Konsepsi Pemetaan Peradaban Islam Kawasa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah Islam adalah sejarah peradaban yang meliputi seluruh aspek
kehidupan dalam sistem yang teratur. Meliputi akhlak, politik, sosial, ekonomi,
pembangunan, pengadilan (hukum), hiburan, militer, potensi, dan kecerdasan.
Semua aspek itu menyatu dan bersanding akrab dengan akidah yang sehat,
ibadah yang sehat, orientasi yang jelas dan cita-cita yang luhur.
Banyak yang dapat kita pelajari dari sejarah peradaban Islam ini, mulai dari
kecerdasan mereka dalam mengatur strategi berperang, keteguhan mereka setia
kepada perintah pemimpin, ketegasan para pemimpin dalam memimpin, dan
kesabaran mereka dalam berjuang di jalan Allah. Yang pada akhirnya atas
pertolongan dan janji Allah, Islam dapat tersebar hampir di seluruh penjuru
dunia. Bukan hanya Islam rahmatan lil muslimin tapi Islam rahmatan lil
alamin.
Oleh sebab itu, pada makalah ini penulis akan sedikit membahas mengenai
konsepsi pemetaan peradaban Islam kawasan mulai dari Timur Tengah dan
Konflik Zionisme, Afrika, Asia Tenggara, Eropa, Amerika, Australia, serta
benturan dan dialektikan kawasan Timur Islam dan Barat.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pemetaan peradaban Islam kawasan di Dunia ?

2) Bagaimana benturan dan dialektika kawasan Timur Islam dan Barat?
1.3 Tujuan Masalah
1) Untuk memahami pemetaan peradaban Islam kawasan
2) Untuk memahami benturan dan dialektika kawasan Timur Islam dan Barat

1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunitas Muslim di Timur Tengah dan Konflik Zionisme
Timur Tengah merupakan bagian dari bangsa Arab yang mayoritas
penduduknya Muslim, karena Islam pertama kali tersebar ke penjuru dunia
berawal dari perjuangan bangsa Arab. Situasi yang memanas di Timur
Tengah akhir-akhir ini, sebenarnya merupakan lanjutan babak baru akibat
dari perebutan wilayah kekuasaan, politik adu domba, dan pengkhianatanpengkhianatan yang dilakukan oleh Zionis yang bersekutu dengan Amerika
Serikat dan Barat. Bahkan Zionis ini dipersenjatai oleh Amerika Serikat dan
Barat.
Ketika Perang Palestina 1948 M (1368 H) antara Israel (Zionis) dan
negara-negara Arab. Pada saat itu aliansi negara Arab menang, kemudian
mereka (Zionis) mengadakan gencatan senjata yang pada kesepakatan

tersebut ditaati aliansi bangsa Arab namun mereka sendiri Kaum Zionis
yang berkhianat dengan mengambil senjata sebanyak-banyaknya dari
Amerika Serikat dan Barat. Cara-cara seperti inilah yang mereka gunakan
ketika dalam situasi terdesak, mereka mengadakan perjanjian, ketika aliansi
bangsa Arab mentaatinya, saat itulah mereka berusaha menyerang kembali.
Beberapa negara Arab pun jatuh dan sebahagian dari pada tanahnya
dirampas, begitu juga tanah Palestina, dijajah dan penduduknya dibunuh.
Inilah permulaan eksodus besar orang Palestina dan pemerintahan berdarah
Zionis berdiri di atas tanah Palestina.
Strategi Zionis menjajah Palestina, berawal ketika orang-orang
Spanyol mengusir kaum Muslimin dan Yahudi dari Andalusia, sehingga
kaum Yahudi hidup susah di mana-mana. Mereka (Yahudi) hanya bisa
memiliki tempat tinggal dan tanah di Negara Utsmani, yang melindungi
mereka atas nama kemanusiaan. Namun, sangat disayangkan, air susu
2

dibalas air tuba. Orang Yahudi itu malah berusaha menghancurkan Negara
Utsmani.
Muncullah sosok wartawan Yahudi berkebangsaan Jerman yang
terkenal bernama Theodor Herzl. Ia menggagas pendirian negara bagi

Yahudi dengan Palestina sebagai pusat pemerintahannya. Herzl berupaya
menawar harga Palestina kepada Khalifah Abdul Hamid II, namun sang
Khalifah menolak dengan tegas. Tidak Cuma itu, ia melarang migrasi kaum
Yahudi ke Palestina. Maka kaum Yahudi menghancurkan Negara Utsmani
dengan bekerja sama dengan Sekutu dengan cara menyebarkan paham
nasionalisme dan Freemasonry di Negara Utsmani.1
Paham nasionalisme pun menyebar di seantero Negara Utsmani
dengan wujud yang tegas dan tiada bandingannya di negara lain. Para
pengusungnya adalah orang-orang Islam dan Kristen yang tergoda oleh
Eropa. Umat Kristen sendiri berusaha menyebarkan paham ini sebabagai
cara satu-satunya untuk memperluas hegemoni mereka, juga karena apabila
mencoba cara lain, seperti fanatisme agama misalnya, tentulah mereka
tersingkir. Pasalnya, mereka minoritas jika dibandingkan dengan kaum
Muslimin. Eropa pun mendukung para pengusung gerakan nasionalisme itu,
baik dengan melakukan kristenisasi ala misionaris maupun dengan
membuka negeri-negeri mereka selebar-lebarnya agar menjadi markas bagi
organisasi dan lembaga yang mengusung paham nasionalisme.2
Namun tak kalah bahayanya adalah Freemasonry. Freemasonry
merupakan salah satu bentuk Yahudisme dalam wujud organisasi
Internasional yang tujuan utamanya memecah belah umat yang satu

menjadi banyak umat dan suku bangsa, dengan cara menciptakan konflik
abadi antar suku bangsa, sehingga saling berperang satu sama lain. Dengan
1

Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausuu’atu Al-Muyassaratu Al-Tarikh AlIslami, Terj. Arif Munandar Riswanto, Hamzah Zaelani, Yudi Wahyudin, Yanyan
Niurdiansyah, (Jakarta; Al-Kautsar, 2013), hlm 305-306
2
Ibid., hlm. 241

3

begitu, tujuan Yahudi dalam memusnahkan semua suku bangsa dari muka
bumi ini bisa terwujud, dan yang tersisa hanyalah kaum Yahudi. Itulah
sebabnya Freemasonry tidak henti-hentinya menyokong gerakan-gerakan
separatis dan mendukung semua tokoh yang pada dirinya mereka dapati
jiwa gila kekuasaan, gila jabatan, dan gila kemerdekaan, seperti yang terjadi
pada Negara Utsmani.3
Untuk merebut kembali tanah-tanah yang dicaplok Israel, rakyat
Palestina melanjutkan perjuangan melawan kolonialisme Yahudi. Operasioperasi fedaya (bom bunuh diri) kerap dilakukan. Pada tahun 1407 H.
Intifadhah (gerakan kebangkitan) Palestina dideklarasikan di bawah

komando Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyyah (Pergerakan Perlawanan
Islam; disingkat Hamas) untuk melawan penjajahan Israel. Namun Israel
meneruskan strategi pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Palestina, seperti
DR. Abdul Aziz Ar-Rantisi, salah seorang pemimpin Hamas yang dibunuh.4
Kini komunitas Muslim Timur Tengahlah yang paling besar
merasakan dampaknya. Terutama dalam beribadah, mereka beribadah
dengan penuh tekanan dan ancaman. Namun, dengan suara adzan yang
terus berkumandang di sana, itu merupakan obat bagi mereka dengan
kalimat Allahu Akbar Allahu Akbar, yang hanya dengan kebesaran-Nya lah
suatu saat nanti perjuangan mereka bersama umat Muslim dunia akan
mendapat kemenangan yang abadi.
2.2 Komunitas Muslim di Afrika
Pada awal penyebarannya Islam mendapat sambutan yang hangat
dari masyarakat benua Afrika karena Islam adalah agama fitrah yang
mengajarkan sifat-sifat terpuji kepada manusia. Para pendakwah secara
khusus dan umat Islam secara umum dihormati dan dimuliakan masyarakat
3
4

Ibid., hlm. 245-246

Ibid., hlm. 311

4

benua ini, termasuk oleh para rajanya yang masih menganut paganisme.
Salah satu faktor lain yang membuat Islam tersebar luas adalah kebencian
Islam terhadap perbudakan dan diskriminasi ras yang dilakukan kaum
penjajah.
Begitu hebatnya mereka memperjuangkan Islam dan memerangi
kaum salibis yang berupaya memerangi dan mengkristenkan penduduknya.
Namun, perjuangan umat Islam tidak pernah reda di benua tersebut
walaupun penduduknya harus mengalami penindasan, penyiksaan, dan
perbudakan.
Setelah benua Afrika meraih kemerdekaan, muncullah negara-negara
Islam yang dipimpin raja Muslim dan negara-negara Islam lainnya yang
dipimpin raja Kristen, meskipun umat Islam merupakan penduduk
mayoritas di negara-negara tersebut. Pasalnya, sebelum kaum penjajah
hengkang meninggalkan negara tersebut, mereka telah melimpahkan
kekuasaan kepada kaum Kristen. Oleh karena itulah Afrika memiliki
keunikan berupa adanya negara-negara yang mayoritas penduduknya

beragama Islam namun diperintah nonmuslim.5
2.3 Komunitas Muslim di Eropa
Komunitas Muslim di Eropa terbagi ke dalam tiga bagian. Pertama,
penduduk asli yang kemudian memeluk Islam. Kedua, imigran Muslim.
Ketiga, Muslim yang menetap sementara, seperti mahasiswa, diplomat, dan
lain-lain.
Tantangan yang dihadapi umat Islam yang hidup di Eropa pada
umumnya sama dengan mereka yang hidup sebagai kelompok minoritas di
Amerika. Tantangan itu ada yang datang dari luar dan ada yang datang dari
dalam.
5

Ibid., hlm. 395-396

5

Tantangan yang datang dari luar adalah kondisi negara sekuler yang
di satu pihak memberi kesempatan kepada pemeluk agama untuk bebas
memeluk agamanya. Namun, di pihak lain, segala sesuatu yang dapat
merugikan umat Islam pun bisa berlangsung dengan bebas.

Bahkan orang-orang Islam yang hidup di Eropa harus menjalani
shaum Ramadhan yang sangat panjang apabila harus shaum di musim yang
siang hari mengalami jam-jam yang panjang
Tantangan dari dalam berupa bagaimana menyatukan potensi yang
dimiliki umat Islam sehingga Islam tidak terkotak-kotak dalam aliran
tertentu dan terlihat kompak dalam menghadapi segala problema dunia
bangsa Eropa, bukan justru sebaliknya, larut dalam kehidupan Barat yang
bertentangan dengan norma ajaran Islam.6
2.4 Komunitas Muslim di Amerika dan Australiaa
Sama halnya dengan Komunitas Muslim Eropa. Umat Islam
Amerika Serikat pun dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok. Pertama,
penduduk asli yang kemudian memeluk Islam. Kedua, orang-orang Muslim
imigran. Ketiga, orang-orang Muslim yang menetap sementara di Amerika
Serikat, baik sebagai mahasiswa, diplomat, pengusaha atau yang
mempunyai urusan-urusan lainnya.
Pertama, penduduk asli yang kemudian memeluk Islam. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan orang Amerika Serikat tertarik terhadap
agama Islam. Pertama, kehampaan hidup di antara warga Amerika,
walaupun mereka hidup dalam kemewahan dan harta berlimpah, tetapi hal
tersebut tidak diikuti dengan ketenangan batinnya. Kedua, Islam dianggap

satu-satunya agama yang tidak membedakan ras, warna kulit, pekerjaan dan
lain sebagainya. Ketiga, Islam dianggap sebagai agama yang dapat memberi
6

Ajid Thohir, Pekembangan Peradaban di Kawasan dunia Islam : Melacak Akarakar Sejarah, Sosial Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta; Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 334-335

6

kehormatan, harga diri, dan menanamkan persaudaraan. Keempat,
ketertarikan mereka kepada kesederhanaan, keramahtamahan, keikhlasan
yang dilakukan umat Islam. Kelima, ajaran Islam dinilai oleh mereka lebih
rasional dan memberi solusi ketika iptek tidak mampu menjawabnya.7
Kedua, orang-orang Muslim imigran. Migrasi orang-orang Islam ke
Amerika Serikat sejak akhir abad XIX hingga akhir abad XX, sekurangkurangnya terjadi dalam lima gelombang.
Gelombang pertama pada tahun 1875-1912, mereka yang bermigrasi
didorong karena faktor ekonomi dan ingin merubah nasib yang pada
umumnya adalah pemuda-pemuda desa yang tidak terpelajar dan tidak
mempunyai keterampilan.
Gelombang kedua pada tahun 1918-1922, yaitu setelah terjadi

Perang Dunia I. Mereka pada umumnya terdiri atas orang-orang intelek
yang berasal dari perkotaan, akan tetapi umumnya mereka adalah masih
saudara, kawan atau kenalan imigran yang telah terlebih dahulu berada di
Amerika Serikat.
Gelombang ketiga pada tahun 1930-1938 yang terkondisikan karena
kebijaksanaan imigrasi Amerika Serikat yang memberikan prioritas kepada
mereka yang keluarganya terlebih dahulu menetap di Amerika Serikat.
Gelombang keempat pada tahun 1947-1960. Para imigran yang
datang pada gelombang ini bukan saja berasal dari Pakistan, Eropa Timur,
Uni Sovyet, dan dari belahan Dunia Islam lainnya. Kebanyakan mereka
adalah anak para pengusaha dari berbagai negeri tersebut yang umumnya
berlatar belakang kehidupan perkotaan, terpelajar serta telah terbaratkan
sebelum mereka tiba di Amerika Serikat. Mereka datang untuk mencari
kehidupan yang lebih baik, memperoleh pendidikan yang lebih tinggi atau
mendapat spesialisasi pekerjaan.
7

Ibid., hlm. 322-323

7


Gelombang kelima pada tahun 1967 sampai sekarang. Mereka yang
datang ke Amerika pada gelombang ini, selain karena alasan ekonomis,
faktor politis pun menjadi alasan utama yang mendorong mereka
bermigrasi. Mereka pada umumnya orang terpelajar dan kaum professional
sehingga segera dapat memperoleh pekerjaan yang layak.8
Ketiga, orang-orang Muslim yang menetap sementara di Amerika
Serikat. Seperti halnya mahasiswa Muslim dari berbagai negara belajar di
Amerika Serikat, Islam pun berkembang di kampus-kampus melalui
organisasi-organisasi Muslim, seperti Muslim Student Association (MSA),
Muslim Community Association (MCA), Islamic Medical Association
(IMA)9, dan masih banyak lagi organisasi-organisasi Muslim lainya.
Tak hanya Amerika, di Australia pun sama. Umat Islam dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian. Pertama, penduduk asli yang kemudian
memeluk Islam. Kedua, imigran. Ketiga, orang-orang Islam yang menetap
sementara, seperti mahasiswa, diplomat.
Akan tetapi yang harus kita pahami adalah paham yang merusak citra
Islam mulai dari Eropa, Amerika hingga Australia yaitu paham para kaum
orientalis

yang

dalam

mendeskripsikan

tentang

Islam,

mereka

memutarbalikkan sejarah-sejarah menjadi cerita rekaan mereka sendiri.
Bahkan yang lebih parah adalah ketika Islam dianggap sebagai komunitas
yang menyukai perang, penindasan atas kaum wanita10, dan ketika mereka
membuat sebuah film yang isinya benar-benar menghina Nabi Muhammad
saw.
Banyak para muallaf di sana lebih memilih memeluk Islam, karena
mereka tidak bisa menemukan ujung, hikmah dan jawaban-jawaban yang
8

Ibid., hlm. 320-321
Ibid., hlm. 327
10
Mulyana, Deddy. Berpaling Kepada Islam : Kesaksian Muslim Amerika, Eropa,
9

dan Australia. (Bandung; Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 7

8

tidak dapat mereka temukan jawabannya di dalam ajaran mereka dulu. Oleh
sebab itu, ketika datang Islam kepada mereka, lalu mereka mendapatkan
apa yang selama ini mereka cari, mereka tidak ragu lagi memeluk Islam.
Akan tetapi, orang-orang yang telah termakan oleh fitnah-fitnah para kaum
orientalis, kiranya mereka akan tetap memandang Islam sebagai suatu yang
minoritas, asing, dan kejam. Tapi, faktanya Islam terus berkembang
berawal dari komunitas kecil di sana, kemudian suatu saat nanti
berkembang menjadi komunitas besar yang siap menegakkan syariat Islam
di wilayah tersebut.
2.5 Komunitas Muslim di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui jalur dakwah dan
perdagangan. Dan kaum Muslimin Asia Tenggara telah memberikan
keteladanan yang luar biasa dalam membela Islam dan berjihad di jalan
Allah.11 Islam pun terus berkembang di Asia Tenggara baik di negara yang
mayoritas Muslim, maupun di negara yang Muslimnya minoritas yang
sering kali mendapat perlakuan berbau rasis di negaranya.
1. Indonesia
Di Indonesia komunitas Muslim merupakan mayoritas terlihat dari
beberapa kerajaan Islam yang pernah berjaya di Indonesia dahulu,
seperti kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak, dan masih banyak lagi
kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berjaya di Indonesia. Yang pada
akhirnya semua runtuh satu persatu akibat dari politik adu domba yang
dilakukan oleh penjajah, sehingga timbullah perselisihan di antara kaum
Muslim, baik itu dari dalam maupun dari luar kerajaan.
Komunitas Muslim Indonesia dari zaman ke zaman terus mengalami
perkembangan,

seperti

contoh

terbentuknya

Nahdhatul

Ulama,

Muhammadiyah, Persatuan Islam, sebagai organisasi masyarakat yang
11

Tim Riset dan Studi Islam Mesir.,op.cit., hlm. 373

9

bergerak di bidang keagamaan. Akan tetapi dampaknya dari ormasormas seperti ini, Islam jadi terkotak-kotak bahkan terkadang masalah
pemahaman fiqh yang berbeda saja, bisa menjadi kesalahpahaman di
antara ormas itu sendiri. Dari ketiga organisasi masyarakat di atas,
Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam terbentuk sebagai
gerakan pembaharuan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi di dalam masyarakat Islam.
Sebagai contoh, Yogyakarta tahun 1930-an tidak sama dengan
Yogyakarta dasawarsa 1830-an. Kota tersebut kini merupakan pusat
Muhammadiyah dan arak-arakan pusaka suci saja misalkan, itu
dipastikan akan mengundang kontroversi.12 Untuk pengikut Islam
Tradisionalis bahwa arak-arakan semacam itu tetap dilakukan karena
memiliki karakter keagamaan, sedangkan pandangan Islam Modernis
mengangagap hal itu adalah sebuah kemusyrikan yang harus
ditinggalkan oleh masyarakat. Meskipun pada kenyataannya hal tersebut
masih saja bisa kita lihat terutama pada malam assyura di daerah-daerah
yang masih kental adat leluhur mereka seperti halnya Yogyakarta.
Akan tetapi masalah yang serius adalah era globalisasi

yang

diciptakan oleh Barat sebagai salah satu cara mereka untuk merusak
komunitas Muslim Dunia dengan ideologi mereka, karena mereka
mungkin sadar dan takut, sebagai contoh kita tahu betapa banyaknya
pasukan bangsa Romawi maupun bangsa Persia ketika perang melawan
kaum Muslim yang secara jumlah kalah telak, tapi pada kenyataannya
kaum Muslim mengalami kemenangan yang luar biasa hebatnya. Atas
dasar inilah, kalau seandainya perang secara fisik, mereka akan kalah.
Pada akhirnya mereka ciptakanlah suatu alat yang bisa merusak Islam
12

M.C. Ricklefs. Islamisation and Its Opponents in Java. Terj. FX Dono Sunardi,

Satrio Wahono. (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2013), hlm.89

10

tanpa sentuhan fisik tapi lebih ke psikis dan ideologis dengan sasaran
utama adalah para remaja Muslim.
Kita boleh saja mengikuti era globalisasi ini, asal itu yang positif,
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan jangan sampai terlena oleh niat
busuk kaum kafir. Mudah-mudahan tidak hanya kuantitas Muslimnya
saja yang meyakinkan, tapi kualitas Muslimnya pun harus meyakinkan.
2. Malaysia
Malaysia adalah negara yang berdiri pada 31 Agustus 1957 yang
dipimpin oleh Perdana Menteri pertamanya Tengku Abdul Rahman.
Malaysia merupakan negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian
dengan ketentuan 11 di semenanjung Malaysia dan 2 lagi di pulau
Kalimantan. Negara ini juga merupakan negara bekas jajahan Inggris
yang penduduknya meliputi campuran aneka latar belakang, warna kulit,
suku bangsa dan budaya. Jumlah penduduknya terdiri dari sekitar
16.500.000 jiwa yang separuh lebih masyarakatnya beragama Islam
yang berlatar belakang melayu, jadi sekitar 55 % dari seluruh jumlah
penduduk.
3. Brunei Darussalam
Islam

merupakan

mayoritas

di

Brunei

Darussalam.

Brunei

memperoleh kemerdekaan penuh pada 1 Januari 1984. Sistem politik
tradisional diberlakukan kembali dalam bentuk modern dengan keluarga
raja sebagai pemegang kepemimpinan kerajaan yang bernama kerajaan
Brunei Darussalam. Konstitusinya secara tegas menyatakan bahwa
negara tersebut adalah negara Islam yang beraliran Ahlu Sunnah wal
Jamaah.13 Brunei berpenduduk 227.000 jiwa (1988) dengan kaum
Muslim sebagai mayoritas, melayu 155.000 jiwa, Cina pendatang 41.000
jiwa.14
13
14

Ajid Thohir.,op.cit., hlm. 264
Ibid., hlm. 263

11

4. Filipina
Kedaulatan Republik Filipina dipulihkan pada 4 Juli 1946,
didasarkan pada undang-undang tahun 1935 yang kemudian mengadopsi
model sistem pemerintahan demokrasi Amerika.
Orang-orang Islam di Filipina ini menamakan diri mereka Moro.
Dilihat dari aktivitas kerja mereka, orang-orang Islam Moro ada yang
bekerja di sektor pemerintahan sebagai guru, administrator, personil
angkatan bersenjata, pegawai kantor kehakiman, dan ada yang menjadi
gubernur. Kaum Muslim yang mendapat pendidikan sekuler cenderung
mudah menyatu dengan negara Filipina. Sebaliknya orang yang tidak
mau menerima pendidikan sekuler dan hanya mendapatkan pendidikan
agama secara tradisional, biasanya mereka tidak menghendaki integrasi
dengan Filipina.15
5. Thailand
Di negara bukan Islam yang dijuluki Negara Gajah Putih, tercatat
agama Islam merupakan minoritas masyarakat Thailand dengan
presentase sekitar 5 % atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand. Dan
Mayoritas Muslimnya berada di wilayah selatan khususnya Pattani,
Yala, dan Narathiwat.
6. Singapura
Perkembangan Islam di Singapura boleh dikatakan tidak ada
hambatan, baik dari segi politik maupun birokratis. Muslim di Singapura
± 15 % dari jumlah penduduk, ± 476.000 orang Islam. Sebagai tempat
pusat kegiatan Islam ada ± 80 masjid yang ada di sana. Pada tanggal 1
Juli 1968, dibentuklah Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) yang
mempunyai tanggung jawab atas aktivitas keagamaan, kesehatan,
pendidikan, perekonomian, kemasyarakatan, dan kebudayaan Islam.
15

Ibid., hlm. 277

12

Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk
Singapura yang berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama,
yaitu Budha 42 %, Islam 14,9 %, Kristen 14,6 %, Tao 8,5 %, Hindu 4,0
%, dan Agama lain (Yahudi, Zoroaster, dll 0,6 %).
7. Myanmar
Negara Myanmar ini sebenarnya bukanlah negara Islam, karena
mayoritas beragama Hindu dari kalangan biksu-biksu, lalu di susul
kemudian dengan Islam. Namun dalam perkembangannya sekarang, kini
negara yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan
beribadah dan memeluk Islam, jumlah penduduknya hanya ± 4 % yang
menganut agama Islam, sehingga banyak umat Islam di kalangan ini
yang harus mengalah demi kebaikan mereka dan tentu sangat berat bagi
negara ini untuk menjalankan hukum Islam dan syariat Islam karena
faktor minoritas dalam hal kuantitas, dan dapat dipastikan perkembangan
dakwah Islam juga masih minim sekali, ditambah banyaknya pengikut
kaum biksu.
8. Kamboja
Penduduk Muslim di Kamboja berkisar 800.000 orang, tetapi lebih
dari 70 % di antaranya telah dibantai. Dari 113 masjid, hanya 20 yang
tertinggal, sedangkan yang lainnya telah dimusnahkan. Bahkan kedua
puluh masjid tadi setelah diperbaiki, diruntuhkan pula. Bahkan para
ulama pun dibunuh.16
9. Vietnam
Pada kenyataanya kaum Muslim di daerah indocina seperti Thailand,
Myanmar, Kamboja, Vietnam dan Laos. Mereka (Muslim) selalu
menjadi korban dari rezim yang berkuasa, karena ketakutan akan
berkembanganya komunitas Muslim yang akan menjadi pesaing bagi
mereka. Oleh sebab itu, rezim yang berkuasa dan musuh-musuh Islam
16

Ibid., hlm. 283

13

dari kalangan Budha, dibiarkan melakukan pembantaian terhadap kaum
Muslim.
2.6 Benturan dan Dialektika Timur Islam dan Barat
Benturan antara Timur Islam dan Barat ini berawal dari adanya
ketakutan Barat pada waktu itu dengan komoditas agama Kristen mereka
terhadap ekspansi yang dilakukan kaum Muslim. Ketika Islam mulai
tersebar

dan

menciptakan

komunitas-komunitas

kecil

yang

siap

berkembang, Kristen berpikiran bahwa apa yang selama ini mereka
takutkan ternyata menjadi kenyataan.
Sejarah telah mencatat Baratlah yang memulai perang terhadap umat
Islam yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Salib (1096-1192).
Pembantaian kaum Muslim oleh tentara salib di Spanyol. Hingga kini,
semangat Perang Salib ini masih melekat dalam benak orang-orang Barat,
yang kemudian menjelma menjadi prasangka buruk terhadap Islam.
Pada akhinya mereka berusaha menghancurkan dengan konsep
intelektual mereka yang diterapkan melalui sistem pendidikan. Dimana
pada penyebaran unsur-unsur dasar pandangan dunia Barat dan
konsolidasinya dilakukan secara diam-diam pada pikiran Muslim, yang
pada awalnya hanya pada tingkat-tingkat sejarah, agama dan militer. Dan
sekarang berusaha merusak intelektual kaum Muslim.17
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Simpulan

17

Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Islam and Secularism. Terj. Karsidjo
Djojosuwarno,(Bandung;Pustaka, 1981), hlm. 146-147

14

Mempelajari sejarah seperti halnya kita memahami filsafat spion
kendaraan. Ketika kita terus berkendara ke depan, sesekali kita harus
melihat ke belakang dengan spion agar lebih hati-hati dalam berkendara.
Begitu pun sejarah, ia adalah cermin masa lalu dan sebagai pelajaran bagi
orang-orang yang datang kemudian, agar lebih hati-hati dalam menjalani
hidup ini.
Sejarah Islam tak akan pernah lepas dari bangsa Arab, karena
mayoritas pejuang Muslim dahulu adalah keturunan bangsa Arab. Jadi
sebenarnya Islam lah yang mengangkat bangsa Arab dari ketertindasan,
membesarkan dari keterasingan, dan mempersatukan dari perpecahan.
Islam pun tersebar hampir di seluruh dunia dan membentuk
komunitas-komunitas di negara masing-masing. Akan tetapi dampak dari
peperangan dulu sepertinya belum berakhir. Terlihat dari usaha Barat yang
ingin menghancurkan Islam bukan secara fisik, akan tetapi lebih ke psikis
dan ideologis kaum Muslim itu sendiri.

Daftar Pustaka :
M.C. Ricklefs. Islamisation and Its Opponents in Java. Terj. FX Dono Sunardi,
Satrio Wahono. Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2013.

15

Mulyana, Deddy. Berpaling Kepada Islam : Kesaksian Muslim Amerika,
Eropa, dan Australia. Bandung; Remaja Rosdakarya, 1996.
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacak
Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta; Raja
Grafindo Persada, 2004.
Tim Riset dan Studi Islam Mesir. Al-Mausuu’atu Al-Muyassaratu Al-Tarikh
Al-Islami. Terj. Arif Munandar Riswanto, Hamzah Zaelani, Yudi
Wahyudin, Yanyan Nurdiansyah. Jakarta; Al-Kautsar, 2013.
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas. Islam and Secularism. Terj. Karsidjo
Djojosuwarno. Bandung; Pustaka, 1981.

16