BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi dan Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

  2.1.1 Pengertian Kinerja

  Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu.

  Mathis dan Jackson (dalam Rivai dkk, 2007) mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Menurut Gibson, dkk (1997) bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang petugas dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

  2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Secara skematis ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

  12

VARIABEL PERILAKU PSIKOLO

  INDIVIDU :

INDIVIDU GIS

  1. Kemampuan dan (Apa yang - Persepsi

  Keterampilan dikerjakan) Sikap

  • mental

  Kepribadian -

  • fisik KINERJA

  Belajar -

  2. Latar Belakang (Hasil yang Motivasi -

  • Keluarga diharapkan)
  • Tingkat Sosial - Pengalaman

  3. Demografis

  VARIABEL

  • Umur

  ORGANISASI

  • Etnis Sumber daya -
  • Jenis kelamin

  Kepemimpinan - Imbalan - Struktur -

  • Gambar 2.1 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson

2.1.3 Penilaian Kinerja

  Untuk dapat mengetahui kinerja seseorang atau organisasi, perlu diadakan pengukuran kinerja. Penilaian kinerja digunakan untuk menentukan seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan mereka, dengan menggunakan deskripsi pekerjaan sebagai standar pengukuran (Marquis dan Huston, 2003). Menurut Rivai (2002) penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.

  Gary Dessler (dalam Sirait, 2006) menyebutkan beberapa alasan pentingnya penilaian prestasi kerja, yaitu :

  1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji;

  2. Memberikan peluang bagi karyawan itu sendiri dan supervisornya untuk meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaaan;

  3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karier.

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Hadari dan Nawawi (2005) tujuan penilaian kinerja dibagi menjadi dua yaitu umum dan khusus. Tujuan penilaian kinerja secara umum terdiri dari: a. Memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam melaksanakan misi organisasi/perusahaan melalui pelaksanaan pekerjaan masing-masing.

  b. Menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis organisasi/perusahaan di tempatnya bekerja.

  c. Menyusun inventarisasi SDM di lingkungan organisasi/perusahaan yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan saling pengertian dan penghargaan dalam rangka mengembangkan keseimbangan atara keinginan pekerja secara individual dengan sasaran organisasi/perusahaan.

  d. Meningkatkan motivasi kerja, yang berpengaruh pada prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

  Sedangkan tujuan penilaian kinerja secara khusus meliputi: a. Hasil penilaian kinerja dapat dijadikan dasar dalam melakukan promosi, menghentikan pelaksanaan pekerjaan yang keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan pemberian penghargaan/balas jasa, dan merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.

  b. Hasil penilaian kinerja dipergunakan sebagai kriteria dalam pembuatan tes (test) yang validasinya tinggi. Dengan kata lain informasi penilaian kinerja dapat digunakan untuk keperluan rekrutmen dan seleksi, karena dengan

  

test yang valid akan diperoleh hasil berupa skor (nilai) yang dapat

  digunakan untuk memprediksi kemampuan calon pekerja dalam mengisi kekosongan jabatan.

  c. Hasil penilaian kinerja sebagai umpan balik (feedback) bagi pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam melaksanakan pekerjaan.

  d. Hasil penilaian kinerja digunakan untuk mengidetifikasi kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan/keahlian dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap terhadap pekerjaanya.

  e. Hasil penilaian kinerja memberikan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangannya maupun berdasarkan penjenjangannya dalam struktur organisasi/perusahaan baik itu permasalahan menurut jaringan kerja vertikal, horizontal dan diagonal. f. Penilaian kinerja harus dilakukan oleh manajer atau supervisor, dengan atau tanpa kerjasama petugas manajemen SDM terhadap bawahannya, akan meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antara atasan dengan bawahan.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

  Nursalam (2007) menjabarkan manfaat dari penilaian kerja menjadi enam, yaitu :

  1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

  2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya.

  3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

  4. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga, rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

  5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.

  6. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

2.2 Budaya Organisasi

2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

  Setiap organisasi merupakan kumpulan sejumlah manusia sebagai anggota organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer) dan bawahan (karyawan), yang setiap hari saling berinteraksi satu sama lain, baik dalam melaksanakan pekerjaan maupun kegiatan lain di luar pekerjaan. Interaksi itu yang bersifat formal dan informal, hanya akan berlangsung harmonis dan saling membangun apabila setiap anggota organisasi menghormati dan menjalankan nilai-nilai atau norma-norma tertentu yang sama, yang terdapat di dalam organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma sebagai unsur budaya manusia itu hidup dan berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi kendali cara berpikir, bersikap dan berperilaku hidup bersama dalam kebersamaan sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai atau norma- norma itulah yang kemudian menjadi budaya organisasi, yang menjadi ciri khas yang dimiliki organisasi.

  Robbins (2002) mendefinisikan budaya organisasi (corporate culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Ia juga memberikan karateristik budaya organisasi antara lain sebagai berikut:

  1. Inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil risiko.

  2. Perhatian terhadap detail, sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.

  3. Orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

  4. Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.

  5. Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukan berdasar pada individu.

  6. Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

  7. Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi

  Siagian (1998) mengatakan bahwa budaya organisasi harus sedemikian kuat sehingga dapat memberikan arah tentang cara berperilaku dalam organisasi atau the

  way things are done around here. Bisa dikatakan bahwa, setiap orang dalam

  organisasi harus memahami dan bekerja sesuai dengan budaya yang dianut oleh organisasi tersebut.

  Menurut Robbin (dalam Pinem, 2010) ada lima fungsi budaya organisasi, yaitu:

  1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

  2. Budaya memberikan rasa identitas keanggotaan organisasi.

  3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih jelas daripada kepentingan diri pribadi seseorang.

  4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial dengan memberikan standard-standard yang tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi.

  5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku individu dalam organisasi.

2.3 Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian Kepemimpinan

  Monica (1994) merumuskan kepemimpinan sebagai proses penggunaan komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan dalam suatu situasi yang unik dan tertentu. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi kelompoknya untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi.

  Ordway Tead (dalam Sutarto, 2001) mengatakan “Leadership is the activity of

  influencing people to cooperate toward some goal which come to find desirable

  (kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan). Sementara menurut Ralp M.

  Stogdill (dalam Sutarto, 2001) “Leadership is a process of influencing the activities

  of an organized group in its task of goal setting and goal achievement

  (kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan).

  Dari beberapa macam pendapat tentang definisi kepemimpinan tersebut, ada dua macam hal yang dominan yaitu mempengaruhi dan saling pengaruh. Perbedaan antara keduanya adalah mempengaruhi mengandung kesan searah, sedangkan saling pengaruh mengandung makna timbal balik. Atas dasar itulah Sutarto (2001) mendefinisikan kepemimpinan sebagai rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Menurut Lensufiie (2010) ada enam ciri khusus kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :

  1. Bersedia mengambil resiko;

  2. Selalu menginginkan pembaruan;

  3. Bersedia mengurus atau mengatur;

  4. Punya harapan yang tinggi;

  5. Menjaga sikap positif;

  6. Selalui berada di muka.

2.3.2 Komponen-komponen di dalam kepemimpinan Di dalam struktur kepemimpinan, pemimpin tidak dapat berdiri sendiri.

  Pemimpin adalah satu komponen di dalam kepemimpinan. Artinya, ada komponen- komponen di dalam sebuah struktur kepemimpinan, yaitu :

  1. Pemimpin, merupakan perekat dalam organisasi. Seorang pemimpin harus mampu berpikir holistis dan memegang kendali organisasi. Berpikir holistis maksudnya mampu melihat dari banyak sudut pandang, termasuk mampu melihat kemungkinan yang ada di luar sana sebagai suatu kesatuan, bukan memandang masalah secara per bagian.

  2. Kemampuan menggerakkan, yang dapat diwujudkan dalam bentuk perintah, paksaan, otoritas, himbauan, sistem transaksional, motivasi, pemberian contoh, dan bentuk-bentuk lainnya.

  3. Pengikut, merupakan salah satu unsur yang penting di dalam kepemimpinan.

  Pemimpin memimpin para pengikutnya di dalam suatu komunitas. Seseorang mau menjadi pengikut atas beberapa alasan seperti otoritas, respek, takluk, oportunis.

  4. Tujuan yang baik, merupakan alasan utama mengapa organisasi dibentuk.

  Yang dimaksud dengan tujuan adalah sesuatu hal yang akan diwujudkan oleh organisasi.

  5. Organisasi, merupakan wadah atau tempat kepemimpinan berada ( Lensufiie, 2010).

  Unsur kunci dari definisi kepemimpinan disajikan dalam gambar di bawah ini.

  Keinginan/ Pengaruh

  Niat Pemim

  Pengikut Tanggungja pin wab Pribadi

  Tujuan Perubahan

  Bersama

Gambar 2.2 Unsur-Unsur Pokok dalam Kepemimpinan Safaria (2004)

2.3.3 Fungsi Kepemimpinan

  Menurut Nawawi dan Hadari (1995) fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi, yaitu :

  1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang- orang yang dipimpinnya.

  2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/ organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan pemimpin.

  Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi kepemimpinan, yaitu : a. Fungsi Instruktif Merupakan fungsi yang berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah.

  Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.

  b. Fungsi Konsultatif Fungsi yang berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukannya secara terbatas hanya dengan orang- orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Konsultasi dapat dilakukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Konsultasi dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok dengan jumlah orang yang terbatas. c. Fungsi Partisipasi Fungsi yang berlangsung dan bersifat dua arah, berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan dan sesama orang yang dipimpin. Fungsi ini hanya mungkin terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.

  Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap angota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan jabatan/ posisi masing-masing.

  d. Fungsi delegasi Merupakan fungsi yang dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/ menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pimpinan memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya.

  Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang lain, sesuai dengan jabatan/ posisi, apabila diberi/ mendapat pelimpahan wewenang. Sedangkan penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. e. Fungsi Pengendalian Fungsi yang bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu, fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.

  Bimbingan dan pengarahan yang dilakukan pada dasarnya bersifat preventif. Dengan melakukan kegiatan tersebut, berarti pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Koordinasi sebagai kegiatan pengendalian dalam kepemimpinan bermaksud mewujudkan pelaksanaan kegiatan yang saling menunjang dan saling isi-mengisi, antar setiap unit atu perseorangan. Koordinasi bermaksud mencegah suatu kegiatan dikerjakan oleh banyak unit atau perseorangan secara terpisah, sedangkan kegiatan lain tidak ada atau terlalu sedikit anggota yang mengerjakannya.

  Selanjutnya, fungsi pengawasan sebagai bagian dari fungsi pengendalian selain sebagai fungsi preventif, juga sebagai kuratif yang bertujuan memperbaiki dan menyempurnakan kekeliruan atu kesalahan yang sudah terjadi. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pemantauan terhadap kegiatan anggota yang sedang berlangsung, yang dilaksanakan oleh pemimpin sendiri. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh pemimpin dari jarak jauh, melalui laporan-laporan yang disampaikan anggota dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya atau perintah pimpinannya.

2.4 Perawat dan Keperawatan

2.4.1 Pengertian Perawat dan Keperawatan

  Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan/asuhan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan/asuhan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (PPNI, AIPNI, AIPDKI, 2012).

  Kemenkes RI (2006), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.

  Perawat adalah seseorang yang lulus pendidikan tinggi keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai dengan peraturan perundangan dan telah disiapkan untuk memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia serta teregistrasi (PPNI, AIPNI, AIPDKI, 2012). Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kemenkes, 2006).

2.4.2 Proses Asuhan Keperawatan

  Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan (PPNI, AIPNI, AIPDKI, 2012).

  Standard praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes RI dalam SK No. 660/ Menkes/ SK/ IX/ 1987 yang kemudian diperbarui dan disahkan berdasarkan SK Dirjen Yan Med Depkes RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993.

  Kamudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No. 03/ DPP/ SK/ I/ 1996 yang terdiri atas standar pelayanan keperawatan, standar praktik keperawatan, standard pendidikan keperawatan, dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan, yang selanjutnya setiap tenaga kesehatan diharapkan menggunakan standard ini sebagai pedoman dalam menyelenggarakan dan pengelolaan keperawatan. Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat untuk memberikan asuhan keperawatan profesional.

  Indikator Standar Asuhan Keperawatan (SAK) adalah pemberdayaan proses keperawatan meliputi standar:

  1. Pengkajian perawatan: data dianamnesa, untuk menegakkan diagnosis keperawatan,

  2. Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien,

  3. Perencanaan keperawatan: disusun sebelum melaksanakan tindakan,

  4. Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan : ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara maksimal,

  5. Evaluasi Perawat : dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang tidak terlaksana (Retnowati, dalam Hutapea, 2009). Berikut diuraikan indikator standard asuhan keperawatan :

  1. Pengkajian Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan. Data yang dikumpulkan berguna untuk menentukan aktivitas keperawatan dan juga sebagai sumber data bagi profesi yang lain.

  Pertukaran data antar profesi sangat penting dalam peningkatan kualitas dan keabsahan pelayanan kesehatan. Perawat harus seimbang dalam melakukan pengkajian fisiologis, psikologis, sosiobudaya, perkembangan, spiritual dan interaksi. Perawat harus mempunyai kemampuan komunikasi efektif, observasi yang sistematik, pemeriksaan fisik, interpretasi masing masing gejala indentifikasi pola interaksi, untuk dapat melakukan pengkajian yang akurat.

  2. Diagnosa keperawatan.

  Setelah melakukan pengkajian langkah selanjutnya adalah penegakan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang telah didapatkan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan menjelaskan status kesehatan atau masalah yang ada pada pasien baik aktual, resiko tinggi dan potensial. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan, maka perawat harus menganalisis data pengkajian (Nursalam, 2007).

  3. Perencanaan tindakan keperawatan Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka tindakan dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.Tindakan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien. Pendekatan dalam penyusunan dan tindakan keperawatan berorientasi pada tujuan, rencana tindakan dan rasional.

  4. Pelaksanaan/ Implementasi Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah aplikasi dari rencana tindakan keperawatan yang disusun oleh perawat dan dilakukan kepada klien, yang menjadi petunjuk pada pelaksanaan adalah tindakan dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi, dokumentasi tindakan dan respon klien.

  5. Evaluasi Evaluasi dilakukan setelah seluruh tindakan keperawatan yang telah disusun pada perencanaan telah dilakukan pada pasien. Untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah berhasil atau tidak terhadap status kesehatan pasien maka dapat dinilai melalui proses perawatan dengan metode evaluasi. Nursalam (2007) mengemukakan bahwa perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan.

2.4.3 Model Metode Pemberian Asuhan Keperawatan

  Model metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan rumah sakit dalam pelayanan keperawatan merupakan faktor penting dalam menentukan mutu asuhan keperawatan. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan, menurut Marquis dan Huston (dalan Nursalam, 2007) perlu mempertimbangkan enam unsur utama, yaitu :

  1. Sesuai dengan visi dan misi institusi

  2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan

  3. Efisien dan efektif penggunaan biaya

  4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat

  5. Kepuasan kinerja perawat

  6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.

2.4.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan

  Berikut ini jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) yang dikutip dalam Nursalam (2007) :

  Model Deskripsi Penanggung Jawab

  Fungsional

  a. Berdasarkan orientasi tugas dan filosofi Perawat yang keperawatan. bertugas pada b. Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tindakan tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang tertentu ada.

  c. Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan askep sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat luka) keperawatan kepada semua perawat di bangsal. Kasus

  a. Berdasarkan pendekatan holistik dari Manager filosofi keperawatan. keperawatan b. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.

  c. Rasio 1:1 pasien-perawat .Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Tim

  a. berdasarkan pada kelompok filosofi Ketua tim keperawatan.

  b. Enam-tujuh perawat profesional dan perawat associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim.

  c. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Primer

  a. Berdasarkan pada tindakan yang Perawat primer komprehensif dari filosofi keperawatan.

  b. Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengoordinasi asuhan keperawatan.

  c. Rasio 1:4/ 1:5 (perawat : pasien) dan penugasan metode kasus.

  d. Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggungjawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien, mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, ,melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

2.4.7 Tugas Pokok dan Fungsi Kelompok Praktik Manajemen Keperawatan

  Berikut diuraikan daftar uraian tugas dalam kelompok praktik manajemen keperawatan (Nursalam, 2007).

  1. Tanggung jawab kepala ruangan

  A. Perencanaan/ Pengambilan Keputusan

  1. Menunjuk perawat primer dan mendeskripsikan tugasnya masing- masing.

  2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya

  3. Mengidentifikasikan tingkat ketergantungan klien yang dibantu peraawat primer

  4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer

  5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan

  6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap klien

  7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan : membimbing pelaksanaan, penerapan, menilai, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk

  8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri

  9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan

  10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit

  B. Pengorganisasian

  1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan

  2. Merumuskan tujuan metode penugasan

  3. Membuat rincian tugas poerawat primer dan perawat pelaksana secara jelas

  4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahkan dua perawat primer dan perawat primer yang membawahkan dua perawat pelaksana

  5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain

  6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan

  7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik

  8. Mendelegasikan tugas saat tidak berada di tempat kepada perawat primer

  9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien

  10. Mengembangkan kemampuan anggota

  11. Menyelenggarakan konferensi

  C. Pengarahan

  1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer

  2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik

  3. Memberikan motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

  4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap senting dan berhubungan dengan askep klien

  5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya

  6. Meningkatkan kolaborasi

  D. Pengawasan/ Supervisi

  1. Melalui komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.

  2. Melalui supervisi

  a. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini.

  b. Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan dari perawat primer.

  3. Evaluasi

  a. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama b. Audit keperawatan

  2. Tugas Perawat primer

  a. Menerima klien dan mengkaji kebutuhan klien secara komprehensif

  b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan

  c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktik d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai

  f. Menerima dan menyesuaikan rencana

  g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial dan kontak dengan lembaga sosial di masyarakat h. Membuat jadwal perjanjian klinik i. Mengadakan kunjungan rumah

  3. Tugas Perawat Pelaksana

  a. Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan dengan sentuhan kasih sayang : menyusun rencana perawatan sesuai dengan masalah klien, melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana, mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan, mencatat atau melaporkan semua tindakan perawatan dan respons klien pada catatan perawatan.

  b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab : pemberian obat, pemeriksaan laboratorium, persiapan klien yang akan operasi c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual dari klien : memelihara kabersihan klien dan lingkungan, mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman dan ketenangan, pendekatan dan komunikasi terapeutik d. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan keperawatan dan pengobatan atau diagnosis e. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya

  f. Memberikan pertolongan segera pada klien gawat atau sakaratul maut

  g. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara administratif : menyiapkan data klien baru, pulang atau meninggal, sensus harian atau formulir, rujukan harian atau formulir

  h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada di ruangan menurut gunfsinya supaya siap pakai i. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, kenyamanan dan keindahan ruangan j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam, atau hari libur secara bergantian sesuai jadwal tugas k. Memberi penyuluhan kesehatan sehubungan dengan penyakitnya l. Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik secara lisan maupun tulisan m. Membuat laporan harian klien.

  Menurut Depkes (1994) tanggung jawab kepala ruangan perawatan adalah semua yang terkait dengan asuhan keperawatan klien yang meliputi pengkajian, perencanaan,implementasi, dan evaluasi asuhan berdasarkan standar, melaksanakan orientasi pegawai baru, melaksanakan supervisi, mengevaluasi kinerja staf, dan menjaga komunikasi agar selalu terbuka dengan seluruh perawat pelaksana. Sedangkan fungsi kepala ruangan adalah (1) melaksanakan fungsi perencanaan yang meliputi jumlah dan kategori tenaga keperawatan, tenaga lain, jenis keperawatan, (2) menentukan jenis kegiatan asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan berdasarkan kebutuhan klien, (3) melaksanakan fungsi pengawasan dan penelitian asuhan keperawatan, (4) pengembangan staf, (5) peningkatan keterampilan dibidang keperawatan bagi peserta didik dan institusi pendidikan, dan (6) pendayagunaan peralatan keperawatan serta obat-obatan secara efektif dan efisien.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. berikut ini. Budaya Organisasi

  1. Disiplin

  2. Inisiatif

  3. Komunikasi 4. kerjasama

  Kinerja Perawat

  Baik

  Fungsi

  Buruk

  Kepemimpinan Kepala Ruangan

  1. Pengambilan keputusan

  2. Pengawasan

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan gambar kerangka konsep diatas, diketahui variabel independen yaitu variabel budaya organisasi yang meliputi disiplin, inisiatif, komunikasi dan kerjasama, dan variabel fungsi kepemimpinan yang meliputi pengambilan keputusan dan pengawasan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perawat yang didasari pada proses asuhan keperawatan yang meliputi penyajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2.6 Hipotesis Penelitian

  Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

  1. Ada pengaruh budaya organisasi ( yang meliputi disiplin, inisiatif, komunikasi dan kerjasama) terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung.

  2. Ada pengaruh fungsi kepemimpinan ( yang meliputi pengambilan keputusan dan pengawasan) terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara)

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Lebar Mesiodistal Gigi dengan kecembungan Profil Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto dengan Deutromelayu

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 34

1 BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 11

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 12

1. Tanggal wawancara dilaksanakan - Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 27

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 6