, jadi pertama pikirnya kaka itu kayak enggak enak. Peneliti : Waktu udah diajarin kaka itu dek, kesannya gimana? HV : Aku kurang suka cara kaka itu ngejelasinnya, kurang. Peneliti : Oh. Terus kira-kira kamu tau gak dek latar belakang pendidikan ka

  Novita itu dia lulusan apa? HV : Gak tau, gak pernah nanya. Peneliti : Oh, terus kalau menurut kamu ka Novita itu orangnya kayak mana sih? Ada gak daya tariknya yang buat kamu tertarik dengarkan penjelasan dia di kelas? HV : Gak. Soalnya kalau dia menjelaskan itu, em.., apa ya, datar aja. Peneliti : Kalau dari penampilannya dek, kayak gimana? HV : Penampilannya cukup rapi. Peneliti : Menurut kamu kaka itu cantik gak? HV : Enggak. Menurut aku sih enggak pala, biasa aja. Peneliti : Tapi kamu ngerti gak dek sama yang dijelasin kaka itu? HV : Sedikit. Peneliti : Kalau dari cara dia menerangkan kayak mana dek? HV : Gak ada lawak-lawaknya, ka. Garing kali, ka, kalau ngajar di kelas itu.., dia ngejelasin, kalau misalnya kami kayak ngelawak lucu-lucu gitu dia ketawanya bentar doing, cuma ketawa enggak ikut ngelawak.., terus enggak ikut ngelawak dia malah ketawa bentar dia lanjut, lanjut ngejelasin. Ngasih relaksasi itu bentar doing. Peneliti : Oh, itu bikin kalian ngerti gak apa yang disampaikan? HV : Jadi enggak (senyum), karena enggak tertarik untuk merhatiin, karena ngebosenin jadi enggak tertarik buat ini, dengerin, jadi enggak ngerti. Peneliti : Emang menurut kamu ada gak usaha-usaha dia untuk supaya menarik perhatian kalian atau mencoba mendekatkan diri dengan kalian gitu?

  HV : Usaha mendekatkan diri ke kami, kayaknya.., enggak. Kayaknya sih enggak kalau yang kuperhatiin. Peneliti : Kaka itu di dalam interaksinya kayak mana sih dek, lebih banyak menerangkan gitu komunikasi searah atau komunikasi dua arah? HV : Komunikasi searah. Peneliti : Jarang ada interaksi gitu? HV : Jarang. Peneliti : Oh. Terus kalau dia menerangkan gitu di kelas menggunakan kata- kata yang kayak gimana sih dek, mudah dimengerti atau sebaliknya? HV : Kata-kata yang mudah dimengerti lah. Peneliti : Atau terlalu kaku, atau terlalu formal gitu? HV : Enggak. Enggak formal-formal kali sih. Peneliti : Enggak formal-formal kali maksudnya gimana tuh dek? HV : Eemm.., gimana ya (menggaruk rambut), pokoknya enggak formal.., gitulah. Peneliti : Tapi sejauh ini masih menggunakan kata-kata yang sopan gak dek, atau gimana? HV : Kata-kata yang sopan. Peneliti : Oh. Hmm, kalau ka Novita itu pernah ngasih motivasi gak dek? HV : Enggak. Dia kan wali kelas kami tuh, terus harusnya kalau misalnya konsultasi PTN itu kan ke wali kelas, tapi kami gak pernah konsultasi sama dia karena di kelas juga dia gak pernah bahas. Lebih sering sama.., em, tentor yang lain. Peneliti : Emang kalau diluar kelas gitu gak pernah ngobrol gitu dek?

HV : E nggak. Ngomong biasa aja kayak, “Halo ka Novita!” udah gitu aja

  tapi kalau bahas yang lain-lain enggak. Peneliti : Sama sekali gak pernah? HV : Kalau aku sih gak pernah.

  Peneliti : Kenapa emang dek? Karena ka Novitanya enggak welcome atau kenapa? HV : Kayaknya sih dia kurang terbuka. Kalau menurut aku. Peneliti : Kurang terbukanya kayak gimana dek? HV : Kayak enggak ada nanyain gimana dek PTN-nya? Dia gak ada nanyain kayak gitu. Peneliti : Oh cuek gitu maksudnya? HV : Iya, cuek. Peneliti : Oh. Jadi kalau menurut kamu kualitas ka Novita ini dalam mengajar kayak gimana sih? HV : Kualitasnya.., kurang, kurang baik. Kurang bagus.

  Peneliti : Karena kenapa kamu bilang kurang bagus? HV : Karena dia gak tau caranya.., apa, cara apa ya, supaya akrab sama siswa, dia gak tau gimana cara supaya gimana sih supaya mereka dengerin apa yang aku jelasin, gitu. Peneliti : Berarti bisa dibilang kamu agak kurang suka sama cara kaka itu ngajar? HV : Iya sama cara jelasinnya kurang suka. Peneliti : Kalau dari cara dia berpenampilan dek? HV : Cara berpenampilan rapi kok. Cuma cara ngajarinnya aja karena monoton aja.

  Peneliti : Emang kalau menurut kamu itu cara ngajar yang seharusnya kayak gimana sih biar siswa tertarik dan paham sama yang diajarkan?

HV : Eem.., tentor atau guru m aunya ngajarnya itu.., hmm…

  (mengerutkan alis dan menyipitkan mata) mudah dimengerti, udah gitu dia gak buat bosen, enggak monoton ceramah ngomong terus, dia sekali-sekali itu buat lucu, jadi ketawa, jadi rileks lagi, jadi kalau dia ngelanjut jelasin fokus lagi, gitu, pelajarannya. Kalau monoton aja jadinya ngantuk, bosen, jadinya malah main HP, ngerjain yang lain. Peneliti : Oh. Kalau guru ekonomi akuntansimu di sekolah ngajarnya kayak mana dek? HV : Guru ekonomiku di sekolah kebanyakan, apa ya, dia nyuruh, apa, kayaknya kalau dari dia tuh kurang menjelaskan, soalanya.., menjelaskan sih ada, dia menjelaskannya berpacu dengan contoh, atau dia itu sering nyuruh kami ngerjain soal sampe mata pelajarannya itu habis baru minggu depannya bahas soal itu. Atau dia suruh kami baca-baca buku catatan, menghapal, udah gitu nanti dikasih waktu satu jam buat baca, jam keduanya kami disuruh maju ke depan dia ngasih soal, misalnya dia ngasih soal.., dia ngasih soal kami jawab di papan tulis, gitu. Peneliti : Berarti lebih mengarahkan kalian untuk mandiri dan aktif ya? HV : Iya, iya. Peneliti : Untuk menerangkannya jarang gitu ya? HV : Menerangkan itu kalau kita tanya baru dia menerangkan. Peneliti : Waktu pertama nengok ibu itu di kelas, kesannya kayak mana, dek? HV : Ibu itu kelihatan perfesionis gitu, ka, apa-apa harus perfect, gitu.

  Cara ngomongnya juga kayak tegas, gitu, tapi gak galak. Sama dia memang harus aktif siswanya. Peneliti : Kalau dari penampilannya, dek? HV : Penampilannya Rapi. Peneliti : Kalau menurut kamu ibu itu cantik gak? HV : Lumayan catik. Tapi ibu itu lebih ke manis sebenarnya. Peneliti : Oh. Ngomong-ngomong itu guru kamu namanya siapa dek? HV : Bu Damanik, ka. Ibu itu cara ngajarnya nyuruh kita ngerjain soal, udah gitu emm.., minggu berikutnya, pertemuan berikutnya baru dibahas. Kalau dia sih orangnya sistem mandiri, dia ngeliat-ngeliat siswa, oh ini siswa yang dia punya mindset yang dia dari dalam diri sendiri, yang enggak terpengaruh sama orang, soalnya ini.., em, dia itu gurunya gak jelasin pun dia bahas soal. Dia orangnya kayak gitu. Peneliti : Oh, jadi kamu di bimbel sama-sama kurang mendapatkan materi, gitu? HV : Kalau di akuntansinya karena aku suka pelajarannya jadi aku lebih ngerti. Peneliti : Oh. Ngomong-ngomong dek, kamu tau gak ibu Damanik itu lulusan apa? HV : Kalau bu Damanik kalau gak salah dia akuntansi USU. Iya sih, kayaknya, kalau gak salah. Peneliti : oh. Terus kalau menurut kamu ibu Damanik itu deket gak sih sama siswanya, sama kalian gitu? HV : Deketnya tuh gimana? Deket sih enggak, tapi dia kenal sama.., murid-muridnya dia kenal, kalau deket enggak. Peneliti : Enggak sering nanya atau konsultasi mengenai apa gitu dek? HV

  : Dia nanyanya gini, misalnya yang ranking 1 dia nanya, “Kamu belajar gak di rumah? Kamu itu sering bahas-bahas soal gak?” atau

  “kamu bawa soal, bank soal itu gak kemana-mana, misalnya ke tempat les, ke sekolah?” gitu, dia nanyanya kayak gitu. Atau “jam belajar kamu di rumah berapa jam?” dia suka nanyanya kayak gitu. Peneliti : Itu hanya sama yang ranking 1 aja gitu? HV : Enggak, dia juga nanya untuk beberapa yang dia tertarik nanya aja.

  Misalnya yang rankingnya pas-pasan, untuk bandingin gimana sih em.., belajarnya yang pinter sama yang biasa-biasa aja, gitu. Peneliti : Terus misalnya nih, ini kan kalian kelas 3 kan, kalau lagi belajar gitu kan biasanya ada materi yang dari kelas 1 atau kelas 2 gitu terus kalian enggak ngerti dan nanya ke ibu itu, ibu itu mau menjelaskan apa enggak?

  HV : Kalau bu Damanik sih orangnya, coba kali.., oh, dia orangnya kita tanya, baru dia nanya ke siswa- siswanya, “ada yang tau jawab ini?” kayak gitu dia nanya, gitu. Terus kalau misalnya udah ada yang jawab atau gak ada yang jawab baru dia ngejelasin. Udah gitu ngejelasinnya juga, karena tulisannya gak rapi di papan tulis harus bener-bener ngerti, kalau misalnya gak ngikutin gak bakalan tau.

  Peneliti : Oh. Kalau dia udah menjelaskan udah ngerti belum atau masih ada yang membingungkan gitu? HV : Kalau di sekolah aku sih di kelas aku, temen-temen aku ibu itu udah menjelaskan tetap aja banyak yang gak ngerti. Tapi karena aku suka akuntansi, kalau aku sih dia menjelaskan aku perhatiin, aku jadi ngerti. Peneliti : Oh. Kalau dia udah menjelaskan misalkan masih ada yang belum ngerti terus nanya lagi ibu itu mau jelaskan lagi gak? HV : Belum pernah sih di kelasku kalau dia ada, kalau dia udah jelasin belum pernah ada yang nanya lagi. Paling kalau masih ada yang belum ngerti nanya ke teman yang udah ngerti. Peneliti : Oh. Kalau ka Novita gitu nerangin terus masih ada yang belum ngerti dia mau jelasin lagi? HV : Itu biasanya nanya-nanya kayak gitu di TST. Dia pasti jelasin lagi. Peneliti : Kalau di kelas gak mau nerangin lagi ya?

  HV : Kalau dalam kelas.., enggak. “Ini kan tadi udah ada ditulis, coba perhatiin lagi yang ini” pasti kayak gitu, karena masih ada soal selanjutnya yang harus dibahas kalau di kelas, waktunya kan terbatas.

  Peneliti : Berarti menurut kamu kaka itu kalau di kelas kayak gimana dek? HV : Kurang welcome, ka. Peneliti : Kalau bu Damanik ini dek, sama aja atau welcome-welcome aja? HV : Kurang, kurang. Peneliti : Kalau bu Damanik ini kalau di kelas dia lebih sering nerangin atau ada interaksi dua arah gitu dek? HV : Kayak mana ya, yang seringnya itu kami disuruh bahas soal, udah gitu kalau misalnya bahas soal, baru nanti pertemuan berikutnya kan dibahas lagi, jadi dia tuh suruh bergiliran siswa, kalau misalnya dia pakai cara dia suruh maju kedepan tulisin di papan tulis. Kalau dia menjelaskan itu, enggak ada, kalau misalnya udah enggak ada yang tau satu kelas baru dia jelasin, dan itu jarang. Peneliti : Jadi menurut kamu kalau kayak begitu ibu itu menguasai materi akuntansi gak sih? HV : Sebenernya dia menguasai, cuma.., cuma dia itu tadi, pengen siswanya mandiri. Sebenernya dia menguasai kalau kita minta jelasin atau kalau misalnya aku nanya langsung ke dia, kan dia duduk di meja guru, aku langsung datang ke meja guru nanya ini gimana, gitu, dia ngejelasin ke aku. Peneliti : Sampai kamu mengerti tuh dek? HV : Iya. Peneliti : Jadi maksudnya dia menguasai tapi gak pintar menerangkan ya gitu? HV : Kayaknya memang enggak.., (senyum) enggak tipe dia untuk menerangkan, kecuali kalau ditanya. Peneliti : Bukannya kalau guru memang harus menerangkan? HV : Iya harusnya gitu, makanya kami bilang-bilang ini guru atau dosen sih, kenapa enggak ngajar mahasiswa aja, kami sering bilang gitu. Peneliti : Atau barangkali ibu itu memang dosen juga diluar, enggak? HV : Kayaknya enggak. Kayaknya sih enggak. Peneliti : Kalau ibu itu kalau di kelas menerangkan gitu menggunakan kata- kata yang kayak gimana sih? HV : Mudah dipahami. Peneliti : Ibu itu pakai bahasa yang formal atau gimana? HV : Formal. Kali. Eh, formal enggak kali juga sih. Peneliti : Bahasanya masih termasuk sopan atau pernah ibu itu bilang kata- kata yang gak sopann waktu ngajar, dek? HV : Bahasa yang sopan, ka. Peneliti : Oh. Kalau dari interaksi kalian di kelas ada rasa segan gitu gak dek? HV : Iya ada. Iya soalnya.., canggung, soalnya dia kan orangnya kayak, gimana ya, kayak perfect gitu, oh berarti ini siswa yang enggak berkualitas. Dia.., dia mau.., mau bahas- bahas, “kalau siswa yang berkualitas itu kayak gini, dia ke sekolah bawa-bawa buku soal, di rumah dia belajar, tapi kalau siswa yang enggak berkualitas itu nyusun roster aja pagi- pagi”, dia suka bahas itu. Jadi kalau misalnya kita udah enggak ngerti, udah dijelasin, tetap gak ngerti gak berani nanya lagi. Soalnya dia mandang.., langsung mandang kayak gitu. Peneliti : Berarti menurut kamu ibu itu kurang bersahabat dengan siswanya? HV : Iya, kurang bersahabat. Peneliti : Terus ibu Damanik itu pernah ngasih motivasi gak dek? HV

  : Pernah, pernah ngasih motivasi. Misalnya dia “coba di UI, kalau kalian kuliah di UI pasti banyak yang banggain, em.., dan kalau misalnya dibandingin alumni UI sama alumni USU, pasti yang lebih terpandang itu yang UI kan?! Sama yang USU, ah dia cuma USU, pasti beranggapannya kayak gitu”. Peneliti : Hanya seperti itu aja? Pernah kasih arahan gitu gak sih ibu itu? HV : Arahan itu yang kayak gimana? Peneliti : Misalkan dia enggak hanya menyarankan kalian untuk masuk UI aja, tapi memberikan kalian dorongan semangat gitu terus kasih arahan kayak mana kalau mau masuk UI? HV : Arahan gitu sih gak ada. Peneliti : Berarti itu namanya motivasi bukan dek kalau kayak gitu? HV : Enggak, enggak motivasi, cuma dia ngasih perbandingan aja, ngasih gambaran kalau disini gimana kalau disini gimana. Peneliti : Berarti kalian gak terlalu dekat ya sama ibu itu? HV : Enggak dekat. Peneliti : Jadi kalau menurut kamu kualitas ibu itu dalam mengajar kayak mana sih?

HV : Kualitas mengajarnya itu, kayak mana ya, hmm… gak tau, apa ya

  bilangnya, enggak bagus juga, enggak enggak bagus juga. Standar lah. Peneliti : Emang menurut kamu seharusnya ibu itu ngajarnya kayak gimana sih biar kalian mengerti? HV : Sarannya.., kalau misalnya siswanya nanya itu ibunya yang jawab, soalnya kalau ditanya lagi ke siswa dia kan jawabnya yang dia tau doang, enggak yang sebenernya. Jadi waktu, mengulur-ulur waktu, bagusnya dia langsung jawab, jadi kita langsung ngerti, gitu.

  Peneliti : Oh mengulur waktu yang kayak gimana dek? HV : Iya suka ngulur-ngulur waktu karena dia suka nanya- nanya, “ada yang tau? Ada yang tau?” kayak gitu-gitu.

  Peneliti : Jadi menurut kamu itu kurang efisien ya gitu? HV : Soalnya kalaupun mereka tau, jawabnya itu seadanya aja, enggak bener-bener buat ngerti.

  Peneliti : Tapi abis itu ibu itu mau menerangkan kembali kan? HV : Iya. Peneliti : Jadi dek, menurut kamu ibu itu termasuk orang yang welcome gak dek? HV : Kayaknya.., welcome-welcome juga kok.

  Informan III

  Peneliti : Alasan kamu ikut bimbel apa sih kalau boleh tau? BFOS : Kalau alasan ikut bimbel sih kan aku udah kelas 3 gitu kan ka, jadi pastinya bentar lagi kan mau sbmptn jadi fokusnya kan ke sbmptn gitu. Klo dibilang kenapa harus ikut bimbel. Peneliti : Kalau hanya mengandalkan materi yang disampaikan oleh guru disekolah emang engga cukup? BFOS :Ya kalau misalnya diajarin guru di sekolah mungkin ngerti sih ka, cuma masalahnya kan mereka kan cuma sampe UN aja batasnya, jadi kalau misalnya cuma sampe batas UN aja kan mereka engga bertanggung jawab lagi sama sbmptn. Lagian kalau ikut bimbel mereka kasih kayak cara-cara cepatnya gitu, beda sama yang disekolah.

  Peneliti : Emang apa sih yang bikin kamu nyaman bimbel disini? BFOS :Yang pertama sih tentor-tentornya ramah-ramah, terus fasilitasnya juga lengkap kalau misalnya butuh apa gitu pasti langsung ada, kalau misalnya kayak konsep the kingnya juga ada gitu. Peneliti :Oh tadi kan kamu bilang kalau tentornya ramah, maksudya ramahnya kayak gimana sih? BFOS : Maksudnya tentornya ramah itu maksudnya kan ka kalau misalnya guru di sekolah kan terlalu formal, kalau misalnya sama tentor di bimbel itu jadi kayak bicara sama orang dewasa tapi dia, cara bicara mereka bisa berbaur sama yang remaja kayak kita. Terus mereka juga kayak kasih arahan-arahan gitu. Peneliti : Arahan yang seperti bagaimana? BFOS : Misalnya kayak yang misalnya kalau mau ambil ini harus yang kesini, gitu. arahan positif untuk ke PTN kayak mau ambil jurusan apa di ptn. Peneliti : Oh. emang cara mengajar tentor disini kayak gimana sih? BFOS : Kalau tentor atau setiap guru kan pasti punya sifat yang berbeda- beda gitu kan ka. Dia misalnya cara mengajarnya sama cara penyampaiannya gimana. Tapi kalau misalnya yang dari sudut pandang aku sih selama ini enjoy-enjoy aja gitu. Enak cara mengajarnya. Peneliti : Enjoy-nya seperti apa tuh, dek? BFOS : Dia menyampaikannya enak, suka bercanda. Kalau bahas soal juga interaksi sama kami jadi kami gak ngantuk, ka. Baru suka buat lucu jadi gak bosen. Peneliti : Emang kalau dibandingkan sama cara mengajar guru di sekolah? BFOS : Ya sama-sama enak sih ka, cuma kalau guru di sekolah dia terlalu formal, kalau disini kan santai. Ya mungkin karena di sekolah sudah agak terlalu formal makanya disini agak santai dia dibuat, enggak kaku.

  Peneliti : Oh, emang apa sih yang bikin kamu seneng sama tentor disini? BFOS : Kebanyakan sih tentor disini lucu-lucu, ka. Kayak bang Juandi terus ka Roma. Terus kalau penyampaian mereka juga sebelum nyampe ke materi mereka kasih motivasi dulu ka awal-awalnya. Kasih motivasi setiap mereka mengajar ke ruangan gitu ka, ke ruangan aku. Peneliti : Oh gitu. Kalau dari penampilannya? BFOS : Kalau cara berpakaiannya juga rapi seperti guru-guru di sekolah, jadi walaupun penampilannya tidak seformal guru yang di sekolah tapi kesannya nampak jadi guru. Jadi kita lebih menghormati dia gitu. Peneliti : Menurut kamu tentor-tentor disini sudah menguasai materi yang disampaikan belum sih? BFOS : Em, kalau misalnya setauku gitu sih ada mungkin ya tentor-tentor yang baru mungkin ka, mungkin karena mereka tentor yang baru gitu jadi mungkin mereka kurang bisa beradaptasi dengan cara pengajaran yang di GO gitu. Tapi ada juga beberapa tentor yang mungkin karena kayak misalnya aku kelas tiga kayak misalnya aku nanya pelajaran kelas sepuluh mungkin ada beberapa yang lupa gitu. Peneliti : Tapi menurut kamu rata-rata tentor disini sudah menguasai mata pelajaran yg disampaikan belum? BFOS : Rata-rata udah menguasai, ka. Peneliti : Tentor mata pelajaran apa yang sudah menguasai dan yang belum menguasai menurut kamu? BFOS : Kalau seingat aku sih yang belum menguasai itu maksudnya belum menguasai itu yang belum terbiasa dengan cara mengajar di GO itu tentor kimia gitu ka, ada yang baru dia. Peneliti : Oh, gitu. emang menurut kamu mata pelajaran yang paling sulit itu apa sih? Kimia? BFOS : (sedikit tersenyum) Fisika, ka. Peneliti : Kalau menurut kamu tentor fisika disini udah menguasai materi yang disampaikan belum, dek? BFOS : Udah menguasai, ka. Peneliti : Taunya darimana itu kamu? BFOS : Dari kalau diskusi nanya soal pasti dia bisa jawab, ka, gitu. Dia juga jarang nengok buku atau liat rumus gitu, udah hafal kayaknya. Baru dikasih cara cepatnya gitu jadi tinggal mati-matiin aja. Peneliti : Waktu pertama kamu nengok dia, waktu dia masuk kelas pendapat kamu mengenai dia apa sih? Apa yang ada di pikiran kamu waktu nengok dia?

  BFOS : Pertama dia lucu, ka. Kelihatan humoris gitu, cara bicaranya juga lucu, ka. Peneliti : Oh. Jadi kalau tentor fisika disini menyampaikan mata pelajaran fisika itu kayak mana? BFOS : Kayak ini, kayak engga se-ribet di sekolah. Atau mungkin memang karena mereka udah paham jadi mereka tinggal em, apa tinggal mati- matiin, gitu. Peneliti : Loh emang kalau guru fisika di sekolah ngajarin fisikanya kayak mana? BFOS : (sambil sedikit tersenyum) ribet ka, pokoknya menurut aku ribet. Peneliti : Ribetnya kayak mana dek? BFOS : Yaa, hmm, karena guru aku di sekolah juga kalau misalkan dia ngajar fisika di sekolah juga aku kurang suka, ka.

  Peneliti : Kurang sukanya karena apa itu dek? BFOS : Cara mengajarnya, ka. Peneliti : Cara mengajar yang kayak mana tuh emang gurunya belum menguasai materi yah menurut kamu? BFOS : Kalau menguasai materi sih sudah menguasai materi ka, Cuma cara penyampaiannya aja, ka. Cara penyampaiannya ke murid-murid gak ngerti apa yang dibilang. Peneliti : Emang kira-kira kamu tau gak latar belakang pendidikan guru fisika kamu itu di sekolah, lulusan apa sih dek? BFOS : Tau. Karena udah tiga tahun gitu kan ka. S1, S2 fisika. Peneliti : Oh, kalau guru fisika di bimbel sini kamu tau juga gak lulusan apa? BFOS : Kurang tau, ka. Peneliti : Oh. Menurut kamu penampilan guru fisika kamu itu kalau ngajar kayak mana tuh, dek? BFOS : Rapi, ka. Pake kemeja. Peneliti : Selalu rapi atau pernah gak bapak itu gak rapi? BFOS : Selalu rapi, ka. Guru disitu memang rapi semua. Peneliti : Kesan pertama waktu kamu ketemu dia kayak mana tuh? BFOS : Pertama kesannya bapak itu kayak galak gitu dari mukanya, tegas gitu kan, ka. Peneliti : Waktu pertama guru fisika kamu itu masuk apa yang ada di pikiran kamu, dek? BFOS : Ya kelihatan tegas, ka, bapak itu. Peneliti : Setelah bapak itu ngajar gimana? BFOS : Kayak ngajarin satu orang aja, ka, terus aku gak ngerti apa yang dibilangkan bapak itu. Peneliti : Bapak itu kalau ngajar pakai kata-kata yang kayak mana sih dek? BFOS : Kata-kata yang formal lah, ka. Peneliti : Tapi masih termasuk sopan itu kata-kata bapak itu kalau mengajar di kelas? BFOS : Masih, ka. Peneliti : Kalau di dalam kelas di GO itu interaksinya kayak mana sih dek? BFOS : Interaksi di kelas bimbel maksudnya enjoy gitu ka? Peneliti : Maksudnya tentornya lebih banyak nerangin aja apa ada tanya jawab gitu dengan siswanya? BFOS : Iya kalau misalnya saya engga ngerti gitu mereka pasti ngejelasin.

  Misalnya saya engga ngerti kan terus saya minta tentornya di kelas untuk ngejelasin ulang mereka mau ngejelasin ulang. Di sekolah juga kalau misalnya gak ngerti dijelasin ulang gitu. Cuma mungkin bahasa yang disekolah terlalu di formalkan gitu, dibuat jadi bahasa sekolah. Kalau ini kan kalau misalnya di bimbel kan mereka pake cara yang bisa mudah dimengerti sama muridnya. Peneliti : Oh begitu. berarti kalau di sekolah hampir sama gitu yah gurunya engga monoton menerangkan aja? BFOS : Engga, ada interaksi gitu sih ka. Peneliti : Terus kalo tentor disini gaya ngajarnya kayak gimana sih? BFOS : Hmm… ada sih ka beberapa yang mungkin terlalu banyak bercanda jadi gak semua mata pelajaran gitu bisa tersampein gitu, cuma em, itu dia tadi sih, emang mereka bawainnya lucu gitu.

  Peneliti : Kalau mereka bawain pelajarannya pake ngelucu bikin kamu nyambung apa engga tuh sama yang diajarin? BFOS : Ada nyambungnya ada enggaknya kadang. Kalau misalnya yang engganya kan kaya murid-murid yang lain juga pernah ini kalau misalnya tentornya mau buat lucu gitu kan pasti muridnya duluan yang buat lucu. Jadi mungkin gitu juga, ka, gara-gara saling murid sama tentor buat lucu gitu jadi engga tersampein. Peneliti : Oh, jadi engga jadi bahas pelajaran gitu ya? BFOS : Iya ka. Peneliti : Terus tentor fisika kamu itu di kelas ngajarnya pakai kata-kata yang kayak mana, dek? BFOS : Kata-kata biasa yang tidak formal, ka, dan lebih mudah dimengerti. Peneliti : Oh, tapi kata-katanya masih sopan tuh, atau enggak? BFOS : Sopan kok, ka. Peneliti : Terus menurut kamu dengan kamu ikut bimbel disini kira-kira kebutuhan kamu akan materi pelajaran khususnya fisika itu udah tersampaikan dengan baik apa belum sih?

  BFOS : Hmm… sejujurnya sih belum, ka. Karena memang aku berencana kalau misalkan SBMPTN cuma jawab fisikanya paling cuma dua gitu, ka. Karena memang aku gak suka fisika (senyum), jadi kalau misalnya disuruh diskusi gitu sama tentornya juga pilih-pilih tentor hehe. Kalau mata pelajaran lain beberapa kayaknya udah tersampaikan dengan baik, ka.

  Peneliti : Kalau dengan guru di sekolah apa kebutuhanmu sama materi udah tersampaikan dengan baik belum? BFOS : Sama-sama tersampaikan dengan baik kok, ka. Peneliti : Termasuk materi pelajaran fisika juga? BFOS : Kalau fisikanya belum, belum. Disini sama di sekolah juga belum tersampaikan dengan baik (senyum). Peneliti : Emang apa sih hambatan yang bikin kamu merasa mata pelajaran fisika itu sulit? BFOS : Hambatannya mungkin karena terlalu banyak rumus gitu, terus em..., mungkin gurunya juga kalau di sekolah kan dia ngajarnya cepet-cepet, terus dia ngajarinnya juga sama yang..., kayak ngajarin satu orang gitu, ka, kayak engga ngajarin beberapa orang. Mungkin karena dia terlalu pinter (senyum) bapak itu hehehe. Peneliti : Oh terus kalau biasanya nih biar tentor sama muridnya lebih akrab biasanya tentor disini ngapain sih? BFOS : Pastinya harus lebih banyak diskusi ya, kak. Kalau misalkan kita apalagi kita gak mau diskusi gitu gimana tentornya juga mau tau sama kita, karena kan yang masuk ke ruangan itu bukan cuma satu tentor. Misalnya kayak fisika yang masuk cuma itu aja, kan kalau misalkan itu dia tau semua murid yang ada di ruangan itu. Ini kan masalahnya tentornya kan beda-beda gitu. Peneliti : Oh satu mata pelajaran itu beda-beda tentor yang ngajar?

  BFOS : Beda. Misalnya kayak fisika hari ini bapak ini yang ngajar, terus yang besoknya lagi fisika beda lagi. Ya jadi lebih banyak harus lebih banyak yang diskusi gitu. Biar tentornya juga kenal sama kita, kitanya juga lebih akrab sama tentor, itu kan interaksinya jadi lebih enak gitu. Peneliti : Oh emang kalau kalian diskusi tentornya biasanya welcome? BFOS : Iya welcome. Peneliti : Kira-kira kamu deket gak sih sama tentor fisika kamu itu? BFOS : Deket sih tapi gak terlalu. Peneliti : Sedeket apa sama dia? BFOS : Kalau aku diskusi dia mau jawab, mau kasih arahan mengenai PTN gitu kan, ka. Peneliti : Tapi menurut kamu dia orangnya baik gak? BFOS : Baik, ka. Suka bercanda, ramah juga, mau berbaur sama siswanya, ka. Peneliti : Oh. Kalau di sekolah, menurut kamu ada gak sih upaya-upaya guru kamu supaya bisa lebih dekat dengan muridnya? BFOS : Kalau misalnya itu sih ada kan ka, tapi kebanyakan yang deket sama gurunya itu yang murid yang aktif gitu, kebetulan kan saya engga aktif gitu jadi kalau misalnya di apa di sekolah gitu juga murid yang kebanyakan lebih apa mencoba berinteraksi dengan guru. Peneliti : Gurunya welcome tuh? BFOS : Gurunya welcome. Kalau misalnya ada satu anak gitu yang pengen berinteraksi dengan gurunya, gurunya tuh welcome-welcome aja.

  Cuma kan ada beberapa anak yang gak pede, gitu. Jadi gurunya juga engga bisa, gak mungkin apain si anak ini, karena gurunya cuma

  

welcome sama yang bisa berinteraksi dengan dia aja gitu.

  Peneliti : Loh jadi kalau misalkan ada yang gak ngerti gitu terus mau nanya ke gurunya biasanya mau nanggapi gak? BFOS : Kalau itu welcome, kalau misalnya lagi jam-jam kalau misalnya bapak itu lagi gak apa gak lagi sedang sibuk biasanya sih nanya gitu.

  Cuma jarang sih ka, nanya ke guru, karena kan karena waktu istirahat juga terbatas, gitu. Kebanyakan guru-guru disitu juga pasti sibuk dengan pekerjaan, paling nanyanya kalau misalnya ini aja kalau misalkan nanti ada dibahas waktu senggang gitu baru nanya, gitu. Peneliti : Jadi kesimpulannya kamu lebih sering nanya sama guru di bimbel ya? BFOS : Iya. Peneliti : Oh iya, tadi kan adek bilang kalau tentor disini sering kasih motivasi ya? Seberapa sering sih tentornya kasih motivasi ke kalian? BFOS :Iya. Hampir setiap masuk gitu, kalau misalnya kita nanya, gitu. Peneliti : Motivasi yang kayak gimana sih itu, dek?

BFOS : Maksudnya motivasi misalnya yang paling, yang paling melekat gitu ini kan “sebentar lagi kan mau SBMPTN, mungkin banyak halangan-

  halangan gitu, kayak halangan-halangan dari luar lah, dari pertemanan gitu, tapi inget aja kalau misalnya ini sebentar lagi mau SBMPTN ini inget kalau misalnya SBMPTN itu dua hari lagi jadi kalau misalkan dengan dua hari lagi itu kamu pasti lebih semangat. Cuma dua hari itu kamu berjuang, kalau misalkan udah selesai SBMPTN kamu pasti bisa kemana-kemana mau ngapa-ngapain terserah, mau ngapa- ngapain maksudnya SBMPTN itu dulu dikejar”, gitu.

  Peneliti : Oh, emang dengan motivasi yang kayak gitu cukup bikin kamu jadi semangat belajar gak? BFOS : Iya, cukup. Peneliti : Kalau guru di sekolah pernah kasih motivasi atau dorongan gak? BFOS : Ada sih ka beberapa. Misalnya kalau misalnya dia guru sejarah gitu, karena kan mereka kan gak ini, bukannya apa, mata pelajaran mereka gak masuk ke UN atau ke SBMPTN. Jadi karena, dan mereka juga mungkin mengajar materi, tapi tidak mengejar materi seperti yang guru-guru eksakta lainnya. Jadi kalau guru-guru eksakta lainnya kalau pasti secepat mungkin menyelesaikan materi, gitu ka. Jarang gitu untuk ngasih motivasi. Peneliti : Jadi guru-guru eksaktanya gak pernah kasih motivasi gitu? BFOS : Kadang sih ngasih ka, kadang ngasih. Cuma kalau misalnya ngasih terus-terusan kapan selesainya gitu. Mereka juga kan gak mau gitu ka. Peneliti : Kalau misalnya dikasih motivasi sama guru di sekolah itu motivasi yang kayak gimana sih? BFOS

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TERATAI (NELUMBO NUCIFERA) 2 SEBAGAI OBAT KUMUR TERHADAP AKUMULASI PLAK PADA MAHASISWA FKG USU ANGKATAN 2011

0 0 15

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF ANTARA REMAJA DENGAN ORANGTUA YANG BERTUGAS JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi yang Efektif Antara Remaja dengan Orangtua yang Bertugas Jarak Jauh di Kota Medan)

0 1 14

Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Ut

0 0 17

2.1 Kerangka Teori - Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Un

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uni

0 0 6

Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Ut

0 0 16

8. Tentang Pasien - Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan (Studi Kasus Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan)

0 0 55

Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan (Studi Kasus Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan)

0 0 18

Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan (Studi Kasus Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan)

0 0 9

Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan (Studi Kasus Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan)

0 0 16