BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai Di Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Salah satu dampak fenomena globalisasi didalam konteks kehidupan bernegara adalah semakin kuatnya keinginan masyarakat untuk hidup didalam suatu negara demokratis, dengan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) sebagai perwujudan dari penyelenggaraan Good

  

Governance, baik pada pemerintahan pusat maupun di daerah. Menghadapi

  permasalahan dan tantangan keadaan tersebut, mengisyaratkan perlu adanya perubahan paradigma dalam sistem kepemerintahan maupun pembaharuan dalam sistem kelembagaan itu sendiri, dan salah satu yang dapat dilakukan adalah melalui upaya peningkatan kompetensi aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal inilah yang erat kaitannya dengan peningkatan fungsi pelayanan publik yang dijalankannya, agar segala aktivitas yang dijalankannya mampu mencapai taraf yang lebih sempurna.

  Memperhatikan perkembangan yang terjadi baik secara faktual maupun berbagai macam kajian literatur, mengindikasikan bahwa fungsi pelayanan publik harus dilakukan secara prima oleh pemerintah/birokrat dalam mewujudkan good governance. Oleh karena itu dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan publik tersebut, maka aparatur pemerintah dituntut untuk mampu melaksanakannya secara transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terkendali baik dalam system, mekanisme kerja, kebijakan, maupun anggaran biayanya.

  Kualitas pelayanan salah satunya akan bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang melakukannya, untuk itulah diperlukan pembinaan terhadap aparatur pelaksana secara terus menerus baik secara formal maupun secara nonformal tidak menutup kemungkinan diantaranya ketegasan dari seorang pimpinan dalam memberikan pembinaan tersebut. Sebagaimana Mc. Afee, and friend (1982 : 3-4) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas dalam arti kinerja perlu dilakukan “using effective discipline and

  

punishment” (penerapan disiplin dan hukuman yang efektif). Hal ini

  mengandung pemahaman aktivitas maupun produktivitas pelaksana fungsi pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor disekitarnya, seperti gaya pemimpin, lingkungan kerja sebagai sarana kerjasama, fasilitas pendukung, maupun hal lainnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan itu sendiri.

  Pemahaman yang disampaikan tersebut di atas, mengandung pengertian bahwa salah satu unsur yang memiliki kontribusi cukup penting guna terciptanya kualitas pelayanan publik, adalah kualitas sumber daya manusia pelaksananya. Apabila dikaitkan dengan fungsi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah pada umumnya, maka upaya peningkatan efektifitas, efisiensi dan kualitas aparatur sebagai sumber daya manusia pelaksananya, merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan. Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti salah satunya melalui bentuk pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, motivasi dan disiplin aparatur pelaksana sebagai ujung tombak pelayanan publik. Upaya tersebut pun selayaknya diikuti dengan pemberian kompensasi yang berupa penghargaan dan hukuman secara proposional sesuai dengan kompetensi hak dan kewajibannya, sehingga pada akhirnya dapat memberi efek positif dalam terciptanya pelayanan publik yang maksimal

  Perubahan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengubah pola dan struktur Pemerintahan Daerah. Perubahan ini tentu saja secara teoritis mengubah pola organisasi di Pemerintah Daerah, karena bagaimana pun nilai sudah sangat berubah dari semula bentuk pelayanan pemerintahan harus berorientasi kepada penyedia(service to provider)menjadi pelayanan pemerintahan yang berorientasi kepada pengguna (service to customer).

  Kembali ditekankan bahwa salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya adalah faktor sumber daya manusia melalui kepemimpinan yang mampu menggerakkan semua komponen yang ada dalam organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing- masing. Pengaruh kepemimpinan yang paling utama dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah pemimpin tersebut mampu untuk menerapkan fungsi- fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan sampai dengan pengawasan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai.

  Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi dari manajemen karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber daya manusia, sarana dan prasarana dalam organisasi. Pada hakikatnya seorang administrator adalah seorang pemimpin, maka yang dimaksud dengan pemimpin disini adalah setiap orang yang mempunyai bawahan.

  Tugas pokok dalam manajemen suatu organisasi adalah mempersatukan keterampilan-keterampilan, mental dan sosial para anggotannya selaras dengan kepentingan sasaran-sasaran organisasi. Seorang pimpinan tentunya menentukan hasil pekerjaan (performance), baik hasil pekerjaan sendiri maupun hasil pekerjaan pihak lain yang berada di lingkungannya. Oleh karena seorang pemimpin melaksanakan pekerjaan melalui bantuan pihak lain, maka tindakan mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan dengan pihak lain merupakan salah satu tugas para pimpinan.

  Ordway Thead (Sutarto, 2001:12) memberikan pengertian kepemimpinan adalah ‘Segala aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan’. Selanjutnya Delton Mc. Farland (Handayaningrat, 1996:64) menyatakan pengertian kepemimpinan adalah ‘Sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberikan perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan’.

  Produktivitas suatu organisasi selain dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan pelatihan, penilaian prestasi kerja, sistem imbalan dan motivasi, juga dipengaruhi oleh etika kerja. Etika kerja merupakan bagaimana individu itu seharusnya bertingkah-laku mengenai kewajiban-kewajiban atau tentang hal-hal yang baik dan buruk menurut aturan dan norma tertentu di dalam pekerjaannya. Etika kerja sifatnya sangat tergantung pada perilaku seseorang dalam mentaati nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya sehubungan dengan pekerjaannya.

  Dengan demikian dapat dikatakan apabila seorang pegawai

melakukan tugas sesuai aturan dan norma-norma yang berlaku dalam

bekerja, maka pegawai tersebut mempunyai etika kerja yang baik dan

sebaliknya apabila seorang pegawai melakukan tugas tidak sesuai dengan

aturan dan norma yang berlaku dalam bekerja, yang bersangkutan memiliki etika kerja buruk atau pegawai telah melakukan tugas sesuai dengan norma

yang berlaku dalam bekerja, tetapi hanya dilakukan pada waktu ada

pimpinan atau waktu-waktu tertentu saja, maka pegawai tersebut juga

memiliki etika kerja yang buruk.

  Di dalam organisasi pemerintahan, seperti halnya di Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang, dimana pegawai berkaitan langsung dengan kualitas output yang dihasilkan, maka etika kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas, sehingga pimpinan organisasi (camat) berkewajiban untuk tetap menjaga etika kerja pegawai agar tetap konsisten, sehingga menghasilkan output yang telah ditetapkan atau yang ingin dicapai organisasi.

  Fungsi pimpinan dalam mempengaruhi perilaku bawahan sangat diperlukan dan akan terlihat bagaimana pimpinan dan pegawai saling berhubungan untuk bekerjasama. Dalam mempengaruhi perilaku pegawai, kepemimpinan yang ditampilkan atasan kepada bawahan akan berpengaruh terhadap persepsi dan semangat kerja pegawai. Secara nyata pengaruh ini dapat dilihat dari sikap pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan oleh pimpinan, akankah mereka menolak atau menerima pekerjaan tersebut. Dengan demikian perilaku kepemimpinan akan berpengaruh pada produktivitas kerja organisasi.

  Dalam beberapa jurnal yang telah saya baca sebagai bahan referensi Kepemimpinan (leadership) selalu menjadi objek diskusi yang intensif disepanjang sejarah peradaban manusia dimanapun juga. Masyarakat selalu haus akan kehadiran pemimpin yang dapat memenuhi harapan dan kreatif. Kepemimpinan atau leadership pada hakikatnya adalah suatu sikap alam pikiran dan sikap kejiwaan yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala macam ucapan, perbuatan dan perilaku hidup untuk mendorong dan mengantarkan yang dipimpinnya kearah cita-cita luhur bersama dalam segala bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis tergugah untuk melakukan suatu penelitian kaitannya dengan fenomena hubungan antara karakteristik kepemimpinan dengan etika pegawai, yang selanjutnya dituangkan dalam suatu skripsi dengan judul: ”Hubungan Kepemimpinan

  

Camat Dengan Etika Kerja Pegawai di Kantor Camat Batang Kuis

Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian yang dituangkan dalam latar belakang, maka mengangkat pokok permasalahan sebagai berikut: “Adakah hubungan kepemimpinan camat dengan etika kerja pegawai, pada Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang ?”.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk : 1.

  Mengetahui bagaimana Kepemimpinan Camat di Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang, 2. Mengetahui bagaimana Etika Kerja Pegawai di Kantor Camat Batang

  Kuis Kabupaten Deli Serdang, 3. Mengetahui adakah hubungan kepemimpinan camat dengan etika kerja pegawai di Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :

  a. Manfaat terhadap Dunia Akademik

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature ilmu-ilmu sosial khususnya dibidang kepemimpinan. Selain itu dapat dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian yang ingin meneliti pada masalah yang sama atau ingin melakukan penelitian lanjutan.

  b. Manfaat terhadap Dunia Praktis

  Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan oleh Pemerintah Kecamatan Batang Kuis sebagai bahan informasi dalam meningkatkan etika kerja pegawai.

1.5 Kerangka Teori

  Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstrak defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomenal social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 2008:37)

  Mengacu pada pendapat diatas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

1.5.1 Pengertian Kepemimpinan

  Keberhasilan seorang pimpinan akan terlihat dari efektivitas kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi, yang sangat erat hubungannya dengan keberadaan individu pimpinan itu sendiri dalam memberikan motivasi, pembinaan dan pengambilan keputusan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Komaruddin (1994:11) bahwa “kepemimpinan adalah untuk menstimulasi dan memotivasi bawahan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.

  Sedangkan Siagian (1997:24) mengatakan bahwa: Kepemimpinan adalah Kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pendapat tersebut memperlihatkan pemahaman kepemimpinan pada kelebihan pribadi, dimana dengan kelebihannya tersebut seorang pemimpin dapat mempengaruhi orang lain. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang mempunyai kecakapan secara khusus di suatu bidang atau secara umum di bidang-bidang lain sehingga ia mampu mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan serta memanfaatkan orang lain untuk tujuan tertentu.

  Apabila seseorang telah diakui atau diangkat menjadi pemimpin, maka ia harus menjalankan tugas atau perannya sebagai pemimpin yang merupakan rangkaian yang timbul karena jabatan dan kedudukannya sebagai pemimpin. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang yang dipimpinnya agar orang tersebut mempunyai daya kreativitas dan inovasi yang tinggi, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku dari mereka sesuai dengan keinginan pimpinan. Begitu juga dalam meningkatkan etika kerja pegawai, camat sebagai pimpinan harus mampu mempengaruhi, memotivasi, mengatur dan mengarahkan pegawai untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan tugas.

1.5.1.1. Fungsi Kepemimpinan

  Kartono (2001:81) menyatakan bahwa: Fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik : memberikan supervisi/pengawasan yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa fungsi kepemimpinan sangatlah mutlak dipahami oleh seorang pimpinan dalam upaya menggerakkan pengikutnya dalam suatu organisasi, yang pada hakekatnya tersirat bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kehidupan organisasi sehingga diharapkan akan terciptanya suatu efektivitas kerja melalui kegiatan pemberian motivasi, arahan, bimbingan dan pembinaan menuju terciptanya etika kerja pegawai untuk tercapainya tujuan organisasi.

  Kemudian Siagian (1997:47) mengemukakan fungsi kepemimpinan meliputi sebagai berikut : 1)

  Pengarahan (Aligning) 2)

  Komunikasi (communicating) 3)

  Pengambilan Keputusan (decision making) 4)

  Motivasi (motivating) Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi sangat diperlukan dimana kepemimpinan berintikan kemampuan untuk berkomunikasi, memberikan pembinaan maupun memberikan motivasi. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, pembinaan serta motivasi merupakan kriteria utama dalam menilai efektivitas kepemimpinan seseorang untuk bertindak sebagai pimpinan dalam suatu organisasi. Dengan demikian akan tergambar bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk menstimulasi dan memotivasi bawahan agar mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya melalui peningkatan efektivitas kerja.

  Dalam kehidupan nyata dikenal ada beberapa jenis kepemimpinan, diantaranya kepemimpinan formal dan informal. Sebagai seorang pemimpin camat merupakan salah satu contoh kepemimpinan formal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartono (2001:8) yang menyatakan bahwa : Pemimpin formal ialah orang yang oleh organisasi atau lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.

  Dari pengertian pemimpin formal tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa seorang pimpinan formal memiliki legalitas formal, memiliki persyaratan formal tertentu, mempunyai hak dan kewajiban yang antara lain menerima balas jasa atas kerjanya dan diberi kekuasaan dan wewenang dalam menjalankan kepemimpinannya.

1.5.1.2 Pengertian Camat

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal 66 menyebutkan bahwa : a.

  Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten dan daerah kota yang dipimpin oleh kepala kecamatan.

  b.

  Kepala kecamatan disebut Camat.

  c.

  Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kebupaten atau kota dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat.

  d.

  Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati/walikota.

  e.

  Camat bertanggung jawab kepada Bupati/walikota. f.

  Pembentukan kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah. Kemudian menurut Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor 886 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok,Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah

  Kabupaten Deli Serdang, menyebutkan bahwa Camat dibantu oleh 3 Kepala Sub Bagian dan Orang, 4 orang kepala seksi, 6 orang staf atau pegawai, beserta 4 orang sekertaris desa.

  Lebih lanjut pada pasal 4 (PP Nomor 19 tahun 2008) menyebutkan bahwa “Camat adalah Kepala Pemerintahan Kecamatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah”.

  Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Camat merupakan seorang pemimpin dalam suatu wilayah pemerintah kecamatan, yang diberikan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan oleh Bupati. Adapun dalam hal pembinaan pegawai camat membawahi satu secretariat, lima seksi dan kelompok jabatan fungsional.

1.5.2. Konsep Etika Kerja

  Sebelum membahas lebih lanjut tentang etika kerja pegawai perlu diperhatikan dua hal yang amat esensial dalam kaitannya dengan peningkatan etika kerja pegawai dalam organisasi. Dua hal tersebut adalah nilai-nilai atau tujuan dan norma-norma perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap individu anggota organisasi. Dengan nilai atau tujuan maka setiap kegiatan dan usaha yang dilikukan oleh setiap individu atau anggota diharapkan dapat mengarah pada terwujudnya tujuan yang dikehendaki, sedangkan norma-norma, perilaku segala kegiatan dan usaha yang dilaksanakan oleh setiap individu diharapkan dapat mengarah kepada tujuan yang hendak diwujudkan (konsekuen dan konsisten).

  Menurut Dubbin (Suhardjono, 1986:20) dalam memotivasi perilaku antar organisasi dan anggota organisasi dalam kehidupan berorganisasi terdapat dua tahap yang berkaitan dengan norma dan nilai, yaitu : a.

  Tahap pendahuluan : pada tahap ini organisasi memperkenalkan nilai-nilai (tujuan yang hendak dicapai) dan norma-norma perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap anggota organisasi.

  b.

  Tahap evaluasi : organisasi berusaha menilai apakah perilaku atau perbuatan anggota sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.

  Pada tahap pendahuluan setiap pegawai akan dapat mengetahui dan memahami nilai dan norma yang berlaku dalam organisasi. Seandainya individu tersebut dapat menerima nilai dan norma yang ada, berarti ia akan masuk menjadi anggota organisasi dan apabila tidak mau menerima berarti individu tersebut tidak akan masuk menjadi anggota organisasi.

  Bila seseorang individu dapat memahami norma dan nilai yang ada, dalam kondisi seperti ini pimpinan harus dapat mengetahui kemungkinan sikap atau perilaku individu setelah masuk dalam organisasi tersebut. Dalam hal ini menurut Suhardjono (1986:55) ada dua kemungkinan yaitu : a.

  Menerima sepenuhnya nilai dan norma yang berlaku, ada dua kemungkinan sikap yang timbul, yaitu : 1)

  Menerima secara konsisten dan konsekuen

  2) Menerima tetapi secara sporadis insidental tidak konsisten dan konsekuen.

  b.

  Menerima tidak sepenuhnya nilai dan norma yang berlaku, sikap ini membahayakan dalam kelangsungan hidup organisasi.

  Pada tahap evaluasi, organisasi dapat memberikan penilaian pada sikap dan perbuatan individu secara nyata sesuai atau tidak dengan nilai dan norma yang berlaku, apabila sesuai maka organisasi dapat memberikan penghargaan dan kalau tidak sesuai organisasi akan melakukan tindakan penertiban. Karena adanya kemungkinan sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma organisasi, maka organisasi disediakan peraturan yang mengatur mengenai penghargaan dan hukuman untuk mengantisipasi sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.

1.5.2.1 Pengertian Etika Kerja Etika kerja merupakan gabungan dari dua kata yaitu etika dan kerja.

  Disamping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris norma berarti aturan atau kaidah.

  Secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani dari kata “ethos” yang berarti kebiasaan atau watak. Dari kedua asal kata tersebut antara etika dan norma dapat kita simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.

  Etika kerja dapat diartikan sebagai suatu perilaku seseorang sehubungan dengan pekerjaannya. Keraf (2002:2) menyatakan bahwa “Etika berkaitan dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat”. Sedangkan Sinungan (2003:135) menyatakan bahwa “Etika adalah sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang di dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang baik di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain”. Mondy (1993:25) menyatakan bahwa :

  

Ethics is the discipline dialing with what is good and bad or right and wrong or

with moral duty and obligation. (Etika adalah suatu disiplin yang berhubungan

  dengan apa yang baik dan apa yang buruk atau dengan yang benar dan apa yang salah atau dengan hak dan kewajiban moral).

  Adapun yang dimaksud dengan disiplin lebih lanjut dijelaskan oleh Mondy sebagai berikut : “Discipline : The state of employee self-control and

  

orderly conduct”. Yang artinya bahwa disiplin merupakan keadaan pengendalian

  diri sendiri dan tingkah laku pegawai yang tertib. Sedangkan Syafiie (1994:1) menyatakan bahwa “Etika artinya sama dengan kata Indonesia “kesusilaan” yang terdiri dari bahasa sangsekerta “su” berarti baik dan “sila” berarti norma kehidupan. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma yang baik”.

  Magnis Suseno (1987:17) mengatakan “Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik”. Menurut Solomon (Kumorotomo, 1999:6) etika merujuk kepada dua hal, yaitu : a.

  Etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat.

  b.

  Etika merupakan pokok permasalahan didalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Sedangkan istilah kerja menurut The Liang Gie (1992:323) adalah

  “keseluruhan aktivitas-aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu, atau mengandung suatu maksud tertentu, terutama yang berhubungan dengan kelangsungan hidupnya”.

  Gondokusumo (1980:36) menyatakan bahwa “etika kerja sebagai refleksi dari sikap pribadi maupun dari sikap kelompok terhadap kerja dan kerjasama”. Etika kerja sebagai suatu kebiasaan pegawai untuk bekerja dan berprestasi lebih baik sangat bertalian dengan emosi sehingga dapat dipupuk dengan pendekatan yang ramah tamah dan penuh kesabaran. Pendekatan yang dilakukan dapat berupa dukungan, arahan dan kepercayaan pada pegawai.

  Musanef (1991:80) mengartikan etika kerja “sebagai tingkah laku atau kelakuan dari seseorang yang mendukung kaidah-kaidah atau ketentuan mengenai tingkah laku yang baik atau buruk”. Sedangkan menurut Davis (Taufiq, 1984:155), ‘Etika kerja berarti sikap individu atau kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerjasama dengan orang lain yang secara maksimal sesuai dengan kepentingan yang paling baik bagi perusahaan’. Sinungan (2003:135) menyatakan bahwa “Etika kerja dapat diartikan sebagai terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja”.

  Setelah memahami beberapa pengertian etika, kerja dan etika kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika kerja adalah bagaimana pegawai harus bertindak atau bagaimana perilaku pegawai yang seharusnya baik secara individu maupun secara kelompok dalam melakukan sesuatu didalam pelaksanaan tugasnya. Etika kerja disini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku pegawai dalam berhubungan dengan pekerjaannya.

  Etika yang baik akan tercapai bilamana pegawai dan pimpinan mempunyai peranan masing-masing di dalam organisasi dan mereka secara bersama-sama mempunyai satu tujuan yang ingin diwujudkan dalam bentuk suatu kerjasama.

  Menurut Yoder (1956:739), Etika kerja yang kurang baik ditandai dengan kegelisahan-kegelisahan, beberapa tanda kegelisahan antara lain : a.

  Strikes (pemogokan) b.

  Labour turover (perpindahan pegawai) c. Absenyeisme and tardiness (absensi dan keterlambatan) d.

  Disciplinary problem (masalah disiplin) e. Restriction of output (berkurangnya hasil) f. Grievances (keluhan)

  Hal tersebut selaras dengan pendapat Siagian (1997:24) sebagai berikut :

  …yang berkaitan dengan iklim kerja di dalam organisasi yang sering menampakkan gejalanya dalam berbagai bentuk seperti absentisme yang tinggi, banyaknya pegawai yang minta pindah, disiplin yang rendah, produktivitas yang tidak setinggi yang diharapkan, keluhan baik yang secara gambling dinyatakan maupun yang disampaikan secara terselubung dan berbagai manifestasi ketidakpuasan lainnya.

  Untuk mengatasi hal tersebut di atas jelas efektivitas kepemimpinan dituntut adanya kemahiran dalam membaca situasi, sehingga dapat berpikir dan bertindak sedemikian rupa dengan melalui perilaku yang positif dalam memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi.

  Perlu ditetahui etika kerja pegawai tidak bersifat statis tetapi akan berubah menurut keadaan lingkungan organisasi, dan etika kerja pegawai ini akan tetap baik apabila pegawai merasa terpuaskan. Dalam hal ini pimpinan harus memperhatikan kepuasan-kepuasan pegawai dalam bentuk materi dan non materi.

  Kepuasan dalam bentuk non materi ini berupa rangsangan, pertumbuhan pribadi, martabat dan sebagainya. Kecendrungan ini tidak pasti atau tidak universal, tetapi amat urgen dalam mengantisipasi masa depan hubungan manajemen dengan para pegawai. Di dalam lingkungan organisasi pemerintahan, dalam usaha peningkatan etika kerja pegawai perlu diperhatikan kepuasan baik materi maupun non materi. Dalam bentuk kepuasan materi, pegawai sudah mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan sistem penggajian pegawai, karena itu perlu diperhatikan lebih lanjut tentang kepuasan non materi yang berupa penghargaan, kesempatan untuk maju, perlakuan yang adil dan satu hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa mereka pegawai adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus diperlakukan secara manusiawi.

  Secara garis besar pemeliharaan etika kerja yang baik merupakan tanggung jawab pimpinan yang bersifat konstan. Kemampuan pimpinan dan profesionalisme akan jauh berkembang apabila etika kerja tetap dipertahankan pada suatu tingkat yang prima. Oleh karena itu amatlah penting untuk secara kontinu menganalisis kekuatan yang mempengaruhi etika kerja dan mengambil langkah-langkah yang efektif sebelum terjadinya dekadensi etika kerja pegawai.

1.5.2.2. Faktor Pengukur Etika Kerja

  Dari uraian dan penjelasan mengenai etika kerja yang dikemukakan para ahli, dalam penelitian ini penulis menetapkan tiga faktor yang dapat dijadikan tolok ukur etika kerja yaitu:

  1). Disiplin

  Pengertian disiplin pegawai yang dikemukakan Ranupandoyo (1989:98) sebagai berikut : “Kemampuan Pegawai Negeri Sipil dalam menjalankan berbagai kebijakan pemerintah atau instansi tertentu yang berhubungan dengan kepegawaian dan kebijakan lain yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaannya”.

  Pengertian lain tentang disiplin, Sukatono (1994:171) memberikan pengertian tentang disiplin pribadi adalah “Disiplin pribadi adalah kepatuhan seseorang untuk menghormati dan melaksanakan suatu keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku, baik yang dating dari pemerintah maupun yang datang dari kehidupan dan budaya dalam bermasyarakat”. Keith Davis (1985:366) mengemukakan pengertian disiplin kerja adalah “Dicipline is management action

  

to enforce organization standars” . (Disiplin kerja dapat diartikan pelaksanaan

manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi).

  Faktor-faktor yang sangat penting yang menjadi tolok ukur bahwa Pegawai Negeri Sipil disiplin dalam melaksanakan tugasnya, menurut Reksosudirdjo (1996:7) sebagai berikut :

  a) Patuh dan sadar terhadap nilai atau norma pedoman kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam arti mempunyai kesadaran berpolitik dan berkonstitusi yang positif.

  b) Berkemauan untuk menghadapi usaha yang mengancam integritas bangsa.

  c) Mengendalikan diri dalam menggunakan kewenangan dengan tidak berlaku sewenang-wenang.

  d) Ulet dalam mengatasi berbagai masalah sosial, masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.

  e) Memiliki harga diri, patriotisme dan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang merdeka.

  f) Mempunyai sikap dan perilaku yang selaras dengan kebijakan pemerintah sebagai pengelola negara dalam mewujudkan tujuan nasional. Hasibuan (1993:193) mengemukakan : Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku, kesadaran merupakan sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, jadi dia akan mematuhi, mengerjakan semua tugasnya dengan baik bukan atas paksaan. Berikut indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat disiplin kerja pegawai :

  1) Tujuan dan kemampuan

  2) Teladan pimpinan

  3) Balas jasa

  4) Keadilan

  5) Waskat

  6) Sanksi hukuman

  7) Ketegasan

  8) Hubungan kemanusiaan

  Selanjutnya Mangkunegara (2002:129-230) mengemukakan “Ada dua bentuk disiplin kerja yaitu disiplin prepentif dan disiplin korektif”. Disiplin prepentif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh organisasi.

  Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan pegawai untuk berdisiplin. Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

  2). Produktivitas Produktivitas merupakan output dari suatu kegiatan yang diusahakan.

  Produktivitas merupakan tingkat capaian atau hasil dari perilaku kerja yang dilakukan oleh sumber daya manusia dalam organisasi. Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut cara hidup dan mengatur cara kerja, maka erat kaitannya antara manusia sukses dengan pribadi beretika. Jadi disimpulkan bahwa etika kerja dapat mendorong produktivitas atau etika kerja merupakan sarana penting untuk mencapai produktivitas. Sedarmayanti (2001:57) menyatakan bahwa “Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input)”. Lebih lanjut Paul Mali (Sedarmayanti, 2001:57) menyatakan bahwa: Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.

  Sinungan (2003:16) mengartikan produktivitas adalah : Mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Cara kerja hari ini harus lebih baik dari cara kerja hari kemarin dan hasil yang dicapai hari esok harus lebih banyak atau lebih baik dari hari yang diperoleh hari ini.

  Setiap pegawai memiliki berbagai latar belakang dalam mencapai tujuannya dalam organisasi. Kondisi psikologis setiap pegawai pada akhirnya akan menentukan bagaimana organisasi berupaya mencapai tujuannya. Dalam hal ini kondisi psikologis pegawai dalam organisasi akan tergambar bagaimana cara ia beretika dalam organisasi.

  Sinungan (2003:135) menyatakan bahwa “Etika dalam hubungan kerj dapat diartikan sebagai terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja”.

  Dengan demikian sangat erat kaitannya antara etika dan produktivitas pegawai dalam organisasi. Pada interaksi pegawai dengan organisasi akan mempengaruhi produktivitas kerja. Hal ini dapat tergambar bagaimana etika kerja dijalankan baik terhadap rekan kerja dalam bentuk kerja sama ataupun ketaatan terhadap peraturan atau norma dalam organisasi.

  3). Kerjasama

  Kerjasama merupakan refleksi dari etika dan akan baik apabila moral tinggi (Gondokusuma, 1980:38). Kerjasama menurut Pareek (1984) didefinisikan dalam kaitan dengan “seseorang yang bekerja dengan orang lain atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap dapat dibagi”.

  Kerjasama ini ditekankan yang berkenaan dengan keinginan untuk memaksimumkan hasil semua orang yang terlibat, berkenaan dengan perolehan kepuasan atas prestasi menyeluruh dan gabungan antara prestasi perorangan dengan kepuasan prestasi bersama.

  Kerjasama dapat dilihat dari :

  a) Kesediaan para pegawai untuk bekerjasama dengan sejawat dan atasan untuk mencapai tujuan bersama.

  b) Kesediaan untuk saling membantu diantara rekan-rekan sejawat sehubungan dengan tugas-tugas yang dilakukan.

c) Adanya keaktifan dalam kegiatan organisasi.

1.5.2.3 Hubungan antara Kepemimpinan dengan Etika Kerja

  Peran kepemimpinan yang berhasil dan efektif sangat berhubungan dengan pengharapan pegawai atas perilaku atasan yang diinginkan pegawai.

  Hersey dan Blanchard (1994:151) mengartikan harapan sebagai “persepsi seseorang tentang perilaku yang tepat bagi peranan atau posisi dirinya sendiri atau persepsi seseorang tentang peranan orang lain dalam organisasi”. Harapan orang- orang menentukan hal-hal yang harus mereka lakukan di berbagai keadaan dalam pekerjaan tertentu dan bagaimana orang lain, atasan, teman sejawat dan bawahan mereka, menurut mereka seharusnya berperilaku dalam hubungannya dengan posisi mereka.

  Dalam mempelajari peran kepemimpinan seseorang dan harapan pegawai, perlu dipahami salah satu karateristik kepemimpinan yaitu bahwa pemimpin memiliki kuasa (power). Etzioni (Hersey dan Blanchard, 1994:128) membedakan kuasa dalam dua bentuk, yaitu :

  1. Kuasa posisi (position power), adalah kuasa pada seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan pekerjaan tertentu karena posisinya didalam organisasi dipandang memiliki kuasa posisi.

  2. Kuasa pribadi (personal power), adalah kuasa pada seseorang dimana para pengikut menghormati, merasa senang dan terikat dengan pemimpin mereka serta merasa bahwa tujuan mereka terpenuhi oleh tujuan pemimpin.

  Peran kepemimpinan seseorang dianggap effektif apabila gaya kepemimpinan atasan mengarah pada pengharapan pegawai dan pegawai melakukan pekerjaan tersebut karena ingin melakukannya dan merasa ada hasil yang diperolehnya, maka pimpinan dipandang tidak hanya memiliki kuasa posisi tetapi juga kuasa pribadi. Pegawai menghormati pimpinan dan mau bekerjasama dengannya, dengan menyadari bahwa permintaan pimpinan konsisten dengan tujuan pribadinya dan pegawai merasa tujuan pribadinya akan tercapai melalui aktifitas tersebut.

  Pada kenyataannya harapan seseorang tidak selamanya dapat terpenuhi, karena adanya pembatasan (bondary) dari aturan dan norma yang berlaku dilingkungan organisasi. Ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan itu akan menimbulkan kesenjangan, yang akhirnya menyebabkan pegawai (bawahan) menjadi tidak puas. Misalnya seorang bawahan yang mengharapkan atasannya mempunyai gaya/perilaku kepemimpinan yang mementingkan tugas, maka kebutuhan seseorang akan harapan tersebut bertambah. Bila harapannya sesuai dengan gaya kepemimpinan yang ditampilkan atasannya, maka akan menunjang tingkah laku bawahan mengarah pada etika kerja yang baik dan akan berakibat sebaliknya bila gaya/perilaku kepemimpinan atasan tidak sesuai dengan harapannya. Bila harapan pegawai mengenai gaya kepemimpinan atasan yang diinginkan tinggi, tetapi pada kenyataannya atasan tidak bersikap seperti apa yang diharapkan maka etika kerja pegawai dalam melaksanakan tugas akan tidak baik.

1.6 Hipotesis

  Hipotesis penelitian ini adalah “Ada hubungan kepemimpinan camat dengan etika kerja pegawai di Kantor Camat Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang”

1.7 Definisi Konsep

  Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social. (Singarimbun, 1995:37) Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian yang akan dilakukan, maka penulis mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :.

  1. Kepemimpinan adalah Kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

  2. Etika Kerja adalah sebagai tingkah laku atau kelakuan dari seseorang yang mendukung kaidah-kaidah atau ketentuan mengenai tingkah laku yang baik atau buruk.

1.8 Definisi Operasional

  Defenisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variable sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indicator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variable-variabel tersebut. (singarimbun, 1995:46)

  Atas pengertian di atas, maka ditetapkan pengertian variabel sebagai berikut :

  1. Variabel bebas (Variabel X) yaitu Kepemimpinan Camat meliputi indikator : A.

  Pengarahan Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.

  B.

  Komunikasi Komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.

  C.

  Pengambilan keputusan memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan.

  D.

  Motivasi memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan

  2. Variabel terikat (Variabel Y) yaitu Etika kerja pegawai meliputi indikator : A.

  Disiplin, adapun tolak ukur dalam hal disiplin adalah meliputi: a.1 Menyelesaikan Tugas Tepat Waktu. a.2 Bekerja Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku.

  B. Produktivitas, adapun tolak ukur dalam hal produktivitas adalah: b.1 Pekerjaan Selesai Tepat Waktu. b.2 Efisiensi Waktu.

  C. Kerjasama, adapun tolak ukur dalam hal kerjasama adalah meliputi: c.1 Pencapaian Hasil Kerja yang Optimal. c.2 Pembagian Tugas dan Wewenang yang Jelas.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pengawasan - Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 1 14

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 3 15

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit - Analisis Determinan Pulang Atas Permintan Sendiri (Paps) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 22

Analisis Determinan Pulang Atas Permintan Sendiri (Paps) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 14

DAFTAR ISI - Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

0 0 10

DAFTAR ISI Halaman - Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Kalium Dan Magnesium Pada Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Segar Dan Kering Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 11

Evaluasi Penggunaan Analgetika Pada Pasien Yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 25

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Pengertian Kanker

0 0 13

DAFTAR ISI - Evaluasi Penggunaan Analgetika Pada Pasien Yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 11