LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS CA

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan
mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin
yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan
dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
B. Etiologi
1. Diabetes tipe I :
a.

Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.


b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c.

Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes

Tipe

II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
a.

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas
c.

Riwayat keluarga

C. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap
hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi

hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat
dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas
untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah

meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma

yang disebut koma diabetik.
D. Manifestasi klinik
Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–anak sebagai akibat dari
kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala–gejalanya
antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun,
kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam
darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai menjadi gangguan
kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu
cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar
dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya
kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.
Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika
glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan
dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah
penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran
reproduksi wanita, impotensi pada pria.
E. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik

(Carpenito, 2001).
Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut
adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit
diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )

2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam
darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat
insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer,
2002 : 1256)
Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long

1996) :
1. Mikrovaskuler
a.

Penyakit Ginjal

Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 :
1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan
penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa
dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c.

Neuropati

Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau

sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa
atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf (Long, 1996 : 17)

2. Makrovaskuler
a.

Penyakit Jantung Koroner

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau
hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada
bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang
tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c.


Pembuluh darah otak

Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun
(Long, 1996 : 17)
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara 70110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan
sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2. Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari
glikolisis normal.
3. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar
glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.

G. Penatalaksanaan
1.


Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal Karbohidrat
(KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
a. KH 60 –70 %
b. Protein 10 –15 %
c.

Lemak 20 25 %

Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui perhitungan menurut
Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg
1). BB ideal x 30% untuk laki-laki
BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
Ø Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
Ø Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
Ø Berat

: 400 – 900 Kkal/jam


2). Kebutuhhan basal dihituubbng seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori
basal:
Ø Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
Ø Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
Ø Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
Ø Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyesui, ditambah
20 –30-% dari kalori basal
3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
Ø Pasien kurus

: 2300 – 2500 Kkal

Ø Pasien nermal

: 1700 – 2100 Kkal

Ø Pasien gemuk

: 1300 – 1500 Kkal


2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang lrbih 30 menit yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan
pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain
zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun)

3.

Pengelolaan farmakologi

a. Obat hipoglikemik oral (OHO)
1)

Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:

-

Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

-

Menurunkan ambang sekresi insulin

-

Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

2) Biguanid
-

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal. Preparat yang ada dan

aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk
3) Inhibitor alfa glukosidase
-

Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna

sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial
4) Insulin sensitizing agent
-

Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek farmakologi

meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/insulin dan atau elektrolit.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat
diobati, ketergantungan pada orang lain.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

J. Intervensi keperawatan
a.

Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.

Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi :
1.)

Pantau tanda-tanda vital.

Rasional

: Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.

2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional
3.)

: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.

Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.

Rasional

: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan

keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional

: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang

berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional

: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan

respons pasien secara individual.
b.

Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
-

Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat

-

Menunjukkan tingkat energi biasanya

-

Berat badan stabil atau bertambah.

Intervensi :
1.)

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang

dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional

: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

2.) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.

Rasional
3.)

: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).

Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.

Rasional

: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan,

kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional

: Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk

memahami nutrisi pasien.
5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional

: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat

membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
c.

Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

Tujuan :
-

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

-

Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi :
1).

Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.

Rasional

: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan

ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2).

Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua

orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional
3).

: Mencegah timbulnya infeksi silang.

Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.

Rasional

: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi

pertumbuhan kuman.
4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional

: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan

resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5).

Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional
d.

: Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan

glukosa/insulin dan atau elektrolit.

Tujuan :
-

Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.

-

Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

Intervensi :
1.)

Pantau tanda-tanda vital dan status mental.

Rasional

: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal

2.) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional

: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan

realitas.
3.)

Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan

sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional

: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan

mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional

: Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan

sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan
keseimbangan.
e.

Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

Tujuan :
-

Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

-

Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang

diinginkan.
Intervensi :
1.)

Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.

Rasional

: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas

meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional
3.)

: Mencegah kelelahan yang berlebihan.

Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.

Rasional

: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.

4.) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.

Rasional

: Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas

yang dapat ditoleransi.
f.

Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak

dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
-

Mengakui perasaan putus asa

-

Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.

-

Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil

tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1.)

Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah

sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional

: Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.

2.) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional

: Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri

dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.
3.)

Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan

berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional

: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

4.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional
g.

: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
-

Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.

-

Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan

gejala dengan faktor penyebab.
-

Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :

1.)

Ciptakan lingkungan saling percaya

Rasional

: Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia

mengambil bagian dalam proses belajar.
2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional

: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan

dalam memilih gaya hidup.
3.)

Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.

Rasional

: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam

merencanakan makan/mentaati program.
4.) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan
pasien/orang terdekat.
Rasional

: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.

K. Daftar pustaka
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
JakartaEGC,1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
JakartaEGC,1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-diabetes-mellitusi.html diakses pada tanggal 3 november 2013

Laporan pendahuluan penyakit Abses
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
1.DEFINISI
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa
kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison,
2003)
2.ETIOLOGI
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa
cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3.

Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3.

Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
3.KLASIFIKASI

1. Abses Ginjal

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke
jaringan ginjal melalui aliran darah.
2. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul bengkakbengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk
mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.
3. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi atau geraham.
Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah selaput lendir mulut
(submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran pada
permukaan gusi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi
yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.
4.

Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena radang
(osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh.
Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).

5.

Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun yang
terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang, persendian
atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.

6.

Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang sesungguhnya
bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan
oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba pada dinding abses
dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.

7.

Abses (Lat. abscessus)

Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan
karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih
hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang
nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.
4.PATOFISIOLOGI
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses dalam hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah
di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)
5.MANIFESTASI KLINIS
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan
otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul
diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a.

Nyeri

b. Nyeri tekan
c.

Teraba hangat

d. Pembengakakan
e.

Kemerahan

f.

Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka
daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam
tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam
mungkin lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Temuan yang umum peradangan-panas, kemerahan, bengkak, dan nyeri-mudah
mengidentifikasi abses dangkal. Abses di tempat lain mungkin hanya memproduksi gejala umum
seperti demam dan ketidaknyamanan. Jika seseorang gejala dan hasil pemeriksaan fisik tidak
membantu, dokter mungkin harus resor untuk baterai tes untuk menemukan lokasi abses.
Biasanya sesuatu dalam mengarahkan evaluasi awal pencarian. Baru atau penyakit kronis di
organ mungkin menunjukkan lokasi abses. Disfungsi organ atau sistem, misalnya kejang atau
berubah fungsi usus, dapat memberikan petunjuk. Rasa sakit dan nyeri pada pemeriksaan fisik
adalah temuan umum. Kadang-kadang abses yang mendalam akan makan saluran kecil (sinus)
ke permukaan dan mulai bocor nanah. Sebuah abses steril hanya dapat menyebabkan benjolan
yang menyakitkan jauh di pantat di mana tembakan itu diberikan.
7.KOMPLIKASI
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang
jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian
tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan
konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital,
misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
8.PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama
apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak

disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain
dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk
membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui
komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut
terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah