State of The Art Membangun Intensi Ber (1)

TUGAS MATA KULIAH
PENGANTAR FILSAFAT ILMU (PPS 702)

STATE OF THE ART
MEMBANGUN INTENSI BERWIRAUSAHA PEDAGANG KAKI LIMA
UNTUK KETAHANAN PANGAN

DISUSUN OLEH :

Mumuh Mulyana

H463140021

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

1

MEMBANGUN INTENSI BERWIRAUSAHA PEDAGANG KAKI
LIMA UNTUK KETAHANAN PANGAN


1.

Latar Belakang
Membicarakan masalah pangan dapat dikatakan “tidak ada matinya”. Sebagai

negara agraris, Indonesia ternyata belum mampu mencapai derajat ketahanan pangan
sebagaimana yang direkomendasikan FAO. Upaya mencapai ketahanan pangan
ditelaah mulai dari tingkat petani, pedagang sampai pasar internasional. Peran
pemasar yang tidak ditata dengan baik dapat mengarah kepada persaingan yang tidak
sehat, sehingga dapat

merugikan konsumen, sekaligus tidak memperbaiki

transformasi nilai tambah akhir ke produsen/petani. (Firdaus, 2013)
Dewasa ini, telah banyak para akademisi dan pengambil kebijakan di negaranegara berkembang yang memfokuskan diri pada dampak pasar ritel modern terhadap
petani kecil. Hal ini terjadi karena para petani kecil di negara berkembang merupakan
kelompok yang termarjinalkan secara ekonomi yang mempunyai posisi tawar paling
rendah dalam suatu rantai pasok produk pertanian (Boselie et al., 2003).
Penelaahan lebih lanjut, menunjukkan bahwa Petani merupakan pihak yang

berperan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan suatu negeri.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas para
petani adalah meningkatkan daya serap produk pertanian oleh konsumen. Keberadaan
pasar ritel modern telah mempengaruhi rantai pasok produk pertanian (Sahara, 2013).
Peningkatan konsumsi oleh end user dapat dipengaruhi oleh ketersediaan produk
pertanian di pasar ritel yang dapat diakses setiap saat. Dengan demikian, peran serta
para peritel, salah satunya adalah para Pedagang Kaki Lima, memegang peranan
penting dalam perwujudan ketahanan pangan.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah tidak semua peritel atau pedagang
kaki lima berkinerja optimal. Kinerja para pedagang kaki lima dipengaruhi oleh ada
tidaknya intensi berwirausaha pada diri mereka (Mulyana, 2012). Intensi
berwirausaha (entrepreneurial intentions) menurut Katz dan Gartner (Indarti &
Rostiani, 2008) yaitu proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk

2

mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang dengan intensi untuk memulai
usaha akan memiliki keyakinan diri (efikasi diri), kesiapan dan kemajuan yang lebih
baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk
memulai usaha. Intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku

kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar
yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo
dan Wong dalam Indarti & Rostiani, 2008).
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan intensi
berwirausaha para pedagang kaki lima yang telah menjadi bagian dari suatu rantai
pasok produk pertanian. Dibutuhkan model pengembangan intensi berwirausaha yang
memasukkan berbagai aspek yang mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha
para pedagang kaki lima.
2.

Rumusan Masalah
Mewujudkan ketahanan pangan membutuhkan peran serta semua pihak. Mulai

dari petani sampai dengan pelaku pemasar produk pertanian. Kinerja Pedagang Kaki
Lima sebagai bagian dari rantai pasok produk pertanian akan mempengaruhi kinerja
para petani dalam menghasilkan produk pertanian. Peningkatan kinerja Pedagang
Kaki Lima dipengaruhi oleh intensi berwirausaha yang dimilikinya. Meningkatkan
intensi berwirausaha para PKL dapat meningkatkan kinerja penjualan produk hasil
pertanian. Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan intensi berwirausaha.
Melalui pendekatan partial least square, dapat diidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha para pedagang kaki lima.
Identifikasi masalah pembahasan ini adalah :
a.

Faktor apa saja yang membentuk Intensi Berwirausaha para Pedagang Kaki
Lima?

b.
3.

Bagaimana Karakteristik Individu mempengaruhi Intensi Berwirausaha?
Studi Empiris Teori Intensi Berwirausaha
Tarmudji (2006) menyatakan bahwa minat/intensi adalah perasaan tertarik atau

berkaitan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang meminta/menyuruh.
Tarmudji menyatakan bahwa minat seseorang dapat diekspresikan melalui pernyataan

3

yang menunjukkan seorang lebih tertarik pada suatu obyek lain dan melalui

partisipasi dalam suatu aktivitas.
Hurlock dalam Riyanti (2003) menjelaskan bahwa minat adalah sumber
motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila
seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat,
maka akan terbentuk minat yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan
kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun sehingga
minat tidak bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Wijaya (2008), memberikan gambaran yang jelas dalam hasil penelitiannya,
bahwa intensi berwirausaha berkontribusi nyata terhadap perilaku berwirausaha para
pedagang kecil / UKM. Intensi merupakan sumber motivasi yang mendorong
seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila seseorang bebas memilih.
Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan terbentuk
intensi yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan
menurun maka intensinya juga akan menurun sehingga intensi tidak bersifat
permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Dalam Enterpreneur.s Handbook seperti yang dikutip oleh Wirasasmita dalam
Suryana (2006) dikemukakan beberapa alasan yang menumbuhkan intensi seseorang
menjadi wirausaha yakni:
1.


Alasan keuangan. Untuk mencari nafkah, menjadi kaya, mencari pendapatan
tambahan dan sebagai jaminan stabilitas keuangan.

2.

Alasan sosial. Memperoleh gengsi/status agar dikenal dan dihormati banyak
orang, menjadi teladan untuk ditiru orang lain dan agar dapat bertemu banyak
orang.

3.

Alasan pelayanan. Agar bisa membuka lapangan pekerjaan dan membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat.

4.

Alasan pemenuhan diri. Untuk bisa menjadi seorang atasan, mencapai sesuatu
yang diinginkan, menghindari ketergantungan kepada orang lain, menjadi lebih
produktif dan menggunakan potensi pribadi secara maksimum.


4

Mudjiarto dkk (2005) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang berminat
membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini:
a.

Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan.

b.

Memenuhi minat dan keinginan pribadi.

c.

Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri.

d.

Adanya kebebasan dalam manajemen.


4.

Studi Empiris Penelitian Intensi Berwirausaha
Indarti dkk (2008) meneliti minat mahasiswa Indonesia, Jepang dan Norwegia

selama 2002 – 2006

dengan judul “Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi

Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia”. Sampel penelitian berjumlah
332 orang mahasiswa dengan rincian 130 orang mahasiswa Indonesia, 81 orang
mahasiswa Jepang dan 121 orang mahasiswa Norwegia. Sampel penelitian ini adalah
mahasiswa sarjana (S-1) dari Universitas Gadjah Mada-Indonesia, Agder University
College-Norwegia dan Hiroshima University of Economics (HUE)-Jepang. Lebih
dari 50% responden dari ketiga negara adalah laki-laki (66% responden Indonesia,
79% responden Jepang, 62,8% responden Norwegia). Dari segi usia, lebih dari 50%
responden berusia di bawah 25 tahun (84% responden Indonesia, 97,5% responden
Jepang, 50,4% responden Norwegia). Lebih dari 50% responden Indonesia belum
pernah memiliki pengalaman kerja, 96,3% mahasiswa Jepang tidak memiliki
pengalaman kerja, hanya 19,8% mahasiswa Norwegia yang belum pernah bekerja.

Sampel diambil dengan teknik judgement atau purposive sampling. Seluruh butir
pertanyaan diukur dengan menggunakan skala Likert 7-poin. Data dikumpulkan
dengan wawancara dan daftar pertanyaan (kuesioner).
Basu dkk (2009) meneliti minat mahasiswa terhadap kewirausahaan dengan
judul “Assessing Entrepreneurial Intentions Among Students: A Comparative Study”
di Universitas San Jose State terhadap mahasiswa dari berbagai fakultas. Sampel
penelitian sebesar 122 orang dengan usia rata-rata responden sebesar 23,4 tahun, 12
orang mahasiswa (9,80%) telah pernah mengikuti mata kuliah kewirausahaan.
Responden terdiri atas 77% mahasiswa jurusan manajemen, 8,9% mahasiswa jurusan

5

teknik, 2,4% jurusan keuangan, 1,6% jurusan hukum dan sisanya 1,6% jurusan bisnis
internasional. 65,6% responden adalah mahasiswa dan sisanya 34,4% adalah
mahasiswi. 77% dari responden telah bekerja dan memiliki pengalaman kerja ratarata empat tahun. 17% responden berasal dari keluarga pebisnis dan 26 orang
mahasiswa telah memulai usahanya di masa lalu. 28% dari responden memiliki ayah
yang bekerja sendiri (self employed) dan 21% ibu yang bekerja sendiri (self
employed). Data dikumpulkan melalui kuesioner. Metode analisa data menggunakan
regresi berganda. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa 1) pendidikan
kewirausahaan mempunyai pengaruh positif terhadap minat


kewirausahaan

mahasiswa, 2) mahasiswa yang memiliki ayah yang bekerja sendiri (self employed)
mempunyai sikap yang lebih positif terhadap kewirausahaan, 3) mahasiswa yang
memiliki pengalaman berwirausaha memiliki sikap yang lebih positif terhadap
kewirausahaan.
Riyanti (2004) melakukan penelitian terhadap 200 usaha kecil yang terletak di
Jakarta dan Yogjakarta. Ada dua bagian dalam kuesioner, bagian pertama adalah
daftar item tentang usia responden, tingkat pendidikan, pengalaman dalam
manajemen bisnis serta informasi tentang akumulasi modal dan proses bisnis internal.
Bagian kedua terdiri dari pengukuran kepuasan kerja, sifat - sifat kewirausahaan, tipe
kepribadian, kesulitan tipe kepribadian, dan perilaku inovatif. Model terbaik dalam
menjelaskan faktor yang mempengaruhi keberhasilan bisnis karena hubungan antara
semua parameter yang ada adalah signifikan, variabel mencapai tingkat signifikan
secara statistik yaitu Umur memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap
kesuksesan bisnis. Sifat-sifat kewirausahaan variabel menunjukkan pengaruh positif
dan signifikan terhadap perilaku inovatif. Variabel sifat kewirausahaan tidak
memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi bisnis, tetapi melalui
perilaku inovatif ini memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap kesuksesan

bisnis. Variabel tipe kepribadian Miner memiliki pengaruh langsung dan signifikan
terhadap pembentukan perilaku inovatif. Variabel tipe kepribadian Miner tidak
memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap kesuksesan bisnis. Namun,
melalui perilaku inovatif memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap

6

prestasi bisnis. Variabel perilaku inovatif pengusaha memiliki pengaruh langsung dan
signifikan terhadap prestasi bisnis.
Ranto (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Korelasi antara Motivasi,
Knowledge of Entrepreneurship dan Independensi dan The Entrepreneur’s
Performance pada Kawasan Industri Kecil Pulo Gadung”. Varibel bebas dalam
penelitian ini adalah Motivasi Berusaha, Pengetahuan Kewirausahaan, dan
Kemandirian Usaha. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kinerja
Usha. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif
antara Motivasi berusaha, Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Usaha
secara bersama dengan Kinerja Usaha Industri Kecil.
Dari berbagai hasil penelitian dan pendapat para ahli di atas terlihat bahwa
intensi berwirausaha dipengaruhi oleh faktor personal dan lingkungan. Faktor
Personal dimaksud meliputi faktor kepribadian dan faktor demografis.
DEM OGRAFIS

ε

KEPRIBADIAN

M inat

Kinerja

Berwirausaha

Kewirausahaan

Kebut uhan Akan Prest asi

Efikasi Diri

Ketersediaan Informasi
Kew irausahaan

ε
Perilaku

Kepemilikan
Jaringan Sosial

Akses
pada M odal

LINGKUNGAN

Berwirausaha

ε

Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penelitian Intensi Berwirausaha

7

Tabel 1 Variabel-variabel yang digunakan dalam Penelitian Intensi Berwirausaha
N
o

Variabel

1

Kebutuhan
Akan Prestasi

2

Efikasi Diri

3

Kepribadian

4

Demografi

Variabel Manifest (Indikator)
P1
P2
P3
P4
P5
E1
E2
E3
E4

J4

Menyukai tantangan
Bisa mengambil pelajaran dari kegagalan
Tidak suka mencari kambing hitam
Berorientasi sukses
Kreatif
Kepercayaan akan kemampuan diri
sendiri
Mampu mencapai cita-cita
Mampu mencapai prestasi tinggi
Mampu mencapai prestasi seperti
oranglain
Bertanggung jawab
Mampu mengambil resiko
Keyakinan besar bisa sukses
Mampu menghadapi hambatan
Mampu menghadapi kritik
Pengetahuan dan pendidikan
Kewirausahaan sebagai pondasi
Manfaat pengetahuan dan pendidikan
kewirausahaan
Pengalaman kerja
Pengalaman usaha sendiri
Pengalaman menjalankan usaha keluarga
Etnisitas / Faktor Keturunan
Usia
Jender / Jenis Kelamin
Akses informasi
Informasi bisnis
Pelatihan, seminar & kuliah
kewirausahaan
Informasi positif tentang kewirausahaan
Pergaulan yang luas
Suka berteman/bergaul
Menjadi anggota perkumpulan atau
organisasi
Jaringan sosial yang luas

A1
A2
A3
A4
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
M1
M2
M3
M4
M5
F1
F2
F3

Relasi yang baik dengan pemilik modal
Pengetahuan tentang sumber modal
Memiliki modal sendiri
Pengetahuan cara mendapatkan modal
Lingkungan sekeliling
Lingkungan keluarga
Dukungan teman-teman
Lingkungan pergaulan usaha
Lingkungan masyarakat
Kondisi Perekonomian
Kebijakan Pemerintah
Senang berwirausaha
Ingin penghasilan yang tinggi
Ingin bisa mengatur waktu dan diri sendiri
Suka membuat sesuatu untuk Dijual
Suka Kegiatan Menjual Sesuatu
Volume Penjualan
Pertumbuhan Penjualan
Porsi Pangsa Pasar.

K1
K2
K3
K4
K5
D1
D2

5

Ketersediaan
Informasi
Kewirausahaan

6

Kepemilikan
Jaringan Sosial

7

Akses kepada
Modal

8

Lingkungan
Eksternal

9

Intensi
Berwirausaha

10

Kinerja
Kewirausahaan

D3
D4
D5
D6
D7
D8
I1
I2
I3
I4
J1
J2
J3

Rujukan
Mclelland (Alma 2005); Oosterbeek
(2008); Faisol (Mudjiarto, 2006);
Scapinello (Indarti, 2008);

Bandura (1977); Chowdhury (2009);
Cromi (Indarti, 2008); Betz and Hacket
(Indarti, 2008); Oosterbeek (2008);

Fromm (Alma, 2005); Scarborough and
Zimmerer (Suryana, 2006); Cuningham
(Riyanti, 2003); Harris (Suryana, 2006);
Miner (Riyanto, 2003); Stoltz (Riyanti,
2003);
Bogue (Yasin, 2007); Barclay (Yasin,
2007); Riyanti (2003); Mazzarol (Indarti,
2008); Crant (Saud, 2009); Shapero (Basu,
2009); Sinha (Indarti, 2008); Jones (2009);
Charney (2000); Reitan (Frazier, 2009).

Mujianto (2009); Muhyi (2007)

Mazzarol (Indarti dkk, 2008); Gregoier
dkk (Gadar dan Yunus, 2009); Gadar
dan Yunus (2009); Rosenblatt, de Mik,
Anderson dan Johnson (Greeve, 2003);
McClelland (Muhandri, 2002); Crant
(Saud et al, 2009); Mathews dan Moser
(Cotleur, 2009); Davidson and Honig
(Marshall, 2005); Staw (Riyanti, 2003);
Duchesneau (Riyanti, 2003); Aldrich
dan Zimmer (Greeve, 2003); Hansen
(Greeve, 2003); Chrisman, Chua dan
Steier (Marshall, 2005)
Kristiansen (Indarti dkk, 2008); Indarti
dkk (2008); Kasmir (2007); Manurung
(2008)
Lupiyoadi (2007); Indart et al (2008);
Dewanti (2008); Mazzarol et al (Saud,
2009); Zimmerer (2004)

Tarmudji (2006); Hurlock (Riyanti,
2003); Crow & Crow (Yuwono, 2008);
Masrun (Yuwono dkk, 2008);
Wirasasmita (Suryana, 2006); Mudjiarto
dkk (2005); Zimmerer (2004).
Menon, Bharadwaj dan Howell, (1996);
Hart and Banbury, (1994); Naman and
Slevin, (1993), Mardiyanto (2002)

8

11

Perilaku
Berwirausaha

B1
B2
B3

Tindakan Nyata telah menjalankan bisnis
Keputusan Berwirausaha
Pernyataan Dukungan pengembangan
Usaha yang Ada

Crow & Crow (Yuwono, 2008); Masrun
(Yuwono dkk, 2008); Wirasasmita
(Suryana, 2006); Mudjiarto dkk (2005);
Zimmerer (2004).
Ajzen (2008), Toni Wijaya (2008).

Sumber: Mulyana, 2012
5.

Menentukan Faktor Pembentuk Intensi Berwirausaha
Partial Least Square (PLS) dapat dijadikan sebagai metode untuk

menanganalisis faktor-faktor yang menentukan Intensi Berwirausaha. PLS, menurut
Wold merupakan metode analisis yang powerful oleh karena tidak didasarkan banyak
asumsi. Metode PLS mempunyai keunggulan tersendiri diantaranya : data tidak harus
berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval
sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus
besar. Walaupun PLS digunakan untuk menkonfirmasi teori, tetapi dapat juga
digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel laten. PLS
dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan
indikator formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dalam SEM karena akan
terjadi unidentified model.
Tabel 2 Keunggulan PLS
Kriteria
Tujuan
Pendekatan
Asumsi
Estimasi parameter
Skore variabel laten
Hubungan variabel laten –
indikatornya
Implikasi
Kompleksitas model
Besar sample

PLS
Orientasi prediksi
Berdasarkan variance
Spesifikasi prediktor (non parametrik)
Konsisten sebagai indikator dan jumlah sampel meningkat
Secara eksplisit di estimasi
Dapat dalam bentuk reflective maupun formative indikator
Optimal untuk ketepatan prediksi
Kompleksitas besar (100 konstruk dan 1000 indikator)
Kekuatan analisis didasarkan pada porsi dari model yang
memiliki jumlah prediktor terbesar. Minimal
direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus

Sumber : Ghazali, 2008.

6.

Penerapan PLS pada Penelitian Intensi Berwirausaha
Untuk memperjelas pembahasan, akan diuraikan tentang salah satu hasil

penelitian ini dilakukan di Kota Bogor terhadap 122 PKL di sepanjang jalan
Suryakencana Bogor.

9

Dengan menggunakan Software SmartPLS 2.0M diperoleh model Intensi
Berwirausaha PKL sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 2 : Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Awal Intensi Berwirausaha
Pedagang Kaki Lima Kota Bogor
Di samping Model, melalui SmartPLS 2.0M dapat diperoleh pula hasil
pengukuran-pengukuran berikut ini :
1.

Perbedaan antara Model Awal dan Model Final Intensi Berwirausaha yang
mengharuskan dilakukannya trimming dengan mengeluarkan indikator-indikator
yang tidak valid dan reliable dari model

2.

Validitas model dilakukan melalui dua cara yaitu convergent validity dan
discriminant vadilidity menggunakan nilai loading factor indikator masingmasing

3.

Uji reliabilitas dilakukan melalui composite reliability serta membandingkan niai
AVE dan Akar AVE

4.

Besarnya kemampuan konstruk menjelaskan variability konstruk utamanya
ditentukan berdasarkan nilai R Square yang diperoleh

10

5.

Nilai Effect Size f-square digunakan untuk melihat efek konstruk laten eksogen
terhadap level struktural ketika ada atau tidak ada di dalam model

6.

Nilai Q square digunakan pula untuk mengukur relevansi kemampuan
memprediksi konstruk utama

7.

Result for inner weight digunakan untuk mengetahui hasil uji hipotesis dengan
menggunakan nilai t-statistics,

8.

Persamaan regresi untuk masing-masing variabel pun dapat dibentuk dengan
memperhatikan nilai original sample dan standart error.

9.

Dikaitkan dengan Karakteristik PKL, diperoleh model intensi beriwirausaha yang
berbeda-beda

Tabel 3 Indikator-indikator Pembentuk Intensi Berwirausaha Menurut Karakteristik
Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor
Karakteristik
PKL Laki-Laki
PKL Wanita
PKL Asal Kota Bogor
PKL Asal Luar Kota Bogor
PKL Makanan dan Minuman
PKL Non Makanan & Minuman
PKL Milik Sendiri
PKL Bukan Milik Sendiri
PKL Pernah Bekerja
PKL Belum Pernah Bekerja
PKL Pernah Pelatihan
PKL Belum Pernah Pelatihan
PKL Berpendidikan SD & Tidak
Sekolah
PKL Berpendidikan SMP
PKL Berpendidikan SMA & Sarjana
PKL Berpengalaman < 5 Tahun
PKL Berpengalaman 5-10 tahun
PKL Berpengalaman > 10 tahun
PKL Beroperasi 9 jam perhari

M1











Intensi Berwirausaha
M2
M3
M4

































M5

























































Variabel yang
dikeluarkan

Efikdi&Kebpres
Jarsos

Demografi

Sumber : Mulyana, 2012

11

Keterangan:

M1 (senang berwirausaha tanpa keterpaksaan)
M2 (ingin penghasilan yang tinggi)
M3 (ingin bisa mengatur waktu dan diri sendiri)
M4 (suka membuat sesuatu untuk dijual)
M5 (suka kegiatan menjual sesuatu)

6. Sumber Rujukan
Bandura, Albert, 1977. Self-Efficacy: Toward a Unifying Theroy of Behavioral Change,
Phsycological Review, 84 (2), 191 - 215.
Basu, Anurudha and Meghna Virick, 2009. Assessing Entrepreneurial Intentions Amongst
Students: A Comparative Study, San Jose State University. http://nciia.org.
Coutleur, Catherine Ashley dan Sandra King, 2009. Parental and Gender Influences on
Entrepreneurial Intentions, Motivations and Attitudes, Frostburg State University dan
California State Polytechnic University,. http://usasbe.org.
Esposito Vinzi, V., Chin, W.W., Henseler, J., dan Wang, H., 2010, Handbook of Partial
Least Squares Concepts, Methods and Applications, Springer, Heidelberg.
Ferdinan, 2006, Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Firdaus, Muhammad, 2013. Ekonomi dan Manajemen Ketahanan Pangan. Book Orange. IPB
Press Bogor
Frazier, Barbara J. dan Linda S. Niehm, 2009. Predicting The Entrepreneurial Intentions Of
Non-Business Majors: A Preliminary Investigation, Western Michigan University dan
Iowa State University.
Gadar, Kamisan dan Nek Kamal Yeop Yunus, 2009. The Influence of Personality and SocioEconomic Factors on Female Enterpreneurship Motivations in Malaysia, International
Review of Business Research Papers, January, 5 (1), 149 - 162
Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least
Square Edisi 2, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Greve, Arentdan Janet W. Salaff, 2003. Social Networks and Entrepreneurship,
Entrepreneurship, Theory & Practice, 28(1): 1-22.
Indarti, Nurul dan Rokhima Rostianti, 2008. Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi
Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia, Ekonomika dan Bisnis
Indonesia, Oktober, 23 No. 4.
Lupiyoadi, Rambat, 2007. Entrepreneurship From Mindset To Strategy, Cetakan Ketiga,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Mc. Clelland, C. Davit. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi, Mempercepat Laju
Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Motif Berprestasi, Jakarta.
Morello, Virginia Lasio, Dirk Deschoolmeester dan Elizabeth Arteaga Garcia, 2003.
Entrepreneurial Intention of Undergraduates at ESPOL in Equador, CICYT-ESPOL.

12

Muhandri, Tjahja, 2002. Strategi Penciptaan Wirausaha (Pengusaha) Kecil Menengah yang
Tangguh, Program Pasca Sarjana S3, Institut Pertanian Bogor
Muhyi, Abdul, 2007. Menumbuhkan jiwa dan kompetensi kewirausahaan, jurusan Ilmu
Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Bandung : Universitas
Padjadjaran\
Ranto, Basuki, 2007. Korelasi antara Motivasi, Knowledge of Entrepreneurship dan
Indpendensi dan The Entrepreneur’s Performance pada Kawasan Industri Kecil. Jurnal
Usahawan No. 10 Tahun XXXVI Oktober 2007.
Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi, 2003. Kewirausahaan Dipandang dari Sudut Pandang
Psikologi Kepribadian, Cetakan Pertama, Penerbit PT Grasindo, Jakarta.
--------, 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dari Pengusaha Kecil di
Indonesia.
http://ebooks.iaccp.org/ongoing_themes/chapters/riyanti/riyanti.php?file=riyanti&outp
ut=screen. (Tanggal akses 31 Maret 2012)
Ruhiyana, Dadang, 2010. Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Verheul, Ingrid, Roy Thurik dan Isabel Grilo, 2009. Explaining Preferences and Actual
Involvement in Self-Employment: New Insights into the Role of Gender. Erasmus
Research Institute of Management, Holland.
Wijaya, Tony, 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa
Tengah, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, September, 10 (2), 93 . 104.
Yamin, Sofyan. 2011. Generasi Baru Mengolah Data Penelitian dengan Partial Least Sqaure
Path Modeling, Penerbit Salemba Infotek, Jakarta.
Zimmerer, Thomas W. dan Norman Scarborough, 2004. Pengantar Kewirausahaan dan
Manajemen Bisnis Kecil, Gramedia, Jakarta.

13

Lampiran 1
Photo Para Pedagang Kaki Lima di Jalan Suryakencana Bogor

14

Lampiran 11 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Laki-laki di Kota Bogor

15

Lampiran 12 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Wanita di Kota Bogor

16

Lampiran 13 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Kota Bogor di Kota Bogor

17

Lampiran 14 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Asal Luar Bogor di Kota Bogor

18

Lampiran 15 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Makanan Minuman di Kota
Bogor

19

Lampiran 16 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Non Makanan Minuman di
Kota Bogor

20

Lampiran 17 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Milik Sendiri di Kota Bogor

21

Lampiran 18 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Bukan Milik Sendiri di Kota
Bogor

22

Lampiran 19 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Pernah Bekerja di Kota Bogor

23

Lampiran 20 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Bekerja di Kota
Bogor

24

Lampiran 21 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Pernah Pelatihan di Kota Bogor

25

Lampiran 22 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Belum Pernah Pelatihan di Kota
Bogor

26

Lampiran 23 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SD dan Tidak
Sekolah di Kota Bogor

27

Lampiran 24 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMP di Kota
Bogor

28

Lampiran 25 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpendidikan SMA & Sarjana
di Kota Bogor

29

Lampiran 26 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Kurang dari 5
Tahun di Kota Bogor

30

Lampiran 27 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman 5 – 10 Tahun di
Kota Bogor

31

Lampiran 28 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Berpengalaman Lebih dari 10
Tahun di Kota Bogor

32

Lampiran 29 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Kurang dari 6,5 jam
Perhari di Kota Bogor

33

Lampiran 30 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi 6,5 jam – 9 Jam
Perhari di Kota Bogor

34

Lampiran 31 Model Final Intensi Berwirausaha PKL Beroperasi Lebih dari 9 Jam
Perhari di Kota Bogor

35