Variasi Berat Labur Perekat Urea Formaldehida terhadap Kualitas Papan Lamina dari Batang Kelapa Sawit dengan Pemadatan
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Familia
: Arecaceae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensisJacq.
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Beberapa
sifat kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1 (Bakar, 2003).
Tabel 1. Sifat-sifat kayu kelapa sawit
Sifat-Sifat Penting
Berat Jenis
Kadar Air (%)
Kekuatan Lentur (kg/cm2)
Keteguhan Lentur (kg/cm2)
Susut Volume
Kelas Awet
Kelas Kuat
Sumber: Bakar (2003)
Tepi
0,35
156
29996
295
26
V
III-V
Bagian Dalam Batang
Tengah
Pusat
0,28
0,20
257
365
11421
6980
129
67
39
48
V
V
V
V
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang tidak seragam mulai dari
bagian luar sampai kebagian dalam, demikian juga mulai dari pangkal bawah
sampai kebagian atas batang. Secara umum kekurangan batang kelapa sawit
dibandingkan dengan kayu lainnya adalah kandungan air dan zat pati yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
dalam pengolahan mudah menumpulkan pisau dan gergaji, kualitas permukaan
kayu yang rendah dan keawetannya rendah. Masalah lain dalam pemanfatannya
adalah sifatnya yang sangat higroskopis. Walaupun batang kelapa sawit sudah
dikeringkan, akan tetapi batang ini masih dapat lagi menyerap air kembali hingga
20 % (Balfas, 2003).
Menurut Rahayu (2001) bahwa kadar bagian ujung lebih lunak
dibandingkan dengan kayu dibagian pangkalnya. Sedangkan pada posisi batang
secara horizontal, pada bagian tepi (luar) disebabkan selulosa dan lignin pada
vascular bundles yang terdapat pada bagian ujung batang lebih rendah daripada
yang dibagian pangkal, oleh karena itu kayu kelapa sawit pada karena batang
memiliki jumlah vascular bundles yang lebih besar dibanding bagian tengah dan
pusat (dalam).
Setelah dikeringkan juga mengalami penyusutan yang besar sehingga
bahan melengkung dan retak-retak. Hal ini juga berdampak pada ukuran kayunya.
Bahan yang tidak terpakai adalah bagian ujung karena kayunya sangat lentur dan
mudah melengkung. Kemudian sebagian bahan pada bagian tengah juga tidak
dapat digunakan seluruhnya terutama bagian dalam dari batang (Fakhri dkk.,
2010).
Berdasarkan arah batang secara longitudinal, bagian pangkal batang
memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan bagian
tengah dan ujung. Berdasarkan arah batang secara horizontal, bagian tepi batang
memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan bagian tengah dan
dalam. Batang sawit bagian tepi cocok dipergunakan sebagai bahan konstruksi
ringan dan mebel karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan bagian tengah dan pusat (dalam) dapat dipergunakan sebagai bahan
baku papan partikel atau produk biokomposit lainnya (Iswanto dkk., 2010).
Papan Lamina
Papan lamina adalah salah satu kelas kayu komposit untuk mengontrol
atau mengatur sifat produk melalui desain dan telah dipraktekkan selama beberapa
tahun. Layered Composite system, khususnya kayu laminasi dibuat untuk
meningkatkan penggunaannya di dalam struktur perencanaan (Bodig dan Jayne
1982). Balok lamina adalah balok yang diperoleh dari hasil perekatan papan tipis
yang disusun sejajar serat menggunakan perekat. Balok lamina lebih efisien
dibandingkan kayu utuh karena dapat dibuat dengan menggabungkan jenis kayu
bermutu rendah dan kayu bermutu tinggi (Abdurrachman dan Hadjib, 2005).
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan papan laminasi. Papan
lamina harus diketam pada kedua permukaannya untuk memperoleh permukaan
yang bersih, sejajar dan dapat direkat sebelum dilakukan proses perekatan. Hal ini
menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan
merata (Moody dkk., 1999).
Terjadinya fluktuasi nilai delaminasi kemungkinan disebabkan antara lain
oleh proses pelaburan yang kurang merata, contoh bahan baku kayu yang kurang
rata permukaan yang dilabur perekat (Purwanto, 2011). Vick (1999) menyatakan
bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan perekat terhadap adanya
tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas
yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Pemadatan
Pemadatan kayu merupakan salah satu cara yang pernah dipakai oleh para
ilmuwan kayu untuk memperbaiki atau memodifikasi kondisi fisik kayu. Pada
proses pemadatan kayu diperhitungkan bahwa susunan serat kayu akan menjadi
lebih rapat dan struktur sel menjadi lebih sempit. Hal ini memungkinkan angka
pori kayu akan lebih kecil, dengan demikian maka kandungan kadar air akan
berkurang dan nilai kerapatan kayu meningkat (Hasan dan Tatong, 2005).
Pemadatan kayu terbukti mampu meningkatkan kekuatan lentur dan
kekakuan kayu. Peningkatan nilai MOE dan MOR dipengaruhi oleh variasi suhu
kempa dan kelompok jenis papan. Perpaduan perlakuan pendahuluan dan suhu
kempa yang tepat akan menghasilkan nilai kekuatan lentur dan kekakuan kayu
yang maksimal (Sulistyono dkk., 2003).
Perlakuan pemadatan 20% telah mampu meningkatkan kekerasan bagian
lunak kayu kelapa sampai mendekati kekerasan bagian kerasnya. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa aplikasi metode pemanasan dan pemadatan ini telah
mampu memperbaiki sifat kekerasan bagian lunak kayu kelapa (Suhasman dkk.,
2008). Pada kondisi pemadatan yang lebih tinggi akan menimbulkan gaya
pengembangan yang besar sehingga mampu kembangnya pun akan lebih besar
(Darmawan dkk., 2010).
Pemadatan biasanya dilakukan terhadap kayu yang kelas kuatnya rendah
sehingga dengan pemadatan ini kekuatan kayu akan meningkat dari sebelumnya
dan mengalami penyusutan hingga 50% dan bila tekanan dilepaskan pada saat
pemadatan kayu tidak akan kembali kebentuk semula. atau perubahan bersifat
permanen. Namun demikian, bila pemadatan yang terjadi tidak sempurna maka
Universitas Sumatera Utara
kayu akan dapat kembali kebentuk dan ukuran semula bila mendapat pengaruh
kelembapan dan perendaman ulang (recovery) (Amin & Dwianto 2006).
Pengempaan
Menghasilkan suatu balok kayu laminasi yang memenuhi standar struktur
pada proses perancangan harus memperhatikan proses pengempaan. Proses
pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin,
bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat karena kekuatan meningkat
seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah
menyebabkan cacat perekatan, seperti melepuh, perekat tebal dan pecah muka
(Anshari, 2006).
Suhu pengempaan berhubungan dengan waktu pengempaan. Suhu yang
tinggi diperlukan untuk mematangkan perekat dengan cepat tetapi kurang
ekonomis karena diperlukan biaya yang tinggi untuk membawa suhu kempa ke
suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar. Suhu yang rendah dipakai untuk
mematangkan perekat tetapi diperlukan waktu yang lebih lama (Ruhendi dkk.,
2007).
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan
proses perekatan adalah waktu pengempaan. Waktu kempa tergantung dari
beberapa faktor antara lain tipe atau jenis perekat yang dipergunakan. Prinsip
yang dipakai untuk menentukan lama waktu pengempaan adalah perilaku jenis
perekat dan kondisi adonan perekat yang dipakai sewaktu dikenai tekanan. Waktu
kempa juga dipengaruhi oleh ketebalan bahan yang direkat dan komposisi adonan
atau larutan perekat (Ruhendi dkk., 2007).
Universitas Sumatera Utara
Perekat dan Perekatan
Prayitno (1996) menyatakan jenis-jenis perekat yang secara luas
dipergunakan untuk perekatan kayu adalah phenol-formaldehyde (PF), resorcinolformaldehyde (RF), melamine-formaldehyde (MF) dan urea-formaldehyde (UF),
yang diolah dari bahan alam berupa gas alam, batubara dan petroleum (minyak
bumi) dengan bahan tambahan unsur-unsur alam di udara.
Berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang terkandung di dalam
perekat. Berat jenis akan bertambah jika ada peningkatan rasio penggunaan
formalin dengan perekat. Selain berat jenis perekat, kadar padatan juga
merupakan salah satu parameter pengukur kualitas suatu perekat. Kadar padatan
menunjukan jumlah molekul perekat yang akan berikatan dengan molekul sirekat.
Semakin tinggi kadar padatan tertentu, maka keteguhan rekat papan yang
dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat
yang bereaksi dengan kayu saat perekatan. Selain parameter tersebut waktu
gelatinisasi juga menentukan kualitas. Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang
dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel, sehingga tidak dapat
ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan (Rowell, 2005).
Perekatan merupakan interaksi antara permukaan perekat dengan
permukaan bahan yang akan direkatkan. Adanya interaksi antara perekat dan
bahan yang akan direkat menyebabkan adanya ikatan yang kuat antara kedua
bahan tersebut. Tiga tahapan proses pengikatan perekat yaitu persiapan
permukaan bahan yang akan direkat untuk memperoleh interaksi terbaik antara
perekat dan bahan yang akan direkatkan, kontak antara perekat dengan permukaan
yang direkat, dan pengeringan perekat (Frihat, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Urea formaldehida
Jenis urea formaldehida dapat dikerjakan untuk proses perekatan panas
(±1000C) atau dingin (±300C) . Proses panas lebih umum digunakan pada
pemakian non struktural seperti industri kayu lapis, proses dingin lebih sesuai
untuk keperluan struktural mengingat ketebalan atau dimensi elemen yang
direkatan. Penggunaan perekat jenis ini perlu control keasaman dan harus
ditambahkan bahan pengisi (filler) agar mengisi pori bahan yang direkat namun
ketebalan garis perekatan harus dikontrol untuk tidak lebih dari 0,1 mm agar
terhindar retak (Prayitno, 1996).
Urea formaldehida termasuk salah satu perekat termosetting hasil reaksi
kondensasi dan polmerisasi antara urea dan formaldehid. Rendahnya harga
perekat, cepatnya pengerasan dibandingkan PF pada suhu yang sama, dan
pembentukan garis rekat (glue line) yang tak berwarna menyebabkan perekat ini
menguntungkan dalam industri kayu lapis dan papan partikel. Kerugian perekat
urea formaldehida adalah tidak tahan cuaca. Rendahnya keawetan ini disebabkan
karena adanya gugus amida yang mudah terhidrolisis. Karena itu, perekat urea
formaldehida lebih sesuai untuk perekat mebel dan kegunaan lain di dalam
ruangan (Achmadi, 1990).
Berat Labur
Berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan
kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga
akan mengurangi kekuatan rekat, karena akan memberikan penebalan pada garis
rekat yang matang, sedangkan berat labur yang terlalu rendah akan mengurangi
kekuatan rekat yang disebabkan oleh garis rekat yang terlalu tipis (Pizzi, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah perekat terlabur yang optimum dapat ditentukan dengan memperhatikan
persentase
kerusakan
kayu,
persentase
kerusakan
kayu
sebesar
100%
menunjukkan bahwa seluruh bidang geser rusak pada kayu, bukan pada bidang
rekatan (Fakhri dkk., 2008).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), semakin banyak perekat
ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi biaya perekat
harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi. Peningkatan jumlah
perekat terlabur berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan geser kayu yang
dihasilkan, bahkan dapat melebihi kemampuan geser kayu solidnya. Hal tersebut
diprediksi karena semakin banyak jumlah perekat yang dilaburkan, maka semakin
dalam penembusan resin ke dalam substrat kayunya sehingga membentuk suatu
garis perekatan yang sangat kuat di sekitar bidang rekat tersebut (Fakhri dkk.,
2008). Oka (2005) menyatakan semakin banyak jumlah perekat terlabur yang
digunakan maka nilai kadar air, modulus elastisitas (MOE), modulus lentur
(MOR), kuat tekan sejajar serat dan kuat geser rekat semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Kelapa Sawit
Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Familia
: Arecaceae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensisJacq.
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Beberapa
sifat kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1 (Bakar, 2003).
Tabel 1. Sifat-sifat kayu kelapa sawit
Sifat-Sifat Penting
Berat Jenis
Kadar Air (%)
Kekuatan Lentur (kg/cm2)
Keteguhan Lentur (kg/cm2)
Susut Volume
Kelas Awet
Kelas Kuat
Sumber: Bakar (2003)
Tepi
0,35
156
29996
295
26
V
III-V
Bagian Dalam Batang
Tengah
Pusat
0,28
0,20
257
365
11421
6980
129
67
39
48
V
V
V
V
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang tidak seragam mulai dari
bagian luar sampai kebagian dalam, demikian juga mulai dari pangkal bawah
sampai kebagian atas batang. Secara umum kekurangan batang kelapa sawit
dibandingkan dengan kayu lainnya adalah kandungan air dan zat pati yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
dalam pengolahan mudah menumpulkan pisau dan gergaji, kualitas permukaan
kayu yang rendah dan keawetannya rendah. Masalah lain dalam pemanfatannya
adalah sifatnya yang sangat higroskopis. Walaupun batang kelapa sawit sudah
dikeringkan, akan tetapi batang ini masih dapat lagi menyerap air kembali hingga
20 % (Balfas, 2003).
Menurut Rahayu (2001) bahwa kadar bagian ujung lebih lunak
dibandingkan dengan kayu dibagian pangkalnya. Sedangkan pada posisi batang
secara horizontal, pada bagian tepi (luar) disebabkan selulosa dan lignin pada
vascular bundles yang terdapat pada bagian ujung batang lebih rendah daripada
yang dibagian pangkal, oleh karena itu kayu kelapa sawit pada karena batang
memiliki jumlah vascular bundles yang lebih besar dibanding bagian tengah dan
pusat (dalam).
Setelah dikeringkan juga mengalami penyusutan yang besar sehingga
bahan melengkung dan retak-retak. Hal ini juga berdampak pada ukuran kayunya.
Bahan yang tidak terpakai adalah bagian ujung karena kayunya sangat lentur dan
mudah melengkung. Kemudian sebagian bahan pada bagian tengah juga tidak
dapat digunakan seluruhnya terutama bagian dalam dari batang (Fakhri dkk.,
2010).
Berdasarkan arah batang secara longitudinal, bagian pangkal batang
memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan bagian
tengah dan ujung. Berdasarkan arah batang secara horizontal, bagian tepi batang
memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan bagian tengah dan
dalam. Batang sawit bagian tepi cocok dipergunakan sebagai bahan konstruksi
ringan dan mebel karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan bagian tengah dan pusat (dalam) dapat dipergunakan sebagai bahan
baku papan partikel atau produk biokomposit lainnya (Iswanto dkk., 2010).
Papan Lamina
Papan lamina adalah salah satu kelas kayu komposit untuk mengontrol
atau mengatur sifat produk melalui desain dan telah dipraktekkan selama beberapa
tahun. Layered Composite system, khususnya kayu laminasi dibuat untuk
meningkatkan penggunaannya di dalam struktur perencanaan (Bodig dan Jayne
1982). Balok lamina adalah balok yang diperoleh dari hasil perekatan papan tipis
yang disusun sejajar serat menggunakan perekat. Balok lamina lebih efisien
dibandingkan kayu utuh karena dapat dibuat dengan menggabungkan jenis kayu
bermutu rendah dan kayu bermutu tinggi (Abdurrachman dan Hadjib, 2005).
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan papan laminasi. Papan
lamina harus diketam pada kedua permukaannya untuk memperoleh permukaan
yang bersih, sejajar dan dapat direkat sebelum dilakukan proses perekatan. Hal ini
menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan
merata (Moody dkk., 1999).
Terjadinya fluktuasi nilai delaminasi kemungkinan disebabkan antara lain
oleh proses pelaburan yang kurang merata, contoh bahan baku kayu yang kurang
rata permukaan yang dilabur perekat (Purwanto, 2011). Vick (1999) menyatakan
bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan perekat terhadap adanya
tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas
yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Pemadatan
Pemadatan kayu merupakan salah satu cara yang pernah dipakai oleh para
ilmuwan kayu untuk memperbaiki atau memodifikasi kondisi fisik kayu. Pada
proses pemadatan kayu diperhitungkan bahwa susunan serat kayu akan menjadi
lebih rapat dan struktur sel menjadi lebih sempit. Hal ini memungkinkan angka
pori kayu akan lebih kecil, dengan demikian maka kandungan kadar air akan
berkurang dan nilai kerapatan kayu meningkat (Hasan dan Tatong, 2005).
Pemadatan kayu terbukti mampu meningkatkan kekuatan lentur dan
kekakuan kayu. Peningkatan nilai MOE dan MOR dipengaruhi oleh variasi suhu
kempa dan kelompok jenis papan. Perpaduan perlakuan pendahuluan dan suhu
kempa yang tepat akan menghasilkan nilai kekuatan lentur dan kekakuan kayu
yang maksimal (Sulistyono dkk., 2003).
Perlakuan pemadatan 20% telah mampu meningkatkan kekerasan bagian
lunak kayu kelapa sampai mendekati kekerasan bagian kerasnya. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa aplikasi metode pemanasan dan pemadatan ini telah
mampu memperbaiki sifat kekerasan bagian lunak kayu kelapa (Suhasman dkk.,
2008). Pada kondisi pemadatan yang lebih tinggi akan menimbulkan gaya
pengembangan yang besar sehingga mampu kembangnya pun akan lebih besar
(Darmawan dkk., 2010).
Pemadatan biasanya dilakukan terhadap kayu yang kelas kuatnya rendah
sehingga dengan pemadatan ini kekuatan kayu akan meningkat dari sebelumnya
dan mengalami penyusutan hingga 50% dan bila tekanan dilepaskan pada saat
pemadatan kayu tidak akan kembali kebentuk semula. atau perubahan bersifat
permanen. Namun demikian, bila pemadatan yang terjadi tidak sempurna maka
Universitas Sumatera Utara
kayu akan dapat kembali kebentuk dan ukuran semula bila mendapat pengaruh
kelembapan dan perendaman ulang (recovery) (Amin & Dwianto 2006).
Pengempaan
Menghasilkan suatu balok kayu laminasi yang memenuhi standar struktur
pada proses perancangan harus memperhatikan proses pengempaan. Proses
pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin,
bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat karena kekuatan meningkat
seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah
menyebabkan cacat perekatan, seperti melepuh, perekat tebal dan pecah muka
(Anshari, 2006).
Suhu pengempaan berhubungan dengan waktu pengempaan. Suhu yang
tinggi diperlukan untuk mematangkan perekat dengan cepat tetapi kurang
ekonomis karena diperlukan biaya yang tinggi untuk membawa suhu kempa ke
suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar. Suhu yang rendah dipakai untuk
mematangkan perekat tetapi diperlukan waktu yang lebih lama (Ruhendi dkk.,
2007).
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan
proses perekatan adalah waktu pengempaan. Waktu kempa tergantung dari
beberapa faktor antara lain tipe atau jenis perekat yang dipergunakan. Prinsip
yang dipakai untuk menentukan lama waktu pengempaan adalah perilaku jenis
perekat dan kondisi adonan perekat yang dipakai sewaktu dikenai tekanan. Waktu
kempa juga dipengaruhi oleh ketebalan bahan yang direkat dan komposisi adonan
atau larutan perekat (Ruhendi dkk., 2007).
Universitas Sumatera Utara
Perekat dan Perekatan
Prayitno (1996) menyatakan jenis-jenis perekat yang secara luas
dipergunakan untuk perekatan kayu adalah phenol-formaldehyde (PF), resorcinolformaldehyde (RF), melamine-formaldehyde (MF) dan urea-formaldehyde (UF),
yang diolah dari bahan alam berupa gas alam, batubara dan petroleum (minyak
bumi) dengan bahan tambahan unsur-unsur alam di udara.
Berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang terkandung di dalam
perekat. Berat jenis akan bertambah jika ada peningkatan rasio penggunaan
formalin dengan perekat. Selain berat jenis perekat, kadar padatan juga
merupakan salah satu parameter pengukur kualitas suatu perekat. Kadar padatan
menunjukan jumlah molekul perekat yang akan berikatan dengan molekul sirekat.
Semakin tinggi kadar padatan tertentu, maka keteguhan rekat papan yang
dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat
yang bereaksi dengan kayu saat perekatan. Selain parameter tersebut waktu
gelatinisasi juga menentukan kualitas. Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang
dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel, sehingga tidak dapat
ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan (Rowell, 2005).
Perekatan merupakan interaksi antara permukaan perekat dengan
permukaan bahan yang akan direkatkan. Adanya interaksi antara perekat dan
bahan yang akan direkat menyebabkan adanya ikatan yang kuat antara kedua
bahan tersebut. Tiga tahapan proses pengikatan perekat yaitu persiapan
permukaan bahan yang akan direkat untuk memperoleh interaksi terbaik antara
perekat dan bahan yang akan direkatkan, kontak antara perekat dengan permukaan
yang direkat, dan pengeringan perekat (Frihat, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Urea formaldehida
Jenis urea formaldehida dapat dikerjakan untuk proses perekatan panas
(±1000C) atau dingin (±300C) . Proses panas lebih umum digunakan pada
pemakian non struktural seperti industri kayu lapis, proses dingin lebih sesuai
untuk keperluan struktural mengingat ketebalan atau dimensi elemen yang
direkatan. Penggunaan perekat jenis ini perlu control keasaman dan harus
ditambahkan bahan pengisi (filler) agar mengisi pori bahan yang direkat namun
ketebalan garis perekatan harus dikontrol untuk tidak lebih dari 0,1 mm agar
terhindar retak (Prayitno, 1996).
Urea formaldehida termasuk salah satu perekat termosetting hasil reaksi
kondensasi dan polmerisasi antara urea dan formaldehid. Rendahnya harga
perekat, cepatnya pengerasan dibandingkan PF pada suhu yang sama, dan
pembentukan garis rekat (glue line) yang tak berwarna menyebabkan perekat ini
menguntungkan dalam industri kayu lapis dan papan partikel. Kerugian perekat
urea formaldehida adalah tidak tahan cuaca. Rendahnya keawetan ini disebabkan
karena adanya gugus amida yang mudah terhidrolisis. Karena itu, perekat urea
formaldehida lebih sesuai untuk perekat mebel dan kegunaan lain di dalam
ruangan (Achmadi, 1990).
Berat Labur
Berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan
kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga
akan mengurangi kekuatan rekat, karena akan memberikan penebalan pada garis
rekat yang matang, sedangkan berat labur yang terlalu rendah akan mengurangi
kekuatan rekat yang disebabkan oleh garis rekat yang terlalu tipis (Pizzi, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah perekat terlabur yang optimum dapat ditentukan dengan memperhatikan
persentase
kerusakan
kayu,
persentase
kerusakan
kayu
sebesar
100%
menunjukkan bahwa seluruh bidang geser rusak pada kayu, bukan pada bidang
rekatan (Fakhri dkk., 2008).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), semakin banyak perekat
ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi biaya perekat
harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi. Peningkatan jumlah
perekat terlabur berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan geser kayu yang
dihasilkan, bahkan dapat melebihi kemampuan geser kayu solidnya. Hal tersebut
diprediksi karena semakin banyak jumlah perekat yang dilaburkan, maka semakin
dalam penembusan resin ke dalam substrat kayunya sehingga membentuk suatu
garis perekatan yang sangat kuat di sekitar bidang rekat tersebut (Fakhri dkk.,
2008). Oka (2005) menyatakan semakin banyak jumlah perekat terlabur yang
digunakan maka nilai kadar air, modulus elastisitas (MOE), modulus lentur
(MOR), kuat tekan sejajar serat dan kuat geser rekat semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara