BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi

  mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan hukum.

  Perlindungan konsumen sebenarnya menjadi tanggungjawab semua pihak baik pemerintah, pengusaha, organisasi konsumen dan konsumen itu sendiri. Tanpa adanya andil dari keempat unsur tersebut, sesuai dengan fungsinya masing-masing, maka tidaklah mudah mewujudkan

   kesejahteraan konsumen.

  Akibat kemudahan di dalam memperoleh barang dan jasa maka mulai timbul sikap yang konsumtif dari sebagian masyarakat. Ditambah lagi masyarakat yang kurang memiliki kesadaran akan hak-haknya sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan merupakan sasaran yang empuk bagi para pelaku usaha yang nakal.

  Mewujudkan sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa pengaturan perlindungan konsumen yaitu:

  1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum.

  2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

  3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

  4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang 14 menipu dan menyesatkan.

  5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada

   bidang-bidang lain.

  Istilah konsumen berasal dari kata konsumer (Inggris-Amerika) atau

  konsument/consument (Belanda). Pengertian dari konsumen atau consument itu

  

  tergantung dari posisi mana ia berada. Pengertian konsumen secara harfiah adalah lawan dari produsen yaitu setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok

   mana pengguna tersebut.

  Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

  Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa Konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati, menggunakan barang dan /atau jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan rumah tangganya. Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikenal istilah Konsumen akhir dan Konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah Konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi 15 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar

  Madju, Bandung, 2000, hal. 7 16 17 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 22 Az. Nasution. Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar. Daya Widya, Jakarta, lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Konsumen dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah Konsumen akhir (selanjutnya disebut dengan Konsumen).

  Pengertian Konsumen dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Konsumen adalah setiap orang : Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan hukum atau non badan hukum).

  2. Konsumen sebagai pemakai

  Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen hendak menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen menggunakan kata “pemakai” untuk pengertian Konsumen sebagai Konsumen akhir (end user). Hal ini disebabkan karena pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi barang dan/atau jasa untuk diri sendiri.

  3. Barang dan/jasa Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk diperdagangkan) dan dipergunakan oleh Konsumen. Jasa yaitu layanan berupa pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh Konsumen.

  4. Barang dan/jasa tersebut tersedia dalam masyarakat Barang dan/jasa yang akan diperdagankan telah tersedia di pasaran, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mengkonsumsinya.

  5. Barang dan/jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau mahluk hidup lain. Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan pribadi terhadap pemakaian suatu barang dan/jasa.

  6. Barang dan/jasa tidak untuk diperdagangkan.

  Pengertian Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen dipertegas, yaitu hanya Konsumen akhir, sehingga maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang dan/jasa yang telah diperolehnya. Namun,

   untuk dikonsumsi sendiri.

  Az.Nasution juga mengklasifikasikan pengertian Konsumen menjadi tiga bagian: 18

  1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

  2. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau

  pemanfaat dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang dan/jasa lain untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.

  3. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna dan/atau

  pemanfaat dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam

   Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen.

  Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bahwmaupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republikik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

  Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Secara umum pelaku usaha dapat dikelompokan sebagai pelaku ekonomi. Dalam hal ini pelaku usaha termasuk kelompok pengusaha, yaitu pelaku usaha, baik privat maupun publik. Kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari :

  1. Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan. Seperti perbankan, pengelolaan investasi, usaha

  leasing , penyedia dana, dan lain sebagainya.

  2. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang atau jasa-jasa lain. Mereka dapat terdiri dari orang/atau badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/atau badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, jasa angkutan, perasuransian, perbankan, 19 kesehatan, obat-obatan, dan lain sebagainya.

3. Distributor yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau

   memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat.

B. Hubungan Hukum antar Pelaku Usaha dan Konsumen.

  Pada umumnya dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen terdapat kesepakatan berupan perjanjian dengan syarat-syarat baku. Pelaku usaha telah mempersiapkan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat yang harus disepakati oleh konsumen. Jenis perjanjian ini yang membuat konsumen tidak dapat mengemukakan kehendaknya, konsumen seolah-olah terpojok dalam posisi harus sepakat atau tidak terhadap perjanjian tersebut. Pada kondisi ini biasanya timbul sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

  Hubungan antara produsen dengan konsumen dalam hal ini adalah perjanjian/kontrak pelayanan jasa telekomunikasi, yang dimana isinya telah dibakukan terlebih dahulu oleh pihak PT.Telkom. Adanya kontrak pelayanan jasa telekomunikasi ini dianggap berpotensi merugikan konsumen dalam hal ini pelanggan, karena pelanggan biasanya langsung menandatangani perjanjian tersebut tanpa ada rasa ingin tahu terhadap perjanjian yang ditandatanganinya

  Suatu perjanjian sesuai Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri.kecakapan untuk membuat suatu perikatan. suatu hal tertentu. suatu sebab yang halal.

  20

  Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang (Pasal 1233 KUHPerdata). Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata). Kata semua perjanjian mencerminkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Kebebasan berkontrak terdapat pembatasan- pembatasannya. Pembatasan itu antara lain bahwa sutau perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Suatu perjanjian tidak boleh melanggar undang-undang, ke-susilaan dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata), dan harus dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUHPerdata).

  Perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi sangat perlu diperhatikan demi kesejahteraan masyarakat sebagai konsumen untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen serta melindungi konsumen dari perbuatan curang para pelaku usaha. Konsumen memiliki risiko yang lebih besar dari pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk

  

  dilanggar. Perlindungan hukum bagi konsumen menjadi sangat penting, karena konsumen disamping mempunyai hak-hak yang bersifat universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat sangat spesifik. 21 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, Bandung, Nusa Media, Badung, 2009,

  Pelanggaran terhadap hak–hak konsumen yang terjadi, disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah ketidakseimbangan kedudukan yang sering terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha, dimana kedudukan konsumen menjadi pihak yang biasanya berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Selain itu, konsumen kurang mengerti bahkan belum mengetahui mengenai hak–haknya sebagai konsumen sehingga ini yang memicu terjadinya pelanggaran terhadap hak-haknya yang dilakukan oleh pelaku usaha.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha.

  Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen.

  Hukum konsumen menurut Az. Nasution adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa

   konsumen. 22 Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat

  

  pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing- masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang.

  Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.

  Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk di dalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi Negara, maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, 23 meliputi : informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu.

  Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal 1 angka

  1 UU No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab (konsideran huruf d, UU).

  Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie, undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokkan norma- norma perlindungan konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: 1.

  Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. :

   2.

  Ketentuan tentang pencantuman klausula baku. 24

  Dengan adanya pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha. Berkenaan dengan perlindungan konsumen dapat dirinci bidang- bidang perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut:

  1. Keselamatan fisik.

  2. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen.

  3. Standard untuk keselamatan dan kualitas barang serta jasa.

  4. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok 5.

  Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan ganti kerugian.

  6. Program pendidikan dan penyebarluasan informasi; pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat-obatan dan

   kosmetik.

  Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan

  

  juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup. Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat 25 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2004, hal.11. 26 lemahnya kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

  Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumenyang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak

   memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.

  Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.

  UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait. 27

  Menurut Janus Sidabalok, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam kepentingan, yaitu sebagai berikut:

  1. Kepentingan fisik.

  Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan oleh pelaku usaha.

  2. Kepentingan sosial dan lingkungan.

  Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka konsumen, sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.

  3. Kepentingan ekonomi.

  Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi dayabeli konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan. 2. Kepentingan sosial dan lingkungan; 3. Kepentingan ekonomi.

  4. Kepentingan perlindungan hukum.

  Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces

  to justice ), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-

   perlakuan pelaku usaha yang merugikan.

  Tujuan perlindungan konsumen disebutkan di dalam Pasal 3 Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bertujuan: 1.

  Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.

  28 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum.

  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

  6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

  M. Ali Mansyur mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut :

  1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945.

  2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.

  3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.

  4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana

   pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.

  M. Ali Mansyur mengatakan bahwa masing-masing undang-undang

  

  memiliki tujuan khusus. Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan tujuan umum.

  Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan 29 M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam

  Perwujudan Perlindungan Konsumen , Genta Press, Yogyakarta 2007, hal. 81 30 hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan hukum khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf d.

  Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus sebagaimana dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam undangundang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur

  

  yang saling berhubungan. Agar tujuan hukum perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimana seperti yang telah dicita-citakan, hal ini harus diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang 31

D. Hak dan Kewajiban Konsumen/Pelaku Usaha 1. Hak dan Kewajiban Konsumen

  Diberbagai negara seperti Amerika serikat, negara-negara Eropa dan Jepang, hak-hal konsumen pada umumnya telah dituangkan di dalam undang- undang seperti undang-undang jual beli, sewa menyewa, asuransi, pemberian kredit, pertanggung jawaban terhadap iklan dan perdagangan yang tidak wajar.

  Secara konseptual mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 4 dan 5, dan hak-hak konsumen ini adalah hak-hak yang bersifat universal.

Pasal 4 Undang-undang No. 8 tahun 1999, menyatakan hak konsumen: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

  2. Hak atas memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.

  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 7.

  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian jika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

  Pasal 5 undang-undang No. 8 Tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen.

  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan.

  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.

  3. Membayar sesuai dengan nilai yang disepakati 4.

  Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

  Berdasarkan hal tersebut maka masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari konsumen adalah : 1.

  Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.

  2. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

   secara patut.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

  Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen maka pelaku usaha memiliki hak : 32 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,

  1. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

  2. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang dipergunakan.

  3. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

  4. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang

   diperdagangkan.

  Setiap membicarakan tentang perlindungan konsumen maka tidak dapat terlepas dari produsen atau pelaku usaha. Dalam kegiatan Bisnis antara pelaku usaha atau produsen dengan konsumen mempunyai suatu hubungan yang saling membutuhkan. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan produk kebutuhan terhadap produk-produk tertentu tanpa ada keluhan atau kerugian.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberi penjelasan tentang hak pelaku usaha yaitu: 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan.

  2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang bertindak tidak baik.

  3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

  4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan. 33

  5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

  Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberi penjelasan tentang kewajiban pelaku usaha yaitu: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya 2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

  4. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.

  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau di perdagangkan.

  6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

  Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah diuraikan maka pelaku usaha dibebankan kewajiban :

  1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

  2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak diskriminatif.

  4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.

  5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang dan jasa serta memberi jaminan atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.

  6. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.

34 Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi

  mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan hukum.

  Akibat dari permasalah ini adalah bagaimana tanggungjawab pelaku usaha terhadap pemakai/konsumen dari produknya. Produsen/pelaku usaha dibebani kewajiban untuk membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul resiko kerugian yang dialami pihak lain dalam hal ini konsumen yang telah mengkonsumsi/menggunakan produknya.

   Akibat kemudahan di dalam memperoleh barang dan jasa maka mulai

  timbul sikap yang konsumtif dari sebagian masyarakat. Ditambah lagi masyarakat yang kurang memiliki kesadaran akan hak-haknya sebagai akibat dari rendahnya Konsumen dan pelaku usaha adalah ibarat sekeping uang logam dengan dua sisi yang berbeda. Konsumen membutuhkan barang/jasa hasil kegiatan pelaku usaha, tetapi kegiatan pelaku usaha itu mubazir jika tidak ada konsumen yang membeli barang/jasa yang dihasilkannya.

  Pembangunan diasumsikan banyak memberikan manfaat yang cukup besar didalam lingkungan sosial dan keadaan mental masyarakat. Disamping segi positifnya ternyata juga memiliki segi negatif yang harus diperhitungkan terhadap perkembangan masyarakat.

34 Shidarta., Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, 2000,

  hal. 28 35 tingkat pendidikan merupakan sasaran yang empuk bagi para pelaku usaha yang nakal.

  Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk lebih dari 210 juta jiwa merupakan pasar yang sangat potensial bagi pelaku usaha guna memasarkan barang/jasa yang dihasilkannya.

  Era globalisasi mendatangkan masalah lain yaitu perlunya pengaturan norma-norma perlindungan konsumen. Indonesia diaktegorikan terlambat di dalam norma-norma perlindungan konsumen meskipun pengaturan perlindungan konsumen sendiri sudah ada akan tetapi tersebar di berbagai peraturan perundang- undangan.

  Era globalisasi menghendaki semua brang dan jasa bebas masuk ke dalam negara dan juga sebaliknya. Jadi tidak ada batas wilayah. Norma-norma hukum perlindungan konsumen Indonesia apakah sudah mengatur mengenai peraturan pengaduan mengenai barang impor. Jadi diperlukan suatu harmonisasi peraturan mengenai perlindungan konsumen apabila timbul kerugian terhadap konsumen.

  Undang-undang perlindungan konsumen membuat dunia usaha berpacu untuk meningkatkan kualitas produk barang dan jasa yang dihasilkannya sehingga memiliki keunggulan kopetitif baik didalam maupun diluar negeri.

  Untuk mewujudkan sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa prinsip perlindungan konsumen yaitu:

  1. Hukum perlindungan konsumen harus adil bagi konsumen maupun pelaku usaha, jadi tidak hanya membebani pelaku usaha dengan tanggungjawab, tetapi juga melindungi hak-haknya untuk melakukan usaha dengan jujur.

2. Aparat pelaksana hukumnya harus dibekali dengan sarana yang memadai dan disertai dengan tanggungjawab.

  3. Peningkatan kesadaran konsumen akan hak-haknya, dan 4.

  Mengubah sistem nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang

   mendukung perlindungan konsumen.

  Peningkatan terhadap perlindungan konsumen dengan menerapkan dan melaksanakan peraturan yang berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang integratif dan komprehensif sehingga dapat diterapkan secara efektif di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara menyeluruh.

  36 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Dan Instument-Instrumennya, PT.Citra Aditya

Dokumen yang terkait

Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

0 0 14

1. Nama Usaha - Pengaruh Spirit Of Entrepreneur Terhadap Kinerja Usaha Para Pelaku UKM Tenant Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU

0 0 13

BAB II TINJUAN PUSATAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 2.1 URAIAN TEORITIS 2.1.1 Perkembangan Entrepreneurship - Pengaruh Spirit Of Entrepreneur Terhadap Kinerja Usaha Para Pelaku UKM Tenant Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Spirit Of Entrepreneur Terhadap Kinerja Usaha Para Pelaku UKM Tenant Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU

0 0 8

Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara)

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara)

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Lebar Mesiodistal Gigi dengan kecembungan Profil Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto dengan Deutromelayu

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 34

1 BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 12

Perlindungan Hukum Internasional Atas Pelanggaran Ham Terhadap Sukuanakdalamsebagai Kaum Indigenous Di Indonesia

0 0 11