Hak pemeliharaan anak ghairu mumayyiz kepada bapak : analisis yurisprudensi putusan no.447/Pdt.G/2005/PA/.TNG penagadilan Agama Tangerang

HAK PEMELIHARAAN ANAK GHAIRU MUMAYYIZ KEPADA BAPAK
(ANALISA YURISPRUDENSI PUTUSAN No. 477/Pdt.G/2005/PA.TNG)
PENGADILAN AGAMA TANGERANG
Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Q ............. .
.: ·.·3.·.·.·.·'···7•' ...........
'2(,"'JV't)
OtrJ.·
c?L9.. セPWBZ@
/

Oleh:
IKAATIKAH
NIM: 106044101404

I


KON S ENTRAS I PE RA DILANAGAMA······
PROGRAM STUD! AHW AL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 HI 2008 M

HAK PEMELIHARAAN ANAK GHAIRU MUMAYYIZ KEPADA BAPセk@
(ANALISA YURISPRUDENSI PUTUSAN No. 477/Pdt.G/2005/PA.TNG)
PENGADILAN AGAMA TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:
IKAATIKAH
NIM: 106044101404
Di bawah Bimbingan :


' .-

Drs. H A. Basi D 'alil SH MA

NIP. 150 169 102

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUD I AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARIA H DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi

yang berjudul HAK PEMELIHARAAN ANAK GHAIRU

MUMAYYIZ KEPADA BAPAK (ANALISA YURISPRUDENSI PUTUSAN

N0.477/Pdt.G/2005/PA.TNG) PENGADILAN AGAMA

TANGERANG

telah

diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juni 2008. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Ahwal al - Syakhshiyah.
Jakarta, 16 Juni 2008
Mengesahkan,

ad Amin Suma SH MA MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN
I. Ketua


: Drs.H.A.Basig Djalil,SH,MA

(.............. '.":".'....... )

ᄋセ@

NIP. 150 169 102
2. Sekretaris

: Kamarusdiana,S.Ag,MH

( .......................... )

NIP. 150 285 972
3. Pembimbing

: Drs.H.A.Basig Djalil,SH,MA
NIP. 150 169 102

4. Penguji I


: Dr. Mamat.S.Burhanuddin,MA

NIP. 150 289 199
5. Penguji II

: Mesraini,S.Ag,M.Ag
NIP. 150 326 895

( .....

.. .....)

,EMBAR PERNYATAAN

)engan ini saya menyatakan bahwa:
I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbnkti bahwa karya ini bnkan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakmta, 16 Juni 2008

Ika Atikah

ABSTRAKSI

" Hak Pemeliharaan Anak Ghairu Mumayyiz Kepada Bapak ( Analisa
Yurisprudensi

Putusan

No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG)

Pengadilan


Agama

Tangerang"
Program Studi Ahwal a!-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Perkawinan merupakan salah satu perbuatan hukum yang dapat
dilaksanakan oleh mukallaf yang memenuhi syarat. Dari suatu perkawinan akan
terbentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Melangsungkan
perkawinan adalah saling mendapatkan hak antara seorang pria dengan seorang
wanita se1ia terbebaninya kewajiban masing -

masing yang bertujuan

mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong - menolong. Namun,
dalan1 mengarungi bahtera rumah tangga banyak terjadi penyimpangan terhadap
hak dan kewajiban, ha! ini yang memicu te1jadinya konflik dalam rumah tangga,
jika tidak diselesaikan secara baik akan memicu te1jadinya perceraian sebagai
puncaknya. Hubungan perkawinan dapat terputus karena kematian, perceraian
dan dapat juga oleh Putusan Pengadilan. Dalam memutuskan perceraian dalam

perkawinan Islam dikenal adanya hadhanah atau yang lebih dikenal dengan
pemeliharaan atau pengasuhan anak. Penyelesaian perkara hadhanah dapat
ditempuh melalui tiga earn, yaitu: 1). Dilakukan melalui rekonsiliasi diantara
pihak yang bersengketa. 2). Dilakukan melalui mediasi dengan earn menunjuk
pihak ketiga dituakan dan di pandang mampu menyelesaikan persengketaan. 3).

Dilakukan melalui badan penyelenggara kekuasaan negara, yakni dengan putusan
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, khususnya bagi orang - orang
yang beragama Islam. Penyelesaian perkara hadhanah atau pemeliharaan anak
telah ditentukan oleh undang - undang tentang hak memelihara serta mengasuh
anak.

Anak yang masih dibawah umur lazimnya kepada ibu, apabila sudah

dewasa anak dapat menentukan pilihannya apakah ikut ibu atau bapak. Tapi bisa
tidak demikian, anak dibawah umur atau ghairu mumayyiz bisa jatuh kepada
bapak, bila sikap dan perilaku ibu tidak dianggap baik untuk perkembangan sang
anak seperti ibu punya keguncangan jiwa alias gila, murtad, berhubungan intim
dengan laki - laki yang bukan muhrimnya alias berzina. Maka, pengadilan dapat
menjatuhkan putusan dalam pemeliharaan anak sesuai dengan Undang - undang

yang berlaku. Perkara pemeliharaan anak dapat diajukan bersama dengan
perceraian talak, atau terpisah dengan cerai talak atau gugat cerai artinya gugatan
Pemeliharaan Anak dapat diproses jika telah ada kekuatan hukum tetap atas
putusnya hubungan perkawinan oleh Pengadilan Agama.

11

KATA PENGANTAR
(':/"")! c.i=)I .&I セ@

Pertama - lama Penulis ingin mengucapkan syukur alhamdulillah alas
selesainya skripsi ini selelah melewati beberapa kesulitan.
Untuk mewujudkan skripsi ini Penulis merasa sangat berhutang budi atas
bantuan yang tak ternilai harganya dari:
I. Kepada Bapak Prof.Dr. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Bapak Drs.H.A. Basiq Djalil,SH,MA, Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen pembimbing penulis yang dengan
penuh kesabaran dan bijaksana telah menjadi konsultan.

3. Bapak Yayan Sofyan,MAg, Dosen Penasihat Akademik sekaligus Pudek III
bidang akademik, yang telah bertindak sebagai konsultan kedua yang dengan
penuh kesabaran dan bijaksana telah menjadi konsul'.an.
4. Majlis

Hakim

Pengadilan

Agan1a

Tangerang

Perkara

No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG, ym1g begitu ramah - tamah dan bijaksana
menerima penulis untuk melakukan wawancara di kfil1tor Majelis Hakim.
Semoga kalian sudi memaafkfil1 penulis karena telah begitu banyak
mengganggu pada jfil11 kerja maupun di luar jmn kerja.


iii

5. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi perpustakaan.
6. Terima kasih kepada para Staff Pegawai Pengadilan Aganm Tangerang yang

begitu ramah membantu kebutuhan penulis meminta data Perkara dalam
menyelesaikan karya ilmiah/skripsi.
7. Terima kasih teruntuk Mama dan Ayah tercinta Dra. Hj.Maimunah,M.Ag dan

Drs.H.Harudi yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis
dan teruntuk kepada kakak - kakak dan adik penulis dr. Ahmad Fudholi,
Hilwiyah S,Psi serta Titi Nurbaiti terima kasih atas dukungan kalian.
8. Untuk seluruh teman - teman baik Non regular 2004 - 2006 maupun regular
2006 - 2008, terima kasih atas semangat dan perhatian kalian selama di
perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Dan teman - teman dekat penulis
terima kasih atas dukungan kalian.

Jakarta, 16 Juni 2008

Ika Atikah

iv

DAFTARISI
ABSTRAKSI .................................................................................................... .
KATAPENGANTAR ......................................................................................

m

DAFTAR ISI .....................................................................................................

v

BABI

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........ ........... ...... ................ ... ............ .....

1

B. Pembatasan dan Pernmusan Masalah ..........................................

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................

11

D. Metode Penelitian ........................................................................

12

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................

16

F. Sistematika Penulisan ................. .............. ...... ........ ....... ....... .... ..

19

KAJIAN TEORITIS TENTANG HADHANAH
A. Pengertian Hadhanah (Pemeliharaan Anak) ..... ..... .. ...... ..... .... .. ..

21

1. Menurut Hukum Islam.................................................................

21

2. Menurnt Hukum Perdata dan Peraturan Perundang - undangan
yang berlaku di Peradilan Agama ......... ...... .. ... ........... ................

26

B. Syarat - syarat Hadhanah (Pemeliharaan Anak) ........................

32

C. Pihak - pihak yang Berhak atas Hadhanah

BAB III

(Pemeliharaan Anak) ...................................................................

36

D. Masa Hadhanah,(Pemeliharaan Anak) .......................................

49

E. Upah Hadhanah ........................ ... ............ ... ........................... .. ...

51

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA TANGERANG
A. Letak Geografis Pengadilan Agama ................... ...................... .. .

54

B. Kedudukan Pengadilan Agama....................................................

56

C. Wewenang dan wiiayah hukum Pengadilai1 Agama Tangerang

57

D. Data Perceraian Pengadilan Agama Tangerang ..........................

62

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...........................................

64

B. Posisi Kasus .. ..... ......... .. ............................................... ....... ..... .. ..

65

C. Analisa Kasus ........ ... .. ..... ............... ... .............. ......... .... .. .... .........

68

1. Dasar Hukum Penyelesaian Perkara Pemeliharaan
Anak akibat Perceraian Perkara No.4 77/Pdt. G/2005/PA. TN G
Pengadilan Agama Tangerang...............................................

72

2. Peranan Hakim dalam Penyelesaian Perkara
Pemeliharaan Anak akibat Perceraian
Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG ...................................

83

3. Peranan Hakim dalam Penyelesaian Pemeliharaan
Anak setelah Putusan Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG

BAB V

86

PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................

88

B. Saran............................................................................................

89

DAFTARPUSTAKA.........................................................................................

90

LAMPIRAN - LAMPIRAN
PERTAMA

: Pedoman Wawancara ................................................................

93

KEDUA

: Hasil Wawancara.......................................................................

94

KETIGA

: Pem1ohonan melakukan wawancara di Pengadilan Agama
Tangerang ..................................................................................

KEEMPAT

: Keterangan melakukan wawancara di Pengadilan Agama

..

Tangerang ..................................................................................
KELIMA

112

113

: Putusan Perkara Hadhanah No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG
Pengadilan Agama Tangerang....................................................

114

BABI
PENDAHULUAN

A. La tar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial manusia sudah tentu harus mengadakan interaksi - interaksi antara
sesamanya. Dengan adanya interaksi - interaksi tersebut maka akan muncul
berbagai peristiwa hukum yang merupakan akibat dari interaksi tersebut. Salah
satu contoh dari peristiwa hukum tersebut adalah perkawinan yang merupakan
sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia,
hewan maupun tumbuhan. Hal ini sebagaimana foman Allah SWT Q.S. alDzaariyaat (51): 49

Artinya: "Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang - pasangan agar kamu
ingat akan kebesaran Allah".
Islan1 memandang perkawinan mempunyai nilai - nilai keagamaan
sebagai wujud ibadah kepada Allah,dan mengikuti Sunnah Nabi, di samping
mempunyai nilai - nilai kemanusiaan untuk memenuhi naluri hidup manusia
guna melestarikan keturunan,mewujudkan ketentraman hidup dan menumbuhkan
rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakat. 1
Perkawinan sangat dianjurkan oleh agama Islam bagi seseorang yang

1

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UJI Press, 2000), h.13

2

telah mempunyai kemampuan. Perkawinan merupakan suatu perbuatan yang
diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana firmannya dalam surat anNuur(24):32

(32:_;_,.ill) セ@

セ@

'j '.itlj Gセ@

::,j er '.!ti

r_s:iS

Artinya: "Dan kawinkanlah orang - orang yang sendirian diantara kamu dan
orang - orang yang layak nntuk kawin diantara hamba - hamba sahayamu yang
laki - laki dan hamba - hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin,
Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunianya." 2
Proses pemikahan manusia akan menghasilkan generasi yang tumbuh dan
berkembang, sehingga dalam kehidupan umat manusia dapat dilestarikan.
Sebaliknya tanpa pemikahan generasi akan berhenti, kehidupan manusia akan
terputus dan duniapun akan berhenti, sepi,dan tidak berarti. 3
Pemikahan dalam Islam merupakan bentuk perbuatan yang suci, karena
pemikahan merupakan hubungan yang tidak hanya didasarkan pada ikatan
lahiriyah, melainkan juga ikatan benifat bathiniah. Dengan kata Jain pernikahan
mempunyai dua aspek, yaitu biologis dan afeksional. Aspek biologis adalah
keinginan manusia untuk mendapatkan keturunan. Sedangkan aspek afeksional
adalah kebutuhan manusia untuk saling mencintai, rasa kasih sayang, rasa an1an

2

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, cet. Ke-I, (Jakarta: Kencana,
2006), ,h.43-44
3

Chaeruddin, Perkawinan, Eksik/opedi Tematis DUN/A ISLAM, (Jakarta: PT. Lehtiar baru

Van Hoeve,t.t), Jilid I, h.65

3

dm1 terlindungi, rasa dihargai, diperhatikan dml sebagainya. Faktor afeksional ini
sebagai pilar utama bagi stabilitas suatu pernikahml, untuk itu pernikahml tidak
bersifat sementara, tetapi atas dasar adm1ya ikatan hubungan, mitara suami istri
pernika11m1 menj adi bersifat seumur hidup.
Menurut Undmig - undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinml
mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorm1g Wmlita sebagai sumni istri dengmi tujuan membentuk keluarga (rumah
tmlgga) yang bahagia dmi kekal berdasarkml ketuhanan yang maha esa. 4 Dalam
Kompilasi Hukum Islam pasal 2 menegaskml bahwa perkawinan adalah akad
yang smlgat kuat (mitsqmi ghalidhml) untuk mentaati perintah Allah dml
melaksmiakmmya merupakan ibadah. 5 Oleh karena itu, pengertian perkawinml
dalmn ajm·an agmna Islam mempunyai nilai ibada11.
Dalmn pmldangan Islam, tujumi dari perkawinan mltara lain adalah agar
sumni isteri dapat membina kehidupml ym1g tentrmn lahir bathin dml saling cinta
me'lcintai dalmn satu rumah tangga yang bahagia. Disamping itu, diharapkan
pula kehidupmi ruma11 tmlgga dapat berlm1gsung kekal. Oleh karena itu, Islmll
telah memberi petunjuk atau jalml yang harus ditempuh bila sewaktu - waktu

4 Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7
S Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradi/an Agama (Dalam Sistem Hukum
Nasional), cet. Ke-2, (Jakaita: Logos, 1999), h. 140

4

terjadi perselisihan dalam rumah tangga. 6
Ada beberapa prinsip - prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari
al-Qur'an dan al-Hadits, yang dituangkan dalam garis - garis hukum melalui
Undang- undang No.] Tahun 1974 Tentang Perkawinan clan Inpres No.1 Tahun
1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang menganclung 7 (tujuh) asas atau
kaidah hukum, yakni:
1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
Suami dan isteri saling membantu dan melengkapi agar masing - masing
dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual
dan material.
2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas
yang berwenang.
3. Asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil
terhadap hale - hak isteri bila lebih clari seorang, maka cukup seorang isteri

4. Asas calon suami clan isteri telah matang jiwa raganya agar clapat
melangsungkan perkawinan agar mewujuclkan tujuan perkawinan secara baik _
clan menclapat keturunan yang baik clan sehat, sehingga tidal< berpikir kepada
perceraian.

6 Neng Djubaedah Dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jaka11a: PT. Hecca Mitra
Utama, 2005), h. 135

5

5. Asas mempersulit terjadinya Perceraian.
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suan1i dan isteri, baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.
7. Asas pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan mempennudah untuk
mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan perkawinan.
Pada poin 5 di atas disebutkan bahwa Undang - undang No.I Tahun
1974 Tentang Perkawinan mempersulit untuk terjadinya suatu perceraian antara

suami dan isteri. Oleh karena itu, seharusnya perkawinan dianggap sebagai suatu
ikatan yang kekal dan merupakan kesejahteraan bersama tujuannya dalam
membentuk suatu keluarga. Selain perkawinan diartikan sebagai suatu ikatan,
perkawinan juga mengandung aspek akibat hukum. Melangsungkan perkawinan
adalah saling mendapatkan hak antara seorang pria dengan seorang wanita serta
kewajiban yang bertujuan mengadakan lmbungan pergaulan yang dilandasi
saling tolong - menolong. 7 Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama,
maka di dalamnya terkandung adanya tujuan dan maksud mengharapkan ridha
Allah SWT berdasarkan makna perkawinan itu, maka akan terbentuk suatu
satuan

keluarga

yang

mencakup

struktur

dan

pola

budaya

yang

diimplementasikan berupa nilai - nilai dan k!1idah - kaidah dalam penataan
berbagai hubungan baik yang berkenaan dengan hubungan antar anggota
keluarga, yaitu:

7 Abdun-ahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Persada Media, 2003), h. I 0

6

1. Hak dan kewajiban antara suami dengan isteri

2. Hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak
3. Hak dan kewajiban yang berkenaan dengan hak kebendaan, yang diantaranya
harta bawaan masing - masing dan harta bersama dalam perkawinan.
Namun,dalam

mengarungi

bahtera

perkawinan

banyak

terjadi

penyimpangan terhadap hak dan kewajiban yang telah disebutkan di atas yaitu
hak dan kewajiban antara suami dan isteri, inilah yang memicu terjadinya konflik
yang terjadi dalam suatu rumah tangga yang apabila tidak diselesaikan secara
baik akan memicu te1jadinya perceraian sebagai puncaknya. Perceraian itu
sendiri adalah merupakan perbuatan yang halal namun suatu ha! yang tidak baik
dan sangat dibenci Allah SWT dan banyak larangan atas perceraian antara suami
dan isteri dari Allah dan Rasul. Maksud dari perkawinan seharusnya adalah
abadi, bukan untuk sementara waktu saja, dan kemudian diputuskan. Karena
dengan maksud inilah nantinya akan mewujudkan rumah tangga yang damai dan
teratur, serta memperoleh keturunan yang sah dala·.n masyarakat.
Berbicara mengenai hubungan suami dan isteri menurut hukum Islam
haruslah dilandasi dengan unsur ma'ruf, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Ma'ruf
artinya pergaulan antara suami dan isteri itu harus saling hormat menghormati,
dan saling menjaga rahasia masing - masing terutama sang suan1i haruslah
berusaha sebagai

panutan keluarga,dan pemimpin yang baik. Sakinah

dimaksudkan sebagai penjabaran dari suasana ma'ruf yaitu keadaan rumah
tangga yang aman, tidak ada sengketa dan tidak terjadi pertentangan pendapat

9

6.
b.

Wanita- wanita kerabat sedarab menurut garis samping dari ayab
Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanab dari ayah atau ibunya.

c.

Apabila pemegang hadhanab temyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkab dan hadhanab telab
dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan
Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula.

d.

Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang - kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun).

e.

Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b), (c),
dan (d).

f.

Pengadilan

dapat

pula

dengan

mengingat

kemampuan

ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak - anak
yang tidak turut padanya. 9
Pada poin yang telah disebutkan di atas, pada dasarny& anak yang belum
mumayyiz jatuh ke tangan ibu, tapi tidak demikian aclanya, apabila te1jadi di
Pengadilan Agama. Banyak para pihak yang mengajukan perkara tentang hak

9 Cik Hasan Basri Dkk, Kompilasi Hukum Islam dan Peradi/an Agama (Dalam Sistem
Hukum Nasional), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 188 - 189

10

asuk anak setelah terjadinya perceraian, dimana anak merupakan hasil dari
perkawinan yang selama ini mereka jalani bersarna serta harus melepaskan ikatan
perkawinan dikarenakan alasan - alasan yang memicu retaknya hub1mgan
perkawinan. Kemudian, bagaimana majlis hakim yang menangani perkara hak
asuh anak dimana te1jadi pemberian hak tersebut, jika anak yang diperebutkan,
masih dibawah umur tidak jatuh ke tangan ibu melainkan kepada bapak.
Tenttmya majlis hakim mempunyai pe1iimbangan hukwn terhadap putusan yang
di tetapkan.
Oleh karena itu, menjadi ha! yang menarik untuk diteliti, putusan Majelis
Hakim, landasan hukum, alasan - alasan se1ia implikasi lain dalam putusan yang
berkekuatan hukum tetap yang disepakati oleh majlis haldm. Inilah yang menjadi
penulis

tertarik

untuk

mengkaji

dalam

skripsi

dengan judul

"HAK

PEMELIHARAAN ANAK GHAIRU MUMAYYIZ I"1l')

P S セ@

G 0);·,2.J セ⦅[ヲ」@

ャセg@

セヲ⦅jェN[l@

:&I Pセ@

セG[QZP@

ゥセ@

i_?:1; O;;JI エ[Z⦅セ@

¥
セ@

Artinya: "Hai orang yang beriman, peliharalah dirirnu dan keluargarnu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya
rnalaikat - malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai allah
terhadap apa yang diperintahkru1-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakru1
apa yang diperintahkan".( At-Tahrim/ 66:6)
Yang dimaksud dengan memelihara keluarga pada ayat diatas yakni
mengasuh dan mendidik mereka sehingga menjadi seorru1g muslim yang berguna
.
14
bag1 agarna.

Hadhanah (pengasuhan anDk) hukumnya wajib, apabila anak yang masih
dibawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jika tidak
mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak hru·us dijaga agar tidak

13

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga,h.391

14

Ibid.

25

sampai membahayakan. Selain itu, ia juga hams tetap diberi nafkah dan
diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. 15
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, hukum mengasuh anak-anak yang
masih kecil adalah wajib, sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anakanak yang masih kecil kepada bahaya kebinasan. 16
Menurnt Wahbah Zuhaili, hadhanah merupakan hak bersama antara kedua
orang tua serta anak - anak, sehingga apabila nantinya timbul permasalahan
dalan1 hadhanah, maka yang diutamakan adalah hak anak. 17
Kewajiban orang tua merupal(an hak anak. Menurut Abdur Rozak anak
mempunyai hak - hak sebagai berikut:
I.

Hak analc sebelum dan sesuclah melahirkan.

2. Hak anak dalam kesucian keturunannya.
3. Hak anak dalam pemberian nama yang baik.
4. Hak anak dalam menerima susuan.
5. H'1k anak dalam menclapatkan asuhan, perawatan clan pemeliharaan.

15

Artikel c;liakses pada rnnggal 9 Maret.2008
http://abiyazid.wordpress.com/2008/02/27/hadhanah-hak-asuh-anak.html.
i• uca.,.,,;d
... t-.•q',,r;';;,i.
('.,n""h
r'"r;,,.,,,,,-,h,.,..,i
NLセW@
:tJ' S........
"1'' ........
,,. .... !'"'J"'""'
"'''.!' h
u .........

17

1984), h.71

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhul Islam Wa Adillatuh, cet. Ke-3,Juz 4, (Damaskus: Daar al-Fikr,

26

6. Hak anak dalam kepemilikan harta benda atau hak warisan demi
kelangsungan hidupnya.
7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

18

Dari pembagian - pembagian yang telah disebutkan di atas, yang
terpenting adalah poin ke-5 dan 7, yaitu pembagian tentang hak anak dalam
mendapatkan asuhan, perawatan, dan pemeliharaan, pendidikan dan pengajaran
sebab pembagian ini mempunyai akibat - akibat yang sangat penting dalam
hukum.
2. Menurut Hukum Perdata serta Peraturan Perundang - undangan yang
berlaku di Peradilan Agama
Pemeliharaan Anak terdapat dalam Kitab Undang - undang Hukum
Perdata Buku Kesatu ha! Orang pada bab X , XI, dan XIV. Pada pasal 289 bab
XIV Tentang Kekuasaan Orang Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang
Tua Terhadap Pribadi Anak dalam Kitab Undang - unclang Hukum Perdata
menyatakan bahwa setiap anak, berapapun juga umumya wajib menghormati dan
menghargai keclua orang tuanya. Dalam tinjauan hukum perdata mengenai siapa
yang paling berhak memelihara
。エセオ@

mengasuh anak yang masih dibawah umur,

akibat clari perceraian suami isteri adalah kewajiban orang tuanya. Orang tua
wajib memelihara clan mencliclik anak - anak mereka yang masih di bawah umur.

18

Neng Djubaedah dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h.177

27

Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka
dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besamya pendapatan mereka
guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak - anak mereka itu. 19
Kemudian juga dijelaskan pada pasal 299 bab XIV Tentang Kekuasaan
Orang Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi
Anak dalam Kitab Undang - undang Hukum Perdata bahwa selama perkawinan
orang tuanya, setiap anak san1pai dewasa tetap berada dalan1 kekuasaan kedua
orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebut tidak dilepaskan atau dipecat dari
kekuasaan it11". Kecuali jika te1jadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku
ketentuan - ketentuan mengenai pisall meja dan ranjang, bapak sendiri yang
melakukan kekuasaan itu. Bila bapak berada dalam keadaan tidak mungkin untuk
melakukan keknasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh ibu, kecuali dalam
ha! adanya pisah meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak
berwenang, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan
pasal 359. Hal ini terdapat dalam pasal 300 bab XIV Tentang Kekuasaan Orang
Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Anak
dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata .20
Dalam Undang-Undang No. 23 Tallun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

19

Soedharyo soimin, Kitab Undang - undang Hu/cum Perdata, cet.Ke-7, (Jakarta: Sinar
Grafika,2007), h.72
20

Ibid.

29

baik dari ibu maupun ayah. Sebagaimana dijelaskan juga dalam pasal 231 bab X
Tentang Pembubaran Perkawinan Bagian 3 Pembubaran Perkawinan pada
Umumnya dalam Kitab Undang - undang Hukum Perdata "Bubamya perkawinan
karena perceraian tidak akan menyebabkan anak -· anak yang lahir dari
perkawinan itu kehilangan keuntungan - keuntungan yang telah dijaminkan bagi
mereka oleh undang - undang, atau o!eh perjanjian perkawinan orang tua
mereka. " 23
Menurut pasal tersebut diatas, bahwa hak mengasuh terhadap anak kecil
meskipun orang tua telah te1jadi suatu perceraian, tetap berada dalam
tanggungannya, dengan syarat anak tersebut adalah anak yang dilahirkan atas
perkawinan yang sah.
Dalam Undang- undang No.l Talmn 1974 Tentang Perkawinan pasal 41
menyatakan akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak anaknya, semata - mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak -

anak., pengadilan memberi

keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapalc dalan1 lcenyataan tidak

23

Ibid.

30

dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu
ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. 24
Sedangkan pada pasal 45 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara
Orang Tua dan Anak Undang - undang No.I Tahun 1974 Tentang Perkawinan
menyatakan pada ayat 1 bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik
anak - anak mereka sebaik - baiknya. Pada ayat 2 menyatakan kewajiban orang
tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau
dapat berdiri sendiri, yang mana kewajiban tersebut berlaku selamanya meskipun
antara kedua orang tua putus. 25
Selanjutnya dijelaskan pula pada pasal 47 ayat 1 bah X mengenai Hale
dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak Undang - undang No. I Tahun 1974
Tentang Perkawinan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum
pemah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak dicabut dari kekuasannya. Pada ayat 2 orang tua mewakili anak
tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di !uar Pengadilan.

24

26

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, cet.Ke-5, (Jakarta: UJ Press, 1986),h. 149

25

Undang - undang Pokok Perkawinan beserta Peraturan Perkawinan Khusus
zmtuk anggota ABRJ,POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil, cet.Ke-7, (Jakarta: Sinar
Grafika,2006), h.14
26

Ibid.

31

Pada pasal 48 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan
Anak Undang- undang No.I Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan orang
tua juga tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum
pemah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendalcinya. 27
Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 98 menyatakan pada ayat:
( 1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21 tahun,

sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum
pemah melangsungkan perkawinan.
(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di
dalam dan di luar Pengadilan.
(3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang
mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak
mampu. 28
Sedangkan pada pasal I 05 dalam Kompilasi Hukum Islam, dalam ha!
terjadi perceraian:

27

28

Ibid

Cik Hasan Bisri dkk, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum
Nasional, cet.Ke-2, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), h.170

32

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayy1z diserahkan kepada anak untuk
memilih di anta:ra ayah atau ibunya pemegang hak pemeliha:raa1111ya.
c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 29

B. SYARAT-SYARATHADHANAH
Seorang hadhinah (ibu asuh) yang menangani dan menyelenggarakan
kepentingan anak kecil yang diasuhnya, haruslah memiliki kecukupan dan
kecakapan. Kecukupan dan kecakapan ini memerlukan sya:rat - syarat tertentu.
Jika syarat - syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja, gugurlah kebolehan
menyelenggarakan hadhanahnya. 30 Adapun syarat - syaratnya ialah sebagai
berikut:
1. Berakal sehat. J adi bagi orang yang kurang aka! dan gila, keduanya tidak

boleh menangani hadhanah karena mereka ini tidak dapat mengurusi dirinya
sendiri. Karena itu, ia tidak boleh diserahi tugas mengurusi onng lain, sebab
orang yang tidak punya apa - apa tentu tidak dapat memberi apa - apa kepada
orang lain.

29

30

Jbid,h.172

Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah (teljemahan),cet.Ke-1, jilid Ill,(Jakarta: Pena Pundi
Aksara,2006), h.241

33

2. Dewasa. Sekalipun anak kecil itu mumayyiz, ia tetap membutuhkan orang lain
yang mengurusi urusannya dan mengasulmya. Karena itu, dia tidak boleh
menangani umsan orang lain.
3. Mampu mendidik. Orang yang buta atau rabun, sakit menular, atau sakit yang
melemahkan jasmaninya tidak boleh meajadi pengasuh untuk mengurus
kepentingan anak kecil, juga tidak bemsia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu
diurus, bukan orang yang mengabaikan urusan rumahnya sehingga merugikan
anak kecil yang diurusnya, atau bukan orang yang tinggal bersama orang yang
sakit menular atau bersama orang yang suka marah kepada anak - anak,
sekalipun kerabat anak kecil itu sendiri, sehingga aid.bat kemarahannya itu ia
tidak bisa memperhatikan kepentingan si anak secara sempurna dan
menciptakan suasana yang tidak baik.
4. Amanah dan berbudi. Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil dan ia
tidak dapat dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik.
Terlebih lagi, nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti kelakuan
orang yang curang ini.
5. Islam. Anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang bukan
muslim. Hal ini karena hadhanah merupakan masalah perwalian, sedangkan
Allah tidak membolehkan orang mukmin di bawah perwalian orang kafir.
6. Ibunya belum kawin lagi. Jika si ibu telah kawin lagi dengan laki - laki lain,
hak hadhanahnya hilang. Akan tetapi, kalau ia kawin dengan laki - laki yang

34

masih dekat kekerabatannya dengan anak kecil tersebut, seperti paman dari
ayahnya, hak hadhanahnya tidak hilang. 31
Para ulama mazhab sepakat bahwa, dalam mengasuh anak disyaratkan
bahwa orang yang mengasuh berakal sehat, bisa dipercaya, suci diri, bukan
pelaku maksiat, bukan penari, bukan peminum khamr, serta tidak mengabaikan
anak yang diasuhnya. Tujuan dari keharusan dari adanya sifat - sifat tersebut