Penentuan Kadar Crude Palm Oil (CPO) Dari Limbah Cair Sludge Separator Dengan Metode Ekstraksi Sokletasi Di PKS PTPN IV Unit Dolok Ilir

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Lemak dan Minyak
Lemak (fat) mempunyai arti yaitu suatu zat yang tidak larut dalam air

dapat dipisahkan dari tanaman dan binatang. Sedangkan minyak (oil) dapat
mempunyai dua pengertian bila digunakan bersama-sama dengan kata lemak
dalam ekspresi ‘fat dan oil’ artinya bahwa zat tersebut sebagai lemak, kecuali
dalam bentuk cairan yang sempurna pada suhu biasa, maka disebut dengan
minyak. Minyak sering juga disebut sebagai asam lemak (fatty acid).
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti “triester dan gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak itu
bersifat berbeda, pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak
berwujud cair. Minyak mengandung lebih banyak ketidakjenuhan dari pada
lemak. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat di alam merupakan
trigliserida campuran yang artinya ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu
tidak sama. (Fessenden dan Fessenden, 1989)
2.2.


Sumber Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam yang dapat

bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak
tersebut berfungsi sebagai cadangan energi. Minyak dan lemak dapat di
klarifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu bersumber dari tanaman dan
bersumber dari hewani. (Ketaren, 1986)

Universitas Sumatera Utara

Komposisi atau jenis asam lemak, sifat fisika kimia setiap jenis minyak
berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan. Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan
hewani yaitu lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol dan kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani
lebih kecil dari lemak nabati.(Ketaren, 1986)
2.3.

Sifat Fisika dan Kimia Pada Lemak Dan Minyak

Sifat fisika dan kimia pada lemak dan minyak dapat di lihat sebagai

berikut :
2.3.1. Sifat Fisika Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya,
menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisikanya sebagai berikut :
1.

Kelarutan
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang

sama yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam
pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak.
Minyak dan lemak sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna
dalam etil eter, karbon disulfide dan pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini
memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan
dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi
minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak.
2.


Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak dan lemak selain terdapat secara alami,

ada juga yang terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat

Universitas Sumatera Utara

pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi
pada umumnya, odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.
Sebagai contohnya, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya
beta karoten sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl
methylketon.
3.

Titik Didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan

bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
4.


Titik Cair
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang digunakan

dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni. Hal
ini dikarenakan minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai
temperatur tertentu. Sebagai contoh, apabila lemak dipanaskan dengan lambat
maka akhirnya akan mencair.
5.

Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada

temperatur 250C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting dalam mengukur
pada temperatur 400C atau 600C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.
6.

Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan

pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada

pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias akan
meningkat pada minyak dan lemak dengan rantai karbon yang panjang dan
terdapat sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan

Universitas Sumatera Utara

bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat
ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut. (Ketaren, 1986)
2.3.2. Sifat Kimia Lemak dan Minyak
1.

Reaksi Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah

oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai
dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah
terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi
aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. (Ketaren, 1986)
H

R1

H

C

H

C

H

C

C

R2

R1


panas + sinar
H

R1

R1

H

H

H

C

C

C

C


H

R1

H

H

H

C

C

C

C

Radikal bebas


H

H

H
energi

H

H

H

H

C

C


C

C

O

O

R2 + H

H
Hidrogen yang labil + O2

R2

H

Peroksida aktif
R2 +


H
H

H

H

H

C

C

C

C

O

OH

Hidroperoksida

R2 + R1

H

H

H

H

C

C

C

C

H

R2

H
Radikal bebas

Gambar 2.1. Struktur Oksidasi Pembentukan Peroksida dan Hidroperoksida

Universitas Sumatera Utara

2.

Reaksi Hidrolisis
Dalam reaksi ini, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak
tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan
flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
O
CH2

O

C
O

R1
CH2

OH

CH

O

C
O

R2 + 3 H2O

CH

OH

CH2

O

C

R3

CH2

OH

+ 3 RCOOH

gliserol

Lemak atau minyak

asam karboksilat

Gambar 2.2. Struktur Hidrolisis Terhadap Asam Lemak dan Gliserol
3.

Proses Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk

menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau
lemak. Reaksi ini, dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan
ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi
terjadi

pada

permukaan

katalis

yang

mengakibatkan

reaksi

antara

molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam
lemak yang tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks
antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian
nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih

Universitas Sumatera Utara

tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk
asam lemak yang jenuh.
2.4.

Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO
Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk

memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut
berlangsung panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari
pengangkutan TBS kepabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil
sampingnya. Tahap-tahap pengolahan tandan buah segar (TBS) sampai
dihasilkannya Crude Palm Oil (CPO) adalah :
1.

Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)
Tandan Buah Segar (TBS) hasil permanen harus segera di angkut ke

pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka
kandungan asam lemak bebasnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal
tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah. Sesampainya
TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan
sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi,
pembayaran upah para pekerja, perhitungan rendemen minyak sawit (Yan Fauzi,
2008).
2.

Sortasi Buah
Untuk perhitungan rendemen dan penilaian mutu perlu diketahui keadaan

TBS yang masuk kedalam pabrik. Karena itu, perlu dilakukan sortasi. Sortasi
dilakukan pada setiap kebun dengan menentukan satu truk yang dianggap
mewakili seluruh kebun asal, baik dari kebun sendiri maupun dari kebun pihak
ketiga.

Universitas Sumatera Utara

Sortasi dilakukan sesuai dengan kriteria panen yang dibagi dalam fraksi :
a)

Fraksi 0

= sangat mentah

b)

Fraksi 1

= mentah

c)

Fraksi 2

= matang normal

d)

Fraksi 3

= matang normal

e)

Fraksi 4

= matang normal

f)

Fraksi 5

= terlalu matang

g)

Fraksi 6

= terlalu matang

h)

Fraksi 7

= tandan kosong

Selain itu, dalam sortasi juga harus dicatat persentase tangkai panjang, banyaknya
buah jatuh (brondolan) dan kotoran (Sunarko, 2007).
3.

Penimbunan Buah (Loading Ramp)
Tandan buah segar yang sudah ditimbang langsung dimasukkan kedalam

loading and storage ramp. Setiap bays dari loading ramp dapat menampung TBS
sebanyak 8 ton. Di dalam bays, TBS dibersihkan dari pasir dan kotoran lainnya
dengan cara menyiram air dari atas. Cara ini dilakukan untuk menjaga mutu dan
mengurangi keausan alat - alat pengolahan. Setelah bersih, TBS dimasukkan
kedalam lori-lori perebusan yang berkapasitas 25 ton (Sunarko, 2007).
4.

Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)
TBS yang telah dimasukkan ke dalam lori selanjutnya direbus di dalam

ketel rebus (sterilizer). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas
selama 90 menit atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya
tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atm dengan suhu uap 1250C. Perebusan
yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan memucatkan kernel.

Universitas Sumatera Utara

Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin
banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.
5.

Stasiun Pemipilan Buah (Stripper)
Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada saat sumbu mendatar

yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting TBS tersebut dan
brondolan lepas dari tandan. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil,
ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan
pressing. Sementara, tandan (janjang) kosong yang keluar dari bagian belakang
pemipil ditampung oleh elevator, kemudian dikirim ke hopper.
Kecepatan putaran dari tromol pemipil harus ditentukan secara tepat untuk
mencapai efek pemipilan yang optimal. Kecepatan putaran harus sedemikian rupa
sehingga semua tandan berulang kali terangkat setinggi mungkin pada dinding
silinder untuk kemudian jatuh. Dengan demikian, akan diperoleh efek pemipilan
yang dikehendaki.
Tingkat kematangan buah dan metode perebusan buah sangat menentukan
dalam keberhasilan proses pengolahan buah kelapa sawit. Semakin tinggi tingkat
kematangannya dan semakin lama waktu perebusan, semakin besar pula
kemungkinan bahwa minyak akan meleleh keluar dari daging buah selama
perebusan karena daging buah selama perebusan menjadi lunak.
6.

Stasiun Pengadukan (Digester)
Brondolan yang terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian

pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan
daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat
dipisahkan dari daging buah dengan kerugian sekecil - kecilnya.

Universitas Sumatera Utara

7.

Stasiun Pengempaan (Pressing)
Pengempaan dilakukan untuk mengambil minyak dari massa adukan buah

di dalam mesin pengempaan secara bertahap dengan bantuan pisau pelempar dari
ketel adukan. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan screw press sebagai
alat pengempa untuk memisahkan minyak dari daging buah (Iyung Pahan, 2006).
8.

Pemurnian Minyak (Clarification)
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih

berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa
partikel-partikel dari tempurung dan serabut (NOS atau Non Oil Solid). Agar
diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut
mengalami pengolahan lebih lanjut lagi. Minyak sawit yang masih kasar
kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan setelah
melalui beberapa tahap pemurnian atau klarifikasi, minyak tersebut perlu segera
dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya
reaksi hidrolisis dan oksidasi.
Proses penjernihan ini dilakukan untuk menurunkan kandungan air dan
NOS di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat di tampung di dalam tangki-tangki
penampungan dan dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai
dihasilkan minyak sawit murni, dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa
olahannya yang berupa lumpur masih dapat di manfaatkan dengan proses daur
ulang untuk diambil minyak sawitnya.
2.5.

Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan

minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis). Kelapa sawit di kenal terdiri dari

Universitas Sumatera Utara

empat macam tipe atau varietas kelapa sawit yaitu dura, pisifera, tenera, dan
macrocarya (Yan Fauzi, 2008).
Seperti minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur Carbon
(C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan
fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari
asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam
stearate (4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun atas asam lemak tak jenuh yang
terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Perbedaan jenis asam
lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida
dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak
tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam
suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu yang sama minyak inti
berbentuk cair (Tim Penulis, 1997).
2.6.

Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa
Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang

dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikap sekitar 34-40 persen.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang
tetap. Perbandingan antara minyak sawit dengan minyak inti sawit dapat dilihat
dalam Tabel 2.1 dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Kelapa Sawit
Asam Lemak

Minyak Kelapa Sawit (%)

Minyak Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat

-

3-4

Asam Kaproat

-

3-7

Asam Laurat

-

46 - 52

Asam Miristat

1,1 – 2,5

14 - 17

Asam Palmitat

40 – 46

6,5 - 9

Asam Stearat

3,6 – 4,7

1 - 2,5

Asam Oleat

39 – 45

13 - 19

Asam Linoleat

7 – 11

0,5 - 2
( Ketaren,1986 )

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa
minggu sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen sangat
menentukan kandungan minyak yang terbentuk. Kandungan minyak yang
tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (lepas dari
tandannya). Karena itu, kematangan tandan biasanya ditandai dengan jumlah buah
yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah
penyerbukan,

minyak

terbentuk

baru

6-7%.

Pada

hari-hari

menjelang

kematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga
mencapai maksimal yaitu 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu ke20 setelah penyerbukan (Iyung Pahan, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis
lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisis dikatalis oleh
enzim lipase yang juga terdapat pada buah, tetapi berada diluar sel yang
mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses
pembusukan maupun karena perlakuan mekanik, tergores atau memar karena
benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan
segera berlangsung dengan cepat.
Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur atau bacteria
tertentu) juga dapat terjadi apabila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah
dibawah 500C dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit
harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai dengan suhu
diatas 900C seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan
semua mikroorganisme dan mengaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari
0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi, sebaiknya
minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50-60% (Mangoensoekarjo, 2003).
2.7.

Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu

minyak yang baik. Ada beberapa faktor yang yang menentukan standar mutu yaitu
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna
dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik
cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability,
kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Kandungan

Persentase

Kadar Air

< 0,1 %

Kadar Kotoran

< 0,01 %

Kandungan Asam Lemak Bebas
Bilangan Peroksida