Latar Belakang Otonomi Dan Daerah

Latar Belakang Otonomi Daerah
Latar Belakang Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi daerah di Indonesia lahir di tengah gejolak sosial yang sangat massif pada tahun
1999. Gejolak sosial tersebut didahului oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia di
sekitar tahun 1997. Gejolak sosial yang melanda Negara Indonesia di sekitar tahun 1997
kemudian melahirkan gejolak politik yang puncaknya ditandai dengan berakhirnya
pemerintahan orde baru yang telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun di Indonesia.
Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, mencuat sejumlah permasalahan
terkait dengan sistem ketatanegaraan dan tuntutan daerah-daerah yang selama ini telah
memberikan kontribusi yang besar dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Wacana otonomi
daerah kemudian bergulir sebagai konsepsi alternatif untuk menjawab permasalahan sosial
dan ketatanegaraan Indonesia yang dianggap telah usang dan perlu diganti. Inilah yang
menjadi latar belakang otonomi daerah di Indonesia.
Di balik itu semua ternyata ada banyak faktor yang menjadi latar belakang otonomi daerah
di Indonesia. Latar belakang otonomi daerah tersebut dapat dilihat secara internal dan
eksternal.

Latar Belakang Otonomi Daerah secara Internal dan Eksternal
Latar belakang otonomi daerah di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dapat dilihat dari
2 aspek, yaitu aspek internal yakni kondisi yang terdapat dalam negara Indonesia yang
mendorong penerapan otonomi daerah di Indonesia dan aspek eksternal yakni faktor dari luar

negara Indonesia yang mendorong dan mempercepat implementasi otonomi daerah di
Indonesia.
Latar belakang otonomi daerah secara internal, timbul sebagai tuntutan atas buruknya
pelaksanaan mesin pemerintahan yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat kesenjangan
dan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di daerah dengan
pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya Ibukota Jakarta. Kesenjangan
ini pada gilirannya meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian hari justru telah
melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka kriminalitas dan sulitnya penataan
kota di daerah Ibukota.
Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintahan yang sentralistik juga didorong oleh massifnya
eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya
alam. Eksploitasi kekayaan alam di daerah kemudian tidak berbanding lurus dengan
optimalisasi pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Bahkan pernah mencuat adanya
dampak negatif dari proses eksploitasi sumber daya alam terhadap masyarakat lokal. Hal
inilah yang mendorong lahirnya tuntutan masyarakat yang mengingingkan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus daerah sendiri dan menjadi salah satu latar belakang otonomi daerah
di Indonesia.

Selain latar belakang otonomi daerah secara internal sebagaimana dimaksud diatas, ternyata
juga terdapat faktor eksternal yang menjadi latar belakang otonomi daerah di Indonesia.

Faktor eksternal yang menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi daerah di Indonesia adalah
adanya keinginan modal asing untuk memassifkan investasinya di Indonesia. Dorongan
internasional mungkin tidak langsung mengarah kepada dukungan terhadap pelaksanaan
otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat berkepentingan untuk melakukan efisiensi
dan biaya investasi yang tinggi sebagai akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.
Agenda reformasi jelas menjanjikan hal itu, yakni terjadinya perubahan dalam sistem
pemerintahan yang sarat dengan KKN menjadi pemerintahan yang bersih dan pada gilirannya
akan lebih terbuka terhadap investasi asing.

Permasalahan Dalam Otonomi Daerah di Indonesia
OPINI | 28 May 2013 | 14:50

Dibaca: 895

Komentar: 0

0

Sejak diberlakukannya UU no 32 tahun 1999 yang kemudian disusul
dengan UU no 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang secara

subtansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta
pemerintahan

kota

suatu

kewenangan

serta

otonomi

yang

lebih

luas

dibandingkan dengan era sebelumnya. Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun

1999, yang dimaksud Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai pasal
1 ayat 5 yang dimaksud Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan

masyarakat

setempat

sesuai

dengan

peraturan

perundang-


undangan.
Ada beberapa hal yang menandai adanya otonomi daerah di Indonesia,
misalnya: diserahkannya berbagai urusan kepada daerah, pemilihan kepala
daerah secara langsung, semakin banyak muncul daerah baru hasil dari
pemekaran daerah, dan lahirnya beberapa partai local. Memang tidak disangkal
lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan
yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan
yang tidak begitu penting atau terpinggirkan. Pada masa orde baru, pengerukan

potensi

daerah

ke

pusat


terus

dilakukan

dengan

dalih

pemerataan

pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut
tampaknya banyak daerah yang optimis akan bisa mengubah keadaan yang
tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit
kekhawatiran

bahwa

otonomi


daerah

juga

akan

menimbulkan

beberapa

persoalan, yang jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya
daerah untuk mensejahterakan rakyatnya? Pasti jawabannya iya, Mengapa?
Karena, tanpa disadari beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi
pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang
dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk
pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Setelah sekian lama otonomi berlangsung yang antara lain ditandai
dengan adanya diserahkanya berbagai urusan kepada daerah dan pemilihan
kepala daerah secara langsung ada beberapa permasalahan yang muncul, yaitu

semakin maraknya penyebaran korupsi diberbagai daerah, money politics,
munculnya fenomena pragmatism politik di masyarakat daerah, legitimasi politik
dan stabilitas politik belum sepenuhnya tercapai, adanya konfik horizontal dan
konfik vertical, dan kesejahteraan masyarakat ditingkat local belum sepenuhnya
diwujudkan.
Nampak adanya beberapa pertimbangan yang rumit dibalik pemberian
otonomi pada masyarakat Indonesia. Berbagai pertimbangan yang kompleks
telah membawa pelaksanaan otonomi daerah belum pernah berjalan tuntas.
Gejala tersebut dapat disebut dengan otonomi daerah setengah hati. Hal
tersebut dapat dicermati dengan seringnya berganti aturan UU yang menjadi
dasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, ada lebih dari 15 UU yang
pernah dibuat untuk mengatur masalah otonomi daerah.
Ada beberapa daerah yang merasa diberlakukan kurang adil oleh
pemerintah pusat dan tidak pernah merasakan kemakmuran yang akhirnya
menimbulkan dinamika dan gejolak politik misalnya munculnya Gerakan Aceh
Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Organisasi Papua Merdeka.

Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan otonomi daerah kerap menjadi pembicaraan dan bahan diskusi yang menarik
bahkan hingga saat ini setelah konsepsi otonomi daerah itu diselenggarakan di Indonesia.

Mungkin inilah akibat belum tercapainya tujuan otonomi daerah itu sendiri sesuai dengan
gagasan awal pelaksanaannya atau mungkin lemahnya indikasi akan tercapainya tujuan
otonomi daerah dengan melihat realitas pelaksanaan otonomi daerah dengan berbagai macam
ekses yang telah ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan pembicaraan mengenai tujuan otonomi
daerah selalu dibarengi dengan harapan untuk mewujudkannya.

Tujuan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat
3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut:
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui
peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan
daya saing diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau
kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Penjelasan Tujuan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang
Dalam upaya mewujudkan tujuan otonomi daerah, maka konsepsi otonomi daerah yang
dilaksanakan di Indonesia menggunakan prinsip pemberian otonomi seluas-luasnya kepada
daerah. Pinsip otonomi seluas-luasnya dapat dimaknai sebagai kewenangan yang diberikan
melalui peraturan perundang-undangan kepada daerah untuk membuat kebijakan yang
dianggap benar dan adil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya
masing-masing.
Masing-masing daerah dalam menyelenggarakan urusan yang menjadi kewenangannya
berhak untuk membuat kebijakan baik dalam rangka peningkatan pelayanan maupun dalam
rankga peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah yang diharapkan
bermuara pada cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Selain prinsip pemberian otonomi seluas-luasnya kepada masyarakat, diberlakukan pula
prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan pemberian
prinsip otonomi yang nyata adalah bahwa kewenangan, tugas dan tanggung jawab
pemerintahan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi obyektif suatu daerah. Sedangkan
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah bahwa penyelenggaraan
otonomi daerah oleh pemerintah daerah di masing-masing daerah pada dasarnya adalah untuk
mewujudkan tujuan otonomi daerah sebagai bagian dari tujuan nasional.


Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan otonomi daerah tidak boleh
dilepaskan dari tujuan otonomi daerah yakni mewujudkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan oleh karena itu, senantiasa harus memperhatikan apa yang menjadi
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di daerah masingmasing.