Periode Kritis Pengendalian Gulma pada Tanaman jagung (Zea mays L.)

15

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Jagung (Poales) mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu
(a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal
adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar
seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah . Akar
adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil,
kemudian setelah akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan
terus ke atas antara 7 - 10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar
adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar adventif berperan dalam
pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang
muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar
penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang.
Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti et all., 2007).
Batang tanaman jagung bulat silindris dan tidak berlubang seperti halnya
batang tanaman padi, tetapi padat dan berisi berkas berkas pembuluh sehingga
mungkin memperkuat berdirinya batang. Demikian juga jaringan kulit yang tipis
dan keras yang terdapat pada bagian luarnya (Warisno, 1998).
Daun mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman terutama

dalam penentuan produksi. Sebab pada daun tersebut terjadi beberapa aktifitas
tanaman yang sangat mendukung proses perkembangan tanaman. Pada tanaman
jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 sampai 48 helai tetapi biasanya
berkisar 12 - 18 helai. Hal ini tergantung varietas dan umur tanaman jagung.
Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun sedikit, sedangkan yang

Universitas Sumatera Utara

16

berumur dalam berdaun lebih banyak. Tipe daun digolongkan ke dalam linear.
Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 cm dan 150 cm sedangkan lebarnya
dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai daun/pelepah daun normal biasanya
antara 3 cm sampai 6 cm (Irfan, 1999).
Pada satu tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang
letaknya terpisah. Bunga jantan terletak pada bagian ujung tanaman, sedangkan
bunga betina pada sepanjang pertengahan batang jagung dan berada pada salah
satu ketiak daun.Bunga jantan disebut juga staminate. Bunga ini terbentuk pada
saat tanaman sudah mencapai pertengahan umur. Bunga jantan yang terbungkus
ini di dalamnya terdapat benang sari. Di samping itu bagian dari bunga jantan

yang lain glumae (sekam kelopak), sekam tajuk atas, sekam tajuk bawah , kantong
sari berjumlah 3 pasang yang panjangnya lebih kurang 6 mm. Di dalam kantong
sari terkandung tepung sari yang jumlahnya kira-kira 2500 butir (Irfan, 1999).
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada
bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang
terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 baris biji yang
jumlahnya selalu genap (Subekti et all., 2007).
Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol/
janggel tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah
jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus.
Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1 - 2 tonggkol. Biji jagung memiliki
bermacam-macam bentuk dan variasi. Perkembangan biji dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan di

Universitas Sumatera Utara

17

dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara.

Angin panas dan kering dapat mengakibatkan tepung sari tidak keluar dari
pembungkus atau tidak tumbuh sehingga penyerbukan terganggu (Irfan, 1999).
Warna biji jagung bermacam-macam, merah, ungu, kuning, dan putih.
Kadang-kadang ada biji jagung yang berwarna ungu dengan titik-titik yang
berwarna putih. Titik warna putih pada biji jagung tidak sesuai dengan prinsip
genetika Mendel. Mungkin individu ini mempunyai biji-biji yang banyak warna,
bukan satu warna (Iriani et all., 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan
baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50°
LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan
laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per
tahun (Iriani et all., 2007).
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan
curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air.
Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat merana, dan memberikan

hasil

biji

(Deputi

yang

kurang

Menegristek

baik

bahkan

tidak

Bidang Pendayagunaan


dapat
dan

membentuk

buah

Pemasyarakatan

Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

18

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 - 34 derajat C,
akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum
antara 23 - 27 derajat Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan

suhu yang cocok sekitar 30 derajat C. Saat panen jagung yang jatuh
pada

musim

kemarau

akan

lebih

baik

daripada

musim

hujan,

karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil

(Deputi

Menegristek

Bidang Pendayagunaan

dan

Pemasyarakatan

Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi, 2014).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm - 200
mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm - 125 mm per
bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu, tanaman jagung cenderung
amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Rukmana, 1997).
Tanah
Tanaman jagung mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai jenis
tanah. Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk pengembangan budi daya

jagung. Jenis tanah yang paling ideal untuk menghasilkan tanaman jagung semi
(baby corn) adalah tanah andosol, latosol, dan Podsolik Merah Kuning (PMK).
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanahnya subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik, serta memiliki pH
antara 5,5 - 7,5. Jenis tanah latosol dan PMK yang umum terdapat di dataran
rendah, cocok untuk budidaya jagung, dengan menerapkan paket teknologi
anjuran yang paling sesuai di daerah setempat. Tanah latosol dan PMK umumnya
ber-pH rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan pemupukan berimbang,
sesuai keadaan tanah setempat (Rukmana, 1997).

Universitas Sumatera Utara

19

Tanaman jagung tumbuh baik hampir di semua semua jenis tanah. Tetapi
tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah gembur, kaya akan humus, karena
tanaman jagung mengkehendaki aerase dan drainase yang baik. Tanah yang kuat
menahan air tidak baik untuk di tanam jagung karena pertumbuhan akarnya
kurang baik atau akar-akarnya akan busuk (Pinem, 1991).
Periode kritis

Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar
sesuatu secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan
(kompetisi) timbul dari tiga reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor
yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman meskipun tumbuh
berdekatan, tidak akan saling bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya
berlebihan. Bila salah satu bahan tersebut berkurang maka persaingan akan
timbul, sehingga istilah persaingan menerangkan kejadian yang menjurus pada
hambatan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman
dan tumbuhan lain (Moenandir, 2010).
Periode kritis prinsipnya merupakan saat suatu pertanaman berada pada
kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya dan ruang
tumbuh. Bila gulma tumbuh dan mengganggu pertanaman pada periode kritis
tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur
yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat, yang pada akhirnya akan menurunkan produksi tanaman. Periode kritis
untuk persaingan gulma pada setiap pertanaman dipengaruhi oleh umur,
kemampuan tanaman untuk bersaing, serta jumlah dan macam spesies gulma yang

Universitas Sumatera Utara


20

berasosiasi. Pengetahuan periode kritis untuk persaingan gulma sangat penting
dalam usaha mencapai efisiensi tindakan pengendalian gulma (Sukman, 2002).
Kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang
mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas
tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan
oleh tanaman untuk tumbuh normal (Aldrich, 1984).
Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa
tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan
mencapai klimaks. Kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode)
tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode
tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan
(Soejono, 2009).
Derajat kompetisi tertinggi terjadi pada saat periode kritis pertumbuhan.
Hal tersebut disebabkan keberadaan gulma sangat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman. Periode kritis ialah periode atau saat dimana
gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara
aktif (Zimdahl, 1980).
Gulma tanaman jagung

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara dan
cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat
peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu
stadia pertumbuhan jagung dimana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum
stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jika gulma tersebut lebih besar dari
tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara

Universitas Sumatera Utara

21

stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh
gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi
dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma
dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma
tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994).
Terdapat 43 jenis gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung yang
terdiri dari 12 jenis rerumputan, 5 teki-tekian, dan 26 jenis gulma berdaun lebar.
Jenis-jenis yang dominan pada pertanaman ini adalah D. ciliaris, A. conyzoides,
P. distichum, E. indica, B. alata, P. niruri, C. dactylon, Althernanthera
philoxeroides dan Synedrella nodiflora (Sastroutomo, 1990).
Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu
sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung
perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis
gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam
kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu
diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni
tanaman (Fadhly dan Fahdiana, 2009).
Gulma yang lazim tumbuh di areal pertanian jagung digolongkan atas
golongan seperti Digitaria ciliaris, Paspalum distichum, dan eleucine indica,
golongan teki seperti Ciperus rotundus dan golongan berdaun lebar Ageratum
conozoides, Boreria latifola dan Pylanthus niruri ( Irfan 1999), selanjutnya
sinuraya (1989) mengemukakan nahwa gulma yang tumbuh di areal pertanaman
jagung adalah Imperata cylindrical, Cyperus rotundus, Ageratum conizoides dan
eleucine indica.

Universitas Sumatera Utara

22

Jenis gulma yang tumbuh pada lahan penelitian jagung yang dilaksanakan
di daerah Malang dengan jenis tanah andosol cokelat yaitu Cynodon dactylon
(Grintingan),

Echinocloa

colona

(Tuton),

Commelina

sp

(Jleboran),

Cyperus rotundus (Teki), Marselia crenata (Semanggi), Amaranthus spinosus
(Bayam), Ageratum conizoides (Wedusan), Eleusin Indica (Lulangan), dan
Protulaca oleraceae (Krokot). Periode kritis jagung pada penelitian tersebut
antara hari ke-20 dan hari ke-45 (Moenandir, 2010).
Pengendalian gulma tanaman jagung
Efisiensi pengendalian gulma tergantung efektivitas tindakan yang
memadai untuk mencapai batas minimum pengendalian tertentu. Pengendalian
gulma secara penuh dibawah semua kondisi mungkin tidak diperlukan dan tidak
di anjurkan. Pada semua pertanaman terdapat suatu periode yang saat itu gulma
seharusnya dipertahankan di bawah batas daya saing tertentu sehingga dicapai
produksi maksimum dan periode dimana gulma dapat dibiarkan tumbuh dengan
tanaman tanpa mengurangi produksi sehingga tindakan pengendalian tidak perlu
dilakukan. Pengendalian gulma yang penting dilaksanakan pada semua
pertanaman

umumnya

pada

saat

periode

kritis

persaingan

gulma

(Sukman dan Yakub, 1995).
Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan
yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada
saat periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi
pengendalian menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut
dan tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga

Universitas Sumatera Utara

23

dan waktu dapat ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat
(sastroutomo, 1990).
Penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan/menghilangkan tumbuhan
pengganggu (gulma) yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman jagung.
Penyiangan pertama kali dilakukan pada waktu tanaman jagung berumur kira-kira
15 hari setelah tanam. Pada umur tersebut biasanya sudah ada gulma yang dapat
merugikan tanaman jagung. Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman
jagung berumur 3-2 minggu setelah tanam (Warisno,1998).
Tanaman

memerlukan

penyiangan

sempurna

untuk

mencegah

pertumbuhan gulma. Penyiangan yang tepat dilakukan sebelum tajuk gulma
menghentian penyerapan zat-zat makanan dari tanah. Penundaan penyiangan
sampai gulma berbunga menyebabkan pembongkaran akar gulma tidak
maksimum dan gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga
memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya. Penyiangan
pada awal pertumbuhan tanaman, kesulitan membedakan bibit gulma dan bibit
tanaman serta kemungkinan kerusakan bibit tanaman, merupakan resiko
tersendiri. Kondisi iklim sangat menentukan praktek penyiangan di lapangan.
Selama hari-hari hujan penyiangan tak mungkin dilakukan dan barangkali
terpaksa

gulma

dibiarkan

hingga

melewati

periode

kritis

(Sukman dan Yakub, 1995).

Universitas Sumatera Utara