Tradisi Pasahat Boru Dalam Perkawinan Adat Angkola Di Padangsidimpuan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara
turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
suatu masyarakat. Tradisi pada awalnya disampaikan dari mulut ke mulut melalui
bahasa. Sibarani (2004:35) mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan kebudayaan,
bahasa juga memiliki karakteristik kebudayaan karena bahasa juga merupakan milik
anggota masyarakat; bahasa ditransmisi secara sosial; bahasa tercermin dalam ide,
tindakan, dan hasil karya manusia; bahasa sebagai sarana manusia untuk berperan,
bertindak, berinteraksi, dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat; bahasa juga harus
dipelajari; dan bahasa juga dapat membahagiakan masyarakat lewat pesan yang
disampaikan.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa setiap manusia berinteraksi dengan
menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Bahasa mengantarkan
seorang pendengar agar dapat memahami maksud ucapan seorang pembicara. Bahasa
menjadi penting karena fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi demi terwujudnya
keberlangsungan interaksi antarmanusia. Melalui bahasa, setiap manusia dapat
mengekspresikan perasaannya, mengungkapkan isi hati, mengaplikasikan hasil berpikir
dari akalnya, bahkan dapat menghasilkan sebuah karya tertentu yang membanggakan.


Hasil karya manusia dalam bentuk tulisan dapat berupa teks atau bentuk lain.
Berbagai jenis atau bentuk tulisan dapat ditemukan di mana-mana. Adapun bahasa lisan
diaplikasikan dalam berkomunikasi sehari-hari. Bahasa lisan dapat disampaikan secara
formal atau nonformal. Dalam hal ini pendengar dituntut dapat memahami pesan yang
disampaikan pada saat ujaran tersebut diucapkan. Kalaupun zaman sekarang ada alat
perekam yang dapat digunakan untuk merekam bahasa lisan, namun tetap saja cara
kerja bahasa lisan harus dengan mengikutsertakan sistem pendengaran. Hasil suara
dapat didengar kembali dengan memutar alat perekam, dalam hal ini yang dimaksud
adalah bahasa yang diucapkan, sehingga pesan yang diinginkan dapat lebih dimengerti
walaupun ucapan tersebut telah diucapkan pada waktu yang lampau. Ketika alat
perekam dihidupkan, maka pendengar harus mendengarkan pesan yang disampaikan
dalam bahasa tersebut. Jadi, tetap saja dituntut untuk dapat memahaminya saat bahasa
atau ujaran tersebut disampaikan.
Hal ini berbeda dengan bahasa tulis karena bahasa tulis dapat diulang untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, yakni dengan cara membaca kembali
teksnya, bukan dengan mendengarkan. Jadi, satu tulisan dapat dibaca berulang-ulang
sebanyak yang diinginkan atau diperlukan. Bahasa berbentuk lisan dapat berupa katakata yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam hidup bermasyarakat, dapat
juga berupa kata-kata yang diucapkan pada suatu kesempatan tertentu, seperti dalam
suatu acara atau upacara adat. Adat-istiadat merupakan tradisi kebudayaan yang harus

kita lestarikan. Acara adat yang dapat dijumpai dalam masyarakat antara lain adalah
upacara perkawinan adat. Untuk menyampaikan maksud yang diinginkan, pelaksana
dalam upacara perkawinan adat menyampaikannya melalui bahasa lisan berupa katakata dan kalimat. Kata-kata tersebut mengandung makna tertentu pula yang tidak bisa

dianggap remeh karena adat memiliki nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup.
Demikian pula di dalam setiap rangkaian upacara perkawinan adat suatu etnik
terkandung nilai-nilai luhur yang berguna bagi pengantin dan semua orang yang dapat
mengambil manfaat dari upacara tersebut. Dalam etnik Angkola, salah satu acara adat
terpenting dalam upacara perkawinan adalah markobar, yakni penyampaian kata-kata
nasihat oleh kedua orang tua, keluarga, dan orang-orang yang dituakan (pemuka/tokoh
adat) dalam etnik Angkola kepada kedua pengantin yang baru saja menikah. Isi atau
kandungan kata-kata dalam markobar merupakan pesan-pesan untuk kedua pengantin
agar mereka dapat meraih hidup bahagia selamanya. Hal ini dapat dijadikan sebagai
suatu bentuk kearifan yang kemudian dapat disebut sebagai kearifan lokal.
Dikatakan kearifan lokal sebab kearifan tersebut merupakan milik suatu etnik
tertentu, dalam hal ini kearifan lokal milik etnik atau masyarakat Angkola. Hal ini perlu
diwariskan karena nilai yang terkandung dalam acara markobar dapat dijadikan sebagai
suatu aturan yang dapat mengatur hidup manusia. Oleh karena itu, markobar merupakan
kearifan lokal yang harus kita jaga bersama.

Agar lebih memahami makna kearifan lokal, penulis mengutip pendapat
Sibarani (2012:112) yang menyebutkan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau
pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari suatu nilai luhur tradisi budaya
untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat “the local wisdom is the community’s
wisdom or local genius deriving from the lofty value of cultural tradition in order to
manage the community’s social order or social life“. Masyarakat Angkola memandang
adat-istiadat merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka yang

dianggap mengandung nilai-nilai yang bijaksana yang dapat dijadikan tuntunan dalam
hidup bermasyarakat.
Nilai kearifan lokal dapat diambil dari peristiwa perkawinan. Perkawinan adalah
hal yang sangat sakral dalam hidup sehingga perkawinan merupakan bagian kehidupan
yang tidak terlupakan. Dikatakan sakral karena setiap orang pada dasarnya
menginginkan perkawinannya hanya sekali dalam hidupnya dengan orang yang
dicintainya. Namun, pada kenyataan ada pasangan yang bercerai karena berbagai
permasalahan hidup yang menimpa mereka. Berdasarkan informasi yang penulis
dapatkan, banyaknya pasangan yang bercerai terjadi di kota Padangsidimpuan tahun
2011 mencapai 143 pasangan dari 1.821 pasangan (BPS P.Sidimpuan:2011). Artinya
ada sekitar delapan persen pasangan yang mengalami perceraian. Perceraian terjadi
akibat beberapa faktor, diantaranya adalah karena kurangnya pemahaman tentang

masalah rumah tangga dan kurangnya kesiapan pasangan menjadi orang tua. Oleh
karena itu, pasangan yang baru menikah seharusnya diberikan bekal dalam menempuh
rumah tangganya. Untuk itulah dipandang perlunya pengarahan dari para orang tua
kepada pengantin baru saat awal perkawinan mereka agar perkawinan dapat bertahan
sampai tua. Pengarahan tersebut diberikan melalui serangkaian acara adat dalam
upacara perkawinan, seperti acara markobar.
Perkawinan secara adat tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, harus
melalui serangkaian kegiatan beserta perangkat-perangkatnya yang telah ditetapkan oleh
nenek moyang sebagai generasi pertama suatu etnik. Namun proses yang ada dalam
setiap sistem perkawinan bisa berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan
zaman. Ada beberapa tata cara disesuaikan pula dengan keyakinan atau kepercayaan
orang yang mengadakan perkawinan. Setiap orang yang mengadakan perkawinan

berkeinginan untuk menghasilkan keturunan, meneruskan generasi agar garis keturunan
keluarganya tidak terputus dan tetap diakui oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap
orang

menginginkan

proses


perkawinannya

berjalan

dengan

baik

untuk

mempertahankan keberadaannya di tengah masyarakatnya. Itulah antara lain alasan
orang mengadakan perkawinan secara adat, yakni agar dapat diterima oleh
masyarakatnya.
Sinar (2011:50) mengatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu tahap
inimasi dalam daur kehidupan manusia yang sangat penting. Melalui perkawinan
seseorang akan mengalami perubahan status, yakni dari status bujangan menjadi
berkeluarga. Dengan demikian, pasangan tersebut akan diakui dan diperlakukan sebagai
anggota penuh dalam masyarakat. Dalam sistem kekerabatan, perkawinan seseorang
juga memengaruhi sifat dan hubungan kekeluargaannya, bahkan dapat pula menggeser

hak serta kewajiban untuk sementara anggota kerabat lainnya. Misalnya seorang ayah
yang tadinya bertanggung jawab atas anak gadisnya, tetapi dengan terjadinya ikatan tali
perkawinan maka hak dan kewajiban tersebut berpindah kepada suami sang anak.
Dalam proses perkawinan adat Angkola terdapat pula acara penyerahan
tanggung jawab dari orang tua kepada suami anak gadisnya. Tanggung jawab orang tua
atas anak perempuan atau anak gadisnya akan berpindah kepada seorang lelaki yang
telah menjadi suami anaknya. Sebelum berpisah antara pengantin wanita dengan orang
tuanya, diadakanlah pertemuan untuk memberikan kata-kata nasihat kepada anak gadis
dan menantunya (pengantin wanita dan pengantin laki-laki) dengan tujuan agar anak
dan menantunya dapat hidup bahagia selamanya. Pertemuan untuk memberikan katakata nasihat disampaikan dalam acara markobar dalam acara pemberangkatan yang
dikenal dengan acara pasahat boru.

Pasahat boru bermakna bahwa segala tanggung jawab tentang keselamatan
pengantin wanita dan semua barang yang dibawanya diserahkan kepada pengantin lakilaki dan keluarganya. Pada saat penyerahan tersebut pengantin wanita (boru na ni oli)
dan pengantin laki-laki (bayo pangoli) dihadirkan di tempat acara dan diberi nasihat.
Tradisi pasahat boru ini pada kenyataan sekarang praktiknya sudah semakin
disederhanakan, artinya tidak semua rangkaian acara beserta perangkatnya dilakukan
secara lengkap. Perlakuan tersebut dapat dijumpai pada masyarakat Angkola yang
berdomisili di kota Padangsidimpuan. Hal ini terjadi akibat pengaruh unsur-unsur
kebudayaan dari luar etnik dan faktor-faktor internal masyarakat itu sendiri. Tradisi

pasahat boru ini perlu diangkat kembali agar masyarakat Angkola dapat
merepresentasikan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya sehingga tidak
terjadi lagi perceraian atau paling tidak angka perceraian dapat diminimalisasi. Oleh
karena itulah, penulis tertarik untuk meneliti tradisi pasahat boru dalam upacara
perkawinan adat Angkola karena tradisi perkawinan adalah bagian dari kekayaan
budaya. Tradisi pasahat boru termasuk tradisi lisan karena dilakukan secara oral (lisan)
dalam penyampaian kata-kata nasihat (dalam hal ini disebut markobar). Adapun
perangkat lain berupa barang-barang bawaan pengantin wanita merupakan pelengkap
yang juga bagian dari kajian tradisi lisan dalam penelitian ini.
Penulis memandang penelitian tentang tradisi pasahat boru dalam perkawinan
adat Angkola ini penting dilakukan. Sekurang-kurangnya ada dua alasan. Pertama,
pasahat boru merupakan bagian istimewa dari tradisi perkawinan dan mengandung nilai
kebaikan yang dapat dijadikan pedoman hidup bagi pasangan yang baru berumah
tangga. Dikatakan istimewa karena pada saat itulah suasana yang paling mengharukan
terjadi, yakni saat-saat akan berpisahnya seorang anak perempuan dengan kedua orang

tuanya. Yang paling sedih adalah ibunya karena ibulah yang mengandung, melahirkan,
menyusui, dan mendidiknya sejak kecil. Dibandingkan ayah, ibu lebih banyak bersama
dengan anak gadisnya selama berinteraksi dalam keluarga. Sekarang tiba masanya dia
(anak gadis yang sudah menikah) pergi dibawa orang (orang yang sudah menikahinya).

Tentunya si anak pun merasa sedih yang luar biasa karena harus berpisah dengan ibunya
dan tidak tinggal dalam rumah yang sama lagi.
Dalam acara pasahat boru disampaikanlah kata-kata nasihat, yang dalam
masyarakat Angkola dikenal dengan istilah markobar, sebagai bekal untuk kedua
pengantin dalam menjalani rumah tangga yang baru dibentuk. Kata-kata nasihat dari
kedua orang tua dan anggota keluarga adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh kedua
pengantin karena mereka belum mengetahui cara menjalankan hidup bersama dengan
pasangannya setelah berpisah dari orang tua dan seluruh keluarga. Tentunya nasihat
yang baik sangat diharapkan bagi setiap pasangan yang baru menikah. Nasihat tersebut
biasanya berisi tentang anjuran untuk saling menyayangi, saling berbagi, sama-sama
merasakan senang dan susah, serta saling menanggung beban hidup. Pasangan suami
isteri harus memahami tanggung jawab masing-masing, memahami hak-hak pasangan,
dan memahami tugas yang harus dilakukan dalam keluarga. Yang paling penting untuk
selalu diingat adalah jika mereka (suami isteri tersebut) memiliki masalah, maka
hendaknya diselesaikan bersama secara bijaksana tanpa terjadi perselisihan atau
pertengkaran. Kalau bisa masalah mereka jangan sampai diketahui oleh orang tua
mereka berdua, namun cukuplah diselesaikan oleh mereka berdua saja. Apabila mereka
berdua tidak dapat menyelesaikan masalahnya, maka mereka dapat menyampaikannya
kepada orang tua, itupun jika memang sudah betul-betul tidak dapat dicari jalan
keluarnya.


Kemudian dalam acara markobar disampaikan pula tanggung jawab sebagai
suami dan tanggung jawab sebagai isteri. Suami isteri diharapkan dapat berlaku dewasa
dan bijak dalam rumah tangganya. Jika nanti mempunyai anak, maka anak-anak adalah
tanggung jawab bersama untuk membesarkannya. Inilah nilai-nilai penting yang
biasanya disampaikan dalam acara pasahat boru.
Alasan kedua adalah dipandang penting mengangkat kembali tradisi pasahat
boru ini untuk melestarikan tradisi budaya yang sangat bernilai. Dengan demikian,
penelitian ini diharapkan dapat menghadirkan tulisan yang bermanfaat bagi masyarakat
Angkola sehingga keutuhan tradisi pasahat boru dalam perkawinan adat dapat tetap
dijaga. Pada akhirnya tradisi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai kearifan lokal
masyarakat Angkola.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses upacara tradisi pasahat boru dalam perkawinan adat
Angkola di Padangsidimpuan?
2. Bagaimanakah teks, konteks, dan koteks tradisi pasahat boru dalam perkawinan
adat Angkola di Padangsidimpuan?

3. Kearifan lokal apakah yang terkandung dalam tradisi pasahat boru dalam
perkawinan adat Angkola di Padangsidimpuan?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan proses upacara tradisi pasahat boru dalam perkawinan adat
Angkola di Padangsidimpuan.
2. Mendeskripsikan teks, konteks, dan koteks tradisi pasahat boru dalam
perkawinan adat Angkola di Padangsidimpuan.
3. Mendeskripsikan kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi pasahat boru
dalam perkawinan adat Angkola di Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat, yakni manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi pemerhati tradisi lisan etnik
Angkola, khususnya tradisi perkawinan adat Angkola.
2. Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang linguistik kebudayaan, khususnya bagi

peneliti dan umumnya bagi pembaca yang memiliki minat dalam bidang
linguistik kebudayaan.

1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah :
1. Memberi sumbangan pengetahuan bagi masyarakat tentang tradisi pasahat boru
dalam perkawinan adat Angkola di Padangsidimpuan.
2. Memberi masukan dalam bidang linguistik yang dikaitkan dengan ilmu
antropologi.
3. Memberi sumbangan ilmu dalam upaya melestarikan kearifan lokal yang
terdapat dalam tradisi perkawinan adat Angkola di Padangsidimpuan.