Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkemban

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

1

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
RINGKASAN................................................................................................................. 4
Masalah..................................................................................................................... 4
Ilmu Syaraf dan Penelitian Pengembangan..........................................................................5
Program Evaluasi Penelitian.................................................................................... 5
Memperbaiki Kesalahan Umum...............................................................................6
Kesenjangan Antara Sains dan Kebijakan...............................................................7
Implikasi Untuk Kebijakan dan Program..................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................. 9
KESIMPULAN............................................................................................................. 12
REFERENSI................................................................................................................ 13


2

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

PENDAHULUAN

Penulis

: Jack P. Shonkoff, M.D.,

Judul

: Maternal Depression Can Undermine the Development of Young Children

Tahun Publikasi

: 2009

3


Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

RINGKASAN

Masalah
Depresi serius yang dialami oleh orang tua dan pengasuh dapat mempengaruhi kesejahteraan anak-anak
selama masa perawatan/pertumbuhan, karena depresi kronis pada ibu memiliki efek berbahaya bagi
keluarga dan anak-anak. Ketika anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang memiliki penyakit mental
seperti depresi, perkembangan otak mereka melemah, juga kemampuan mereka untuk belajar, serta
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka.
Perkembangan otak anak sangat tergantung pada pengaruh interaktif dari orang tua terutama ibu, serta
pengasuh. Sebagai contoh, ketika bayi mengoceh dan orang dewasa merespon dengan tepat dengan
perhatian atau gerak tubuh, ini dapat membantu membangun dan memperkuat sambungan di otak anak
untuk mendukung pengembangan komunikasi dan keterampilan sosial. Namun, jika depresi mengganggu
kemampuan pengasuh atau orang tua, terutama ibu, untuk secara teratur memberikan interaksi seperti itu,
maka koneksi di otak anak mungkin tidak membentuk sebagaimana mestinya.
Bagi wanita yang menderita depresi berat setelah melahirkan dapat ditandai dengan suasana hati yang
rendah, hilangnya minat dalam kegiatan yang biasanya menyenangkan, kesulitan tidur dan
berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, perasaan bersalah, dan energi/semangat yang rendah. Terutama
bila dikaitkan dengan faktor lainnya, seperti tingkat ekonomi yang rendah, depresi berat yang

melemahkan kondisi tubuh ibu, sehingga sulit bagi ibu untuk secara efektif melaksanakan tugas
pengasuhan yang diperlukan dan tanggung jawab untuk membangun dan memelihara hubungan dengan
anak-anak mereka. Hal ini dapat dijadikan alasan mengapa ketika anak yang dibesarkan oleh seorang ibu
yang menderita depresi kronis, mereka memiliki rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan anakanak lain, pada penilaian kognitif, emosional, sosial. Dan perilaku anak-anak dari pengasuh yang depresi
beresiko mengalami masalah kesehatan mental di kemudian hari, kesulitan menyesuaikan diri dalam
kehidupan sosial, dan kesulitan dalam menjalani kehidupan pada saat dewasa di berbagai domain
penting, termasuk pekerjaan dan kesehatan. Dalam menghadapi depresi klinis perlu membangun dan
memelihara hubungan keluarga yang positif.
Akibat besarnya konsekuensi dari masalah ini, para dokter dan pembuat kebijakan mulai menyadari
bahwa betapa pentingnya pengobatan pada ibu yang menderita depresi. Untuk memaksimalkan dampak
dari investasi tersebut pada kesejahteraan anak-anak serta ibu, penting untuk bagi para pembuat kebijakan
memahami tentang efek depresi ibu pada anak-anak serta efektivitas program yang dirancang untuk
mengobati atau mencegah kondisi yang lebih serius.

Ilmu Syaraf dan Penelitian Pengembangan
Depresi kronis dapat memanifestasikan dirinya dalam dua jenis pola pengasuhan bermasalah yang
mengganggu "serve and return" interaksi yang penting untuk perkembangan otak yang sehat: bermusuhan
atau mengganggu, dan terlepas atau ditarik. Ketika orang tua marah atau jengkel dengan anak, orangtua
4


Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak
memberi bola dengan cara yang membuat anak sulit mengembalikannya. Sebaliknya, jika orang tua
menarik diri atau melepas, anak mungkin akan mengambil bola tersebut, tetapi orang tua tidak
mengembalikannya lagi. Pada kedua kasus ini, ibu yang mengalami depresi cenderung kurang
menanggapi sinyal dari bayi mereka (seperti ucapan atau tingkah laku) atau cenderung kurang terlibat
interaksi positif dan harmonis dengan anak-anak mereka.
Ketika pengasuh bermusuhan, pola “serve and return” berantakan, dan dapat berpengaruh pada
perkembangan otak anak,. pola tersebut sangat mengkhawatirkan karena sekali interaksi negatif orang tua
dan anak ditetapkan, mereka dapat bertahan bahkan setelah depresi ibu telah membaik dan dapat
membuat anak lebih mungkin untuk memiliki interaksi negatif dengan orang dewasa. Ketika bayi dan
anak-anak berinteraksi dengan cara bermusuhan, seperti pengasuh marah-marah, ini menciptakan
perasaan takut dan kecemasan pada anak, yang dapat mengakibatkan peningkatan produksi bahan kimia
stres yang merugikan. Reaksi fisiologis berulang tersebut dapat mempengaruhi perkembangan otak
sehingga mengganggu kemampuan anak-anak untuk belajar, dan meningkatkan risiko gangguan emosi
pada anak.
Depresi pada ibu mungkin mulai mempengaruhi perkembangan otak pada janin sebelum lahir. Wanita
yang depresi menghasilkan lebih tinggi bahan kimia stres selama kehamilan, yang mengurangi
pertumbuhan janin dan berkaitan dengan peningkatan risiko persalinan prematur. Gejala depresi pada ibu
hamil juga telah terbukti berhubungan dengan fungsi imun pada bayi setelah lahir. Penelitian telah
menemukan bahwa depresi prenatal bisa dihubungkan dengan pembungkaman gen yang mengontrol

over-produksi bahan kimia stres. Dengan demikian, pada saat bayi lahir, ibu yang mengalami depresi
mungkin memiliki efek berkelanjutan pada sistem atau respon stres dan kekebalan tubuh yang membuat
anak lebih rentan untuk mudah marah.

Program Evaluasi Penelitian
Mengingat dampak negatif dari depresi untuk ibu dan anak-anak, berbagai intervensi telah dirancang
untuk mencegah dan mengobatinya serta untuk menghindari anak-anak dari efek berbahaya. Sebelum
efek ini dapat bertambah, kami meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak dari ibu yang mengalami
depresi akan tumbuh menjadi anak yang sehat, dan mampu ikut berkontribusi pada masyarakat. Upaya
intervensi intensif yang khusus fokus pada interaksi ibu-anak telah menunjukkan hasil yang menjanjikan
dalam beberapa studi terbaru. Salah satu program mingguan psikoterapi balita-orang tua yang bertahan
lebih dari setahun yang diproduksi meningkat perkembangan kognitif pada anak-anak dari ibu depresi.
Upaya untuk mencegah depresi pada ibu jauh lebih sulit dari pada pengobatan yang efektif. Beberapa
model intervensi pendidikan dan psikologis untuk mencegah depresi pasca persalinan. Program ini
beragam dalam hal saat jasa dimulai, bagaimana dan oleh siapa layanan yang disampaikan, dan
kemungkinan depresi pada populasi yang mereka layani. Sebagian besar program pencegahan ini sering
disampaikan melalui sejumlah kecil individu dari kelompok sesi pendidikan atau psychoteraphy, perawat
bidan, atau kunjungan rumah. Namun kurangnya hasil pada anak, menunjukkan bahwa penelitian lebih
lanjut diperlukan. pendekatan biologis untuk mencegah PPD juga telah dipelajari, namun hasil yang
sukses jarang, dan seperti yang dicatat sebelumnya, pendekatan pencegahan biologis sering tidak diterima

dengan baik oleh ibu-ibu karena kekhawatiran tentang efek obat pada janin atau bayi.

5

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

Memperbaiki Kesalahanpahaman Umum
Berlawanan dengan anggapan umum, perawatan profesional diperlukan untuk membantu ibu mengatasi
depresi berat. Meskipun banyak ibu mengalami penyesuaian emosional dan perubahan suasana hati pada
periode pasca melahirkan atau biasa dikenal sebagai "baby blues", hal ini sangat berbeda dengan depresi
berat. Depresi berat harus dipahami sebagai kondisi medis serius yang mempengaruhi fungsi otak dan
biasanya membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Seorang ibu ada masa
kehamilan lebih mungkin mengalami depresi seperti ini dibandingkan dengan perempuan lain, terutama
karena mereka butuh diberi perhatian lebih, namun mereka cenderung mendapatkan bantuan profesional.
Hal ini yang paling disayangkan, karena terdapat fakta bahwa berbagai pendekatan pengobatan dapat
mengurangi gejala depresi di kalangan ibu-ibu ini.
Bayi dan balita sekalipun memiliki kemungkinan akan terkena dampak dari depresi pada ibu mereka.
Efek buruknya bahkan mungkin dimulai sejak masa kehamilan. Seperti dijelaskan sebelumnya, depresi
pada ibu dalam masa kehamilan ini terkait perubahan dalam merespon stres dan perubahan sistem
kekebalan tubuh janin, dimana dapat meningkatkan kemungkinan bahwa bayi akan menjadi lebih mudah

marah, bosan, atau tidak mendapatkan perawatan ibu dibanding kebanyakan bayi lainnya. Selain itu,
depresi berkelanjutan setelah melahirkan dapat mengganggu pola pengasuhan dalam interaksi “memberi
dan menerima” antara bayi dan ibu, sehingga berpotensi mengganggu perkembangan struktur otak dan
keterampilan anak. Pada akhirnya, pola pengasuhan yang terjadi seperti bermusuhan atau justru
menelantarkannya.
Mengobati gejala depresi ibu saja tidak selalu menghasilkan perbaikan pada pengasuhan dan dimensi
perkembangan anak. Fakta menunjukkan hasil pengobatan terhadap gejala depresi ibu belum memiliki
pengaruh yang terukur terhadap perkembangan anak. Bahkan ketika berhasil pun, pengobatan jangka
pendek yang hanya fokus pada pengurangan depresi ibu mungkin akan kehilangan kesempatan untuk
meningkatkan juga keterampilan pengasuhan dan pandangan mereka tentang anak-anak mereka. Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa pengobatan yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan anak
harus menyertai dua hal baik untuk menghilangkan depresi ibu dan berfokus pada perilaku pengasuhan
serta interaksi dengan anak sebagai dimensi sentral intervensi.

Kesenjangan Antara Sains dan Kebijakan
Depresi pasca melahirkan memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya menjadi sasaran menarik
khususnya untuk pencegahan intervensi, namun belum banyak yang dilakukan di AS untuk menentukan
intervensi mana yang bekerja. Karakteristik ini meliputi kejelasan periode yang beresiko yaitu pada masa
kehamilan hingga enam bulan setelah melahirkan, dan populasi calon ibu yang diidentifikasi berisiko.
Kebanyakan studi mengenai program yang dirancang untuk mencegah PPD telah dilakukan di luar

Amerika Serikat, di mana perbedaan dalam sistem pelayanan kesehatan dapat membuat temuan mereka
kurang berlaku untuk konteks AS. Mengingat fakta bahwa depresi pada ibu dapat mengganggu pola
pengasuhan dan merusak proses perkembangan yang mungkin sulit untuk diubah seiring berjalannya
waktu, serta terbatasnya program pencegahan yang efektif di Amerika Serikat merepresentasikan
hilangnya peluang untuk meningkatkan perkembangan anak.

6

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak
Peningkatan program pengobatan untuk masalah kesehatan mental pada orang tua perlu untuk mengatasi
perilaku orang dewasa terhadap anak-anak serta dampak program pengobatan pada hasil perkembangan
anak-anak. Ini merupakan tantangan besar, karena hingga saat ini masih sangat sedikit penelitian yang
mengukur dampak intervensi terhadap depresi pada ibu hamil baik pada interaksi ibu-anak maupun pada
kesejahteraan anak. Terbukti bahwa depresi mengganggu kemampuan seorang ibu untuk terlibat dalam
pengasuhan. Beberapa kebijakan telah diidentifikasi sebagai sarana yang menjanjikan melalui
pencegahan, pemeriksaan, dan layanan pengobatan untuk ibu yang mengalami depresi, termasuk
perawatan kesehatan primer, kunjungan rumah, perawatan dini serta pendidikan.

Implikasi Untuk Kebijakan dan Program
Depresi pada ibu mempengaruhi keluarga besar dan memiliki kemungkinan yang besar pengaruhnya,

yaitu dampak buruk terhadap orangtua dan perkembangan anak-anak. Konsekuensi ini berdampak bagi
masyarakat secara keseluruhan, sebagai anak-anak yang terkena dampak, mereka menjadi generasi
penerus dari orangtuanya. Depresi pada ibu yang tidak diobati dapat menimbulkan lebih banyak
kemarahan atau tidak terlibatnya orangtua dalam pengasuhan, yang dampaknya berbahaya pada
perkembangan otak balita, menjadikan mereka lebih berisiko terhadap masalah kognitif dan sosioemosional di kemudian hari. Tidak peka, mudah marah, atau tidak terlibat dalam pengasuhan berkaitan
dengan perkembangan pola aktivitas otak yang berhubungan dengan kecemasan serta emosi tak
terkendali pada anak-anak dan orang dewasa. Ibu yang mengalami depresi terlibat lebih sedikit dalam
menstimulasi anak-anak mereka, berpotensi merusak struktur otak yang berhubungan dengan
pembelajaran dan daya ingat. Oleh karena itu penting bagi kesejahteraan masyarakat untuk menemukan
cara yang efektif untuk mencegah dan mengobati gangguan ini.
Fakta menunjukkan bahwa terapi intensif yang fokus pada ibu dan anak-anak mereka secara bersamaan
dapat memperbaikinya. Tidak hanya akses dan penggunaan layanan kesehatan mental bagi ibu yang
penting, tetapi ada hal lain yang sama pentingnya yaitu perlunya para pembuat kebijakan dan dokter
untuk bekerja sama dalam membangun dan mendukung model perawatan yang secara bersamaan
menangani kebutuhan kesehatan mental ibu sekaligus peran pengasuhan dan perkembangan kesehatan
anak-anak mereka. Karena jaringan otak yang sehat dibangun oleh interaksi positif dan pengasuhan yang
responsif dari waktu ke waktu, terapi jangka pendek dengan intensitas rendah yang hanya berfokus pada
ibu mungkin efektif dalam mengurangi gejala depresi mereka, tetapi tidak mungkin dapat memperbaiki
hasil akhir anak. Mengingat besarnya masalah ini, kebijakan kreatif dapat dibuat dan berjalan baik dengan
adanya dukungan pada proyek percontohan yang menjanjikan yang berfokus pada interaksi antara ibu

dengan bayi mereka dan dikawal dengan desain evaluasi yang kuat. Hasil temuan dari evaluasi program
menunjukkan bahwa tantangan menangani depresi pada ibu bukanlah sekadar masalah peningkatan
pendanaan. Karena masih banyak yang harus dipelajari, dua jenis investasi sangat penting untuk
dipertimbangkan bagi para pembuat kebijakan.
Evaluasi program pencegahan untuk mengatasi depresi pada ibu sejauh ini telah mengecewakan. Hal ini
bukan berarti bahwa upaya pencegahan tidak berfungsi, tetapi itu menunjukkan bahwa kita masih harus
banyak belajar. Besarnya risiko yang dihadapi ibu dan anak-anak muda yang terkena dampak dari semua
kelas sosial, terutama mereka yang memiliki pendapatan rendah dan keterbatasan pendidikan,
menegaskan perlunya para pembuat kebijakan, ahli saraf, dokter, program pengembangan, dan para ahli
evaluasi untuk bekerja sama dalam mencari strategi pencegahan yang baru dan lebih efektif.
7

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

PEMBAHASAN
Depresi serius yang dialami oleh orang tua dan pengasuh dapat mempengaruhi kesejahteraan anak-anak
selama masa pertumbuhan, karena depresi kronis pada ibu memiliki efek berbahaya bagi keluarga dan
anak-anak. Ketika anak-anak tumbuh dalam lingkungan dengan gangguan mental, perkembangan otak
mereka melemah juga kemampuan mereka untuk belajar serta mempengaruhi kesehatan fisik dan mental
mereka. Penyebab yang paling utama adalah pengalaman depresi atau stress lainnya, seperti kesulitan

keuangan atau terisolasi dari kehidupan sosial. Depresi dan gejala depresi sangat rentan terjadi pada
keluarga yang kurang mampu.
Depresi adalah penyakit mental serius yang memiliki banyak konsekuensi negatif bagi penderitanya.
Depresi sering juga dialami oleh wanita hamil, dimana depresi yang dialami pada wanita hamil sangat
berbahaya karena akan berdampak pada perkembangan saraf dan otak bayi mereka. Anak-anak yang
terlahir dari ibu yang mengalami depresi akibat faktor genetik dan lingkungan, mengalami perubahan
dalam amigdala, yaitu struktur otak yang penting untuk mengatur emosi dan stres anak.
Ibu yang mengalami stress, depresi, dan kecemasan berlebih pada masa kehamilan beresiko melahirkan
anak prematur dan cacat sejak lahir. Cacat lahir ini merupakan dampak dari stress berat yang dialami oleh
sang ibu pada usia kehamilan trimester pertama, sedangkan kelahiran prematur merupakan dampak dari
stres yang lebih ringan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami depresi pada masa kehamilannya
menunjukkan perilaku yang tidak baik. Mereka memiliki sifat tempramen yang lebih sulit diatasi,
masalah pada tidurnya, kinerja kognitif lebih rendah, serta rasa takut berlebihan.
Terdapat hubungan antara stres pada masa kehamilan dengan perkembangan syaraf anak pada usia 3-16
tahun dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stres pada masa kehamilan yang dialami sang ibu
dapat ditularkan kepada janin dalam kandungannya. Hal ini meningkatkan resiko masalah emosional pada
anak, terutama yang berhubungan dengan kecemasan dan depresi, serta gejala Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) yang dapat bertahan seumur hidup sang anak. Beberapa penelitian
bahkan menunjukkan resiko anak terkena ADHD ini diakibatkan stress yang dialami ibu pada masa
pertengahan sampai akhir kehamilan. Namun, penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan
resiko autisme dan skizofrenia pada orang dewasa yang lahir dari ibu yang mengalami stres pada masa
kehamilan. Salah satu penyebab stress yang dialami oleh sang ibu adalah kematian seorang kerabat dan
invasi Belanda pada tahun 1940 yang dialami pada saat trimester pertama.
Serangkaian penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya hubungan antara stres pada masa kehamilan
dengan berbagai perubahan fisik dan fisiologis. Hal ini meliputi pola sidik jari yang berubah, penggunaan
tangan yang tidak umum (kidal), dan penurunan kepadatan pada zona abu-abu dalam otak. Zona abu-abu
yang berubah tersebut dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf dan kejiwaan, serta
gangguan kognitif dan intelektual. Merokok atau mengkonsumsi alkohol juga dapat mempengaruhi
perilaku dan berat badan bayi pada waktu lahir. Faktor turunan genetik juga mungkin terjadi dimana sang
ibu memiliki gen tertentu yang membuatnya cenderung mudah cemas atau depresi. Sang ibu juga bisa

8

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak
menurunkan gen ini pada anaknya, yang pada akhirnya membuat mereka lebih rentan terhadap masalah
emosional atau perilaku.
Beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa stres pada masa kehamilan berhubungan pada pola
harian yang berubah atau perubahan fungsi Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) yang berdampak pada
penurunan panjang telomere. Hasil penelitian tersebut menarik namun sekaligus memprihatinkan karena
pengurangan panjang telomer dapat menyebabkan rentang hidup juga berkurang.
Beberapa penelitian mengenai stress atau depresi yang dialami ibu pada masa kehamilan telah dilakukan
dan menunjukkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan karena dilakukan oleh banyak kelompok
penelitian independen di seluruh dunia. Namun, yang lebih sulit adalah untuk menetapkan bahwa
hubungan tersebut adalah hubungan sebab akibat. Jika seorang ibu stres ketika dia hamil, mungkin dia
juga akan mengalami stres setelah melahirkan dimana hal ini bisa mempengaruhi pola pengasuhannya.
Penelitian lain dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mungkin menjadi pemicu stress
pada ibu, seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol pada masa kehamilan serta hubungannya dengan
suasana hati ibu setelah melahirkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa masih tersisanya sinyal yang kuat
antara depresi pada masa kehamilan dan depresi pasca melahirkan terhadap masalah emosi dan perilaku
seorang anak. Penelitian lain juga menemukan bahwa efek ini juga jelas memungkinkan terjadi pada
suasana hati sang ayah pada masa kehamilan dan pasca kelahiran yang dialami sang ibu.
Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah peningkatan paparan janin kepada kortisol. Paparan
berlebih ke glukokortikoid pada janin bisa terjadi melalui peningkatan kortisol ibu yang berhubungan
dengan kecemasan dan stres, yang kemudian melewati plasenta ke lingkungan janin. Glukokortikoid
(misalnya kortisol pada manusia dan primata, corticosterone pada hewan pengerat) diketahui memiliki
berbagai efek pada janin yang sedang berkembang, termasuk pada otak. Meskipun mereka sangat penting
untuk perkembangan dan pematangan jaringan pada janin, paparan berlebih dapat memiliki efek yang
berpengaruh terhadap kesehatan yang buruk di kemudian hari.
Hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya tidak hanya signifikan secara statistik tetapi juga
signifikan secara klinis. Dalam penelitian besar Avon Longitudinal mengenai studi populasi orangtua dan
anak-anak, ditemukan bahwa ketika kecemasan ibu berada di atas 15%, maka anaknya beresiko atas
masalah emosional dan perilaku pada usia 4 dan 7 tahun hingga dua kali lipat. Re siko meningkat dari
sekitar 5% pada populasi umum hingga sekitar 10% pada anak-anak dari kelompok kecemasan tinggi.
Hasil serupa juga ditunjukkan pada anak usia 13 tahun.
Dalam sebuah penelitian yang menghubungkan aktivitas kehidupan pada masa kehamilan dengan
perkembangan kognitif anak pada usia 17 bulan menunjukkan bahwa stres pada masa kehamilan
menyumbang 17% dari varians dalam kemampuan kognitif. Ketegangan hubungan dengan pasangan pada
masa kehamilan menyumbang sebagian besar 73% dari varians dalam kemampuan kognitif. King dan
Laplante menemukan pengaruh yang lebih besar pada kemampuan kognitif. Mereka memeriksa anakanak berusia 2 tahun dari ibu yang terkena dampak terjadinya badai es di Kanada pada saat hamil.
Hasilnya, untuk anak-anak yang lahir dari ibu yang terkena stres tinggi pada trimester pertama atau
kedua, skor Bayleys masing-masing adalah 14 dan 19 poin, lebih rendah dari anak-anak yang lahir dari
ibu yang mengalami stres yang rendah.

9

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak
Besarnya pengaruh depresi atau stress yang dialami ibu pada masa kehamilan terhadap perkembangan
janin menjadi isu penting dimana perlu ada solusi atau cara-cara untuk mengatasinya. Karena
sesungguhnya depresi pada ibu dapat direduksi dengan melakukan beberapa pengobatan dan mereduksi
faktor-faktor pemicu stress atau depresi, misalnya melalui kunjungan rumah selama kehamilan dan 2
tahun pertama pasca melahirkan oleh perawat khusus yang terlatih. Hal ini dirancang untuk membantu
para ibu dengan perbaikan gizi melalui makanan, perawatan kesehatan, pendidikan mereka sendiri,
pengurangan konsumsi rokok, dan pelatihan cara mengasuh. Para perawat khusus ini memberikan banyak
dukungan bagi para ibu mulai dari awal kehamilan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengurangan perilaku kriminal terutama pada anak perempuan.
Anak perempuan yang sejak masih menjadi janin hingga bayi dikunjungi oleh perawat memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk melakukan tindak kriminal. Stres pada masa kehamilan menyebabkan
peningkatan risiko untuk gangguan perilaku, ADHD, dan masalah kognitif, dan semua ini adalah faktor
resiko utama untuk perilaku kriminal kemudian. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya upaya
pengurangan stres pada masa kehamilan dapat berpengaruh juga pada menurunnya tingkat kriminalitas.
Terapi interpersonal juga telah terbukti efektif dalam mengurangi depresi selama kehamilan. Sebuah uji
coba mengenai terapi perilaku kognitif untuk wanita hamil yang depresi dilakukan dengan
mengembangkan model baru perawatan sebelum dan sesudah melahirkan, hasilnya menunjukkan bahwa
terapi yang disampaikan di rumah pada ibu dapat membantu mengurangi tingkat depresinya.
Mendengarkan musik telah terbukti menurunkan plasma kortisol dan menunjukkan penurunan tingkat
kecemasan pada wanita hamil. Relaksasi ini juga telah terbukti memperbaiki syaraf janin, seperti detak
jantung. Relaksasi aktif yang dibantu oleh terapis secara signifikan mengurangi kecemasan dan detak
jantung ibu. Sedangkan relaksasi pasif dengan melakukan duduk santai secara signifikan mengurangi
tingkat noradrenalin. Kedua metode ini secara signifikan mengurangi kortisol. Untuk itu, bidan dan
dokter kandungan perlu dilatih untuk mendeteksi gejala kecemasan dan depresi selama hamil dengan
pasca melahirkan agar dapat memberikan dukungan atau bantuan yang tepat. Data menunjukkan bahwa
15% dari wanita hamil dan anak-anak yang mendapat manfaat dari dukungan seperti ini. Bagi wanita
yang dengan depresi tinggi baiknya diberikan semacam konseling atau terapi bicara.
Perkembangan otak anak sangat tergantung pada pengaruh interaktif dari orang tua terutama ibu, serta
pengasuh. Pola pengasuhan yang baik ialah dengan menerapkan pola “serve and return” (bayangkan
seperti permainan bola tenis) Sebagai contoh, ketika bayi mengoceh dan orang dewasa merespon dengan
tepat dengan perhatian atau gerak tubuh, ini dapat membantu membangun dan memperkuat sambungan di
otak anak untuk mendukung pengembangan komunikasi dan keterampilan sosial, sehingga terjadi
interaksi positif antara ibu dan anak. Namun jika ibu menderita depresi, maka pola “serve and return”
akan berantakan. Ibu atau pengasuh yang depresi akan kurang menanggapi sinyal dari bayi mereka
(seperti ucapan atau tingkah laku), sehingga tidak terjadi interaksi positif dan harmonis antara ibu dan
anak.
Ketika pola “serve and return” berantakan, akan berpengaruh pada perkembangan otak anak. Karena,
sekali interaksi negatif antara ibu dan anak tercipta, maka akan bertahan bahkan hingga depresi ibu telah
membaik. Anak akan lebih mungkin untuk berinteraksi negatif dengan orang dewasa. Pola tersebut sangat
mengkhawatirkan karena sekali interaksi negatif orang tua dan anak ditetapkan, mereka dapat bertahan
bahkan setelah depresi ibu telah membaik dan dapat membuat anak lebih mungkin untuk memiliki
10

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak
interaksi negatif dengan orang dewasa. Ketika bayi dan anak-anak berinteraksi dengan cara bermusuhan,
seperti pengasuh marah-marah, ini menciptakan perasaan takut dan kecemasan pada anak, yang dapat
mengakibatkan peningkatan produksi bahan kimia stres yang dapat merugikan anak. Reaksi fisiologis
berulang tersebut dapat mempengaruhi perkembangan otak sehingga mengganggu kemampuan anak-anak
untuk belajar, dan meningkatkan risiko gangguan emosi pada anak.
Depresi pada dapat mengubah periode penting perkembangan bahasa pada bayi, menurut sebuah studi
oleh para peneliti di University of British Columbia, Harvard University dan the Child & Family
Research Institute (CFRI) di BC Children's Hospital. Studi ini menemukan bahwa pengobatan ibu depresi
dengan Serotonin Reuptake Inhibitor (SRI) dapat mempercepat kemampuan bayi untuk membiasakan
mendengar suara dari bahasa asli mereka, sementara ibu depresi yang tidak diobati oleh SRI dapat
memperpanjang periode tuning pada anak. Bahwa selama bulan-bulan pertama kehidupan, bayi cepat
membiasakan dengan bahasa suara yang mereka dengar dan pemandangan yang mereka lihat (gerakan di
wajah yang menemani berbicara) dari bahasa asli mereka. Setelah periode dasar ini, bayi mulai fokus
pada bahasa ibu mereka dan mengabaikan bahasa lain. Periode perkembangan ini biasanya berakhir
antara usia delapan dan sembilan bulan, namun bisa juga lebih cepat atau justru tertunda.
Mengingat dampak negatif akibat depresi ibu terhadap anak-anak, berbagai percobaan pengobatan telah
dirancang untuk mencegah dan mengobatinya serta untuk menghindari anak-anak dari efek berbahaya.
Dengan harapan anak-anak yang terlahir dari ibu penderita depresi dapat tumbuh menjadi anak yang
terhindar dari penyakit mental.
Diantara upaya pengobatan yang telah dilakukan ialah pengobatan untuk mencegah depresi pasca
persalinan (Depression Post Partum). Program ini biasanya disampaikan melalui sejumlah kecil individu
melalui sesi pendidikan, bidan, atau kunjungan rumah. Pendekatan biologis untuk mencegah PPD juga
telah dipelajari, namun hasil yang sukses jarang, dan seperti yang dikatakan sebelumnya, pendekatan
pencegahan biologis sering tidak diterima dengan baik oleh ibu-ibu karena kekhawatiran tentang efek
obat pada janin atau bayi. Namun kurangnya hasil pada anak, menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut
diperlukan.

11

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan mengenai depresi pada ibu terhadap perkembangan anak, dapat diambil
kesimpulan bahwa depresi pada ibu saat masa kehamilan sangat berbahaya bagi perkembangan anak,
bukan saja pada masa tahap pertumbuhan, tetapi efek buruknya juga sampai hingga anak dewasa. Ketika
masa pertumbuhan anak akan mengalami gangguan pada kesehatan fisik dan mental mereka, bahkan
menurut penelitian yang dilakukan Dr. Anqi Qiu di National University of Singapore, gangguan
kecemasan yang dialami ibu pada saat hamil dapat menular ke janin anak, yang menyebabkan timbulnya
penyakit mental pada anak seumur hidupnya.
Anak yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami depresi pada saat kehamilannya juga cenderung kesulitan
menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, memiliki rata-rata yang lebih rendah dibanding dengan anakanak lain pada penilaian kognitif, emosional, sosial. Bahkan mengalami kesulitan dalam kehidupan
dewasa di berbagai domain penting, termasuk pekerjaan dan kesehatan.
Namun, hal ini dapat diobati bahkan dicegah, seperti melalui kunjungan rumah selama kehamilan dan 2
tahun pertama pasca melahirkan oleh perawat khusus yang terlatih. Hal ini dirancang untuk membantu
para ibu dengan perbaikan gizi melalui makanan, perawatan kesehatan, pendidikan mereka sendiri,
pengurangan konsumsi rokok, dan pelatihan cara mengasuh.

12

Depresi Pada Ibu Dapat Merusak Perkembangan Anak

REFERENSI

Glover, V. (2014). Maternal depression, anxiety and stress during pregnancy and child outcome; what
needs to be done. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology, 28 (3), 25-35.
Nama Belakang Pengarang, Inisial. (tahun penerbitan). Judul artikel. Judul Jurnal, Nomor volume – jika
ada (Nomor issue), nomor halaman awal dan akhir dari artikel.
Yang perlu diperhatikan adalah penulisan judul artikel dan judul jurnal. Huruf kapital pada penulisan
judul artikel digunakan mengikuti standar penulisan kalimat. Huruf kapital pada penulisan judul jurnal
dituliskan menuruti standar penulisan judul. Hanya judul jurnal yang dituliskan secara italic. Baris kedua
agak menjorok ke dalem.

13

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65