DEMOKRASI KEWARGANEGARAAN PANCASILA SEBA INDONESIA

PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DOSEN PENGAMPU:

Herlina Hanum Harahap, M.H. DISUSUN OLEH: NILWAN RAMADHAN (0701162008) ILMU KOMPUTER FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah kita panjatkan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga kita dapat merasakan nikmat-Nya yang begitu besar. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai pemimpin yang patut kita teladani.

Saya penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini, terkhusus kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini, sehinnga saya dapat mengembangkan wawasan saya dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena iu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan saya juga mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya. Dalam penyusunan makalah ini saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri maupun kepada para pembaca.

Penulis

Nilwan Ramadhan

BAB I

1. Latar Belakang

Demokrasi merupakan salah satu bentuk sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Semua warga Negara memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan mereka. Demokrasi mengizinkan warga Negara berpartisispasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Kewarganegaraan sangat penting bagi seseorang yang bertempat tinggal di suatu wilayah Negara. Tanpa status kewarganegaraan seorang warga Negara tidak akan diakui oleh sebuah Negara. Seseorang yang telah memiliki kewarganegaraan Negara tertentu maka ia harus mematuhi atau menjalankan peraturan yang berlaku di Negara tersebut.

Sejak dahulu Pancasila yang merupakan pedoman bagi bangsa Indonesia, telah menyatukan berbagai perbedaan-perbedaan bangsa. Pancasila merupakan ideologi yang netral serta bersifat terbuka, sehingga sejak dahulu hingga sekarang tetap menjadi acuan bagi bangsa Indonesia untuk mengatasi konflik dari dalam maupun dari luar.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian demokrasi, kewarganegaraan, dan ideologi?

2. Sebutkan bentuk-bentuk demokrasi!

3. Sebutkan unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi!

4. Bagaimana cara menetukan kewarganegaraan?

5. Sebutkan Undang-Undang yang mengatur tentang kewarganegaraan di Indonesia!

6. Apa makna Pancasila sebagai ideologi?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini meliputi; pertama, untuk mengetahui apa itu demokrasi, kewarganegaraan, dan ideologi; kedua, mengetahui bentuk-bentuk demokrasi dan unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi; ketiga, mengetahui cara menentukan kewarganegaraan seseorang dan UU yang mengatur tentang kewarganegaraan di Indonesia; keempat, mengetahui makna Pancasila sebagai ideologi.

BAB II

A. DEMOKRASI

1. Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu, demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Sejarah membuktikan bahwa konsep demokrasi lahir dari Yunani kuno yang di praktikan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 SM sampai abad ke-6 M.

Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people). Pemerintahan dari rakyat (government of the people) mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu emerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people) memililki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elite Negara atau elite birokrasi. Pemerintahan untuk rakyat (government fot the people) mengadung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat.

Dalam demokrasi, kekuasaan pemerintahan di Negara itu berada di tangan rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan di Negara tersebut. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebut pemerintahan demokrasi. Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan pula sebagai system pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:

1. Adanya keterlibatan warga Negara (rakyat) dalam pengmabilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan)

2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warganegara).

3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warganegara dalam segala bidang.

4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.

5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga Negara.

6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.

7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin Negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.

9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan perbedaan keragaman (suku, agama, golongan, dan sebagainya).

Berdasarkan ciri-ciri demokrasi di atas, jelas bahwa secara konseptual, demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara.

2. Sejarah Demokrasi

Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan Negara dan hukum, yang dipraktikan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat kepututsan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warganegara berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi Yunani Kuno berakhir pada Abad Pertengahan. Pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.

Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magan Charta (Piagam Besar) di Inggris. Magna Charta adalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John. Dalam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan hak khusus bawahannya. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini: pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.

Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan pencerahan (renaissance) dan reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Sebagian ahli, salah satunya sejarawan Philip K. Hitti, menyatakan bahwa gerakan pencerahan di Barat merupakan buah dari kontak Erpa dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Razi, Al-Kindi, Umar Khayam, Al-Khawarizmi tidak saja berhasil mengembangkan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan Yunani Kuno, melainkan berhasil pula menjadikan temuan mereka sesuai dengan alam pikiran Yunani. Pemuliaan ilmuwan Muslim terhadap kemampuan akal ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya kembali tuntutan demokrasi di masyarakat Barat. Dengan ungkapan lain, rasionalitas Islam memiliki sumbangsih tidak sedikit terhadap kemunculan kembali tradisi berdemokrasi di Yunani.

3. Bentuk-Bentuk Demokrasi

Kajian tentang model demokrasi dapat dilihat dari aspek ide atau gagasan nilai. Dari segi ide, demokrasi terdiri dari:

a) Demokrasi liberalis-kapitalis, ialah bentuk demokrasi yang berdasarkan pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup masyarakat Barat seperti individualism, kebebasan

b) Demokrasi sosialis, ialah demokrasi yang lebih mengutamakan kebersamaan atau kolektivitas.

c) Demokrasi Islam, ialah demokrasi yang bersumber dari doktrin Islam yang universal seperti keadilan (al- „adl), musyawarah (asy-syura) dan sebagainya.

d) Demokrasi Pancasila, ialah demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila (lima sila dalam Pancasila) dan menekankan pada aspek hikmah kebijaksanaan dan musyawarah serta perwakilan.

Sedangkan J. Rolland Pennock membagi demokrasi ke dalam empat bagian , yaitu sebagai berikut:

a) Demokrasi individualisme adalah demokrasi yang menekankan pada pemberian kebebasan individual.

b) Demokrasi utilitarianisme (teori kepentingan) adalah demokrasi yang menekankan pada keseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewajiban pada setiap individu dalam menjalankan kehidupan sebagai makhluk social dan sebagai warganegara.

c) Kolektivitas demokrasi menekankan pada kebersamaan dan kekeluargaan dalam berdemokrasi.

Menurut Sklar demokrasi terdiri dari lima model, yaitu sebagai berikut:

a) Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas. Banyak Negara Afrika menerapkan model ini hanya sedikit yang bisa bertahan

b) Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat. Segala hal terpusatkan pada pemimpin yang didapat dari pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaran untuk menduduki kekuasaan.

c) Demokrasi sosial, yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan

egalitarianism bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.

d) Demokrasi partisipasi, menekankan hubungan timbal-balik antara penguasa dan yang dikuasai

e) Demokrasi konstitusional, menekankan penegakan aturan dan ketentuan dalam menjalankan demokrasi. Sedangkan meurut Inu Kencana (Inu Kencana, 1986:57) demokrasi terdiri dari dua model, yaitu sebgai berikut:

a) Demokrasi langsung terjadi bila rakyat untuk mewujudkan kedaulatannya pada suatu Negara di lakukan secara langsung kepada eksekutif. Aktivitas pemilu sebagai salah satu wujud demokrasi hanya dipergunakan untuk memilih anggota eksekutif (presiden) dan legislative (DPR). Pada demokrasi langsung, lembaga legislative hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan rakyat secara langsung melakukan control.

b) Demokrasi tidak langsung, terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatan,rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan yang disebut parlemen. Pada demokrasi tidak langsung, lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah atau Negara.

4. Unsur-Unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi

Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, ekonomi, social, dan politik sangat bergantunng kepada keberadaan dan peran yang dijalankan oleh unsur-unsur penopang teganya demokrasi itu sendiri. Beberapa unsur-unsur penting penopang tegaknya demokrasi antara lain:

1. Negara Hukum (Rechtsstaat The Rule of Law) Negara hukum memiliki pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan hukum

bagi warga Negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Secara garis besar, Negara hukum adalah sebuah Negara dengan gabungan kedua konsep rechtsstaat dan eh rule of law. Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

b. Adanya perlindungan terhadap HAM

c. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM

d. Pemerintaha n berdasarkan peraturan

e. Adanyaperadilan administrasi. Adapun, the rule of law memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Supremasi aturan-aturan hukum

b. Kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law)

c. Jaminan perlindungan HAM Lebiih luas dari ciri-ciri di atas, sebagaimana dinyatakan oleh pakar hukum tata

negara Moh. Mahfud M.D., ciri-ciri Negara hukum sebagai berikut:

a. Adanya perlinfungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin

b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

c. Adanya pemilu yang bebas

d. Adanya kebebasan menyatakan pendapat

e. Adanya kebebasan berserikat dan beroposisi

f. Adanya pendidikan kewarganegaraan

Istilah Negara hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan

berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat ).” Penjelasan ini sekaligus merupakan gambaran system pemerintahan Negara Indonesia.

2. Masyarakat Madani (Civil Society) Masyarakat Madani atau civil society adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang

terbuka, egaliter, bebas dari dominasi, dan tekanan Negara. Masyarakat Madani meupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting Masyarakat Madani dalam pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam proses- proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Negara atau pemerintah.

Masyarakat Madani mensyaratkan adanya keterlibatan warganegara melalui asosiasi- asosiasi social yang didirikan secara sukarela. Keterlibatan warganegara memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antar-individu dan kelompok yang berbeda. Sikap-sikap ini sangat penting bagi bangunan politik demokrasi.

Perwujudan Masyarakat Madani secara konkret dilakukan oleh berbagai organisasi- organisasi di luar Negara atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam praktiknya, Masyarakat Madani dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai mitra kerja lembaga- lembaga Negara maupun melakukan fungsi control terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian, Masyarakat Madani sebagaimana Negara menjadi sangat penting keberadaannya dalam mewujudkan demokrasi. Dalam peran demokrasinya, Masyarakat Madani dapat tumpuan sebagai komponen penyeimbang kekuatan Negara yang memiliki kecenderungan koruptif.

3. Aliansi kelompok Strategis Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah adanya

aliansi kelompok strategis yang terdiri dari partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan termasuk di dalamnya pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh kekuasaan dan kedudukan politik untuk mewujudkan kebijakan –kebijakan politiknya. Adapun kelompok gerakan yang diperankan oleh organisasi masyarakatmerupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya, seperti Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan organisasi masyarakat lainnya.

Sejenis dengan kelompok ini adalah kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Kelompok ketiga ini adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang didasarkan pada kriteria keahlian seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)., dan sebagainya.

Ketiga jenis kelompok atau asosiasi ini sangat besar peranannya terhadap proses demokratisasi sepanjang organisasi-organisasi ini memerankan dirinya secara kritis, independen, dan konstitusional dalam menyuarakan misi organisasi atau kepentingan organisasinya. Sebaliknya, jika kelompok-kelompok ini menyuarakan aspirasinya secara anarkis, sectarian, dan primordial, maka keberadaan kelompok ini akan menjadi ancaman serius bagi masa depan demokrasi dan bangunan Masyarakat Madani.

Hal yang tidak kalah pentingnya bagi tegaknya demokrasi adalah keberadaan kalangan cendikiawan dan pers bebas. Kaum cendekiawan, kalangan civitas akademika kampus, dan kalangan pers merupakan kelompok penekan yang signifikan untuk mewujudkan system demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara yang akuntabel. Bersamaan dengan kelompok politik, kedua kelompok terakhir ini dapat saling bekerja sama dengan kelompok lainnya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah manakala ia berjalan tidak demokratis.

4. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Pers merupakan pilar keempat dalam mewujudkan demokrasi pada suatu Negara

setelah legislative, eksekutif dan yudikatif. Sebagai institusi penegak demokrasi, pers mempunyai peran yang sangat strategis. Salah satu peran strategis pers adalah sebagai penyedia informasi bagi masyarkat yang berkaitan dengan berbagai persoalan baik dalam setelah legislative, eksekutif dan yudikatif. Sebagai institusi penegak demokrasi, pers mempunyai peran yang sangat strategis. Salah satu peran strategis pers adalah sebagai penyedia informasi bagi masyarkat yang berkaitan dengan berbagai persoalan baik dalam

Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi secara maksimal, pers hendaknya diberikan kebebabasan dalam menyajikan informasi. Karean itu diperlukan adanya jaminan konstitusional dan peraturan perundang-undangan yang tidak mengebiri peran pers. Dalam konteks Indonesia, jaminan konstitusional ada pada pasal 28 UUD 1945. Selain itu jaminan kebebasan pers ada pada pasal 19 pernyataan Umum Hak Asasi Manusia (freedom of information) dan ketetapan MPR XVII/MPR/1998 tentang HAM dalam kaitan dengan kebebasan pers. Melalui landasan konstitusional tersebut pers Indonesia dapat menjadi kekuatan keempat dalam menegakkan demokrasi yaitu melalui peran pengawasantrhdap kerja pemerintahan.

5. Demokratisasi

Di samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi. Demokratisasi adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada system pemerintahan yang lebih demokratis

Demokratisasi melalui beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahapan pertama adalah pergantian dari penguasa nondemokratis ke penguasa demokrasi

b. Tahapan kedua adalah pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi

c. Tahapan ketiga adalah konsolidasi demokrasi

d. Tahapan keempat adalah praktik demokrasi sebagai budaya politik bernegara. Demokratisasi juga berarti proses menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga system

politikdemokrasi dapat terbentuk secara bertahap. Nilia-nilai demokrasi dianggap baik dan positif bagi setiap warga. Setiap warga menginginkan tegaknya demokrasi di negaranya. Nilai atau kultur demokrasi penting untuk tegaknya demokrasi di suatu Negara.

Henry B. Mayo dalam Mirriam Budiardjo (1990) menyebutkan adanya delapan nilai demokrasi, yaitu:

1) Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela

2) Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah

3) Pergantian penguasa dengan teratur

4) Penggunaan paksaan sedikit mungkin

5) Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman

6) Menegakkan keadilan

7) Memajukan ilmu pengetahuan

8) Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan Zamroni (2001) menyebutkan adanya nilai atau kultur demokrasi antara lain:

1) Toleransi

2) Kebebasan mengemukakan pendapat

3) Menghormati perbedaan pendapat

4) Memahami keanekaragaman dalam masyarakat

5) Terbuka dan komunikasi

6) Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan

7) Percaya diri

8) Tidak menggantungkan pada orang lain

9) Saling menghargai

10) Mampu mengekang diri

11) Kebersamaan

12) Keseimbangan Nurcholis Madjid dalam Tim ICCE UIN Jakarta (2003)menyatakan ada tujuh norma atau

pandangan hidup demokratis, sebagai berikut:

1) Kesadaran akan pluralism

2) Prinsip musyawarah

3) Adanya pertimbangan moral

4) Pemufakatan yang jujur dan adil

5) Pemenuhan segi-segi ekonomi

6) Kerja sama antarwarga

7) Pandangan hidup demokrasi sebagai unsur yang menyatu dengan system pendidikan

Nilai-nilai demokrasi merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai tersebut antara lain: kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi), menghormati orang atau kelompok lain, kesetaraan, kerja sama, persaingan, dan kepercayaan

Nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi seperti yang diungkapkan di atas menjadi sikap dan budaya demokrasi yang perlu dimiliki warga Negara. nilai-nilai demokrasi merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang dikembangkan dan dibiasakan dalam kehidupan warga akan menjadi budaya demokrasi.

6. Demokrasi Pancasila

Bersumber pada ideologinya, demokrasi yang berkembang di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Pancasila adalah ideologi nasional, yaitu seperangkat nilai yang dianggap baik, sesuai, adil, dan menguntungkan bangsa. Sebagai ideologi nasional, Pancasila berfungsi sebagai:

1) Cita-cita masyarakat yang selanjutnya menjadi pedoman dalam membuat dan menilai keputusan politik

2) Alat pemersatu masyarakat yang mampu menjadi sumber nilai bagi prosedur penyelesaian konflik yang terjadi. Nilai-nilai dari setiap sila pada Pancasila, sesuai dengan ajaran demokrasi bukan ajaran otoriarian atau totalitarian. Jadi, Pancasila sangat cocok untuk menjadi dasar dan mendukung demokrasi di Indonesia. Nilia-nilai luhur Pancasila yang

tertuang dalam pembukaan UUD 1945 sesuai dengan pilar-pilar demokrasi modern. Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila tersebut adalah sebgai

berikut:

a. Kedaulatan rakyat Hal ini didasarkan pada bunyi pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yaitu

“…yang terbentuk dalamsuatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…” Kedaulatan rakyat adalah esensi dari demokrasi.

b. Republik Hal ini didasarkan pada pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi “…yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia…”

Republik berarti res publica, Negara untuk kepentingan umum.

c. Negara berdasar atas hukum Hal ini didasarkan pada kalimat “…negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indoneia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial…” Negara hukum Indonesia menganut hukum arti luas atau materil.

d. Pemerintahan yang konstitusional Berdasarkan pada kalimat “… maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam Suatu Undang-Undang Dasar Negara. …” UUD Negara

Indonesia 1945 adalah konstitusi negara

e. System perwakilan Berdasarkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

f. Prinsip musyawarah Berdasarkan sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

g. Prinsip ketuhanan Demokrasi di Indonesia harus dapat dipertanggungjawabkan, ke bawah kepada rakyat dank e atas dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan.

7. Demokrasi Di Indonesia

Demokrasi Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode, antara lain sebgai berikut:

1) Periode 1945-1959 Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrsi Parlementer. System parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk 1) Periode 1945-1959 Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrsi Parlementer. System parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk

Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system Demokrasi Parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya, pemerintahan yang berbasis padakoalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat telah mengancam berjalannya demorasi itu sendiri.

Factor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan pertain-partai dalam Majelis Konstiutante untuk mencapai consensus mengenai dasar Negara untuk undang- undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada

5 Juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, masa demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin (Guide Democracy) yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat kekuasaan Negara.

2) Periode 1959-1965 Periode ini dikenal dengan Demokrasi Terpimpin. Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 jUli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun, ketetapan MPRS No.III/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.

Kepimpinan prsiden tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan UUD 1945. Misalnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959 telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh Presiden Soekarno.

Dalam kehidupan politik, peran politik Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonjol. Bersandar pada Dekrit Presiden 5 Juli sebagai sumber hukum, didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik. Front Nasional telah dimanipulasi oleh PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai persiapn ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.

Perilaku politik PKI yang berhaluan sosialis Marxis tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh partai politik Islam dan kalangan militer (TNI), yang pada waktu itu merupakan salah satu komponen politik penting Presiden Soekarno. Akhir dari system Demokrasi Terpimpin Soekarno yang berakibat pad perseteruan politik ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965.

3) Periode 19665-1998 Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan orde barunya. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin. Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkkan masa jabatan presiden seumur hidup telah dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.

Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas- asas Negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warganegara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.

Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran Pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan oleh Orde Baru hanya sebatas retorika politim belaka. Dalam praktik kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Seperti dikatakan oleh M. Rusli Karim, ketidak demokratisan penguasa Orde Baru ditandai oleh: (1)Dominannya peranan militer (ABRI); (2)Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik;

(3)Pengebirian peran dan fungsi partai politik; (4)Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public; (5)Politik masa mengambang; (6)Monolitisasi ideologi Negara; (7)Inkorporasi lembaga nonpemerintah.

4) Periode Pasca-Orde Baru Periode pasca-Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara pancasila oleh penguasa orde baru berdampak pada sikap antipasti sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.

B. KEWARGANEGARAAN

1. Pengertian Kewarganegaraan

Pengertian kewarganegaraan dapat dilihat dari perspektif ide kewarganegaraan dan prinsip warga Negara sebagai subjek politik. (Hikam, 1999:163) dilihat dari perspektif ide kewarganegaraan, maka dapat dipilah setidaknya menjadi enam pengertian, yakni:

1. Kewarganegaraan sebagai konstruksi legal

2. Kewarganegaraan diartikan sebagai posisi netralitas.

3. Kewarganegaraan sebagai keterlibatan dalam kehidupan komunal

4. Kewarganegaraan dikaitkan dengan upaya pencegahan (amelioration) terhadap konflik-konflik perbedaan kelas.

5. Kewarganegaraan sebagai upaya pemenuhan diri (selfsfficency).

6. Kewarganegaraan sebagai proses “hermeneutic” yang berupa dialog dengan tradisi, hukum dan institusi.

Istilah kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis

1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga Negara dan Negara. Tanda dari adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.

2. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, 2. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib,

Dari sudut kewarganegaraan sosiologis, seseorang dapat dipandang Negara sebagai warga negaranya sebab ikatan emosiional, tingkah laku, dan penghayatan hidup yang dilakukan menunjukan bahwa orang tersebut sudah seharusnya menjadi anggota Negara itu. Akan tetapi, dari sudut kewarganegaraan yuridis orang tersebut tidak memenuhi sebab tidak memiliki bukti ikatan hukum dengan Negara. jadi, dari sisi kewarganegaraan sosiologis ada hal yang belum terpenuhi, yaitu persyaratan yuridis yang merupakan ikatan formal orang tersebut dengan Negara. di sisi lain, terdapat orang yang memiliki kewarganegaraan dalam sosiologis. Ia memiliki tanda ikatan hukum dengan Negara,etapi ikatan emosional dan penghayatan hidupnya sebagai warganegara tidak ada. Jadi ada kalanya terdapat seorang warganegara hanya secara yuridis saja, sedangkan secara sosiologis belum memenuhi. Sangat ideal apabila seorang warganegara memenuhi persyaratan yuridis dan sosiologis sebagai anggota dari Negara.

b. Kewarganegaraan dalam arti Formil dan Materiil

1. Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum politik.

2. Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga Negara.

Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum serta tunduk pada hukum Negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki kewarganegaraan tidak jatuh pada kekuasaan atau kewenangan Negara lain. Negara lain tidak berhak memperlakukan kaidah-kaidah hukum pada orang yang bukan warga negaranya.

2. Menentukan Kewarganegaraan

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu:

a. Asas Ius Soli

Ius artinya hukum atau dalil, sedangkan soli berasal dadri kata solum yang artinya negeri atau tanah. Asas Ius Soli adalah Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.

b. Asas Ius Sanguinis Ius artinya hukum atau dalil, sedangkan Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah. Asas Ius Sanguinis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut.

c. Naturalisasi Walaupun tidak dapat memenuhi prinsip ius soli dan ius sanguinis, orang dapat juga memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai Negara dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi Negara masing-masing. Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warganegara dari suatu Negara. sedangkan pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu Negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warganegara suatu Negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak intuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.

Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas persamaan hukum didasrkan pandangan bahwa suami isteri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami isteri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang built termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan kepada asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan isteri adalah sama dan satu.

b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami atau isteri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya sebelum berkeluarga.

Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap Negara dapat menciptakan masalah kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara ringkas masalah kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride. Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bipatride adalah istilah untuk orang- orang yang memiliki kewarganegaraan ganda. Bahkan dapat muncul multipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari dua).

3. Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia

Dalam Unadang-Undang dasar 1945 pasal 26 tentang Warga Negara, dinyatakan sebagai berikut:

a. Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UNdang-Undang Sebagai Warga Negara

b. Syarat-syarat yang mengenai Kewarganegaraaan ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasannya dinyatakan, orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan

Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab dan ;ain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga Negara Indonesia

Sepanjang sejarah Indonesia merdeka, telah diterbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan dan persetujuan bilateral yang mengatur soal kewarganegaraan ini, yaitu:

1. UU No. 3 Tahun 1946

2. UU No. 6 Tahun 1947

3. UU No. 8 Tahun 1947

4. Pasal 5 dan 194 UUD RIS

5. Persetujuan KMB (1949)

6. Perjanjian Soenarjo-Chou En Lai (1955)

7. UU No. 62 Tahun 1958

8. UU No. 4 Tahun 1969

9. UU No. 3 Tahun 1976

10. PP No. 13 Tahun 1976

Sampai saat ini undang-undang yang berlaku adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adapun peraturan pelaksanaan guna mendukung Undang-Undang ini antara lain; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia

4. Cara Memperoleh Kewarganegaran Indonesia

Seorang warganegara asing (WNA) dapat menjadi warganegara Indonesia sesuai dengan peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, antara lain:

a. Melalui permohonan, yaitu tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan arepublik Indonesia. Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin

2. Pada saat mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut

3. Sehat jasmani dan rohani

4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih

6. Apabila berkewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.

7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap

8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara.

b. Melalui pernyataan, yaitu warganegara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara di hadapan pejabat berwenang. Pernyataan sebagaimana dimaksud dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling lama 10 (sepuluh) tahun tidak berturut- turut kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.

c. Melalui pemberian kewarganegaraan. Orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republok Indonesia atau dengan alasan kepentingan Negara dapat diberi kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

5. Penyebab hilangnya Kewarganegaraan Indonesia

Penyebab kehilangan kewarganegaraan Indonesia diatur pada Bab IV tentang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia pada pasal 23-30 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2006, kewarganegaraan Republik Indonesia hilang disebabkan jika yang bersangkutan:

1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri

2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu

3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri.

4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izizn terlebih dahulu dari presiden

5. Secara sukarela masuk dalam dinas Negara asing

6. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada Negara asing.

7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing.

8. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari Negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari Negara lain atas namanya

9. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selam 5 tahun terus- menerus bukan dalam rangka dinas Negara dan tanpa alasan yang sah.

10. Perempuan warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga Negara asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum Negara asal suaminya, kewarganegaraan isteri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. Begitu juga sebaliknya.

11. Setiap orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau 11. Setiap orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau

6. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

Hak dan kewajiban warganegara Indonesia diatur dalam UUD 1945 yang tertuang dalam pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan 34

Pasal 27

a. Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahahn dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

b. Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c. Setiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.

Pasal 28 Pasal 28 (A)

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.

Pasal 28 (B)

a. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah

b. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 (C)

a. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia.

b. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negaranya.

Pasal 28 (D)

a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

b. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

c. Setiap warganegara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

d. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28 (E)

a. Setipa orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

b. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.

c. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28 (F)

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengoolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28 (G)

a. Setiap orang berhak ataas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabta dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan.

b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan memperoleh suaka politik dari Negara lain.

Pasal 28 (H) Pasal 28 (H)

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

b. Setiap orang berhak mendapatkan kemudahandan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat sama guna mencapai persamaan-persamaan dan keadilan

c. Setipa orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan jaminan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

d. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Pasal 28 (I)

a. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuktidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apapun.

b. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

c. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

d. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutam pemerintah.

e. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi mansia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28 (J)

a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangssa, dan bernegara.

b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang di tetapkan dengan Undang-Undangdengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tunututan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 29

a. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 30

a. Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.

b. Usaha pertahahan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 31

a. Tiap-tiap warganegara berhak mendapatkan pengajaran

b. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan UUD 1945

Pasal 32

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budyanya.

Pasal 33

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, sfisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 34

a. Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

b. Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.