Lapsus Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK “A”
DENGAN THALASEMIA MAYOR DAN ANEMIA SEDANG
DI RUANG POLIKLINIK ANAK RSUP SANGLAH
DENPASAR

NAMA : GUSTI KANZANIA FINANSI
NIM

: S.12.1019

AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karuniaNya penulis
dapat mnyelesaikan laporan kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Dengan
Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang”, di Ruang Poliklinik Anak RSUP

Sanglah Denpasar
Dalam penulisan ini saya banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan
baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan ini dapat selesai
pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Anggrita Sari, S.Si.T., M.Pd., M.Kes, selaku direktur Akbid Sari
Mulia Banjarmasin.
2. Ibu Nurul Hidayah, SST, selaku bagian praktik klinik AKBID Sari mulia
Banjarmasin.
3. Ibu Ni Nyoman Wirati, AMK selaku Pembimbing Klinik (CI)
4. Ibu Sulasmi, SST selaku Pembimbing Pendidikan (CT) yang telah
membantu dalam penulisan laporan ini.
5. Serta seluruh pihak yang membantu penulisan laporan ini.
Penulisan laporan ini saya rasakan masih jauh dari kesempurnaan, maka
saya mohon saran dan kritiknya dari pembaca sekalian. Akhir kata saya berharap
penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Denpasar,........................2014

Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Pengesahan.........................................................................ii
Kata Pengantar................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................. v
BAB I Pendahuluan..............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................1
B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus.................................................2
C. Manfaat.......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................4
A. Pengertian Thalasemia..................................................................4
B. Klasifikasi....................................................................................... 4
C. Etiologi........................................................................................... 8
D. Patofisiologi................................................................................... 10
E. Gejala Klinis................................................................................... 10
F. Komplikasi..................................................................................... 11
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................12
H. Pencegahan................................................................................... 13

I.

Penatalaksanaan Medis.................................................................16

J.

Pengertian Anemia........................................................................18

K. Pembagian Anemia........................................................................19
L. Etiologi........................................................................................... 19
M. Patofisiologi................................................................................... 20
N. Tanda Gejala..................................................................................21
O. Kemungkinan Komplikasi...............................................................21
P. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang.............................................21
Q. Penatalaksanaan...........................................................................22
BAB III

Tinjauan Kasus....................................................................23

A. Subjektif Data................................................................................23

B. Objektif Data..................................................................................28
C. Analisis Data..................................................................................26
D. Penatalaksanaan...........................................................................27
E. Implementasi................................................................................. 27
BAB IV Pembahasan............................................................................30
BAB V Penutup.................................................................................... 31
A. Kesimpulan.................................................................................... 31
B. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang
menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul
hemoglobin (Hb).Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik
heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha
atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala
anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur,
nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010).
Presentasi klinis thalasemia di seluruh dunia mencapai 15 juta orang.
Fakta ini mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak. Yayasan Thalasemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya
100.000 anak lahir di dunia dengan Thalasemia α. Di Indonesia sendiri, tidak
kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang
tergolong thalasemia β jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Angka
kejadian carrier thalasemia β di Indonesia sekitar 3-5%, bahkan di beberapa
daerah mencapai 10%. 2500 bayi baru lahir diperkirakan akan mengidap
thalasemia setiap tahunnya (I Wahidiyat, PA Wahidiyat, 2006 ; Yaish Hassan
M, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas maka sangat penting bagi seorang
perawat untuk memberikan asuhan pada pasien sedini mungkin, mulai pada
deteksi dini, cara penanganan serta cara pencegahan sebagai upaya deteksi
adanya penyakit yang memerlukan tindakan segera serta perlunya rujukan
agar mencapai derajat kesehatan yang tinggi pada pasien dengan penyakit

tersebut sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien anak dengan
Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP
Sanglah Denpasar.
2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan laporan ini adalah agar
mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian dan pengumpulan data secara subjektif dan
objektif pada kasus pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia
Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.
b. Melakukan penyusunan rencana asuhan kebidanan berdasarkan
diagnosa yang didapatkan setelah melakukan pengkajian secara
subjektif dan objektif pada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan
Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.
c. Melakukan asuhan kebidanan berdasarkan rencana asuhan setelah
mendapatkan hasil pengkajian baik secara subjektif maupun objektif
kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di

Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.
d. Melakukan tindakan dan evaluasi berdasarkan seluruh kegiatan
pengkajian yang telah dilakukan kepada pasien anak dengan
Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar.

C. MANFAAT
1. Bagi Instansi Pelayanan
Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang pasien
anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang sehingga dapat
menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan
memberikan pendidikan kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian pada pasien anak dengan masalah serupa.
2. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai dokumentasi pada perpustakaan serta dapat dikembangkan lebih
luas untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Pembaca Lain
Sebagai bahan acuan ataupun referensi dalam melakukan pembelajaran
baik secara teori maupun praktik.

4. Bagi Pasien
Sebagai edukasi dalam pengetahuan pasien dan keluarganya tentang
penyakit yang dideritanya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Thalasemia
1. Pengertian
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit
genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen
utama molekul hemoglobin (Hb).Thalasemia merupakan kelompok
kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan
sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,
2010)

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu thalassa yang

berarti

lautan

dan

anaemia

(“weak

blood”).

Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali
ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean
(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok
hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di
mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia

yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi
ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya
endemik

pada

Medscape).
2. Klasifikasi

daerah

geografi

tertentu

(Paediatric

Thalassemia,

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada

Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11
mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan
dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total
empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α
dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan
produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen
globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang.
Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh
gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan
defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak,
2007).
Berikut adalah jenis-jenis thalasemia:
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada
kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi
gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk
Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada
satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat
lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis)
atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada
dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu

tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik
mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya
kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang
bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di
dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan
biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah
dilahirkan,

yang

biasanya

diakibatkan

oleh hydrop

fetalis.

Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ
(diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan
masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin
Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi)
(Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen,
2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia βo

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan
(Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe
ini (Chen, 2006).
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β
terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal
dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
a) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) /
(β+β) or (βoβ)
Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal,
sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya
tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu
pemeriksaan

darah

rutin.

Meskipun

terdapat

ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena
masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal
dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi
(Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik,
hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada
sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin.
Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan
produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk
HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya
asimptomatik

dan

selain

dari

anemia

ringan,

tidak

menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
b) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo)
or (βoβo) or (β+β+)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi
(Wiwanitkit, 2007). HbA langsung tidak ada pada βoβo dan
menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan
gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja

(Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan
transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama
kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ
(Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
c) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan
mayor (Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan

penyakit

yang

ditandai

dengan

kurangnya

kadar

hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel
darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek,
hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak
normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang
pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan
tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia,
namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada
garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas,
loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi
tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gennya diduga berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
3. Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11.
Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta
ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa
sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin
terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada

proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masingmasing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan
terdapat

beberapa

kemungkinan.

Kemungkinan

pertama

si

anak

mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak
dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya

membawa

penyakit

ini.

Kemungkinan

lain

adalah

anak

mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/
Faktor genetik.
Jika

kedua

trait/pembawasifat
menurunkan

orang

tua

tidak

menderita

Thalassaemia,

maka

tidak

Thalassaemia

trait/pembawa

sifat

Thalassaemia

mungkin

mereka

Thalassaemia

atau

Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka
akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/
pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka
akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor.
Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anakanaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga

memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassemia mayor.

4. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi
eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis

merupakan

hasil

kombinasi

antara

transfusi

berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
5. Gejala Klinis

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor:
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
b. Thalasemia Minor:
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml
di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang
6. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa

yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia
disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
a. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi
pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent
carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.
Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi
natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui
probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang
bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan
sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi

81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Wiwanitkit, 2007).
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi
hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang
memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan
(Wiwanitkit, 2007).
4) Model matematika
Membedakan

anemia

defisiensi

besi

dari

Thalassemia

β

berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus
telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x
(MCV)

²/Hb

x

100,

MCV/RBC

dan

MCH/RBC

tetapi

kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi
besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi
sedangkan

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65