Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA
VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA

SKRIPSI

OLEH :
FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE
060301020

DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA
VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA

SKRIPSI


OLEH :
FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE
060301020/ BDP-AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Periode kritis kompetisi gulma pada dua varietas jagung
(Zea mays L) hibrida
Nama


: Fitri Susi Yanti Simaremare

NIM

: 060301020

Departemen

: Budidaya Pertanian

P. Studi

: Agronomi

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. E. Purba, Ph. D)
NIP. 19590105 198601 1 001

Ketua

(Ir. Toga Simanungkalit, MP)
NIP. 19590728 198702 1 001
Anggota

Mengetahui,

Prof. Ir. E. Purba, Ph. D
Ketua Departemen Budidaya Pertanian

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE : Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua
Varietas Jagung (Zea mays L) Hibrida. Dibimbing oleh Prof. Ir. E. Purba, Ph.D
dan Ir. Toga Simanungkalit, MP.
Persaingan gulma dengan tanaman utama dapat menyebabkan penurunan
produksi. Waktu penyiangan yang tidak tepat menyebabkan kerugian. Periode

kritis pada tanaman jagung varietas DK 979 dan P12 belum diketahui di daerah
ini. Untuk itu telah dilakukan suatu penelitian di desa tanjung slamat, kecamatan
sunggal, Medan (± 57 m dpl) pada bulan Maret sampai Juli 2010 menggunakan
rancangan acak kelompok non faktorial dengan 12 perlakuan periode penyiangan
(bersih gulma 1 minggu setelah tanam (1 MST) : W1, bersih gulma 3 MST : W2,
bersih gulma 5 MST : W3, bersih gulma 7 MST : W4, bersih gulma 9 MST : W5,
bergulma 1 MST : W6, bergulma 3 MST : W7, bergulma 5 MST : W8, bergulma
7 MST : W9, bergulma 9 MST : W10, bersih gulma sampai panen : W11 dan
bergulma sampai panen : W12). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman,
bobot kering jagung pipil per plot, bobot 100 biji jagung, indeks panen, kerapatan
gulma, tinggi gulma dominan dan berat kering gulma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penyiangan hanya
berpengaruh nyata pada parameter bobot kering jagung pipil per plot dan indeks
panen. Periode kritis pada varietas jagung DK 979 dengan P12 tidak berbeda dan
terdapat pada saat tanaman berumur 21 hari.
Kata kunci : Periode kritis kompetisi gulma, jagung (DK 979 dan P12)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT


FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE : The critical period of weed competition of
two hybrids maize variety (Zea mays L). Superviced by Prof. Ir. E. Purba, Ph. D
and Ir. Toga Simanungkalit, MP.
The competition between weed and plant can influence the decreasing of
production. The uncorrect weeding can make looses. Critical period of DK 979
maize and P12 wasn’t knew yet in this area. Therefore, a research was held in
Tanjung Slamat village,Sunggal, Medan (± 57 m asl) on March until July 2010
that use non factorial randomized with 12 time weeding effects (clean weeding for
a week after planting (1 MST) : W1, clean weeding for 3 weeks : W2, clean
weeding for 5 weeks : W3, clean weeding for 7 weeks : W4, clean weeding for 9
weeks : W5, without weeding for 1 week : W6, without weeding for 3 weeks :
W7, without weeding for 5 weeks : W8, without weeding for 7 weeks : W9,
without weeding for 9 weeks : W10, clean weeding until harvest :W11, without
weeding until harvest . The parameters observed were plant height, maize yield’s
weight per plot, weight of 100 seed, harvest index, kind of weed, dominant weed
height and weed’s weight.
The result of research show that time weeding just affect to maize yield’s
weight per plot and harvest index. Critical period of DK 979 and P12 weren’t
different and it begin in 21 days after planting.

Keywords : critical period of competition weed, maize (DK 979 and P12).

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Parluasan Balata pada tanggal 20 April 1988, anak ketiga
dari empat bersaudara, ayahanda M. Simaremare (Alm) dan Ibunda L. Sinaga.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Dolok Panribuan dan pada
tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agronomi,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Budidaya Pertanian, sebagai anggota UKM KMK USU UP
Fakultas Pertanian dan sebagai asisten Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan
Agronomi Tanaman Perkebunan.
Penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di perkebunan kelapa
sawit PTP. N IV unit Kebun Gunung Bayu pada bulan Juli 2009.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Periode Kritis Kompetisi Gulma pada Dua Varietas Jagung
(Zea mays L) Hibrida.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof.

Ir.

E.

Purba,

Ph.

D

selaku


ketua

komisi

pembimbing

dan

Ir. T. Simanungkalit, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dari mulai
menetapkan judul, melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini. Ungkapan
terima kasih juga kepada Ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan
perhatiannya.
Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan
mahasiswa BDP yang tak dapat disebutkan satu per satu dan teman-teman dari
UKM KMK USU UP F. Pertanian yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, November 2010
Penulis


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal
ABSTRAK …………………………………………………………… i
ABSTRACT ……………………………………………………..…… ii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………… iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL ………………………………………………….… vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………viii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………………….. 1
Tujuan Penelitian ………………………………………….. 2
Hipotesis Penelitian …………………….…………………. 3
Kegunaan Penelitian ………………………………….…… 3
TINJAUAN PUSTAKA

Periode Kritis ……………………………………………… 4
Gulma Tanaman Jagung …………………………………... 5
Pengendalian Gulma Tanaman Jagung ………...…………. 6
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….. 8
Bahan dan Alat ……………………………………………. 8
Metode Penelitian …………………………………………. 8
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan …….…………………………………….. 10
Penanaman………...………………………………………. 10
Pemeliharaan Tanaman …………………….……………... 10
Penyiangan ………………………………………... 10
Pemupukan ………………………………………... 11
Pengendalian Hama dan Penyakit ……………....… 11
Panen ……………………………………………………... 11
Peubah yang Diamati ……………………………………... 12
Tinggi Tanaman ……………………………...…… 12
Bobot Kering Jagung Pipil per Plot ………………. 12
Bobot 100 Biji Jagung …………………………… 12


Universitas Sumatera Utara

Indeks Panen …………………………………..… 13
Data Gulma ………………………………….…... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ………………………………………………………14
Tinggi Tanaman …………………………………. 14
Bobot Kering Jagung Pipil per Plot ……………... 16
Bobot 100 Biji Jagung ………………………....... 22
Indeks Panen ….……………………….........…… 22
Data Gulma ….……………………………......…. 23
Pembahasan …………….…………………………..….... 27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan …………………………………………........ 30
Saran ………………………………………………..….... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Judul Tabel

Halaman

1.

Rataan tinggi tanaman DK 979 pada
pengukuran 2 s/d 9 MST
Rataan tinggi tanaman P12 pada
pengukuran 2 s/d 9 MST
Rataan bobot kering jagung pipil per
plot pada varietas DK 979 dan P12

14

4.

Persentase produksi jagung pipil per
plot pada DK 979 dan P12

18

5.

Persentase penurunan produksi jagung
pipil per plot pada DK 979 dan P12

20

6.

Rataan bobot 100 biji jagung pada DK
979 dan P12
Rataan indeks panen pada DK 979 dan
P12
Nilai jumlah dominasi (NJD), tinggi
gulma, bobot kering gulma saat
penyiangan (pada DK 979)
Nilai jumlah dominasi (NJD), tinggi
gulma, bobot kering (pada P12)

22

2.
3.

7.
8.

9.

15
16

23
23

25

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul Gambar

Halaman

1.

Grafik
hubungan
antara
waktu
penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada jagung DK 979

17

2.

Grafik
hubungan
antara
penyiangan dengan bobot kering
pipil per plot pada jagung P12
Grafik
hubungan
antara
penyiangan dengan bobot kering
pipil per plot pada DK 979

waktu
jagung

17

waktu
jagung

19

4.

Grafik
hubungan
antara
waktu
penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada P12

19

5.

Grafik
hubungan
antara
waktu
penyiangan
dengan
persentase
penurunan produksi jagung per plot
pada DK 979
Grafik
hubungan
antara
waktu
penyiangan
dengan
persentase
penurunan produksi jagung per plot
pada P12

21

3.

6.

21

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

Judul Lampiran

Halaman

Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada plot P12
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada P12
Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada plot P12
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada P12
Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada plot P12
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada P12
Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada plot P12
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada P12
Bobot kering jagung pipil per plot pada P12
Sidik ragam data bobot kering jagung pipil per plot pada P12
Bobot 100 biji jagung pada plot P12
Sidik ragam data bobot 100 biji jagung pada plot P12
Indeks panen pada plot P12
Sidik ragam data indeks panen pada plot P12
Data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 2 MST pada DK 979
Data rataan tinggi tanaman 4 MST pada plot DK 979
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada DK 979
Data rataan tinggi tanaman 6 MST pada plot DK 979
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 4 MST pada DK 979
Data rataan tinggi tanaman 9 MST pada plot DK 979
Sidik ragam data rataan tinggi tanaman 9 MST pada DK 979
Bobot kering jagung pipil per plot pada DK 979
Sidik ragam data bobot kering jagung pipil per plot pada DK
979
Bobot 100 biji jagung pada plot DK 979
Sidik ragam data bobot 100 biji jagung pada plot DK 979
Indeks panen pada plot DK 979
Sidik ragam data indeks panen pada plot DK 979
Identifikasi Gulma pada Plot DK 979
Tinggi Gulma Dominan pada Plot DK 979
Bobot kering Gulma pada Plot DK 979
Identifikasi Gulma pada Plot P12
Tinggi Gulma Dominan pada Plot P12
Bobot kering Gulma pada Plot P12
Bagan penelitian
Denah lahan
Jadwal kegiatan

33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
48
49
50
51
52
54
55
56

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung merupakan bahan makanan pokok di Indonesia, yang memiliki
kedudukan penting setelah beras. Selain itu, jagung sangat penting karena
merupakan bahan pokok bagi industri pakan ternak. Kandungan jagung dalam
pakan ternak mencapai 50% yang harus diimpor karena produksi dalam negeri
tidak

cukup

sehingga

menelan

devisa

yang

tidak

sedikit

(http://balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2009).
Luas lahan pertanaman jagung di Indonesia pada tahun 2008 mencapai
4.001.724 ha dengan produksi mencapai 16.317.252 ton. Di daerah Sumatera
Utara luas lahan pertanaman jagung pada tahun 2008 mencapai 240.413 ha
dengan produksi mencapai 1.098.969 ton (http://database.deptan.go.id, 2009).
Dengan memperhatikan keadaan dan luas lahan serta keadaan lingkungan,
impor jagung seharusnya bisa ditekan. Hal ini dapat tercapai apabila ada upaya
yang mendorong petani memanfaatkan lahannya dengan baik untuk penanaman
jagung. Salah satu faktor yang dapat mengurangi produksi jagung yaitu gulma.
Biasanya gulma yang tumbuh di areal pertanian tidak hanya sejenis. Dalam hal
ini, tanaman akan melakukan kompetisi dalam memenuhi kebutuhannya.
Pemakaian vaarietas hibrida serta penambahan populasi tidak akan
memberikan hasil yang optimal tanpa disertai dengan pengendalian tanaman
pengganggu (gulma). Keberadaan gulma merupakan masalah yang terus
menghadang dalam budidaya jagung. Kehadiran gulma dapat secara nyata
menekan

pertumbuhan

dan

produksi

karena

menjadi

pesaing

dalam

Universitas Sumatera Utara

memperebutkan unsur hara dan cahaya matahari, sehingga mampu menurunkan
produksi sebesar 48% (Tanveer et al, 1999).
Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan
hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan,
lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma.
Kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat
segera diamati (Violic, 2000).
Penelitian tentang periode kritis telah banyak dilakukan terutama pada
tanaman pangan dan sayuran. Jelas nampak bahwa beda spesies berbeda pula
lama periode kritis tanaman tersebut karena gulma beragam dengan spesies
tanaman, ketinggian tempat dan kondisi lingkungan (Moenandir, 2010).
Gulma harus dikendalikan dengan baik agar diperoleh hasil yang optimal.
Waktu pengendalian gulma harus diketahui agar usaha pengendalian gulma lebih
efisien dikerjakan. Namun, sampai saat ini belum ada publikasi tentang periode
kritis persaingan gulma dengan jagung di Sumatera Utara sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui “Periode kritis kompetisi gulma pada dua
jagung (Zea mays) hibrida.”

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan periode kritis persaingan
tanaman jagung varietas DK 979 dan Pioneer12 dengan gulma.

Universitas Sumatera Utara

Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh waktu penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman Jagung (Zea mays) DK 979 dan Pioneer 12.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memperoleh data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan
diharapkan dapat pula berguna untuk pihak yang berkepentingan dalam budidaya
jagung.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Periode kritis
Kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang
mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas
tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan
oleh tanaman untuk tumbuh normal (Aldrich, 1984).
Sifat-sifat karakteristik yang dimiliki oleh gulma maupun tanaman
budidaya sangat mempengaruhi derajat kompetisi dan dimodifikasi oleh faktor
lingkungan seperti iklim, perilaku tanah, dan organisme pengganggu tanaman
(Trenbath, 1976).
Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa
tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan
mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode)
tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode
tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan
(Soejono, 2009).
Derajat kompetisi tertinggi terjadi pada saat periode kritis pertumbuhan.
Hal tersebut disebabkan keberadaan gulma sangat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman. Periode kritis ialah periode atau saat dimana
gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara
aktif (Zimdahl, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Gulma tanaman jagung
Turunnya produksi beberapa varietas dapat dilihat dari gangguan yang
bervariasi, biomassa, atau produksi biji gulma yang bersamaan dengan tanaman
utama. Beberapa gejala serangan telah dilihat pada beberapa varietas tanaman
(Callaway, 1990).
Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu
sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung
perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis
gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam
kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu
diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni
tanaman (Fadhly dan Fahdiana, 2009).
Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan
cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat
peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu
stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum
stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih
besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman
kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang
tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar
sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut
pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman
air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Jenis gulma yang tumbuh pada lahan penelitian jagung yang dilaksanakan
di daerah Malang dengan jenis tanah andosol coklat yaitu Cynodon dactylon
(Grinting), Echinocloa colona (Tuton), Commelina sp (Jleboran), Cyperus
rotundus (Teki), Marselia crenata (Semanggi), Amaranthus spinosus (Bayam),
Ageratum conizoides (Wedusan), Eleusine indica (Lulangan), dan Protulaca
oleraceae (Krokot). Periode kritis pada jagung pada penelitian tersebut antara hari
ke-20 dan 45 (Moenandir, 2010).

Pengendalian gulma tanaman jagung
Pemahaman tentang periode kritis penting dalam menbentuk strategi usaha
untuk meminimalkan gangguan gulma selama tanaman tumbuh. Kemiringan
lahan, iklim, genetik tanaman dan budi daya seperti pengolahan lahan, kesuburan
tanah, persemaian dan jarak tanam merupakan beberapa faktor yang mungkin
mempengaruhi periode kritis penanganan gulma yang dipicu oleh jenis gulma,
kepadatan gulma, periode gulma merugikan tanaman dan pertumbuhan gulma
(Evans et al, 2003).
Produksi menurun disebabkan oleh beberapa faktor, tapi kemungkinan
besar yaitu kerapatan gulma yang diikuti dengan kondisi lahan di awal
pertumbuhan. Berdasarkan informasi yang ada, harus dilakukan konservasi awal
pada saat post emergence sebelum tinggi gulma mencapai 10-12,5 cm
(Hartzler, 1992).
Pada beberapa sistem panen, pertumbuhan gulma berhubungan dengan
besar produksi yang diperoleh. Sehingga kedua hal ini harus diketahui dalam
pengendalian gulma. Sebelum herbisida dipakai secara luas, tumpang sari, rotasi

Universitas Sumatera Utara

tanaman, olah tanam dan penyiangan merupakan perpaduan sistem penanganan
gulma (Regnier and Janke, 1990).
Pada beberapa tanaman, jarak tanam yang lebar bisa meningkatkan
kompetisi tanaman karena bentuk kanopi dengan perbaikan lahan dan
pengurangan jumlah dan frekuensi pemakaian herbisida. Dalam hal ini, jagung
tidak dapat dikecualikan. Pada beberapa pengamatan, hal ini dapat meningkatkan
hail dan penyerapan cahaya sehingga biomassa gulma semakin sempit
(Murphy et al, 1996).
Perkembangan

pemakaian

herbisida

pasca

tumbuh

pada

jagung

menekankan pentingnya menentukan periode kritis dalam penanganan gulma.
Informasi tersebut membantu menentukan usaha yang dilakukan dalam program
penanganan gulma terutama pada aplikasi herbisida pasca tumbuh. Penentuan
periode kritis menghasilkan interval waktu yang digunakan untuk menangani
gulma selama tanaman tersebut tumbuh (Ghosheh et al, 1996).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Tanaman Pangan,
Kecamatan Sunggal, Medan dengan ketinggian tempat 57 m dpl, mulai Maret
2010 sampai Juli 2010. Tanah lokasi percobaan memliki pH 5.83, kandungan
nitrogren 0.11%, posfor 10.13%, kalium 0.43 me/100 g dan bahan organik 1.91%.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung
varietas DK 979 (dari Mosanto Indonesia) dan Pioner 12, pupuk UREA, SP-36,
KCl, Deltamethrin 29 g/l (Decis 2.5 EC) dan fungisida Dithane M-45 dengan
bahan aktif 800 g/kg Mancozeb (ion seng dan mangan).
Alat yang digunakan yaitu traktor, cangkul, garu, tugal, knapsack, beaker
glass, ember, pisau, label, meteran, gembor, timbangan analitik, corn moisture
meter, serta peralatan lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian
Setiap varietas (DK 979 dan Pioner 12) terdiri dari 12 periode penyiangan,
sebagai berikut :
1. Bersih gulma 1 minggu setelah tanam (1 MST : disiang 0-1 MST) : W1
2. Bersih gulma 3 MST (disiang 0-3 MST) : W2
3. Bersih gulma 5 MST (disiang 0-5 MST) : W3
4. Bersih gulma 7 MST (disiang 0-7 MST) : W4
5. Bersih gulma 9 MST (disiang 0-9 MST) : W5

Universitas Sumatera Utara

6. Bergulma 1 MST (tidak disiang 0-1 MST) : W6
7. Bergulma 3 MST (tidak disiang 0-3 MST) : W7
8. Bergulma 5 MST (tidak disiang 0-5 MST) : W8
9. Bergulma 7 MST (tidak disiang 0-7 MST) : W9
10. Bergulma 9 MST (tidak disiang 0-9 MST) : W10
11. Bersih gulma sampai panen (disiang 0-waktu panen) : W11
12. Bergulma sampai panen (tidak disiangi) : W12
Setiap perlakuan dilakukan dalam 3 ulangan dengan ukuran plot 2.7 m x 3
m. seluruh plot percobaan ada 72 plot dengan jarak antar plot 30 cm. Kedua
varietas ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm, di mana jumlah tanaman per
plot 32 tanaman sehingga jumlah tanaman keseluruhan 2304 tanaman dengan
jumlah sampel per plot 12 tanaman.
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode linear berikut :
Yij = µ + ρi + τj + εij
di mana :
Yij

: data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke-I dan perlakuan
ke-j

µ

: nilai tengah

ρi

: pengaruh ulangan ke-i

τj

: pengaruh perlakuan ke-j

εij

: pengaruh galat dari ulangan pada taraf ke-i dan perlakuan ke-j
Hasil data yang dianalisis dalam sidik ragam berpengaruh nyata,

dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan
Lahan digunakan adalah lahan pertanaman jagung. Lahan dibersihkan dari
gulma dan sisa tanaman yang terdapat pada lahan percobaan. Setelah itu, diolah
dengan traktor dengan kedalaman olah 15-25 cm. pengolahan tanah dilakukan
sampai tanah menjadi gembur. Kemudian diratakan dan dibentuk plot percobaan
dengan ukuran 2,7 m x 3 m. Jarak antar plot 30 cm. dan dibuat saluran drainase
sedalam 30 cm. Setelah itu, lahan dibiarkan selama seminggu. Namun sebelumnya
dilakukan analisis tanah untuk mengetahui kandungan hara N, P dan K serta
bahan organik dan pH tanah.

Penanaman
Sebelum benih ditanam, benih direndam dan dibiarkan selama 3 menit,
guna mempercepat perkecambahan. Sebelumnya dibuat jarak tanamnya 70 cm X
30 cm. Jumlah benih per lubang tanam satu benih.

Pemeliharaan Tanaman
Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu 1 MST, 3 MST, 5
MST, 5 MST, 7 MST, 9 MST. Penyiangan dilakukan sekali seminggu dengan
menggunakan garu. Tinggi gulma dominan pada perlakuan W1 pada jagung DK
979 mencapai 79.17 cm, W2 mencapai 30.92 cm, W3 mencapai 52.67 cm, W4
mencapai 39.16 cm, W5 mencapai 14.16 cm, W6 mencapai 10.42 cm, W7
mencapai 8.75 cm, W8 mencapai 25.50 cm, W9 mencapai 44.75 cm, W10

Universitas Sumatera Utara

mencapai 28.16 cm, W12 mencapai 36.00 cm. Sedangkan pada P12, W1
mencapai 18.17 cm, W2 mencapai 42.17 cm, W3 mencapai 45.33 cm, W4
mencapai 35.33 cm, W5 mencapai 21.83 cm, W6 mencapai 3.92 cm, W7
mencapai 6.16 cm, W8 mencapai 18.17 cm, W9 mencapai 17.17 cm, W10
mencapai 25.20 cm dan W12 mencapai 105.92 cm.

Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat benih ditanam. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk N, P dan K. Dosis yang digunakan adalah 300 kg Urea/ha, 100 Kg
SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemberian pupuk P dan K dilakukan sekali saja
yaitu pada saat penanaman benih. Sedangkan pupuk N diberikan bertahap yaitu
pada saat tanam, 4 MST dan 8 MST. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara
tugal dengan jarak 10 cm dari lubang tanam agar akar lebih efektif menyerap hara
dalam pupuk.

Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan Deltamethrin 29 g/l
(Decis 2.5 EC) dengan konsentrasi 0,5 cc/liter air dan untuk mengendalikan
penyakit digunakan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/liter air.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sekali pada saat tanaman berumur 4
minggu dengan menggunakan knapsack.

Panen
Panen dilakukan ketika tongkol jagung sudah matang. Ciri-cirinya, daun
sudah mulai menguning, kelobot berwarna kekuningan, rambut tongkol berwarna
coklat. Pemanenan dilakukan dengan cara mematahkan tangkai tongkol jagung,

Universitas Sumatera Utara

kemudian dikumpulkan dalam plastik sesuai dengan perlakuan dan diberikan
label.

Peubah yang Diamati
Tinggi Tanaman
Tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi dengan
menggunakan meteran. Tinggi tanaman diukur pada saat 2 MST sampai terbentuk
bunga jantan dengan interval sekali dua minggu. Tanaman yang diukur tingginya
adalah tanaman sampel yang terdapat dalam dua baris di tengah plot sebanyak 12
tanaman per plot.

Bobot Kering Jagung pipil per plot.
Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 15%. Untuk
mengetahui kadar air benih jagung tersebut digunakan alat pengukur kadar air
benih jagung (corn moisture meter). Jagung yang telah dipanen dikeringanginkan
selama 5 hari, kemudian dipipil, setelah itu diukur kadar airnya dan ditimbang.
Biji jagung yang diamati yaitu biji tanaman sampel yang terdapat dalam dua baris
di tengah plot.

Bobot 100 biji jagung (g)
Bobot 100 biji diukur pada saat kadar air biji ± 15%. Hal ini dilakukan
bersamaan dengan pengukuran bobot kering jagung pipil per plot, dengan
mengambil 100 biji jagung sesuai perlakuan secara acak kemudian ditimbang.

Universitas Sumatera Utara

Indeks Panen
Indeks panen dihitung pada saat panen, yaitu dengan cara memisahkan
tongkol dari tanaman lalu dihitung dengan cara membagi hasil tanaman (tongkol)
dengan berat kering total seluruh tanaman. Dapat dihitung dengan rumus :
HI

= H
W

Di mana : HI = Indeks Panen
H = Hasil Pipilan Kering
W = Berat Kering Total Tanaman.

Data Gulma
Peubah yang diamati berupa kerapatan gulma, dilakukan sebelum tanaman
disiangi, gulma yang terdapat pada plot percobaan diidentifikasi dan dihitung
kerapatannya. Tinggi gulma, dilakukan sebelum disiangi pada hari penyiangan,
tiga jenis gulma yang tumbuh lebih dominan diukur tingginya untuk menentukan
kisaran tinggi saat penyiangan. Bobot kering gulma, dilakukan setelah gulma
dikeringanginkan selama 120 jam (5 hari) pada temperatur ruang di laboratorium
gulma.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tinggi tanaman
Rataan tinggi tanaman Jagung varietas DK 979 pada

2 s/d 9 MST

disajikan kan pada Tabel 1
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman DK 979 pada pengukuran 2 s/d 9 MST
Periode
Tinggi Tanaman (cm)
penyiangan
2
4
6
9
35.84
86.56
165.12
205.02
W1
W2

33.74

82.32

167.17

209.58

W3

35.46

87.17

172.69

216.52

W4

35.01

86.92

174.10

217.54

W5

37.95

92.22

178.83

218.24

W6

35.27

83.44

170.56

214.04

W7

31.81

76.92

150.05

193.14

W8

35.71

87.11

164.73

201.67

W9

35.71

79.22

158.12

201.02

W10

33.64

80.40

160.38

200.37

W11

37.47

78.89

155.66

204.01

W12

35.05

71.78

147.65

191.36

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perbedaan waktu penyiangan pada
tanaman jagung DK 979 berpengaruh tidak nyata. Tinggi tanaman jagung DK 979
pada 2 MST tertinggi adalah 32.23 cm (W11) dan terendah 43.57 (W4). Pada 4
MST tinggi tanaman tertinggi 71.78 cm (W12) dan terendah 92.22 cm (W5). Pada
6 MST tinggi tanaman tertinggi 178.83 cm (W5) dan terendah 147.65 cm (W12).

Universitas Sumatera Utara

Pada 9 MST, tinggi tanaman tertinggi 218.24 cm (W5) dan terendah 191.36 cm
(W12).
Sedangkan rataan tinggi tanaman jagung Pioneer 12 pada 2 s/d 9 MST
ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman P12 pada pengukuran 2 s/d 9 MST
Periode
Tinggi Tanaman (cm)
penyiangan
2
4
6
W1

42.20

100.83

190.76

9
224.68

W2

40.28

99.71

193.98

231.56

W3

41.57

98.09

192.69

232.87

W4

43.57

103.56

199.73

235.54

W5

41.75

98.47

196.32

229.44

W6

41.56

89.88

183.73

224.25

W7

39.14

85.69

176.54

222.74

W8

37.15

80.64

166.60

212.06

W9

41.92

84.19

178.15

220.53

W10

40.61

90.00

185.45

225.84

W11

32.23

95.89

185.32

223.75

W12

36.59

77.24

162.24

210.47

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perbedaan waktu penyiangan
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada 2, 4, 6, dan 9 MST. Tinggi
tanaman 2 MST tertinggi 43.57 cm (W4) dan terendah 32.23 cm (W11). Pada 4
MST tertinggi pada 103.56 cm (W4) dan terendah 77.24 cm (W12). Pada 6 MST
tertinggi pada 199.73 cm (W4) dan terendah 162.24 cm (W12). Pada 9 MST,
tertinggi 235.54 cm (W4) dan terendah 210.47 cm (W12).

Universitas Sumatera Utara

Bobot Kering Jagung Pipil/Plot
Rataan bobot kering jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan bobot kering jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12
Periode
Bobot kering Jagung Pipil per Plot (g)
penyiangan
DK 979
P12
W1

1649.01 b

1547.59 b

W2

1711.66 b

1642.93 b

W3

1786.91 a

1728.87 ab

W4

1684.33 b

1659.84 ab

W5

1635.24 b

1554.21 b

W6

1789.63 a

1764.13 a

W7

1535.78 c

1388.44 c

W8

1781.52 a

1720.67 ab

W9

1674.41 b

1619.35 b

W10

1637.42 b

1587.36 b

W11

2014.38 a

1964.55 a

W12

1047.97 d

864.79 d

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang disertai dengan huruf menyatakan waktu penyiangan
berpengaruh nyata pada bobot kering jagung pipil per plot pada taraf 5% menurut uji
jarak berganda Duncan (DMRT)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa periode penyiangan pada tanaman
jagung variaetas DK 979 dan P12 berpengaruh nyata. Bobot kering jagung pipil
per plot pada DK 979 yang tertinggi terdapat pada W11 yaitu 2014.38 g dan
terendah pada W12 yaitu 1047.97 g, sedangkan pada P12, tertinggi pada W11
yaitu 1964.55 g dan terendah W12 yaitu 864.79 g.
Pengaruh waktu penyiangan terhadap bobot kering jagung pipil per plot
pada plot DK 979 dapat dilihat pada gambar 1.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
W1 : Bersih gulma 0-1 MST
W2 : Bersih gulma 0-3 MST
W3 : Bersih gulma 0-5 MST
W4 : Bersih gulma 0-7 MST
W5 : Bersih gulma 0-9 MST
W6 : Bergulma 0-1 MST
W7 : Bergulma 0-3 MST
W8 : Bergulma 0-5 MST
W9 : Bergulma 0-7 MST
W10 : Bergulma 0-9 MST
W11 : Bebas gulma sampai panen
W12 : Bergulma sampai panen

W1
W6

W2
W7

W3
W8

W4
W9

W5
W10

W11
W12

Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada jagung DK 979
Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 2.

Keterangan
:
Keterangan
:
W1 : Bersih
MST
W1 : gulma
Bersih0-1
gulma
0-1 MST
W2 : Bersih
MST
W2 : gulma
Bersih0-3
gulma
0-3 MST
W3 : Bersih
MST
W3 : gulma
Bersih0-5
gulma
0-5 MST
W4 : Bersih
MST
W4 : gulma
Bersih0-7
gulma
0-7 MST
W5 : Bersih
MST
W5 : gulma
Bersih0-9
gulma
0-9 MST
W6 : Bergulma
0-1 MST
W6 : Bergulma
0-1 MST
W7 : Bergulma
0-3 MST
W7 : Bergulma
0-3 MST
W8 : Bergulma
0-5 MST
W8 : Bergulma
0-5 MST
W9 : Bergulma
0-7 MST
W9 : Bergulma
0-7 MST
W10 : Bergulma
0-9 MST
W10 : Bergulma
0-9 MST
W11 : Bebas
panen panen
W11 :gulma
Bebassampai
gulma sampai
W12 : Bergulma
sampai sampai
panen panen
W12 : Bergulma

W1
W6

W2
W7

W3
W8

W4
W9

W5
W10

W11
W12

Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada jagung P12

Universitas Sumatera Utara

Dari data produksi jagung per plot dapat diketahui persentase produksinya.
Hal tersebut ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 4. Persentase produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan P12
Periode
Persentase Penurunan Produksi Jagung
penyiangan
Pipil per Plot (%)
W1

DK 979
82

P12
79

W2
W3

85
89

84
88

W4

84

85

W5

81

79

W6

89

90

W7

76

71

W8

88

88

W9

83

82

W10
W11

81
100

81
100

W12

52

44

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa besar persentase produksi jagung
pipil per plot terdapat pada perlakuan W11 (100%) dan terendah pada W12 (pada
DK 979 = 52%, P12 = 44 %). Pengaruh waktu penyiangan terhadap penurunan
produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dapat dilihat pada gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
W1 : Bersih gulma 0-1 MST
W2 : Bersih gulma 0-3 MST
W3 : Bersih gulma 0-5 MST
W4 : Bersih gulma 0-7 MST
W5 : Bersih gulma 0-9 MST
W6 : Bergulma 0-1 MST
W7 : Bergulma 0-3 MST
W8 : Bergulma 0-5 MST
W9 : Bergulma 0-7 MST
W10 : Bergulma 0-9 MST
W11 : Bebas gulma sampai panen
W12 : Bergulma sampai panen

W1
W6

W2
W7

W3
W8

W4
W9

W5

W11

W10

W12

Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada jagung DK 979

Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 4.

Keterangan :
W1 : Bersih gulma 0-1 MST
W2 : Bersih gulma 0-3 MST
W3 : Bersih gulma 0-5 MST
W4 : Bersih gulma 0-7 MST
W5 : Bersih gulma 0-9 MST
W6 : Bergulma 0-1 MST
W7 : Bergulma 0-3 MST
W8 : Bergulma 0-5 MST
W9 : Bergulma 0-7 MST
W10 : Bergulma 0-9 MST
W11 : Bebas gulma sampai panen
W12 : Bergulma sampai panen
W1

W2

W3

W4

W5

W6

W7

W8

W9

W10

W11

W12
Periode Penyiangan (Minggu)

Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan bobot kering jagung
pipil per plot pada jagung P12

Universitas Sumatera Utara

Dari data produksi jagung per plot dapat diketahui besar penurunan
produksi karena adanya perbedaan waktu penyiangan. Persentase penurunan
produksi jagung pipil per plot pada varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada
tabel 5.
Tabel 5. Persentase penurunan produksi jagung pipil per plot pada DK 979 dan
P12.
Periode
Persentase Penurunan Produksi
Penyiangan
Jagung Pipil per Plot (%)
W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
W9
W10
W11
W12

DK 979
18
15
11
16
19
11
24
12
17
19
0
48

P12
21
16
12
15
21
10
29
12
18
19
0
56

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa periode penyiangan pada tanaman
jagung varietas DK 979 dan P12 berpengaruh nyata terhadap produksi jagung per
plot. Penurunan produksi tertinggi terdapat pada perlakuan W12 yaitu 48% (pada
DK 979) dan 56% (pada P12).
Pengaruh waktu penyiangan terhadap penurunan produksi jagung pipil per
plot pada DK 979 dapat dilihat pada gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
W1 : Bersih gulma 0-1 MST
W2 : Bersih gulma 0-3 MST
W3 : Bersih gulma 0-5 MST
W4 : Bersih gulma 0-7 MST
W5 : Bersih gulma 0-9 MST
W6 : Bergulma 0-1 MST
W7 : Bergulma 0-3 MST
W8 : Bergulma 0-5 MST
W9 : Bergulma 0-7 MST
W10 : Bergulma 0-9 MST
W11 : Bebas gulma sampai panen
W12 : Bergulma sampai panen

W1
W6

W2
W7

W3
W8

W4
W9

W5
W10

W11
W12

Gambar 5. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase
penurunan produksi jagung per plot pada DK 979
Sedangkan pada plot P12 dapat dilihat pada gambar 6.

Keterangan :
W1 : Bersih gulma 0-1 MST
W2 : Bersih gulma 0-3 MST
W3 : Bersih gulma 0-5 MST
W4 : Bersih gulma 0-7 MST
W5 : Bersih gulma 0-9 MST
W6 : Bergulma 0-1 MST
W7 : Bergulma 0-3 MST
W8 : Bergulma 0-5 MST
W9 : Bergulma 0-7 MST
W10 : Bergulma 0-9 MST
W11 : Bebas gulma sampai panen
W12 : Bergulma sampai panen

W1
W6

W2
W7

W3
W8

W4
W9

W5
W10

W11
W12

Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyiangan dengan persentase
penurunan produksi jagung per plot pada P12

Universitas Sumatera Utara

Bobot 100 Biji Jagung
Rataan bobot 100 biji jagung varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot 100 biji jagung pada DK 979 dan P12
Periode
Bobot 100 Biji Jagung (g)
Penyiangan
DK 979
P12
28.82
28.46
W1
30.29
29.62
W2
29.96
29.86
W3
30.67
29.86
W4
29.54
29.40
W5
31.28
30.68
W6
28.19
27.44
W7
30.12
30.03
W8
29.05
28.87
W9
29.50
28.71
W10
30.66
30.06
W11
27.92
26.43
W12
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu penyiangan tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot 100 biji jagung DK 979 dan P12. Bobot 100 biji jagung DK
979 tertinggi pada 31.28 g (W6) dan terendah pada 27.92 g (W12). Sedangkan
bobot 100 biji jagung pada varietas P12 tertinggi pada 30.68 g (W6) dan terendah
26.43 g (W12).

Indeks Panen
Rataan indeks panen pada varietas DK 979 dan P12 ditampilkan pada
Tabel 7.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Rataan indeks panen pada DK 979 dan P12
Periode
Indeks Panen
Penyiangan
DK 979
W1

0.58 b

P12
0.62 ab

W2

0.64 ab

0.67 a

W3

0.57 bc

0.55 b

W4

0.54 c

0.51 c

W5

0.54 c

0.54 b

W6

0.53 d

0.56 b

W7

0.65 ab

0.61 ab

W8

0.66 a

0.66 ab

W9

0.60 ab

0.62 ab

W10

0.54 c

0.56 b

W11

0.79 a

0.79 a

W12

0.50 d

0.43 d

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang disertai dengan huruf menyatakan waktu penyiangan
berpengaruh nyata pada indeks panen pada varietas DK 979 dan P12pada taraf 5%
menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT)

Dari tabel di atas dapat diihat bahwa waktu penyiangan berpengaruh nyata
terhadap indeks panen pada jagung DK 979 dan P12. Indeks panen tertinggi pada
DK 979 terdapat pada W11 yaitu 0.79 dan terendah pada W12 yaitu 0.50,
sedangkan pada P12 yang tertinggi pada W11 yaitu 0.79 dan terendah W12 yaitu
0.43.

Data Gulma
Jenis,kerapatan, tinggi dan bobot kering gulma pada plot jagung DK 979
ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Jumlah Dominasi (NJD), tinggi gulma, bobot kering gulma saat
penyiangan
Periode
Species
NJD
Tinggi Gulma Bobot Kering
Penyiangan
(%)
(cm)
(g)
Paspalum commersonii 42.53
79.17
9.43
W1
Cyperus sp
38.83
22.66
1.53

Universitas Sumatera Utara

W2

W3

W4

W5

W6

W7

W8

W9

W10

Amaranthus spinosus
Mimosa pudica
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Mimosa pudica
Amaranthus spinosus
Total
Cyperus sp
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Cleome rutidospermae
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Ipomoea triloba
Mimosa pudica
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Total
Eleusine indica
Ipomoea triloba
Total
Cleome rutidospermae
Eleusine indica
Ipomoea triloba
Cyperus sp
Digitaria adscendens
Total
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Amaranthus spinosus
Cyperus sp
Total
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Cyperus sp
Total
Cleome rutidospermae

9.32
9.32
100
44.70
20.95
14.70
13.10
6.55
100
52.71
15.76
14.60
6.93
100
66.65
12.50
10.45
10.40
100
72.64
27.36
100
57.76
42.24
100
41.07
33.93
13.21
6.07
5.72
100
47.67
24.14
11.61
10.77
5.81
100
49.11
31.84
19.05
100
47.75

3.00
8.66

0.29
0.15

30.92
22.16
45.33
12.17
7.33

8.7
0.90
1.53
0.58
0.44

52.67
53.66
41.00
22.17

1.38
2.68
0.40
0.62

39.16
6.16
13.83
2.33

0.86
0.14
0.24
0.14

14.16
3.17

0.8
0.34

10.42
4.58

0.26
0.23

8.75
19.42
16.33
5.17
19.42

2.92
5.35
2.29
0.22
0.78

25.5
55.17
47.97
15.83
12.00

16.94
15.88
4.07
4.22
0.29

44.75
101.67
30.33

18.31
29.47
5.05

28.16

13.84

Universitas Sumatera Utara

W12

Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Amaranthus spinosus
Cyperus sp
Total
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Commelina diffusa
Cyperus sp
Themeda arguens
Total

24.10
12.30
10.00
5.85
100
30.10
25.55
21.23
10.50
6.32
6.30
100

57.33
50.33
14.33
12.00

41.11
1.06
1.33
0.20

36.00
142.33
98.50
22.42
23.50
22.33

3.89
28.96
1.34
0.59
0.19
0.33

Pada plot jagung DK 979, gulma yang terdapat pada setiap plot percobaan
berbeda-beda.

Plot

W1,

gulma

yang

dominan

tumbuh

adalah

Paspalum commersonii dan Cyperus sp. Pada W2, gulma dominannya Cyperus sp
dan Cleome rutidospermae. Pada W3, gulma dominannya Cyperus sp dan
Paspalum commersonii. Pada W4, gulma dominannya Cyperus sp dan
Cleome rutidospermae. Pada W5, gulma dominannya Cyperus sp. Pada W6,
gulma

dominannya

Eleusine

indica.

Pada

W7,

gulma

dominannya

Cleome rutidospermae dan Eleusine indica. Pada W8, gulma dominannya
Cleome ritudospermae dan Pasapalum commersonii. Pada W9, gulma
dominannya

Cleome

rutidospermae.

Pada

W10,

gulma

dominannya

Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii. Pada W12, gulma
dominannya Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii.
Sedangkan jenis, kerapatan, tinggi dan bobot kering gulma pada plot
jagung P12 ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Jumlah Dominasi (NJD), tinggi gulma, bobot kering gulma
Periode
Species
NJD
Tinggi Gulma Bobot Kering
Penyiangan
(%)
(cm)
(g)
Cyperus sp
26.67
18.17
0.52
W1

Universitas Sumatera Utara

W2

W3

W4

W5

W6

W7

W8

W9

Paspalum commersonii
Eleusine indica
Amaranthus spinosus
Mimosa pudica
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Mimosa pudica
Eleusine indica
Amaranthus spinosus
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Amaranthus spinosus
Mimosa pudica
Total
Cyperus sp
Echinochloa colonum
Cleome rutidospermae
Mimosa pudica
Total
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Total
Ipomoea triloba
Eleusine indica
Total
Cleome rutidospermae
Eleusine indica
Ipomoea triloba
Total
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Cyperus rotundus
Amaranthus spinosus
Total
Cleome rutidospermae
Ipomoea triloba
Cyperus rotundus

26.66
23.89
11.39
11.39
100
41.42
16.87
13.54
12.42
10.01
5.65
100
52.23
17.78
17.77
6.66
6.66
100
41.37
41.37
9.82
7.44
100
70.83
29.17
100
70.11
29.89
100
54.05
26.75
19.20
100
38.62
19.88
17.79
13.94
9.77
100
43.02
25.89
22.89

96.42
25.17
7.83
3.33

7.10
4.40
0.29
0.16

42.17
18.33
46.83
21.37
31.67
7.17

10.43
0.88
2.23
0.48
0.12
0.42

45.33
23.83
58.00
12.00
6.83

2.03
0.66
2.78
0.45
0.83

35.33
67.17
6.33
2.00

0.90
8.01
0.16
0.14

21.83
3.50

0.90
0.36

3.92
4.08

0.41
0.16

6.16
12.33
9.67

2.11
1.21
1.06

18.17
39.08
127.00
13.67
11.72

5.44
7.76
4.88
0.38
1.79

17.17
53.17
40.00

6.73
1.01
6.99

Universitas Sumatera Utara

W10

W12

Paspalum commersonii
Total
Cleome rutidospermae
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Amaranthus spinosus
Cyperus sp
Total
Paspalum commersonii
Ipomoea triloba
Brachiaria distachya
Cyperus sp
Cleome rutidospermae
Themeda arguens
Commelina diffusa
Total

8.20
100
47.67
24.14
11.61
10.77
5.81
100
25.00
18.52
10.18
7.40
7.40
7.40
7.40
100

20.67

6.79

25.50
55.17
47.92
15.83
12.00

14.55
55.83
0.57
1.96
0.21

105.92
75.17
37.25
23.17
23.50
67.00
22.70

32.19
1.32
2.32
0.18
3.66
0.34
0.73

Gulma dominan pada tiap perlakuan berbeda. Pada W1, gulma
dominannya Cyperus sp dan Paspalum commersonii. Pada W2, gulma
dominannya Cyperus sp dan Cleome rutidospermae. Pada W3, gulma
dominannya Cyperus sp dan Cleome rutidospermae. Pada W4, gulma
dominannya Cyperus sp dan Echinochloa colonum. Pada W5, gulma dominannya
Cyperus sp. Pada W6, gulma dominannya Ipomoea triloba. Pada W7, gulma
dominannya

Cleome

rutidospermae.

Pada

W8,

gulma

dominannya

Cleome rutidospermae dan Paspalum commersonii. Pada W9, gulma dominannya
Cleome rutidospermae dan Ipomoea triloba. Pada W10, gulma dominannya
Cleome rutidospermae dan Pasapalum commersonii. Pada W12, gulma
dominannya Paspalum commersonii dan Ipomoea triloba.

Pembahasan
Analisis data menunjukkan bahwa waktu penyiangan pada jagung varietas
DK 979 dan Pioneer 12 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST,

Universitas Sumatera Utara

4 MST, 6 MST dan 9 MST, di mana kisaran tinggi tanaman pada plot DK 979
antara 191.36 cm sampai dengan 218.24 cm dan pada plot P12 antara 210.47 cm
sampai dengan 235.54 cm. Hal ini mungkin terjadi karena pengaruh gulma
berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, sehingga sulit melihat
pengaruhnya dalam waktu dekat (selama pengamatan). Hal ini sesuai dengan
pendapat Violic (2000) yang menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat gulma
sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati.
Dari analisis data menunjukkan bahwa waktu penyiangan pada jagung
varietas DK 979 dan Pioneer 12 tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji
akan tetapi berpengaruh nyata terhadap bobot kering jagung pipil/plot dan indeks
panen. Hal ini mungkin disebabkan karena ukuran atau bentuk jagung tidak
beragam. Namun, jika dilihat dalam produksi per plot akan menunjukkan
perbedaan yang cukup signifikan baik dari besarnya tongkol maupun jumlah biji
yang terdapat dalam satu tongkol.
Waktu penyiangan berpengaruh nyata terhadap bobot kering jagung/plot.
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh keberadaan gulma di setiap
perlakuan. Misalnya pada perlakuan bersih gulma 1 minggu setelah tanam (W1),
ada 4 jenis gulma yang tumbuh yaitu Paspalum commersonii, Cyperus sp,
Amaranthus spinosusu, Mimosa pudica. Jika dibandingkan dengan perlakuan
bergulma 1 minggu setelah tanam (W6), hanya terdapat 2 jenis gulma yaitu
Eleusine indica dan Ipomoea triloba. Keragaman gulma juga berpengaruh
terhadap produksi tanaman. Karena gulma tersebut akan mengeluarkan senyawa
allelopat yang akan meracuni tanaman. Pengaruh nyata akibat keberadaan gulma
dapat dilihat pada produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat

Universitas Sumatera Utara

Callaway (1990) yang menyatakan bahwa turunnya produksi beberapa varietas
dapat dilihat dari gangguan yang bervariasi, biomassa, atau produksi biji gulma
yang bersamaan dengan tanaman utama.
Perbedaan waktu penyiangan pada tanaman jagung berpengaruh nyata
pada indeks panen. Hal ini desebabkan karena adanya persaingan atau kompetisi
antara tanaman jagung dan gulma akan air, hara, cahaya dan lainnya yang
menyebabkan suplai nutrisi terhadap tanaman berkurang. Hal ini dapat dengan
jelas dilihat pada gambar 3 dan 4. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa periode
kritis tanaman jagung pada plot DK 979 dan P12 terdapat 3 minggu setelah tanam
dan 7 minggu setelah tanam. Dengan kata lain pada saat tanaman berumur 21 dan
49 hari. Hal ini juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di daerah
Malang (Moenandir, 2010) yang mendapati bahwa periode kritis jagung pada
daerah tersebut antara hari ke 20 dan 45.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Waktu penyiangan pada tanaman jagung DK 979 dan P12 berpengaruh tidak
nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot 100 biji namun, berpengaruh nyata
terhadap bobot kering jagung pipil/plot dan indeks panen.

2.

Periode kritis pada tanaman jagung DK 979 dan P12 tidak berbeda.

3.

Periode kritis pada jagung DK 979 dan P12 terdapat pada umur 21 hari
sampai 49 hari setelah tanam.

Saran
Pengendalian gulma pada tanaman jagung di desa Tanjung Selamat
baiknya dilakukan pada saat tanaman berumur antara 21 hari sampai 49 hari
setelah tanam.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, R. J. 1984. Weed Crop Ecology. Principles in Weed Management.Breton
Publishing. Massachustts. pp. 235
Callaway, M. B., 1990. Crop varietal tolerance to weeds: a compilation.
Department of Plant Breeding and Biometry Publication Series Number
1990-1, Cornell University, Ithaca, New York, USA
Evans, S. P., Z. Knezevic, J. L. LindQuist, C. A. Shapiro and E. E. Blankership.
2003. Nitrogen application influences the critical period for weed control
in corn. Weed Science. 51:408-417
Fadhly, A. F dan Fahdiana, T., 2009. Pengendalian gulma pada pertanaman
jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
Hartzler, B, 1992. Critical periods of competition in Corn extension weed
management specialist, Department of Agronomy, Iowa State University
http://www.agrina-online.com, 2009. Mengendalikan Gulma pada Jagung
(http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=2068
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind//index.php?option=com_content&task=v
iew&id=104&Itemid=162)
http://www.deptan.go.id/news/areal potensial untuk pengembangan Jagung di
Indonesia
Ghosheh, H. Z., David L. Houlshouser, and James M. Chandler, 1996. The critical
period of Johnsongrass control in Field corn. Weed Science, 44:944-947
Lafitte, H.R. 1994. Identifying production problems in tropical maize: a field
guide. CIMMYT, Mexico , D.F. p.76-84
Moenandir, J., 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press, Malang
Murphy, S. D., Y. Yakubu, S. F. Weise, and C. J. Swanton. 1996. Effect of
Planting pattern on intrarow cultivation and competition between corn
and late emerging weeds. Weed Science, 44:865-870
Regnier, E. E., and R. R. Janke, 1990. Evolving strategies for managing weeds.
Pages 174-202 in C. A. Edwards, R. Lal, P. Madden, R. H. Miller, and
G. House, editors. Sustainable agricultural systems. Soil and Water
Conservation Society, Ankeny, Iowa, USA
Soejono, A. T, 2009. Ilmu Gulma (http://elisa.ugm.ac.id/files/AT.Soejono)

Universitas Sumatera Utara

Tanveer, A. M. Ayub, A. A. R, Ahmad, 1999. Weed. Crop Competition in Maize
Relation to Row Spacing and Duration. Pakistan Journal of Biological
Sci. 2(2):363-364
Trenbath, B. R. 1976. Plant Interactions in Mixed Crop Communities. In: M.
Stelly (Ed.). Multiple Cropping. Amer. Soc. Agron. Spec. Publ. 27: 129169
Violic, A.D. 2000. Integrated crop menagement. In: R.L. Paliwal, G. Granados,
H.R. Lafitte, A.D. Violic, and J.P. Marathee (Eds.). Tropical Maize
Improvement and Production. FOA Plant Production and Protection
Series, Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome,
28:237-282
Zimdahl, R. L. 1980. Weed Crop Competition, a Review. Int. Plant Protection
Centre. Oregen