8. Tentang Pasien - Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan (Studi Kasus Impression Management Verbal dan Nonverbal pada Pelayan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan)

  Draft Interviews Identitas Pelayan Kesehatan:

  Nama : Poli. Bertugas : Usia : Suku : Agama : Status : Pendidikan : Lama Bekerja : Jabatan : 1.

  Bagaimana perasaan Anda pertama sekali berkerja di rumah sakit ini? 2. Bagaimana kondisi rumah sakit ini? 3. Bagaimana kesan Anda selama ditempatkan di masing-masing ruangan tersebut? 4. Apakah penilaian Anda tentang rumah sakit ini sama dengan pandangan Anda sebelum bekerja di rumah sakit ini?

  5. Kenapa Anda memilih Rumah Sakit Adam Malik sebagai tempat Anda bekerja? 6.

  Apakah Anda pegawai tetap atau tenaga honor di rumah sakit ini? a.

  Bagaimana Anda menyesuaikan diri dengan kondisi disini? b.

  Butuh berapa lama Anda menyesuaikan diri dengan semua yang ada di panti ini?

  7. Bagaimana pengalaman Anda selama merawat pasien di rumah sakit ini?

  8. Tentang Pasien a.

  Berapa orang rata-rata pasien yang melahirkan di tempat ini? b.

  Berasal dari mana saja mereka? c. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pasien-pasien masuk ke rumah sakit/ di unit obgyn ini? (Biasanya pasien sakit parah yang tidak mampu ditangani di rumah sakit daerah sehingga dirujuk ke RSUP H. Adam Malik).

  d.

  Bagaimana kegiatan yang dilakukan perawat/dokter terhadap pasien di unit ini? e.

  Berapa rata- rata usia pasien di unit ini? f. Bagaimana Anda memandang pasien di unit ini?

  9. Mengenai Pelayanan a.

  Bagaimana cara Anda merawat pasien di rumah sakit ini? b.

  Bagaimana dengan aturan-aturan yang ada di rumah sakit ini antara perawat/dokter- dengan pasien? c.

  Mengapa aturan tersebut dibuat? d.

  Apakah Anda tahu semua nama pasien yang ada di rumah sakit ini? Bagaimana Anda mengetahuinya? Jika tidak, mengapa? e. Bagaimana Anda mengetahui latar belakang semua pasien sampai mengalami kondisi seperti ini? f.

  Seberapa dekat Anda dengan pasien atau keluarga pasien? g.

  Bagaimana usaha Anda untuk mendekatkan diri dengan mereka? h. Bagaimana jika pasien atau keluarga pasien disini tidak turut membantu

  (tidak dapat bekerja sama) atau tidak mempersulit kinerja Anda sebagai perawat/dokter? i.

  Bagaimana respon Anda ketika pasien atau keluarga pasien sulit diatur (tidak dapat bekerja sama)? j.

  Bagaimana yang Anda lakukan jika sewaktu-waktu pasien atau keluarga pasien tidak bisa mengontrol emosi mereka, misalnya karena panik atau khawatir akan kondisi pasien? k. Bagaimana cara Anda memerintah/ menyuruh mereka supaya menuruti arahan yang Anda berikan? l.

  Kegiatan apa yang sering Anda lakukan dan pasien atau keluarga pasien di unit ini secara bersama-sama (mis: mengajari melap, mengatur tempo infus, dll? m. Bagaiman jika pasien atau keluarga pasien sharing dengan Anda? n. Sejauh mana Anda mengenali karakter mereka satu persatu? Dari mana Anda tahu? o.

  Pendekatan yang bagaimana yang Anda lakukan terhadap mereka? p. Bagaiman cara berbicara Anda dengan masing- masing pasien atau keluarga pasien di tempat ini? q.

  Adakah strategi khusus dalam hal berkomunikasi dengan pasien atau keluarga pasien ketika Anda menyampaikan pesan yang harus dilakukan untuk penyembuhan pasien?

  Bagaimana jika Anda merasa kurang percaya diri ketika menghadapi (berkomunikasi) pasien atau keluarga pasien? b. Apakah Anda pernah mendengar atau mempelajari mengenai pengelolaan kesan? c.

  Bagaimana pendapat Anda tentang pengelolaan kesan tersebut? d.

  Bagaimana menurut Anda pentingnya pengelolaan kesan yang Anda lakukan sebagai seorang perawat/ dokter? e.

  Bagaimana Anda dapat mengelola kesan yang ada pada diri Anda selaku seseorang yang ingin didengar (berkomunikasi)? f.

  Bagaiman gaya berbicara (formal/ nonformal) dan bahasa yang Anda gunakan (daerah/ Indonesia/ slenk) ketika berkomunikasi dengan pasien atau keluarga pasien dibandingkan dengan keseharian Anda? g. Bagaimana Anda mengatur sedemikian rupa penampilan (gaya rambut, pakai kaca mata tidak berbingkai, riasan wajah, aksesoris yang digunakan mis stetoskop, dll) ketika bekerja terkait untuk menunjukkan kredibilitas/ nilai positif Anda sebagai perawat/dokter? h.

  Bagaimana bentuk pengelolaan kesan yang pernah Anda lakukan? i. Ketika seperti apa (keadaan) bentuk pengelolaan kesan itu Anda lakukan? j. Seperti apa keluhan pasien atau keluarga pasien selama ini ketika sedang dirawat? Bagaimana Anda menjelaskannya? k.

  Bagaimana cara Anda menanggapi jika hal yang dituntut tersebut tidak dapat atau tidak layak untuk diterima? l.

  Apakah Anda pernah mempelajari tipe komunikasi terapeutik/ penyembuhan? m.

  Bagaimana pendapat Anda mengenai strategi komunikasi ini? n. Bagaimana Anda menggunakan komunikasi terapeutik dalam merawat pasien? o.

  Apakah komunikasi terapeutik penting dilakukan oleh seorang perawat/ dokter ketika melakukan perawatan kepada pasien terkait kesembuhan pasien? p. Bagaimana cara Anda melakukan komunikasi terapeutik ini, apakah Anda turut mengelola kesan pada diri Anda? q.

  Bagaimana kesulitan yang menghambat Anda untuk melakukan komunikasi terapeutik ini (mis: banyaknya jumlah pasien, kurangnya tenaga perawat/dokter, waktu yang kurang, dll? Apakah kesulitan tersebut benar- benar menghalangi kinerja Anda sesuai dengan yang Anda harapkan? r.

  Bagaimana pengevaluasian kinerja perawat/dokter di Poli ini per- periodenya?

  11. HAMBATAN a.

  Apakah sejauh ini Anda merasa kesulitan dalam merawat pasien di Poli ini?

  • Dalam hal apa
  • Mengapa? b.

  Bagaimana usaha Anda untuk mengatasi masalah tersebut? c. Bagaimana yang Anda lakukan jika hambatan tersebut terus menerus tidak bisa diatasi? d.

  Seberapa sering hambatann tersebut mempengaruhi Anda? e. Dari mana saja hambatan itu sering terjadi (dari pasien, keluarga pasien, sesama perawat, dokter, aturan rumah sakit, atau bahkan dari diri Anda ?

  12. PEMULIHAN a.

  Apakah banyak pasien di Poli. ini yang sudah pulih dari rumah sakit ini? b.

  Berapa lama kira-kira pasien dirawat di Poli. ini? c. Apa kriteria pasien bisa diperbolehkan pulang? d.

  Apakah pasien yang sudah bisa pulang benar-benar bisa sembuh? e. Bagaimana dengan pasien yang penyakitnya kambuh lagi? f. Apakah menurut Anda ada pengaruh perawat/dokter terhadap kesembuhan pasien?

  Bagaimana harapan Anda untuk rumah sakit ini khususnya di Poli. Anda bertugas? b.

  Bagaimana harapan Anda untuk pasien atau keluarga pasien di unit ini? c. Bagaimana harapan Anda untuk perawat/dokter di tempat ini? d.

  Bagaimana yang Anda harapkan untuk pemerintah atau direktur rumah sakit terhadap rumah sakit ini dan ruang obgyn?

  Hasil Wawancara Informan Utama Informan I Ibu Fatimah, SST Wawancara I

  Tanggal wawancara : 9 Februari 2015 Waktu : 11.13 Lokasi wawancara : Poliklinik Onkologi OBGIN RSUP HAM Peneliti : Bu, ibu sudah berapa lama di RS Adam Malik? F

  : Tahun „89 sampai „91 saya di Pirngadi, sejak ‟91-nya itu saya di Adam Malik. Peneliti : Bu, ruangan yang belakang ini ruangan apa? F : Ruangan periksa pasien, periksa dalam, tapi dibelakang ada banyak lagi ruangan-ruangan lainnya. (sambil melanjutkan pekerjaan) Peneliti : Disini kegiatan perawatnya hanya menensi sama surat-menyurat aja, ya? F : Membantu dokter, melakukan tindakan. Peneliti : Tapi, di sini gak ada perawatnya ya bu? F : Kam i di sini gak ada perawat. Panggillah “perawat” si bidannya. Peneliti : Di sini dokter spesialisnya hanya dua orang ya, bu?

F : Gak, kan ganti- gantian. Kan gak mungkinlah semua sekali masuk…

  gantinya per- sebulan sekali gantian. Untuk sebulan ini hanya dua dokter itu aja, untuk di sini (penekanan suara). Kalau yang lain beda lagi, beda- bedakan ruangannya, (poliklinik obgin yang lainnya) beda lagi dokternya. Yang di sini dokter spesialis Onkologi. Ada dr. Riza Rivany, dr. Deri. Gelarnya, ahli Onkologi, SpOG. OG-nya itu, obstetri dan ginekologi. Kalau spesialisnya di onkologi, Onk. Peneliti : Bagaimana faktor penyebab pasien yang dirawat di sini, bu? F : Penyebab utama gak diketahui. Gak bisa diketahui. (masuk pasien baru ke

  ruangan

  ) Bentar, yah… Mau berobat di sini, kan? Ia-, ia, belum siap? Oh, nanti, ya berarti masih

  assesment namanya. Yaudah Senin aja nanti datang, langsung aja. Awas jatuh suratnya, nanti hilang. Jadi, ibu harus sabar . Di sini penyakitnya kan beda- beda, bu, gak semua sama… (suara lebih lembut) Karena banyak faktornya.

  Peneliti : Bu, pasiennya yang datang kesini per- berapa kali? F : Tengok-tengok anjuran dokternya lah. Kalau kemo itu ada yang seminggu sekali, ada yang dua minggu sekali. Mereka harus di dampingi keluarganya. Lihat kondisinya juga lagi ya, kan. Di sini semua rujukan, dari rumah sakit daerah.

  Lama pasien di sini berobat, tergantung. Kalau lama, mau berbulan-bulan.

  Kan, tergantung jadwal dari sana nya. Peneliti : Oh ya, bu. Di sini pasiennya ada juga gak yang mau menuntut gitu? F : Ada. Itu hak pasien, cuman kita menerangkan. Kan kita kasih tau semua, kok lama, kenapa penyebabnya, kok begini gini gini, “aku udah berobat ke sana kok jadi begini gini gini” (mempraktikkan gaya bicara pasien). Kan ada tata caranya, kita bilang. Datang bukan langsung operasi.

  Peneliti : Ibu pernah dengar pengelolaan kesan? F : Pengelolaan kesan? Enggak, apa itu? Peniliti : Gini, bu. Ibu disaat bekerja pasti ada perbedaannya dengan sehari-harinya ibu rumah, kan? Misalnya dari cara berbicara, penampilan.

  F : Itu sebenarnya kek gini, kalau kita di rumah lagi, hm, kita menghadapi pasien ya, mungkin biasa aja sih. Tapi kalau misalnya ada seseorang yang membuat kecewa, yah, gak bisa dibawakan langsung. Karena kita, periksa di rumah, kitakan gak boleh menunjukkan kekesalan kita itu. Masalah di rumah, kita gak bisa membawanya itu. Karena apa? Nantikan dampaknya sama pasiennya gak enak.

  Misalnya gini, saya kadang kecewanya gini, saya sudah siap-siap pakaian, buru-buru mau berangkat, ada pasien yang mau berobat. “Ih… jangan sekarang, ya. Nanti sore ajalah, bu.” (mimik wajah kesal)

  Kalau kayak jilbab. Biasanya sih saya pakai, kecuali kalau di ruangan saya sendiri sih, enggak. Iya, misalnya lagi jaga pasien, saya tetap pakai itu. Peneliti : Pernah gak, bu ketika berhadapan dengan pasien ibu merasa kurang percaya diri? F : (diam beberapa saat) Pernah juga. Yah, mungkin kesalnya gini, saya misalnya, saya sedang masak. Tapi, ntah cemana, kita takutnya pasiennya gak puas kan. Dia mau, kadang mau cu rhat dia. Hmm… (menganggukkan

  kepala

  ) pasien ini kan seringnya kayak gitu. Ia… yang di sini pun mau juga. Ada… (dokter PPDS menanyakan kelanjutan proses pengobatan

  pasien, Ibu Fatimah mengarahkan pasien, menanyakan kondisi pasien

  )

  dengan bidan lainnya

  Peneliti : Bagaimana jika ada pasien yang menuntut dari segi pelayanan di sini, bu? F

  : Yah, sering. Iya. Yah sekarang gini, hmm, “Kami kan sesuai dengan, apa namanya? Antrian. Dan nanti kalaupun dipanggil semua, sementara dokter yang lain juga pegang pasien.

  Sabarlah, bu.” Udah, gitu ajanya. Kadang, ada juga yang agak berlebihan. Yah, cuman kami, ya, gimana ya.

  Kebetulan yang ke- (terputus), aku gak pernah merasakan seperti yang dibuat dokter kemarin, (sebelumnya ada dokter PPDS yang marah karena

  lamanya proses perobatan terhadap keluarganya ) baru itu aja. Ah, itu

  ajanya. Ya, itukan bisa lihatkan tanggapan ibu macem mana, kan? Tapi ku rasa, aku gak keras kalinya saat itu. Tapi, aku karena kesal ku bawa nangis, gitu. Gak mau aku lampiaskan sama dia. Makanya aku pun heran juga kemarin, kok bisa seperti itu. Biasanya aku orangnya agak-agak, rada- rada emosi kalau udah seperti itu. Cuman, gak tahu saat itu aku ntah cemana, ntah karena enggak biasa jadi diam aja. Setelah itu selesai semua, udah omongan sama dokte r itu. “Dok, teken di sini ya.”, yaudah di tekennya. Kemudian, yang adanya pasien- pasien lama, “Bu Fatimah, bu Fatimah…” Langsunglah disitu aku nangis, udah gitu aja. Pasienkan juga udah banyak yang saling kenal. Pasien-pasien ini, dari sini, udah itu aja.

  Udah itu, datang pulak keluarganya, “Bu, minta maaf ya bu, ya.” Cuman, say-, saya gak bisa ngomong. Saya diam aja, langsung saya pergi. Disitu kesal saya tuh. Gak tau saja, kok bisa nangis gitu. Karena saya emang gak suka kayak gitu. Pasien kayak gitu, cemana ya mau dibilang.

  Lagian, jarangnya ada kayak gitu. Orang itu menganggap karena dirinya itu di sini, bisa selesai semua. Gak tentu, gak bisa. Orang itu kayak gitu keknya. Mungkin kita aja yang kayak gini, kalau kita membilangkan sama pasien yah, dia yah mungkin akan marahlah, gitu. (seorang dokter PPDS

  menanyakan soal atap yang bocor )

  Sebenarnya gak pernah ada masalah kayak gitu, itu dia menganggap karena dia di sini bisa selesai semua. Gak tentu. Peneliti : Bagaimana, bu dengan pasien yang kurang mengerti atau kurang paham begitu, ada bu? F : Ada, ada juga yang kayak gitu. Cuman kan, yah tergantung dimana dia periksa. Ya, kalau di sini kita layani mana yang kurang mengerti, kan gitunya. (pasien baru datang, ibu Fatimah menensi lalu melanjutkan

  pekerjaan beliau ) Wawancara II

  Tanggal wawancara : 17 Februari 2015 Waktu : 11.34 wib Lokasi wawancara : Poliklinik Onkologi OBGIN RSUP HAM Peneliti : Bu, kita lanjut boleh ya? F : Ya, tapi sambil-sambil, ya. (bekerja) Peneliti : Seperti yang Sondang bilang kemarin, kita bisa aja mengatur penampilan kita sedemikian rupa ketika ingin bekerja. Misalnya, dari cara berpakaian,

  make up , itu ibu atur setiap harinya?

  F : Kayak gini aja. Kebetulan terletak jam, biasanya terletak bukan aku yang pakai, anak aku yang pakai. Gitu aja. Bekerja, supaya nanti aku dalam bekerja aku bisa tegar dalam menghadapi segala hal. Sebenarnya butuh untuk kebutuhan bekerja, tapi aku gak hobi sebenarnya. Karena kebetulan aja tadi ini. (melanjutkan mengisi data pasien)

  Peneliti : Bagaimana ibu menghadapi pasien yang mau mengeluh dengan pelayanan di sini, bu? F : Sejauh ini memang pasien minta dipercepat, datang, langsung dapat tindakan. (melihat kepada peneliti) Sementara diakan tahu, setiap pasien datang itu bukan langsung mendapatkan tindakan, mesti ada pemeriksaan. Ya, disamping pendukung tindakan operasi harus ada persiapannya.

  Operasi misalnya, kita persiapan cek darah, foto dada, EKG, semuanya mereka itu kepengin siap satu hari, (penekanan suara) kan gak mungkin.

  Belum lagi minta jadwal operasi, minta deluan, deluan takut semakin membesar. Selain itu, biaya. Mereka kan tinggal di luar, “Nge-kos mahal kali, bu. Bisa gak opname

  ?”. Minta opname, kan gak mungkin. Biaya hidup pasiennya, bukan kita. Dia itu datang ke mari bukannya disitu datang langsung operasi, kita punya kriteria untuk itu. Ada. Salah satunya kalau kondisi HB-nya rendah, sel darah-nya lemah. Ketika menghadapi pasien dengan berbagai tuntutan itu kita biasa aja. Rugi apa coba kita, bukannya mengeluarkan materi, tenaga apa yang kita keluarkan, paling bicara.

  Peneliti : Bagimana ibu memposisikan diri ketika menghadapi pasien, misalnya merasa apa gitu? F : Iba? Ya, memanglah. (diam beberapa saat) Seperti pasien yang semalam, itu pasien dari sebelah (Poli Ginekologi, tahun lalu Ibu Fatimah ditugaskan di Poli Ginekologi) tahun lalu, sampai dia memberikan sesuatu sama saya. Seprai dikasih, ingat saya. Itu saya sendiri dikasih. Jadi, gak ada menuntut. Kalau saya kadang-kadang ada pasien yang diam-diam mau mengasih, saya gak mau terima. Ya, kalaupun dia mau memberi seandainya, selesaikan dulu kalau badannya udah mulai sehat teruslah dibantu. Peneliti : Komunikasi terapeutik selalu ibu lakukan dalam menghadapi pasien, bu? F : Yah, sekarang kan yang dikatakan kalau komunikasi terapeutik itu, itu kan sekarang sesuai dengan keluhan dia, kan? Ya, bisa dilihat sendiri lah, kadang-kadang di bilang, kadang lupa. Ah, kadang gak begitu, cuman “Apa kabar, bu? Sehat? Bla… bla…”, gitu ajanya.

  Sebenarnya tergantung orang yang melihat aja, kita kan gak bisa harus begini- begitu. Dari diri sendiri ajanya itu, kan? Ah… Gak bisa istilahnya, dibuat- buat gitu, “aku harus begini.” Pokonya saya bekerja sebaik mungkin, mudah- mudahan hmm… memberikan yang terbaik buat pasien.

  Jadi, gak mesti dibuat-buat sama pasien gitu. Udah bawaannya sendiri kayak gitu. Kadang ya kalau mau gak enak, ya kadang diam. Jadikan gak bisa kita pastikan harus, ada pasien tersenyum, gak ada pasien merengut. Peneliti : Hambatan dalam melakukan komunikasi terapeutik karena apa aja, bu? F : Sebenarnya mungkin udah sering dilakukan cuman, dibilang lupa sih gak tahu. Tapi, yah itulah yang kami lakukan. Gini aja, kamukan bisa melihat.

Jadi, gak bisa kita pastikan. Kan gak bisa kamu tanya, terus saya bilang “Iya”. Ternyata pas kamu lihat sendiri ternyata enggak. (suara memelan)

  Gak pula bisa kita pastikan, kadang mau lupa, kalau misalnya saya jawab macam-macam kan, gak enak. Peneliti : Berapa lama rata-rata pasien yang berobat di sini, bu? F : Tergantung penyakitnya. Belum bisa dipastikan. Paling cepatnya 6 bulan, mau juga sampai bertahun. Gak bisa diterka-terka. Peneliti : Kriteria pasien yang hanya konsul aja di ruangan ini apa aja, bu? F : Di mana? Di sini? Di sini gak ada yang gak kanker lah. Inikan bagian kanker. Yah sesuai dengan apanyalah, hasil pemeriksaannya.

  Kalau ada pasien yang penyakitnya kambuh lagi, penanganannya sesuai dengan tindakannya, sesuai dengan penyakitnya di sinilah. Kemo-kah,

  sinar -nyakah. Kemo bisa, sinar bisa.

  Pokoknya kemunginan pasien di poli ini untuk sembuh, itu ada. Peneliti : Kalau menurut ibu, pengaruh komunikasi seorang bidan terhadap kesembuhan pasien itu gimana, bu? F : Ada. Tapi, sebesar apa itu tergantung penerimaan dari pasien. Kan yang udah terkena ini kadang-kadang merasa minder gitu, padahalkan gak ada masalah. Kita kasih motivasi, harus semangat, mesti kuat. Semua penyakit pasti bisa disembuhkan.

  Peneliti : Harapan ibu untuk rumah sakit ini gimana, bu? F : Semoga menjadi rumah sakit yang semakin bermutu. Dalam segala hal, baik dalam penelitian, pendidikan, dan pelayanan.

  Sebenarnya di sini bukan sulit, hanya rumit. Bukan dipersulit karena baru- baru pertama pasien datang, prosedurnya aja yang agak rumit gitu.

  Sebenarnya kalau yang udah paham gampang. Ya sekarang aja udah gak pala sulit lagi, dulu-dulu iya. Yah, semoga semua pasien yang diobati cepat sembuh. Peneliti : Oh ya, bu di sini rokernya per berapa kali, bu? F : Kadang gini, selama ini enam bulan sekali, terus ada yang bilang tiga bulan sekali, sekarang satu bulan sekali. Tapi, kalau ada lagi perubahan bisa bertahan di sini gitu. Peneliti : Ibu sebelumnya pernah bekerja dimana aja, bu? F

  : Di Pirngadi. Tahun „89 sampai „91. Di sini langsung jadi PNS, kan CPNSnya udah di Pringadi. Ruangan pertama sekali di tugaskan di sini di bagian Obgin gitu. Di ruangan kebidanan-lah..

  Peneliti : Nama lengkap ibu siapa? Fatimah aja, bu? F : SST. Peneliti : Apa ini, bu? F : Sarjana Sains Terapan. Peneliti : Ibu bukan dari bidan? F : Bidan, kan linearnya ngambil apa. Peneliti : Tempat, tanggal lahir ibu?

F : Medan, 18 Juni „68

  Peneliti : Suku ibu? F : Minang. Peneliti : Berarti ibu ini lulusan D III? F : Pertama SPK- bidan, bidan D III, D III sampai D VI. Peneliti : Tempat tinggal ibu dimana? F : Padang bulan, simpang Pos. Peneliti : Jumlah anak ibu? F : Tiga. Peneliti

  : Udah. Terima kasih banyak ya, bu. He he he…

  Informan II Novida Herawati Dewi Siregar, AmKeb Wawancara I

  Tanggal wawancara : 11 Februari 2015 Pukul : 14.10 WIB Lokasi wawancara : Ruang Bidan, Poliklinik Ibu Hamil OBGIN RSUP

  HAM Peneliti : Bu Novi, bisa ngomong-ngomong sedikit, bu? N : Tunggulah dulu ya, dk. Jadi maksudnya kenapa, dek? Peneliti : Mengenai penelitianku tentang pengelolaan kesan. Misalnya gini, kakak ketika berhadapan dengan pasien cara bicaranya diperlembut. N : Ah, itu Ibu Pulung itu yang jago memotivasi itu. Persepsinya motivasi itu kan, kita kasih supaya dia. Ia, semangat untuk sembuh. Peneliti : Kakak sudah berapa lama kerja di RS Adam Malik ini? N

  : Sejak tahun „97. Awalnya di ruangan inap Obgin. Terus di Onko satu tahun, baru ke Gineko satu tahun, terus inilah di sini. Ganti-gantilah pokoknya. Setiap tahun dulu dioper-oper, tapi sekarang katanya jadi setiap bulan sekali. Di seputar Obgin ini aja, ya. (sambil memainkan komputer) Ah, apa lagi?

  Peneliti : Di sini berapa orang rata-rata pasiennya, kak? N : Lima sampai sepuluh orang. Kadang yah, paling maksimalnya 10 orang.

  Karena pasien di sini kan spesifik, di sini hanya perempuan, gak semua orang bisa hamil, dan gak semua orang yang hamil itu ada penyakitnya. Biasanya mereka dari daerahlah kan, dek. Inikan rumah sakit rujukannya ini. Tapi, terkadangkan ada juga pasiennya yang datang dari Medan ini juga. Peneliti : Faktor apa saja yang menyebabkan pasien dirawat di unit ini, kak? N : Yah, masalah kehamilanlah. Semua pasien yang datang ke mari itu awalnya karena memang dia hamilnya. Misalnya itu kan melahirkan dengan HIV, penyempitan rahim, hamil dengan miom, banyaklah…

  Peneliti : Kak, sewaktu rapat membahas tentang pasien ajakah atau ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai dihari selanjutnya misalnya dari strategi-strategi tertentu gitu?

  N : Gak adalah, dek. (suara lebih lembut dan memelas) Kita langsung membahas apa yang pentingnya aja. Peneliti : Kalau kakak di rumah sehari-harinya cara ngomongnya sama seperti di sini ngomong pasien gak, kak?

  N : Kalau sama teman awak mau awak batasin mau bersenda gurau, ya bersenda guraulah. Kalau waktu apa, hm, kalau waktu apa yah, jam kayak gini. Peneliti : Bagaimana dengan pasien dalam menerima makna dari pesan yang kakak sampaikan? N : Gak semua pasien nyambung. Itu yang sering terjadi. Ada yang gak pande

  Bahasa Indonesianya, banyak. (menekankan kembali dengan suara lebih

  kuat ) Banyak. Capek kita bertekak, dijelaskan, dia gak ngerti juga. Tiap

  hari ada aja nanti kayak gitu. (ada beberapa bidan dan pegawai yang

  keluar masuk ruangan ini, Ibu Novi berbicara sebentar dengan mereka sambil bercanda )

  Gak mengerti, ada yang pekak, ada yang apa. Macemlah namanya manusia, segala macam. Ya, ya, ada yang gak mengerti, mungkin udah kita jelaskan, “Ngerti, bu?” kita bilang, “Apa?”, katanya, udah bingung dia.

  Peneliti : Jadi, strategi kakak mengatasi untuk menjelaskan itu gimana? N

  : Ya, gimana, yah. dipanggilah keluarganya. “Ibu bawa keluarga, bu? Kalau enggak bawa yah.. kalau ada bawa ke sini dulu ya, bu biar kami jelask an”.

  Nantikan udah capek kami menjelaskan, gak ngerti. Peneliti : Di Poli Ibu Hamil keluaraga boleh masuk juga kan, kak? Kegiatan apa aja yang dilakukan dengan pasien, kak? N : Ya, bolehlah. Di tensi, di USG, iya bisa di palpasi. Di palpasi itu diperiksa perut, dipalpasi, diukur berapa tinggi fundus uteri.

  Ada lagi? Sebelum aku ngapain, hmm… pasienku. Peneliti : Ada, kak. Saat menensi pasien, kakak memakai stetoskopnya teruskah atau gimana? N : Buka-tutuplah, dilepas-lepas. Siap dipake, diletakkan. Peneliti : Bagaimana ekspresi wajah kakak ketika berkomunikasi dengan pasien yang kurang mengerti seperti tadi, kak? N : Ya, sambil senyumlah. Tapi kadang datang juga emosi. (berbicara lagi

  sebentar dengan ibu sesama bidan mengenai anak-anak mereka beberapa

  )

  menit

  Peneliti : Bu, ibu gak mau ke ruangan aja? (Poliklinik Ibu Hamil) N

  : Oh, yoklah, yok… (berjalan keluar Poliklinik Ginekologi menuju

  Poliklinik Ibu Hamil )

  Peneliti : Pasien di sini berapa banyak per harinya kak? N : Gak tentu, (sambil duduk) kadang enam, kadang sepuluh, gak tentu, kadang lima rata-rata lima sampai sepuluh.

  Peneliti : Ruangan-ruangan ini ruangan apa aja kak? N : Ruangan periksa, bidan mendampingi dokter yang pegang. Terus itu ruang ganti perban. Hm, ruang pemberian injeksi.

  Peneliti : Harapan kakak terhadap pasien-pasien yang datang berobat gimana kak?

  N : Gimana ya, (berpikir sebentar) karena itu kan individual. Harapan itu, itu kan sekarang, pendidikan, pendidikan dari dasar dari si pasien. Bahasa Indonesianya pun kadang kurang. (mengerutkan dahi) Kadang kan, ini dek, orang tahunya ini kan pasien pusat rumah sakit rujukan khusus orang Sumatera Utara. Jadikan, orang ke mari mengertinya itu, pikirannya kan. Kadang orangnya memang yah, orang yang kurang mengerti. Taulah kau kan, dek. Pasien di sini kan dari kalangan apa, (terputus) mereka pun berobat ke sini dari tingkat ekonominya kan. Kalau di sini pu, mau dia kelas satu pun gaknya jauh beda kali, kan. Orangnya kan memang dari kalangan, ya kau taulah. Yang di VIV pun paling orang-orang pegawai negeri.

  Peneliti : Terus, kak bagaimana cara kakak mengatasi pasien yang menuntut gitu? N : Maksudnya? Yah.. kan kalau ada pasien yang mengeluh, menuntut gitu, ya kita dengarlah pulak dulu penjelasannya gimana.

  Peneliti : Kalau kakak udah terbawa emosi gitu gimana kak cara menanganinya? N : Kan ada teman, kita kan ada tim. Kita kan apa, kita gak sanggup, ya kita kasih sama kepala. Kepala gak sanggup, kasi sama kepala yang lain. Kalau udah parah ya kasi ke direktur. Itulah gunanya.

  Peneliti : Harapan kakak untuk Poli Ibu Hamil sendiri, gimana kak? N : Cukupnya, cuman. Kalau peralatannya, yah udah ada tapi maunya ya, hm, lebih bagus, lebih modern gitu.

  Peneliti : Sehubungan dengan kakak sebagai pekerja, harapan kakak terhadap rumah sakit ini gimana? N : (batuk-batuk) Enak sih enak, tapi tuntutan kerja banyak, (mengulangi) tuntutan kerja banyak. Tuntutan dari, hm, pasienkan banyak, banyaklah pulak tuntutan ini ke sini, macamlah itu, banyak lah buat ini dan ini. Administarisinya lah. Tapi, kesejahteraan kami saya rasa masih kurang. Udah lah dulu ya dek, ok? (dengan suara lebih lembut)

  Wawancara II

  Tanggal wawancara : 18 February 2015 Pukul : 11.04 wib Lokasi wawancara : Poliklinik Ibu Hamil OBGIN RSUP HAM Peneliti : Oh ya, kak. Kakak sebelumnya kerja dimana? N : Eng..gak. Eh, pernah. Di daerah. Rumah sakit daerah. (sambil mengisi

  status pasien )

  Peneliti : Berapa lama kakak bekerja di situ? N : (diam beberapa saat) Bentar ya, sayang. (suara lembut) Tiga tahun. Sebelum sembilan tujuh.

  Peneliti : Pendidikan terakhir kakak, apa? N : Ah, SPK. Itu termasuk SMA. Sederajat gitulah. Sekolah Perawat Kesehatan. baru ambil lagi, ambil lagi D III. Jadi, ijazah terakhir D III.

  Peneliti : Alamat kakak di mana?

  N : Pelita empat. (bunyi sepeda motor yang keras, melanjutkan mengisi status

  pasien. )

  Peneliti : Kak ini apa? (kertas yang berisi poin-poin untuk pasien) N

  : “Bu, luka, mandi, cuci di bawahnya, cuci ini, ini dibersihkan ya, bu. Ah… potong kukunya, bu.” Inilah di sini dituangkan. (menunjukkan kertas

  tersebut ) Ini namanya edukasi. Lain lagi dengan kok sio, xio itu kau

  melakukan currage bertingkat. Atau kau mau, mau pasang injeksi, itu lain lagi. Tindakan pakai piso, tindakan pakai alat, yang namanya alat berat. Itu harus pakai, pasien tanda tangan lagi. Kalau ini (terus menunjuk-tunjuk kertas edukasi), apa pun namanya, mengantarkan pasien, membilangkan apa dianya, mau ke mana, mau apa, mau ber*k dia, istilahnya inilah dia . Mau minum dia, “Bu, minum banyak.

Makan telur.” Di sini semua dituangkan. Itulah namanya edukasi

  Peneliti : Kakak pernah dengar pengelolaan kesan? Kita melakukan segalanya atas dasar berbagai pertimbangan, seperti cara berbicara, penampilan. Itu ada kakak lakukan?

  N : Gak pernah dengar. Itukan ada sebenarnya, kayak apa namanya. Ini harus rapi, rapi kayak orang Bank itu. Udah, kami kan ada kami lakukan.

  (datang pasien baru) Peneliti : Kakak selama di RS Adam Malik ini, di ruangan apa aja kak sebelum di

  PIH? N : Kami semua rata-rata dari ruangan (dengan nada sedikit keras), dari ruangan baru ke poli. Kami di poli bergilirlah, (suara lebih lembut) tiap bulan berganti. Gantianlah, onko lama dulu sampai setahun, baru ke gineko setahun, balek lagi, besok, bulan depan lain lagi. Bulan depan pindah lagi kami, ke onko lagi balek. Roker tiap bulan.

  Peneliti : Oh ya, kak. Kakak emang ingin masuk RS Adam Malik sejak sekolah ya, kak? N : Yah, enggak lah. (batuk beberapa kali) Ibarat dimana SK ditempatkannya.

  Kami mana ada dulu beda-beda jalur kayak gitu. Kami dari Kemenkes dulu, ngelamar yah sudah ditempatkan di daerah, eh di sini. Kami kan ngelamar dari, untuk pusat dulu. Pusat memperbantukan, buka di sini dari pusat dulu baru ke mari. Ah… buka untuk Adam Malik dari pusat, yah… dibantulah kami ke mari. Emang istilahnya kita melamar PNS, melamar jadi apa, (memegang jam ) jatuhlah ke mari. Sumatera Utarakan buka, buka untuk pusat.

  tangan

  Ah… gitu. Pokoknya, Sumatera Utara buka untuk pusat, kita melamar dari pusat, pusat menempatkan ke mari. Peneliti : Bagaimana kak pengalaman kakak selama merawat pasien di rumah sakit ini? N : Yah, macamlah, dek. (melihat ke peneliti) Banyak lika likunya. Tapi serulah, yah ialah namanya banyak masalah. Macem-macemlah, ada kasus yang gak bisa diceritain. Peneliti : Apa saja faktor yang menyebabkan pasien dirawat di poli ini, kak? N : Ibu hamil, yah pokonya dengan kehamilanlah. Macamlah itu, seperti itu ada yang kehamilan dengan miom, ada yang hamil dengan HIV, banyak kasus. (diam beberapa saat) Gak taulah kita bilang prediksinya, karena masing-masing orang berbeda-beda. Beda-beda setiap pasien.

  Peneliti : Kegiatan apa aja yang dilakukan bidan selama perawatan dengan pasien, kak? N

  : Yah, kan… gak kau tanya rupanya? Kan sama, dek. (mengerutkan dahi) Data pasien, semua kayak di Onko juga. Mendata semua dari a sampai z. memeriksa tensi, apa tindakan, ganti perban, yang injeksi, yang apa, semualah. Banyak, dekku semualah. Yang currage lah, apalah, semua dikerjai. Gineko, onko pun currage-nya. Peneliti : Berapa rata-rata umur pasien di sini, kak? N

  : Berapa yah… ada yang tua, ada yang muda. Gak bisa kita prediksi. Ada yang dibawah umur, ada yang delapan belas dia udah kawin, tujuh belas dia udah kawin. Gak tahu kita, tergantung resiko eemm… individu. Sekarang kan per- individu. Ada yang 12 tahun, 13 tahun udah kawin dia. Ada, ada yang umur 14 tahun. Peneliti : Bagaimana sih kak cara kakak melihat, menilai pasien-pasien itu, kak? N : Kita merasa mereka membutuhkan, itu pasti dong. Yah, kita di sini melayani itu aja sistemnya. Itu jawabannya. Kita bekerja melayani, melayani, bekerja. (menunduk)

  Peneliti : Jadi, di sini pasiennya mudah di ajak bekerja sama gak, kak? Misalnya ketika ada sesuatu yang harus dilakukan, mereka mengerjakannya atau malah sulit, gitu kak. N : Yah, sekarang tergantung si pa-, si pasien. (batuk lagi, salah seorang

  dokter PPDS mele dek, “Interview, nieee…”) Kamu dengan badan si A,

  dengan badan aku sama, gak? Itu apa jawabannya? Beda, kan? Kebutuhan kau dengan kebutuhan si C, dengan badan si B sama, gak? (diam ) Beda. Yaudah itu jawabannya. Yah, kan sekarang kita lihat

  sebentar

  kebutuhan si luka ini kayak gimana. Perlu gak sama dia ini? Kalau semua kita bilang enggak, gak perlu, kan nengok individunya. Peneliti : Apa saja sih kak kegiatan yang dilakukan di sini bersama dengan pasien? N : Kita mengajari me-lap, gitu. Namanya edukasi, itu namanya edukasi, penjelasan (suara lebih lembut) Peneliti : Oh ya, kak. Pasien di sini mau juga kak sharing selain dari masalah penyakitnya? N : Banyak, yah banyak. Kadang kita kan sekarang, kadang-kadang gak sempat melayani, (minum sebentar) mendengarkan seluruhnya. Macemlah itu. Kadang anaknya, ada nanti anaknya, diluar dari… (terhenti), yang di rumahnya pun kadang nanti mau juga diceritainya. Kadang- kadang, “Udah selesai, bu?” (suara lebih lembut saat

  mempraktikkan pembicaraan dengan pasien ) Udah, yah. Karena pasien

  Peneliti : Dokter di RS H. Adam Malik udah berapa lama bekerja? D : Tahun berapa mulai, ya? (sambil berpikir dan mengingat-ingat) Saya tamat ‟96, spesialisnya. Paling entah ‟97 lah kalau gak salah ya. Ia ‟97.

  kembali

  ) Eh, gak, gak lah, „97. (diam sebentar mengingat

  perkataan sebelumnya

  Hmm, „98 saya di sini. (mengayunkan tangan membuat lambang menolak

  Peneliti : Ditugaskan langsung di obgin gitu, ya? D : Ia lah. Oh, ya kan semua kan, ruangan sama poli kan juga termasuk bagian dari onko. Saya hanya di bagian onko saja.

  (sambil memukul-mukul tangan sembari menghitung dan mengingat-ingat) Kalau gak salah saya ‟97, ‟97, ya? Kau lahir, sembilan tujuh „97?

  ke dalam ruangan rapat dokter ) Ah, duduklah kau. Kalau bisa ku jawab, ya ku jawab.

  yang lain mau datang. Pasien yang lain nanti keberatan, bu.” Gitulah, “Kita lihat waktu ya, bu”, kita bilang gitu. Peneliti : Ada gak kak, cara khusus dari kakak ketika berkomunikasi dengan pasien agar pasien tenang, percaya gitu kak? N

  D : Oh, yaudah. Sinilah, sini, sini! Biar cepat tamat kau. (tertawa dan masuk

  Peneliti : Siang, dok. Saya Sondang mahasiswa USU yang melakukan penelitian di RS Adam Malik ini mengenai pengelolaan kesan. Jadi, dokter salah satu informannya, bisa wawancara sebentar, dok?

  Tanggal wawancara : 16 Februari 2015 Pukul : 13.04 wib Lokasi wawancara : Ruang rapat dokter di Poliklinik OBGIN.

  Informan III dr. Deri Edianto, M.Ked (OG), SpOG.K Wawancara I

  (suara sangat pelan) Udah la ya, dek. Lagi gak di sini pikiranku ini.

  : Kita palingkan kita bilang, kita kasih penjelasan, “Bu, kita suntik ya, bu.” “Dimana?” “Di daerah perut”, atau di mana gitu. Yah, kita bilanglah. Peneliti : Kak, pasien begini harus terus konsul atau gimana? N : Haruslah. Nanti bisa buta dia, ntah kabur dia nanti, ntah kayak gimana.

  ) ‟96? ‟97lah kira-kira. ‟97, ‟97. Sebentar-sebentar, 2015, 15, berarti 18 tahun. Peneliti : Dok, dokter di sini langsung di tugaskan di poli dulu? D : Gimana, ya? Begitu di tempatkan di sini, gak ada, gak ada istilah bahwa pemula itu harus di poli atau pemula itu harus di ruangan. Gak ada. Hanya

  bergilir saja, semuanya dapat tugas. Jadi, bukan berarti misalnya yang baru masuk di poli, yang udah senior di ruangan, yang senior kali di kamar pasien. Gak seperti itu. Itu hanya, masal ah… (terputus) Hah. Perputarannya semuanya, supaya dapat jatah semua, jangan di poli saja, jangan di ruangan saja. Supaya kenak semua ya diputar, tapi, tapi,gak ada, gak ada istilahnya, dia udah seperti itu. Ya, emang supaya dia, tugas itu terbagi rata. Sama aja, kan udah sama-sama spesialis, kan udah, udah bisa kerja sendiri bukan, bukan pemula. Jadi, dia bekerja itu supaya, yah memegang semua (diam beberapa saat

  ) pelayanan. Ah… Pelayanan poli, kan gak mungkin orang di poli aja, di ruangan, ruangan aja. Bergilir, gitu. Hanya masalah bergilirannya aja. Peneliti : Kalau kriteria dari pasien yang berobat rawat jalan di Poli Onkologi, apa dok? D : Yang rawat di ruangan itu kan pada umumnya keadaannya jelek, yang tidak mungkin, tidak mungkin berobat jalan. Yang selebihnya, ya berobat jalan. Yang, yang diopname itu kan yang keadaan umumnya jelek. (menjelaskan dengan suara yang jelas)

  Peneliti : Itu kemungkinan untuk sembuh besar, dok? D : Gak. Tergantung stadiumnyalah. Peneliti : Kalau dua B itu gimana, dok? D : Dua B… (diam beberapa saat, memukul pelan meja) udah jelek.

  Maksudnya dua B apanya ini mu kau? Dua B apa? Serviks? Kalau serviks kurang bagus. Peneliti : Ketika berhadapan dengan pasien ada gak pendekatan latar belakang si pasien gitu, dok atau langsung bahas penyakitnya? D : Ya sekalian lah. Kan, kan sekalian, kan kalau kita kan nanyaknya kan gak lagi… seperti mahasiswa nanyak, “Bu, tinggal dimana?... ”, gak seperti itu.

  Sekarang, se-, se- Kan bisa saja sambil, sambil nanyak “Bu, anaknya berapa? Bla--- bla--- bla--- Suaminya dimana? Bla--- bla--- bla--- Kerja suami apa? Bla--- bla--- bla---

  ...”, sambil sambil periksa kan, “Bu, keluhannya apa?”, kan jadi tidak lagi terkotak-kotak. Peneliti : Jadi, itu dokter ingat juga latar belakang pasiennya itu? D : Ingatlah. Kan kita ingat semualah. Ialah. Ia dong. Kan, apalagi latar belakang itu kan, tidak, tidak seperti, seperti gini misalnya, ah. (berpikir

  beberapa saat

  ) saya tidak akan tanyakan latar belakang se… luruhnya, buang waktu. Jadi, latar belakang yang saya tanya itu adalah latar belakang yang berhubungan dengan diagnosa yang akan saya jumpai, atau faktor resiko. Jadi, enggak, gak lagi terlalu melebar. Kan, saya udah bisa langsung me-, mengecilkan. (datang seorang bidan bertanya kepada

  dokter ) Apa itu? Ya, boleh-boleh. Yup, masuk sebentar, bentar ini ada mahasiswa. Gak apa-apa sebentar aja.

  Jadikan, saya akan menanya faktor sosialnya yang berhubungan saja. Kan saya sudah tahu diagnosanya, gitu aja. Jadi, gak lagi banyak-banyak, gitulah. Peneliti : Pernah gak, dok ada pasien yang tidak bisa menerima diagnosa dari dokter? D : Gak ada. Senang kali pun mereka saya periksa. Semua-, semuanya kita bilang, terima saja… (masih memukul-pukul pelan meja) Peneliti : Bagaimana tindakan dokter kalau ada pasien kurang paham gitu? D : Ya, dijelaskan dong sampai dianya paham. Peneliti : Kalau pasien yang pakai bahasa daerah ada, dok? D : Ada. Bisa, bisa, gak apa-apa. Bisa-, bisa bahasa daerah. Saya kan bisa bahasa daerah. Saya kan kalau kamu sering lihat, pasien yang Bahasa

  Aceh- saya Bahasa Aceh, Bahasa Batak- saya Bahasa Batak. Pasien yang bisanya Bahasa Aceh saya transletter nya. Iya… (tersenyum dan

  mengangguk-anggukkan kepala )

  Di sini yang tahu Bahasa Aceh Cuma berapa? Yang tahu Bahasa Batak bejibun, Bahasa Karo bejibun, nah begitu yang tahu Bahasa Aceh cuma saya yang tahu sendirian. Gak apa-apa. Soalnya pasien-pasien itu kan, malu-malu dia kadang-kadang. Kan ada yang gak-, gak tahu Bahasa Indonesia itu, ya kan? Gak apa-apa saya Bahasa Aceh, selesai. Pas-, pas saya Bahasa Aceh kau gak ada… (suara yang lebih kuat dan memukul

  pelan meja ) Itu salahnya kau. Berapa kali saya ngomong di situ sama

  pasien. Yang- , yang saya baca Aceh? Kau gak ada. Ah… itu kau. Pernah ada disini pasien Bahasa Aceh, habis payah kali… jelaskannya. Bahasa

  Indonesianya gak nyambung. Nah terus, apa lagi?

  Peneliti : Bagaimana sih dok gaya berbicara dokter ketika berbicara dengan pasien dengan berbicara sehari-harinya, seperti di rumah atau sama dokter lain? D : Ya, sama aja gak ada beda. Sama aja. (bunyi telephon seluler dokter,

  melihat telephone, dan mengabaikannya

  ) Nah, terus, terus… gak ada beda, sama aja. Peneliti : Maksudnya, waktu dokter ngomong sama pasien lebih lembutkah atau gimana? D : Gadak, sama aja, kan. Emangnya saya terus lembut, saya gak pernah gak lembut. Sama siapa aja saya lembut. Peneliti : Jadi dokter gak ada mengelola dari dokternya, cara bicaranya gitu? D : Gak, emang gitu aslinya, ngapain mesti basa-basi. Kan gak-, gak ada kan ngomongnya yang gak-, gak-, tidak lembut, semua lembut, kan? Kalau pas-, pasiennya-

  , pasiennya melawan, ya saya lawan. Gak lah, gak lah… (tertawa) Enggaklah, gak ada apa-apa. Peneliti : Maksudnya apakah semenjak jadi dokterlah jadinya seperti ini? D : Gak, gak-, sama aja. Gak ada berobah-obah, gak lah. Saya ini-, ini-, inilah saya, saya gak-, gak basa-basi. Inilah kan, ibu ini.. (Ibu pegawai yang beberapa saat yang lalu masuk menunggu dokter ) Walaupun ibu ini ibu kepala di sini-. Kalau saya ia, ia.

  Kalau tidak, ya tidak. (tertawa). Ini bos di sini, ini. (tertawa lagi) Terus-, terus-, terus-

  …? Peneliti : Kalau dari cara berpakaian, dok? D : Gak ada, saya gak pernah pakai apa-apa. Kamu tengok saya mewah, gak?

  Emang gini saya, orangnya se-, sederhana. Saya tinggal nunggu peningkatan gaji, ya bu ---, yah? (melihat ke ibu pegawai yang menunggu,

  tersenyum kecil )

  Kau tengok-, kau tengok saya? Saya pakai baju apa yang ada. (memukul

  pelan meja ) Apa yang ada. Suka hati, apa yang ada. Jadikan, gak ada. Saya

  pakai pakaian suka hati, apa yang disit-, dicuci istri saya itu yang saya pakai. Peneliti : Komunikasi terapeutik, komunikasi penyembuhan, komunikasi terhadap pasien yang dilakukan secara bertahap dari perkenalan, ijin dalam melakukan tindakan ke pasien, apakah itu dokter lakukan? D : Ya, ijin lah. Yah-, ya ijin lah. Biasanya pasien kan sudah-, sudah ikhlas. Terutama yang saya minta ijinkan (penekanan suara) kali kalau saya mau minta mahasiswa periksa. Itu tetap, eemm… itu khusus sekali saya minta ijin. “Bu-“. Kalimatnya pun sangat nyaman, “Bu, saya mo-, mohon bu, saya minta mahasiswa saya mohon periksa ibu. Boleh gak, bu?”, (mempraktikkan dengan suara yang lebih lembut dan mimik wajah yang

  layaknya memohon

  ) minta ijin sama dia. Kalau dia bilang gak boleh… baru saya bilang, “Bu, kalau mereka gak ibu kasi kesempatan… maka, mereka gak akan pernah tahu. Nah, kalau dia gak tahu, nanti, besok-besok lebih dulu saya meninggal dari mereka, begitu saya meninggal maka gak ada orang Indonesia yang bisa ngobatin ibu di Indonesia lagi.” Gitu, jadi, begitu dia. (tersenyum dan memukul pelan meja untuk penekanan per kata

  )

  yang disebutkan Peneliti : Dok, tapi kalau gitu itu kan berarti pengelolaan kesan juga, dong.

  D : Ya, saya bilang begitu. Kalau pasiennya ngomong berarti pasiennya ikhlas.

  Tapi, tengok-tengoklah. Jadi, tidak semua kasus. Artinya, yang saya berikan orang megang itu yang kalau mereka yang me-, megang masih

  okay . Kalau yang kira-kira bermasalah saya tidak akan kasih. Kalau dia

  masih okay, saya akan minta, dan saya akan kasih tahu seperti itu, minta ijin tetap itu betul-betul minta ijin kepada pasien dan pasiennya ikhlas karena saya tak abaikan, “Mereka ini perlu untuk menggantikan saya”. (mengganggukkan kepala)

  Peneliti : Di Onkologi pasiennya kan lebih sensitif, hal itu pernah gak membuat dokter kurang percaya diri? D : Ya, enggak lah. Orang awak ---, yakin ajalah sama diri awak sendiri, orang awak sudah konsultan. Bentar. (berbicara kepada ibu pegawai yang

  menunggu, kira-kira empat menit ) Apa lagi? Peneliti : Ada gak, dok atauran-aturan dari rumah sakit antara dokter ke pasien? D : Di-, dia harusnya kenal sama PPDS. Itu prosedur pendidikan emang seperti itu. Jadi semua, semua- kan presiden harus kerja, mahasiswa harus pegang,

  PPDS harus pegang. Itu harus seperti itu. Di-, di seluruh dunia kalau program pendidikan kek-, kek-, kek- kau kalau enggak aku kasih nengok macam mana kau? Kalau gurumu udah hafal semua. Ka-, kalau kau gak di kasih masuk kapan mau jadi, bisa jadi tamat sekolah? Harus seperti itu. Jadi Rumah Sakit Pendidikan itu harus, emang seperti itu. Jadi, gak seperti kalau gak mau pasien, gak diperiksa. Mana bisa. Mana bisa pasien gak mau diperiksa. (mengerutkan wajah)

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fkg Usu Berdasarkan Jenis Kelamin

0 1 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak dental 2.1.1 Definisi - Efektivitas Ekstrak Daun Teratai (Nelumbo Nucifera) 2% Sebagai Obat Kumur Terhadap Akumulasi Plak Pada Mahasiswa Fkg Usu Angkatan 2011

0 2 14

Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)

0 0 38

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)

0 0 5

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF ANTARA REMAJA DENGAN ORANGTUA YANG BERTUGAS JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi yang Efektif Antara Remaja dengan Orangtua yang Bertugas Jarak Jauh di Kota Medan)

0 1 14

Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Ut

0 0 17

2.1 Kerangka Teori - Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Un

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uni

0 0 6

Presenter Talk Show “Sarah Sechan” Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh PresenterTalk Show Sarah Sechan pada Televisi NET terhadap Minat Menonton Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Ut

0 0 16