LAPORAN PRAKTIKUM PEMBIBITAN TERNAK PAD

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBIBITAN TERNAK

Pengukuran Tubuh Ternak

Disusun oleh :

Rahmah Rahimi 1310611045

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penampilan ternak saat hidup mencerminkan produksi dan kualitas
karkasnya. Ketepatan penaksir dalam menaksir nilai ternak tergantung pada
pengetahuan penaksir dan kemampuan menterjemahkan keadaan dari ternak itu.
Keadaan ternak yang perlu mendapat perhatian pada saat menaksir pro-duktivitas
ternak adalah umur dan berat, pengaruh kelamin, perdagingan, derajat kegemukan

dan persentase karkas.
Menurut Santoso (2001), Pengukuran ukuran tubuh ternak dapat
dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan seringkali
dipakai sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit. Ukuran tubuh yang
digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya panjang badan dan lingkar dada.
Lingkar dada diukur dengan pita meter melingkar dada sapi tepat dibelakang siku.
Panjang badan diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (humerus)
sampai benjolan tulang lapis (Tuber Ischii). Tinggi pundak diukur lurus dengan
tongkat ukur dari titik tertinggi pundak sampai tanah.
Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak
untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Jumlah zat makanan yang dibutuhkan
untuk hidup pokok sapi didasarkan pada bobot badan. Bobot badan sapi maupun
ternak lainnya akan dapat diketahui dengan tepat, apabila sapi itu ditimbang
dengan menggunakan timbangan sapi. Namun, harganya cukup mahal sehingga
besar kemungkinan tidak terdapat dipeternak. Oleh karena itu, diperlukan alat
pengukur selain timbangan tersebut, meskipun hasilnya tidak setepat timbangan
sapi. Alat yang biasa digunakan adalah tongkat ukur dan pita ukur dengan
melakukan pengukuran dan perhitungan untuk menduga bobot badan sapi. Oleh
karena itu praktikum ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui hal – hal yang
dijelaskan diatas.

Pengetahuan tentang umur pada suatu peternakan sapi mempunyai arti
penting, karena berhubungan dengan biaya dan waktu hewan tersebut masih bisa
dipelihara. Penafsiran umur ini dapat dilihat menggunakan metode pengamatan

pada pergantian dan keterasahan gigi seri, wawancara dengan pemillik ternak,
recording, mengamati saat jatuhnya tali pusar, dan munculnya cincin tanduk serta
melihat pertumbuhan bulu dan tingkah lakunya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
 Untuk mengetahui bagian bagian tubuh ternak yang akan diukur
serta mengetahui tatacara pengukurannya . Dan menentukan angka
korelasi dan perbandingan masing masing rumus penafsiran bobot
badan yg digunakan .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi pesisir
Sapi Pesisir menurut Saladin (1983), diklasifikasikan ke dalam bangsa sapi
yang berukuran kecil. Asal-usul bangsa sapi ini belum diketahui dengan pasti,
namun Saladin (1983) menduga bahwa sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang

ditemukan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Menurut Jakaria et al. (2007), sapi
Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus. Rusfidra (2007)
menyatakan bahwa sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara bebas
(berkeliaran) dan masih sangat sedikit perhatian peternak. Masyarakat Sumatera
Barat menyebut sapi Pesisir dengan nama lokal seperti jawi ratuih atau bantiang
ratuih, yang memiliki arti sapi yang melahirkan banyak anak. Menurut Adrial
(2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil daripada
sapi lokal lain. Sapi pesisir jantan dewasa (umur empat tahun) memiliki bobot
badan 160,5 kg, panjang badan 114,7 cm, lingkar dada 127,2 cm, dan tinggi badan
100,2 cm.
Menurut Rusfidra (2007), sapi Pesisir memiliki bobot badan relatif kecil
sehingga digolongkan sebagai sapi mini (mini cattle). Jantan dewasa (umur 4-6
tahun) memiliki bobot badan 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi
Bali (310 kg) dan sapi Madura (248 kg). Sapi Pesisir dengan ukuran kecil ini
berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy). Penampilan bobot badan
yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi, sehingga
dapat dinyatakan bahwa sapi Pesisir merupakan sapi khas Indonesia (terutama di
Sumatera Barat) dan merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional
yang perlu dikembangkan dan dilestarikan
Karakteristik sapi Pesisir menurut Saladin (1983) memiliki tanduk pendek

yang mengarah ke luar seperti tanduk kambing. Jantan memiliki kepala pendek,
leher pendek dan besar, belakang leher lebar, punuk kecil, kemudi pendek dan
membulat. Betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek
dan tipis, tanduk kecil yang mengarah ke luar. Sapi Pesisir memiliki keragaman
warna bulu yang tinggi. Menurut Sarbaini (2004), warna bulu sapi Pesisir

memiliki pola tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah
bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih
(9,26%). Sapi Pesisir dikenal memiliki temperamen yang jinak sehingga lebih
mudah dikendalikan.
Menurut Saladin (1983), persentase karkas sapi Pesisir adalah 50,6%,
lebih tinggi daripada persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura
(47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah daripada
persentase karkas sapi Bali (56,9%). Persentase karkas tersebut menunjukkan
potensi sapi Pesisir sebagai penghasil daging dapat diperbandingkan dengan jenis
sapi lain di Indonesia. Hal tersebut diperlihatkan dengan peran penting sapi Pesisir
sebagai sumber daging bagi masyarakat di kota Padang; karena sebanyak 75%
sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Padang adalah sapi
Pesisir (Rusfidra, 2007)
2.2 Sapi Bakalan

Setiap peternak yang akan memelihara, membesarkan ternak untuk
dijadikan calon bibit pertama-tama harus memilih bangsa sapi yang paling disukai
atau telah popular, baik jenis import maupun lokal. Kita telah mengetahui bahwa
setiap bangsa sapi memiliki sifat genetik yang berbeda satu dengan yang lain, baik
mengenai daging ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan
sekitarnya dalam hal beradaptasi dengan lingkungan ini antara lain penyesuaian
iklim dan pakan, berpangkal dari sifat genetik suatu bangsa sapi yang bisa
diwariskan kepada keturunannya, maka bangsa sapi tertentu harus dipilih oleh
setiap peternak sesuai dengan tujuan dan kondisi setempat, pemilihan ini memang
cukup beralasan sebab peternak tidak akan mau menderita kerugian akibat faktor
lingkungan yang tidak menunjang. Beberapa jenis bangsa sapi potong
yaitu : Ongole, Peranakan Ongole, Brahman, Limousine, Simmental, Angus,
Brangus, Bali, Madura, Chorolais dan Santa Gertrudis.
2.3 Dimensi Tubuh
2.3.1 lingkar Dada

Penampang tubuh sapi menyerupai bentuk geometris berupa tabung .
Untuk mencari volume tabung harus diketahui luas alsa dan tinggi . Lingkar dada
merupakan salah satu dimensi yang dapat digunakan sebagai indikator
pertumbuhan dan perkembangan ternak . Lingkar dada diukur pada dada serta

merta atau persis dibelakang siku , tegak lurus dengan sumbu tubuh ( Djagra ,
2009 ) .
Dalam hal ini , lingkar dada sapi dapat diasumsikan sebagai luas alas
bangun lingkaran dengan melingkarkan seutas tali atau pita ukur dibelakang
gumba melalui belakang belikat .
Lingkar dada pada ternak menunjukkan berat badannya, di mana semakin
panjang lingkar dadanya maka semakin berat bobot badan ternak tersebut dan
sebaliknya semakin pendek lingkar dada suatu ternak maka berat badan ternak
tersebut ringan atau ternak tersebut kurang sehat/ kurus (Roche, 1975)
2.3.2 Panjang Badan
Untuk mengukur panjang badan pada sapi dapat ditentukan dengan
menggunakan alat berupa tongkat ukur . Dan satuan satuan dari panjang badan
yaitu cm . Panjang badan secara dengan tongkat ukur dari siku ( humerus )
sampai benjolan tulang tapis .
Panjang badan pada sapi pada awal lahir terlihat seragam dengan kisaran
nilai 52,93 – 66,10 cm . Panjang badan sewaktu sewaktu terjadi dewaasa kelamin
atau pubertas ( 11-12 bulan ) mengalami keragaman antara ketiga topografi .
Antara sapi Bali dan sapi FH , panjang badannya relatif berbeda , sapi bali
memiliki ukuran panjang badan yang relatif kecil untuk umur 11 – 12 bulan
memiliki nilai 90,1 – 91,5 cm .

Mengukur panjang badan dapat dilakukan dengan cara menempatkan
tongkat ukur bagian permanen dibagian depan tulang persendian pada kaki depan
dan cara membacanya harus lurus, sehingga pengukuran yang dilakukan akurat
(Susetyo, 1977).
2.3.3 Tinggi Pundak

Tinggi Pundak, tinggi gumba ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi
pundak sampai ketanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
( Djagra , 2009 ) . Gumba adalah anatomi hewan adalah titik tertinggi dibagian
punggung dada hewan yang bergerak dengan empat tungkai , seperti kuda , sapi
atau kambing . Gumba terletak dicekungan anatara puncak kedua tulang belikat .
Pada sapi gumba terletak pada bagian atas punuk .
2.3.4 Penafsiran Bobot Badan
Istilah pertumbuhan berdasarkan kamus biologi adalah proses tumbuh,
kenaikan tingkatan pada tubuh hewan, peningkatan ukuran dan jumlah (Biology
Online Team, 2005). Definisi pertumbuhan secara umum adalah peningkatan
ukuran atau volume dari zat hidup (Herren, 2000). Lawrence dan Fowler (2002)
menterjemahkan istilah pertumbuhan sebagai perubahan, baik ukuran maupun
bentuk sejak dari telur sampai dewasa. Pertumbuhan terjadi melalui dua fase besar
yaitu prenatal dan postnatal. Prenatal merupakan proses pembentukan organ-organ

tubuh, sedangkan postnatal merupakan proses peningkatan ukuran dan sistem dari
kematangan tubuh dan perkembangannya (Herren, 2000).
Pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat setelah
pubertas, laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat
(Soeparno, 1992). Herren (2000) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan pada
ternak berlangsung cepat sejak lahir sampai mencapai dewasa tubuh; yang mana
tulang dan jaringan otot tumbuh secara teratur. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
setelah mencapai dewasa tubuh, pertumbuhan tulang dan otot akan berhenti.
Dewasa tubuh merupakan fase yang menunjukkan bahwa ternak telah mencapai
rataan pertumbuhan dan efisiensi pakan terbesar (Herren, 2000).
Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak
untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk
mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap
kali harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis di samping
timbangan itu jumlahnya terbatas.( Hasnudi. 1997)
Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari
anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh

yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan
lingkar dada. Menurut Gafar (2007), rumus-rumus yang dapat digunakan untuk

menduga bobot badan adalah Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl
yang mengemukakan pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada
sebagai berikut :
Bobot badan (kg) = (lingkar dada (cm) + 22)2
100
Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang telah menggunakan lingkar
dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut :Bobot
badan (lbs) = Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi).
Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan
visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily Cow Weighting Tape) yaitu
dengan melingkarkan DWT pada sternum 3-4 dan angka yang ditunjuk pada pita
ukur itu menunjukkan berat badan ternak. Cara penafsiran yang merupakan cara
untuk mengetahui berat badan ternak adalah penimbangan. Penimbangan
dilakukan dengan menggunakan timbangan ternak / neraca. Besar atau kecil,
stationer atau portabel, timbangan merupakan bagian yang sangat diperlukan
dalam tehnik-tehnik pengukuran. (Hasnudi. 1997)

BAB III
MATERI DAN METODA

3.1 Materi
Materi yang dimaksud adalah alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum . Alat yang digunakan adalah tongkat ukur dan pita ukur . Sedangkan
bahan ynag digunakan adalah ternak sapi jenis pesisir .
3.2 Metoda
Adapun prosedur praktikum pengukuran dimensi tubuh sapi dilakukan
dengan memasukkan atau memisahkan sapi kedalam kandang fiksasi , selanjutnya
sapi dibuat nyaman dan diberi pakan berupa hijauan . Selanjutnya mengukur
keseluruhan dimensi tubuh sapi , masing – masing dengan menggunakan alat
tongkat ukur . Jangka ukur dan pita ukur .

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil praktikum yang didapatkan tentang pengukuran ternak sapi
sebagai berikut :
Keterangan
Tinggi pundak
Panjang badan
Lingkar dada

Tinggi punggung
Jumlah gigi
Umur
Tulang Rusuk

Sapi 1
Sapi 2
90 cm
107 cm
80
85
107 cm
133 cm
94
105
2 psg
3 psg
2-2,5 th
3-3,5 th
3
5
Tabel 1 : Hasil Pengukuran

Sapi 3
86 cm
73,5
97 cm
2 psg
2-2,5 th
3

4.2 Pembahasan
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan berat badan yaitu umur , bangsa
ternak , jenis kelamin , kekurangan pakan , pengaruh lingkungan dan penyakit .
pertumbuhan berat badan sangatlah cepat untuk ternak yang relatif muda , dan
akan menurun sesuai dengan bertambahnya umur ternak tersebut .
Jenis kelamin pada sapi sangatlah berpengaruh terhadap pertambahan
berat badan . Sapi yang diberi makan yang kurang dari semestinya tentu akan
mempunyai berat badan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sapi yang
diberikan pakan sesuai ataupun lebih .
Ternak yang hidup dilingkungannya yang sesuai akan mempunyai
pertambahan berat badan yang kebih baik dibandingkan dengan terbak yang hidup
dilingkungan yang kurang sesuai . Penyakit sangat mempengaruhi pertambahan
dan berat badan pada sapi . Sapi yang berpenyakit akan terhambat atau terganggu
berat badannya dibandingkan sapi sehat .
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan
bahwa bagian tubuh sapi yang diukur yaitu panjang badan , lingkar dada , tinggi
pundak untuk memperkirakan bobot badan sapi .

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian atau percobaan lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih banyak agar didapatkan perbedaan . Dan dalam melakukan praktikum ini
sebaiknya membutuhkan alat yang lebih banyak .

DAFTAR PUSTAKA

Adrial. 2010. Potensi sapi pesisir dan upaya pengembangannya di Sumatera Barat.
Jurnal Litbang Pertanian 29 [2]: 66-72.
Jakaria., D. Duryadi, R. R. Noor, B. Tappa, & H. Martojo. 2007. Hubungan
polimorfisme gen hormon pertumbuhan Msp-1 dengan bobot badan dan
ukuran tubuh sapi Pesisir Sumatera Barat. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32
[1]: 33-40.
Roche. 1975. Pengukuran Berat Badan Ternak berdasarkan Performance.
Yogyakarta: Dinas

Peternakan

Provinsi DIY.

Rusfidra. 2007. Sapi pesisir, sapi asli di Sumatera Barat. Terakhir disunting 08
Februari 2007. http://www.cimbuak.net/content/view/871/5/. [03 Maret
2016].
Saladin, R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir
Selatan di Propinsi Sumatera Barat. Disertasi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi
Pesisir di Sumetera Barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Susetyo. 1997. Performance Tubuh Ternak. Jakarta: Cv.Yasaguna