Model Pembelajaran Abad 21 (3)

Model Pembelajaran Abad 21
Rizki Anugrah Maulid (1500604)
Departemen kurikulum dan Teknologi pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
rizkiamaulid07@gmail.com
Pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan
belajar. Kegiatan belajar merupakan proses komunikasi yang terjadi antara siswa dan guru
sebagai sumber belajar. Sumber belajar tidaklah dibatasi oleh guru saja melainkan dapat
dijumpai dimana saja. Perkembangan zaman yang begitu pesat megharuskan siswa menjadi
manusia yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memadai tentunya di abad 21 ini.
Keterampilan yang dibutuhkan siswa diantaranya fleksibilitas, interdisipliner, sadar budaya
dan kolaboratif.
Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat
bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara
dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari
sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan
berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010). Permulaan Abad 21
ditandai dengan bergantinya tahun dari tahun 2000 menuju tahun 2001, yang disebut dengan
Millenium ke 3 menurut kalender Gregorian, meskipun di banyak pendapat mempertanyakan
dan mempertentangkan sistem penghitungan Abad ke 21 tersebut, karena menurut sebagian
pendapat mengatakan bahwa terlalu cepat mengkalin tahun 2000an disebut sebagai abad 21,

dan menurut pendapat yang lain hal ini disebabkan karena orang zaman dulu tidak mengenal
sistem penghitungan dengan angka 0, sehingga tahun abad pertama dimulai dari tahun 1.
Banyak hal yang kemudian berubah di abad 21 ini, percepatan di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi, sistem komunikasi seperti mudahnya akses internet menjadi salah satu ciri
abad 21, dunia seakan-akan menjadi kecil dan berada dalam genggaman, apa yang terjadi di
ujung dunia sana, akan dengan mudah diketahui oleh orang yang berada di ujung dunia yang
lain, dalam waktu yang bersamaan, berbagai teknologi canggih yang pada intinya untuk
mempermudah segala macam urusan manusia ditemukan, dikembangkan, dibuat dan dipakai
oleh banyak orang dengan biaya yang sangat terjangkau. Namun di sisi yang berbeda,
perubahan zaman menjadi abad 21 ini, juga secara nyata membawa dampak yang tidak

sedikit, baik dampak terhadap fisik maupun dampak terhadap cara hidup, gaya hidup dan
psikologis masyarakat modern. Dampak secara fisik, bisa berupa polusi akibat munculnya
banyak pabrik yang memproduksi barang industri modern tersebut, polusi yang berkelanjutan
justru akan berakibat kepada munculnya varian penyakit baru yang sebelumnya belum pernah
ditemukan, seperti kanker dengan segala macam turunannya, tomur, dan sebagainya, dampak
psikologis dapat diungkapkan dengan munculnya kebiasaan konsumtif dan ketergantungan
yang tinggi terhadap teknologi, seperti kebutuhan terhadap listrik, komputer, dan alat-alat
teknologi canggih lainnya.
Abad ke-21 dimulai dari tahun 2001, karena hitungan tahun semenjak ditemukannya kalender

masehi, awal pada awal mula ditemukannya tahun seharusnya ada pada tahun nol, dan ulang
tahun pertama harusnya ada pada tahun 1, makanya masuk tahun 2001 disebut sebagai abad
ke – 21. Dengan demikian tahun 2014 ini sudah merupakan dasawarsa ke-2 pada abad ke –
21; karena dasawarsa ke-1 sudah berlalu, yakni 2000 – 2009. Abad ke – 21 ini disebut dengan
milenium ke-3 kalender Gregorian. Filosofis yang dianut dalam abad ke – 21 ini adalah
postmodernisme, globalisasi, pragmatisme, progersivisme, dan idealisme. Teoritisnya yang
ada dalam pelaksanaan pendidikan di abad ke – 21 ini adalah teori pembelajaran
kognitivisme, humanistik dan teori belajar Ausubel. Teori kognitivisme menyatakan bahwa
pengetahuan itu berasal dari stimulus dan respons tetapi dipengaruhi oleh pengetahuan yang
dimilikinya. Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam
konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Teori
belajar Ausubel yakni berupa meaningful learning. Menurut Ausubel faktor yang paling
penting mempengaruhi siswa belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Praksisnya
adalah Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), UU No. 30 tahun 2003
tentang Sisdiknas, dan Kurikulum 2013, Praktisnya adalah maraknya sekolah berbasis
keterampilan dan pembelajaran berbasis teknologi.
P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan framework pembelajaran di
abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi

serta keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework ini juga menjelaskan tentang
keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam
kehidupan dan pekerjaanya.

SINGAPURA
Pada tahun 1984, sebuah proyek percontohan dimulai oleh Kementerian Pendidikan
(Kemendik) di 2 sekolah dasar, Sekolah Dasar Raffles Girls dan Rosyth School, dan 2
sekolah menengah, Raffles Girls School (Sekunder) dan Institusi Raffles. Ini menjadi basis
kebijakan nasional, “Program Pendidikan Berbakat” Cabang Gifted Education (GE) dari
MOE menentukan Jika seorang anak "sangat" berbakat dengan melihat 4 kumpulan
informasi: sebuah laporan psikologis, prestasi dan kemampuan / tingkat di atas tingkat tes,
contoh karya anak, dan rekomendasi guru. Pemerintah nasional telah memperluas kebijakan
pendidikan yang berbakat untuk menarik yang terbaik dan paling terang dari negara lain
untuk menetap di Singapura. Salah satu contohnya adalah "Guppies to Paus“ yang disponsori
oleh The Singapore Agency for Science, Technology and Research (STAR). Meningkatnya
siswa sekolah dasar, menengah dan atas dengan bakat dalam bidang matematika dan sains
diidentifikasi di Singapura dan negara-negara lain, khususnya di Asia. Untuk meningkatkan
memori jangka panjang untuk Singapura, mahasiswa asing diharuskan untuk menerima
kewarganegaraan Singapura.
CINA

Pada tahun 2000 di negara Cina, tengah disibukan mempromosikan kreativias sebagai
komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Sebelumnya para pemimpin
pendidikan di Cina melihat kurangnya kreativitas sebagai penghalang untuk sukses secara
global. Menurut Wang (dalam Lockette, 2012) Reformasi pendidikan di Cina saat itu
dirancang dari pembelajaran ceramah dan hafalan menjadi pembelajaran yang berpusat
kepada siswa, hal itu termasuk pembelajaran kooperatif, metode penemuan, serta
pembelajaran berbasis proyek. Pendidikan berkualitas, yang merupakan inti reformasi
pendidikan Tiongkok, terlihat sebagai pendekatan yang berfokus pada keseluruhan pribadi
dan merupakan reaksi terhadap pola pikir pendidikan yang telah ada di Cina selama lebih dari
1000 tahun, termasuk kekaisaran Cina dengan hafalan-hafalan dan penalaran yang menjadi
metode pengajaran standar bahwa lazim dalam budaya Tiongkok bagi para guru untuk
menganggap ketidaksesuaian sebagai perilaku pemberontak dan sombong. Mendukung
stimulasi kreativitas, kenegaraan dan pemerintah daerah dan guru diberi wewenang lebih
besar dalam pengembangan dan seleksi buku teks, serta lebih banyak pendapat dalam
mengembangkan kurikulum yang fleksibel.

KOREA SELATAN
Seperti halnya pendidikan di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Pendidikan di Korea
Selatan dilaksanakan dalam beberapa jenjang, yaitu jenjang pendidikan primer (primary
education), pendidikan sekunder (secondary education), dan pendidikan tinggi (high

education). Dalam jenjangnya, pada Taman Kanak-kanak (TK) di Korea Selatan, TK
bukanlah program publik/formal tetapi merupakan lembaga swasta yang mengajarkan bahasa
Korea dan Inggris. Usia anak-anak yang memasuki TK berkisar antara 3-7 tahun. Di TK ini
satu kelas bisa berisi anak-anak dengan rentang umur yang berbeda (4 tahun) Seperti halnya
pendidikan di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Pendidikan di Korea Selatan
dilaksanakan dalam beberapa jenjang, yaitu jenjang pendidikan primer (primary education),
pendidikan sekunder (secondary education), dan pendidikan tinggi (high education). Pada
tahun 2008 sekolah dasar dan menengah berpartisipasi dalam pendidikan untuk yang
berbakat, pendidikan Berbakat di Korea lebih lambat berkembang daripada negara-negara
Asia Timur lainnya (Kathryn & Arens, 2012) Busan Science High School (BSA), didirikan
pada tahun 2001, merupakan sekolah berbakat pertama yang resmi.
JEPANG
Sebuah artikel April 2010 di koran Mainichi mencatat inovasi dalam ilmu kehidupan berbasis
Pengalaman belajar di Yokohama City Science Frontier High School pada saat yang
bersamaan menyesalkan kurangnya pembangunan sistem pendidikan nasional yang
berdasarkan kemampuan atau bakat (Kathryn & Arens, 2012) Pembelajaran secara inklusi
tetap menjadi dilema di Jepang, karena sangat terkait dengan elitisme. Ini disebabkan karena
budaya yang kuat bahwa kerja keras dan usaha mengarah pada kesuksesan akademis, bukan
kemampuan bawaan (bakat). Hampir tidak ada struktur formal di Jepang untuk mendukung
pendidikan siswa berbakat. Tidak ada sekolah kejuruan di Jepang. Mayoritas sekolah

bergantung

pada

MEXT

(Kementerian

Pendidikan,

Kebudayaan,

Olahraga,

Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi) pedoman kurikulum (untuk sekolah negeri ini wajib).
Akibatnya, guru kelas memiliki sedikit sulit dalam memberikan diferensiasi atau percepatan
untuk siswa berbakat akademis.
Tahun 2002 reformasi MEXT dilakukan untuk menyeimbangkan pembelajaran hafalan

dengan pendidikan yang lebih individual Yutori kyoiku ( ゆ と り 教 育 ), tetapi dengan
penekanan yang ada pada persiapan ujian masuk untuk sekolah menengah dan nilai yang

lebih tinggi, ini telah terbukti sulit. Pada tahun yang sama Japan Science and Technology
Agency, bagian dari MEXT, memprakarsai Super Science Highschool (SSH) dalam
menanggapi penurunan nilai siswa dan minat dalam matematika dan sains. Siswa yang
menghadiri SSH jauh lebih baik untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Sains Internasional.

Daftar Pustaka :
Goto, J., Batchelor, J., & Lautenbach, G. (2015). MOOCs for Pre-Service Teachers :
Their Notions of 21st Century Learning Design. In IST-Africa Conference (pp. 1–
9).
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI.

http://teoribagus.com/paradigma-pendidikan-indonesia-abad-21
http://indonesiabelajar.weebly.com/kondisi-ideal.html
http://yana.staf.upi.edu/2015/10/11/pendidikan-abad-21/
http://nasional.kompas.com/read/2008/08/01/05332920/pendidikan.versi.singapura