BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh Budaya Organisasi dan Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kesehatan dipandang sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting, sama pentingnya dengan kebutuhan pokok akan pangan, sandang dan papan. Kondisi sehat menjadi barang mahal yang membuat setiap orang, dari berbagai latar belakang menghabiskan sumber daya yang dimiliki untuk mendapatkannya. Seiring semakin meningkatnya taraf hidup masyarakat, tuntutan akan nilai-nilai dan pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin meningkat pula. Hal ini membuat institusi pemberi pelayanan kesehatan semakin berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.

  Rumah sakit merupakan salah satu institusi pemberi pelayanan kesehatan, dengan fungsi yang semakin holistik dengan dukungan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain dalam suatu kesatuan, didukung dengan berbagai sumber daya lainnya untuk mendukung jalannya fungsi rumah sakit.

  Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

  1 melakukan upaya kesehatan (UU No.36 Tahun 2009). Sumber daya manusia kesehatan yang termasuk kelompok tenaga kesehatan, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya, diantaranya termasuk peneliti kesehatan (SKN, 2012).

  Untuk mencapai keadaan sehat sebagaimana yang tercantum dalam UU No.

  36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, banyak faktor yang harus diperhatikan, salah satunya adalah tenaga kesehatan atau sumber daya manusia kesehatan. Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis, dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan (SKN, 2012). Salah satu diantara tenaga kesehatan yang mempunyai peran yang cukup besar dalam memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit adalah perawat yang bertugas memberikan pelayanan keperawatan.

  Pelayanan keperawatan dalam rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan keperawatan bermutu dan profesional yang sesuai dengan tuntutan pemakai jasa pelayanan serta melalui penerapan kemajuan ilmu, teknologi, sesuai dengan standar, nilai-nilai moral dan etika profesi keperawatan (Nursalam, 2001).

  Sejalan dengan itu, service yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah klien secara fisik, psikis dan sosial-spiritual dengan fokus utama untuk merubah perilaku klien (pengetahuan, sikap dan keterampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri (Nursalam, 2002).

  Kualitas pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari masalah rendahnya kinerja atau prestasi perawat. Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan pada pasien meliputi : pengkajian, diagnosa, rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi tindakan keperawatan, kemudian hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ini didokumentasikan dalam dokumentasi asuhan keperawatan. Perawat sebagai salah satu profesi yang baik dari segi jumlah maupun dari segi kontak dengan pasien dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan profesi lain di rumah sakit, maka perannya dalam meningkatkan kualitas pelayanan khususnya pelayanan keperawatan sangat menentukan.

  Kepatuhan perawat dalam penerapan SOP pelayanan keperawatan merupakan ukuran keberhasilan dalam memberikan pelayanan, seperti yang dikatakan Hasibuan (dalam Pinem, 2010). Selain faktor dari dalam individu perawat sendiri, terdapat juga faktor eksternal yang turut mempengaruhi kinerja yang dihasilkan oleh perawat, salah satunya adalah budaya organisasi.

  Budaya organisasi (corporate culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain. Budaya organisasi adalah sistem simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. Ini adalah cara berpikir, cara berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis dan Huston, 2003). Dalam prakteknya, budaya organisasi mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang terkait dengan sistem operasional yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Selanjutnya Robbins (2002) mengatakan suatu sistem nilai budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik.

  Konsep budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan sebagai bagian dari organisasi rumah sakit merupakan hal yang sangat berperan penting. Budaya keperawatan adalah pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, mengembangkan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam berinteraksi antara mereka dan berinteraksi dengan rumah sakit lain.

  Menurut Kotter dan Heskett (dalam Pinem, 2010) ada keterkaitan yang erat antara budaya organisasi dengan kinerja. Budaya yang kuat akan menghasilkan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Budaya yang kuat akan membantu kinerja dalam menciptakan motivasi dalam diri pekerja, menimbulkan rasa nyaman bekerja, kemudian timbul komitmen yang membuat karyawan lebih meningkatkan hasil kerja.

  Selain budaya organisasi, kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku perawat dalam menjalankan fungsinya. Karena keberadaan perawat di rumah sakit selalu membutuhkan perhatian dan arahan dari pimpinan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yang mana sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Marquis dan Huston (2003) pemimpin adalah seseorang yang berpengaruh dan mengarahkan, beropini dan bertindak.

  Zerbe, et al (dalam Widaryanto, 2005) menjelaskan bahwa perilaku karyawan seringkali dipengaruhi oleh pimpinannya. Gaya atau sikap yang ditunjukkan pimpinan akan mewarnai cara berfikir para karyawannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan di organisasi tersebut. Pemimpin yang mampu memberikan dorongan dan semangat kerja kepada para bawahannya akan mampu meningkatkan kemampuan kerja karyawan tersebut.

  Siagian (dalam Darwito, 2008) merumuskan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi, bahkan untuk beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi di dalam maupun di luar organisasi. Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan dua sisi. Sisi pertama adalah sisi dimana karyawan menerima gaya kepemimpinan secara senang sehingga dapat menciptakan kenyamanan dan loyalitas karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Sedangkan sisi yang lain adalah karyawan yang tidak senang dengan gaya kepemimpinan, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.

  Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mengajak dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dan mencakup bermacam-macam peran (Marquis dan Huston, 2003). Kepemimpinan adalah pengaruh antara pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tersebut.

  Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung merupakan salah satu rumah sakit pemerintah dengan status kelas B yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang ikut berperan dalam upaya pembangunan kesehatan di Kabupaten Tapanuli Utara, yang juga mempunyai permasalahan-permasalahan mengenai kinerja perawat dalam memberikan pelayanan. Indikator kinerja rumah sakit secara keseluruhan menunjukkan bahwa angka Bed Occupancy Rate (BOR) dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2011, angka BOR berada pada 62,15 %. Pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 41,7 %, dan pada tahun 2013 menjadi 36,54 %. Angka ini masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu sekitar 60-85 % (Profil RSU Swadana Daerah Tarutung, 2013). Hasil dari indikator efisiensi pelayanan RSU Swadana Daerah Rarutung selama tiga tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1.1 Indikator Efisiensi Pelayanan RSUD Swadana Tarutung No. Indikator Tahun 2011 2012 2013

  1. BOR (Bed Occupancy Rate) 62,15 % 41,7 % 36,54 %

  2. LOS (Length of Stay) 9,95 hari 5,6 hari 4 hari

  3. BTO (Bed Turn Over) 5 % 20 % 12 %

  4. TOI (Turn of Interval) 11,8 hari 10 hari 10 hari

  Fenomena tersebut di atas tentu berkaitan dengan berbagai masalah keperawatan yang ada di RSU Swadana Daerah Tarutung, seperti adanya pemberitaan yang menyatakan RSUD Swadana Tarutung kurang diminati oleh masyarakat Tarutung, terutama golongan menengah atas dengan berbagai alasan dari warga yang salah satunya menyebut para perawat yang hanya sekali-sekali menampilkan tawa dan senyum. Begitu juga dengan Koran SINTA (Sinar Tapanuli) yang menyajikan kekecewaan pasien dan keluarga pasien yang pernah dirawat di RSUD Swadana Tarutung, dan menghimbau agar perawat profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan ketua subkomite administrasi dan manajemen rumah sakit yang menyatakan bahwa adanya keluhan dari pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, salah satunya perawat.

  Penerapan budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan dalam hal disiplin misalnya, dimana masih terdapat perawat yang datang dan pulang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Absensi untuk seluruh sumber daya manusia di rumah sakit terletak di ruangan administrasi dan manajemen rumah sakit. Jadi, setiap perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap harus menandatangani absen di ruang administrasi dan manajemen. Demikian juga dengan pemakaian kap perawat, masih terdapat perawat yang tidak mengenakan kap selama menjalankan tugas di ruang rawat inap. Dari hasil observasi, penulis mengamati bahwa mayoritas perawat yang sering menggunakan kap adalah perawat yang masih junior. Tidak jarang penerapan disiplin yang kurang baik oleh perawat pelaksana menimbulkan keluhan dari pasien atau keluarga pasien, seperti diperoleh dari pernyataan ketua komite keperawatan yang menyatakan bahwa masih adanya keluhan pasien, keluarga pasien tentang ketidakpuasan layanan yang diperoleh dari perawat pelaksana rawat inap seperti kehadiran petugas tidak tepat waktu dan juga perawat di ruang rawat inap kurang senyum dan kurang perhatian kepada pasien.

  Komunikasi dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dapat diketahui dari hasil observasi dan wawancara singkat dengan pasien/ keluarga pasien.

  Perawat pelaksana di ruang rawat inap melakukan serah terima pasien dalam pergantian shift di ruang perawat, padahal seharusnya itu dilaksanakan di hadapan pasien. Serah terima yang dilakukan di nursing station, perawat tidak melaporkan secara rinci perkembangan kesehatan pasien kepada perawat yang shift selanjutnya (Hutapea, 2009). Hal ini bisa menandakan kurangnya komunikasi sesama perawat pelaksana di rumah sakit. Tidak terlepas juga dari kurangnya pengawasan dari kepala ruangan dalam menjalankan fungsinya, seperti yang dikatakan Suarli dan Bahtiar (2002) untuk mengatasi masalah dalam supervisi, diperlukan kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi. Kerjasama ini akan berhasil bila ada komunikasi yang baik antara pelaksana dengan yang disupervisi. Musliha dan Fatmawati (2010) menyebutkan komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

  Demikian juga dengan penerapan fungsi kepemimpinan kepala ruangan. Dalam hal fungsi pengawasan kepada perawat pelaksana dalam menjalankan asuhan keperawatan, dimana belum ada kaidah yang jelas mengenai pengawasan yang akan dilakukan. Kepala ruangan melakukan pengawasan hanya pada saat tertentu saja. Belum lagi jika kepala ruangan tidak hadir di ruangan, pengawasan hanya bisa dilihat dari dokumentasi status pasien. Sebelum memberikan tindakan, kepala ruangan akan memberikan arahan dan bimbingan kepada perawat pelaksana. Namun terkadang, karena ketidakhadiran kepala ruangan, bisa saja dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan arahan yang diberikan oleh kepala ruangan.

  Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) yang diterapkan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah metode fungsional. Salah satu alasan pemilihan metode ini adalah karena keterbatasan jumlah dan tingkat pendidikan perawat.

  Namun pelaksanaan metode fungsional ini di RSU Swadana Tarutung disesuaikan dengan kebutuhan tatanan rawat inap. Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka sistem penugasan pelayanan berdasarkan shift kerja yang telah ditetapkan. Pelaksanaan shift kerja ini tidak terlepas dari masalah yang bisa saja terjadi.

  Berdasarkan uraian di atas, timbul pemikiran bahwa kinerja organisasi mutlak harus diupayakan agar tetap tinggi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk membangun budaya organisasi yang lebih baik serta faktor kepemimpinan yang dapat menciptakan suasana kerja yang dapat mendukung respon organisasi kearah yang lebih kondusif untuk menjamin kinerja organisasi tersebut optimal.

  Mempertimbangkan hal tersebut di atas, menurut penulis penting untuk melakukan penelitian sebab dalam menjalankan suatu organisasi, kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya untuk menangani, mengelola, mengarahkan dan membina sumber daya yang ada, sehingga seorang pemimpin dituntut untuk memiliki wawasan, keterampilan dan keahlian khusus yang dapat diwujudkan melalui kemampuan dalam memimpin dan mengarahkan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan direncanakan bersama.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh budaya organisasi dan fungsi kepemimpinan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi dan fungsi kepemimpinan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung.

1.4 Manfaat Penelitian

  1. Sebagai bahan masukan bagi kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung untuk meningkatkan kinerja perawat.

  2. Bagi peneliti berguna sebagai bahan masukan atau referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penelitian selanjutnya.

  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan variabel yang berbeda.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Lebar Mesiodistal Gigi dengan kecembungan Profil Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto dengan Deutromelayu

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 34

1 BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 11

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 12

1. Tanggal wawancara dilaksanakan - Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 27

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi dan Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung

0 0 29