Kehidupan Sosial-Ekonomi Buruh Kebun Tanjung Kasau Tahun 1970-2005

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Buruh adalah orang yang menjual tenaganya demi kelangsungan hidupnya. Ia
tidak memiliki sarana atau faktor produksi selain tenaganya sendiri. Ia bekerja untuk
menerima upah dan juga sumber daya manusia yang diperlukan dalam produksi
selain

pengusaha

dan

pemilik

modal.1

Buruh

dibedakan

menurut


cara

pengupahannya seperti buruh tetap, buruh harian dan buruh borongan.2
Istilah buruh sebelumnya terkenal dengan sebutan kuli pada masa penjajahan
kolonial Belanda. Pada masa itu dimulai sejarah baru bagi dunia perkebunan yang
diikuti dengan masuknya kuli-kuli dari luar Sumatera.
Pemerintah kolonial melakukan penjajahan di berbagai wilayah di Nusantara
salah satunya di Sumatera Timur. Sebelum Pemerintah kolonial menduduki wilayah
Sumatera Timur, telah banyak berdiri kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Deli,
Kerajaan Serdang, Kerajaan Asahan, Kerajaan Kualuh, Kerajaan Bilah, Kerajaan
Panai,

yang berada dalam taklukan kerajaan Aceh dan Siak. Meskipun daerah
1

Tim Penyusun Ensiklopedia Nasional Indonesia, Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 12,
Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1996, hlm. 352.
2


Buruh tetap adalah buruh yang memppunyai ikatan hubungan kerja tetap untuk jangka
waktu tertentu yang relatif lama contohnya karyawan yang bekerja di kantor, mandor, dan juga
penyadap karet serta pemanen sawit. Buruh harian adalah buruh satuan upahnya didasarkan atas
satuan hari misalnya Rp.15.000-Rp.20.000 contohnya penyemprot, pembersih rumput parasit di
sekitar tanaman. Buruh borongan adalah buruh yang upahnya didasarkan atas paket beban kerja,
sedangkan jangka waktu ia menyelesaikan seluruh pekerjaan itu tidak dipersoalkan seperti membuka
areal lahan baru (replanting) dan juga konveersi lahan.

1

Universitas Sumatera Utara

Sumatera Timur dikuasai oleh para raja namun dalam hal pemanfaatan lahan rakyat
diberi keleluasaan.
Pemerintah kolonial menduduki Sumatera Timur dengan membuka areal
lahan perkebunan tembakau pada tahun 1863.3 Awalnya masih coba-coba namun
berkembang dan terus berkembang dengan dibukanya investasi asing sehingga
banyak pemodal asing menanamkan modalnya. Namun, hal itu tidak diimbangi
dengan tenaga kerja yang dibutuhkan. Penduduk asli Sumatera Timur tidak ingin
bekerja di perkebunan, sehingga pemerintah kolonial mendatangkan kuli dari

Semenanjung Malaya kemudian disusul oleh kuli-kuli dari Pulau Jawa.
Perkebunan terus meluas ke-berbagai wilayah dipedalaman Sumatera Timur
khususnya di Tanjung Kasau.4 Sebelumnya jenis karet yang pertama kali ditanam
adalah karet ficus elastica dan percobaan jenis karet Hevea brasiliensis telah
dilaksanakan awal tahun 1885 di onderneming tembakau seperti Mariendal, di bagian
3

Mula-mulanya Said Abdullah Bilsagih mengajak pedagang Belanda di Jawa agar meminat
membeli dan menanam tembakau Deli. Pada tahun 1863 berlayarlah ia dengan tujuan Singapura-SiakKalkuta namun, kapalnya dihantam badai di dekat pantai Deli dan ia dibawa menghadap Sultan
Mahmud Deli yang pada masa itu mengalami pergoyahan tahta dan ancaman serangan Serdang
sehingga dengan kepaandaian Said Abdullah yang telah banyak bergaul dengan orang-orang asing di
Jawa maka ia sangat berpengaruh besar dalam mensukseskan pembicaraan antara Sultan Mahmud
Deli dengan Netscher. Dari hal itulah terbuka jalan bagi Nienhuys menanam tembakau di Deli. Lihat
Tuanku Luckman Sinar, Bangun dan runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, hlm. 206.
4
Tanjung Kasau dulunya merupakan wilayah kerajaan kecil yang bermula dari Datuk Paduka
Tuan Raja Manshur Shah beserta rombongannya membuka kampong diwilayah Batubara, kemudian
masyarakat pedalaman (Simalungun) berbondong-bondong mengadu nasib dikampong tersebut lalu
menetap. Raja Mandhur Shah dirajakan di Tangga Bosi, anaknya Raja Adim membuat kampong di
Tanjung Matoguk dan cucunya Raja Ahmad membuka kampong di Tanjung Bolon kemudian

menabalkan Raja Ahmad menjadi Raja Alam Perkasa sehingga nama kampongnya juga berubah
menjadi Tanjung Perkaso atau Tanjung Kaso selanjutnya dilafalkan menjadi Tanjung Kasau. Kini
Tanjung kasau merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara,
provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Lihat, TM.Muhar Omtatuk, Asal-usul Tanjung Kasau, Medan,
hlm.53.

2

Universitas Sumatera Utara

tanah tinggi Deli pada saat industri tembakau masih berusaha mencari jenis tanaman
untuk mengambil alih lahan setelah pengusaha onderneming tembakau selesai
memakai lahannya.5 Pembukaan perkebunan di Tanjung Kasau dimulai pada tahun
1915 dengan jenis komoditi adalah karet.6
Penanaman modal diperoleh dari perusahaan Horison yang bekerjasama
dengan Pemerintah Hindia Belanda. Secara umum, tenaga kerja yang menjadi kuli di
perkebunan ini kebanyakan kuli-kuli kontrak dari Pulau Jawa. Tidak mengherankan
hingga saat ini kebanyakan pekerjanya bersuku Jawa.
Pada


tahun

1957

muncul

penetapan

Pemerintah

Indonesia

untuk

menasionalisasikan berbagai perusahaan milik Belanda yang ada di Indonesia.
Perusahaan Pemerintahan Kolonial yang berada di Tanjung Kasau turut diambil alih.
Pada saat nasionalisasi perkebunan, rakyat menganggap bahwa nasionalisasi itu
berarti apa yang dimiliki Belanda menjadi milik negara dan milik negara adalah
milik rakyat. Akibatnya banyak kerugian yang dialami karena rakyat berbondongbondong mengambil hasil perkebunan, dan pada tahun 1962 perkebunan itu diambil
alih oleh negara dengan menjadikannya sebagai salah satu cabang industri milik

Perusahaan

Perkebunan

Daerah

Sumatera

Utara

(PPDSU)

yang

pusat

administrasinya berada di kota Medan.

5


Karl J Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria,
Jakarta:Sinar Harapan, 1985. hlm. 74.
6

Wawancara, Indra Syahrul, (Perumahan Tanjung Kasau, Rabu, 22 Februari 2017).

3

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan akan dapat berkembang apabila perusahaan itu sehat baik
finansial maupun operasional.7 Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara
(PPDSU) membuka 6 cabang industri yang terletak di berbagai wilayah yaitu :
1. Kebun Tanjung Kasau di Kabupaten Batu Bara
2. Kebun Sei Kari di Kabupaten Serdang Bedagai
3. Kebun Simpang Gambir di Kabupaten Mandailing Natal
4. Kebun Patiluban di Kabupaten Mandailing Natal
5. Kebun Simpang Koje di Kabupaten Mandailing Natal
6. Kebun Kampung Baru di Kabupaten Mandailing Natal
Perkebunan milik pemerintah provinsi Sumatera Utara ini mengandalkan komoditi

karet yang merupakan kelanjutan dari komoditi perusahaan perkebunan sebelumnya
serta minyak kelapa sawit (cpo) saat ini. Terkhusus Kebun Tanjung Kasau yang
berada di Desa Tanjung Kasau Kec. Sei Suka Kab. Batubara ini menjadi wilayah
yang menarik perhatian penulis. Pada tahun 1962 ketika Kebun Tanjung Kasau
dijadikan salah satu Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara belum terlihat
sesuatu yang menjanjikan sehingga perlu banyak perubahan sistem dari segala aspek.
Sebagai suatu perusahaan yang baru dengan segala tata perubahannya maka pada
7

Tujuan dari perkebunan seperti yang tercantum dalam tri dharma perkebunan yaitu 1.
menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara dengan seefisien mungkin, 2. Melaksanakan fungsi sosial
dalam arti yang luas antara lain memberikan lapangan kerja pada penduduk terutama masyarakat
disekitar kebun dan (3) memelihara kekayaan alam khususnya mempertahankan tingkat kesuburan
tanah. Oleh karena itu, segala tindakan perkebunan dalam hal pemasaran, produksi, pembelanjaan,
personalia, serta administarsi perusahaan perlu direncanakan secara terorganisir serta dikendalikan
dengan baik. Hal itu yang akan dilakukan oleh PPDSU dalam mengembangkan perkebunan kearah
yang baik dengan memperbaiki dari sisi finansial maupun operasional.

4


Universitas Sumatera Utara

tahun 1970 direkrut kembali para buruh baik yang lama maupun yang didatangkan
dari Pulau Jawa dan Sumatera.8 Pada tahun 1970 perekrutan tenaga kerja secara
besar-besaran dilakukan karena pada saat itu komoditi karet yang dihasilkan Kebun
Tanjung Kasau mengalami peningkatan produksi sehingga areal perkebunan semakin
diperluas serta membutuhkan banyak tenaga kerja.
Buruh yang direkrut kebanyakan yang bekerja di lapangan diantaranya
penyadap karet (penderes) dan buruh borongan pembukaan lahan baru. Awalnya
status buruh penyadap karet adalah buruh Syarat Kerja Umum (SKU) dalam masa
percobaan 3 bulan dan setelah itu berubah menjadi buruh tetap jika memenuhi
kriteria. Buruh penyadap karet yang statusnya sudah menjadi buruh tetap akan sama
dengan buruh yang bekerja di kantor atau istilah sekarang karyawan. Penyadap karet
lebih familiar disebut buruh bukan karyawan hal itu terjadi bukan karena untuk
membedakan status sosial mereka melainkan kata buruh sudah melekat dalam fikiran
mereka secara turun temurun.
Perkembangan industri perkebunan tidak selalu mengalami peningkatan, ada
masa dimana penurunan produksi dan juga turunnya harga komoditi di pasaran. Hal
itu terjadi pada Kebun Tanjung Kasau yang mulanya menghasilkan komoditi karet


8

Wawancara, Paidjin, (Kantor Kebun Tanjung Kasau , Senin, 27 Februari 2017).

5

Universitas Sumatera Utara

namun tahun 1992 terjadi peralihan karet menjadi kelapa sawit yang disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah karet memiliki banyak macam penyakit.9
Disisi lain juga banyak lahan kosong milik Kebun Tanjung Kasau yang tidak
cocok untuk ditanami karet karena lahannya rawa-rawa10 sehingga kelapa sawit yang
merupakan tanaman cocok untuk dilahan tersebut. Hal itulah yang menjadi alasan
pihak perkebunan melakukan konversi lahan perkebunan dari karet menjadi kelapa
sawit tahun 1992 untuk tetap mempertahankan perkebunan dari krisis keuangan
akibat penurunan produksi.
Meskipun Kebun Tanjung Kasau mengalami krisis sehingga harus melakukan
konversi, tidak mengharuskan pihak perkebunan untuk melakukan pemecatan
terhadap para buruh perkebunan. Hal itu terbukti bahwa pihak perkebunan tetap terus
mempekerjakan para buruh


agar tidak terjadi banyak pengangguran dan

memanfaatkan tenaga kerja yang ada untuk membuka lahan dan menebang pohon
karet yang sudah rusak akibat adanya penyakit dan banyak hal lainnya.
Sebagian para buruh ada juga yang meninggalkan pekerjaannya atau beralih
pekerjaan karena mereka menganggap bahwa belum ada kepastian yang menjamin

9

Penyakit karet diantaranya adalah White Root Rot (penyakit akar putih) , Red Root Rot
(penyakit akar merah), penyakit muldirot, penyakit jamur upas, penyakit kanker garis dan lainnya
yang dapat merusak pertumbuhan tanaman karet.
10
Rawa-rawa merupakan lahan yang mendapatkan pengaruh pasang surut air laut atau sungai
disekitarnya, jika musim hujan lahan tergenang sampai 1 meter tetapi pada musim kemarau menjadi
kering bahkan sebagian muka air tanah turun mencapai >50 cm dari permukaan tanah. Lihat
Muhammad Noor, Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam, Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2004. hlm. 1.

6

Universitas Sumatera Utara

krisis yang terjadi membawa perubahan yang baik. Namun, tidak sedikit juga dari
para buruh yang mampu bertahan dengan berbagai alasan. Para buruh yang bertahan
inilah yang memberikan kontribusi juga dalam perkembangan Kebun Tanjung
Kasau. Keberhasilan suatu perkebunan tidak terlepas dari hasil kerja keras dan
kerjasama dari para buruhnya sendiri.
Para buruh yang masih bertahan dipekerjakan dengan pekerjaan yang baru
khususnya penyadap karet (penderes) menjadi pemanen sawit (pendodos). Para
dasarnya status buruh penyadap karet yang beralih menjadi pemanen sawit tidak
berubah yaitu buruh tetap. Jumlah buruh penyadap karet pada tahun 1970- 1990
berjumlah 350 orang namun hanya 123 orang yang mampu bertahan, sisanya 227
orang mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain.11 Para buruh harus beradaptasi
dilingkungan kerja yang baru khususnya buruh penderes beralih bekerja menjadi
pendodos sawit yang awalnya memiliki kesulitaan tertentu dengan terbiasa oleh
battle kemudian berganti dengan alat dodos. Selain itu, jam kerja para buruh
penyadap karet juga berbeda dengan sebelumnya yang bekerja setiap hari dimulai
pukul 05.30 / 06.00 wib s/d pukul 12.00 wib kemudian berubah bekerja 1 atau 2
minggu sekali dengan waktu kerja dimulai pukul 07.00 wib s/d pukul 12.00 wib
(pendodos). Hal itu menjadi keuntungan tersendiri untuk buruh pemanen sawit
karena dapat melakukan pekerjaan sampingan seperti berwirausaha, membuka

11

Catatan Arsip Kebun Tanjung Kasau Tahun 1991.

7

Universitas Sumatera Utara

bengkel, membuat batu bata, berladang dan lain sebagainya. Pendapatan mereka juga
bertambah dan dapat meningkatkan taraf kehidupannya ke arah yang lebih baik.
Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa bersakit-sakit dahulu bersenangsenang kemudian. Pepatah itu dapat menggambarkan para buruh yang bertahan
(penderes) yang berjumlah 123 orang dengan mengikuti segala perubahan
(pendodos) kemudian turut mengalami peningkatan taraf kehidupan yang dapat
dilihat dari segi sosial-ekonomi. Kajian ini akan membicarakan tentang buruh
perkebunan yang bertahan (123 orang) dari penyadap karet menjadi pemanen sawit
yang mengalami peningkatan taraf hidup yang disebabkan oleh adanya peralihan
komoditi perkebunan. Fokus kajian ini adalah Buruh Kebun Tanjung Kasau yang
khususnya buruh yang bertahan (penderes) yang beralih menjadi buruh (pendodos)
yang telah mengalami peningkatan taraf kehidupan. Adapun batasan temporal dalam
kajian ini adalah tahun 1970 – 2005. Tahun 1970 merupakan tahun ketika Kebun
Tanjung Kasau melakukan perekrutan buruh secara besar-besaran yang melatar
belakangi masuknya buruh-buruh dari luar daerah dengan mulainya kehidupan baru
bagi para buruh dan perkembangan perkebunan. Batasan akhir periode tahun 2005
merupakan tahun dimana Kebun Tanjung Kasau membangun Pabrik Minyak Kelapa
Sawit (PMKS) sendiri yang letaknya berada di tengah kebun sawit yang akan
membawa dampak baik kepada para buruh.

8

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuatlah rumusan mengenai
masalah yang akan diteliti sebagai landasan utama dalam melakukan penelitian yang
terangkum dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum Kebun Tanjung Kasau pada tahun 1970-2005?
2. Bagaimana kehidupan sosial-ekonomi buruh Kebun Tanjung Kasau 19702005?
3. Faktor apa saja yang mendukung perkembangan kesejahteraan kehidupan
buruh?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting.
1. Menjelaskan secara umum Kebun Tanjung Kasau pada tahun 1970-2005.
2. Menjelaskan kehidupan buruh di Kebun Tanjung Kasau tahun 1970-2005
3. Menjelaskan faktor pendukung kesejahteraan kehidupan buruh Kebun
Tanjung Kasau dan menyimpulkan perkembagan kesejahteraan kehidupan
buruh yang tidak terlepas dari Kebun Tanjung Kasau.

9

Universitas Sumatera Utara

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah penulisan sejarah perburuhan, terutama historiografi buruh
perkebunan di Sumatera Utara.
2. Memperluas wawasan peneliti lebih mendalam lagi mengenai kehidupan
buruh perkebunan.
3.

Aspek praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
dijadikan sebagai salah satu sarana informasi bagi penelitian berikutnya.

1.4 Tinjuan Pustaka
Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti memerlukan
pandangan-pandangan lain yang relevan serta selaras dengan objek penelitiannya
untuk mendukung kerangka berfikir yang telah dibangun, yang bermuara pada
sebuah historiografi.
Sama halnya dengan penelitian yang akan dimulai saat ini, sebelumnya
penulis melakukan sebuah pencarian tentang kepustakaan yang memiliki keterkaitan
dengan tulisan ini nantinya. Pencarian tersebut tidak hanya terfokus kepada bukubuku saja, Skripsi, Tesis, laporan-laporan, serta jurnal yang berkaitan dengan kajian
ini juga tidak luput dari perhatian penulis.
TM Muhar Omtatuk dalam Asal Usul Tanjung Kasau (2016) menceritakan
sejarah Tanjung Kasau dari mulai dibukanya sebuah kampung kemudian banyak

10

Universitas Sumatera Utara

orang-orang pendatang menetap dikampung tersebut kemudian menjadi sebuah
kerajaan kecil dengan ciri khas batak simalungun. Kemudian, ciri khas tersebut
berubah menjadi melayu karena mulai adanya penguasa kolonial yang melakukan
ekspansinya ke beberapa kerajaan besar. Buku ini sangat membantu penulis untuk
mengetahui asal-usul Tanjung Kasau yang dulunya merupakan kerajaan kecil dan
pernah dibuka perkebunan karet oleh pemerintah kolonial yang bekerjasama dengan
perusahaan horison.
Mohammad Abdul Ghani, dalam Jejak Planters di Tanah Deli: Dinamika
Perkebunan Sumatera Timur 1863-1996, (2016) mampu menjelaskan perkembangan
perkebunan yang ada di Sumatera Timur terutama kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Sumatera Timur serta sarana dan prasaran yang diberikan pihak
perkebunan dalam mendukung perkembangan perkebunan. Buku ini sangat berguna
dalam penulisan ini dalam memahami perkebunan di Sumatera Timur secara umum
terutama dalam hal sarana dan prasarana pendukung perkembangan perkebunan.
Mohammad Abdul Ghani, dalam Sumber Daya Manusia Perkebunan dalam
Perspektif, (2003) yang menguraikan mengenai sumber daya manusia yang
dibutuhkan oleh perkebunan dengan melihat dari cara perekrutan tenaga kerja,
pembinaan karir tenaga kerja, dan faktor yang mendukung keberhasilan manajemen
sumber daya manusia. Buku ini membantu penulisan untuk mengetahui betapa
pentingnya sumber daya manusia untuk menggerakkan sebuah perkebunan dan
kehidupan masyarakat yang berada didalam wilayah perkebunan.

11

Universitas Sumatera Utara

Manginar Situmorang dkk, dalam Buruh Harian Lepas, (2008) yang
menguraikan tentang buruh perkebunan mulai dari sistem pengupahan, sistem kerja,
dan fasilitas yang diberikan pihak perkebunan. Buku ini sangat membantu penulisan
untuk mengetahui lebih terperinci buruh yang ada diperkebunan menurut status
kerjanya dan juga sistem kerja para buruh perkebunan.

1.5 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan sebuah hasil tulisan yang akurat, harus menggunakan
metode sejarah dengan melalui beberapa tahap-tahap penelitian. Metode sejarah
adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan jejak-jejak
peninggalan dimasa lampau.12 Metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok,
yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Dalam tahap pertama penulis melakukan heuristik. Dapat diketahui bahwa
heuristik adalah pengumpulan sumber atau data-data yang diperlukan dalam
penulisan ini. Peneliti melakukan pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi
lapangan (wawancara). Studi pustaka yang dilakukan seperti mencari buku-buku,
jurnal, skripsi, tesis, yang berkaitan dengan penulisan ini. Awalnya peneliti
melakukan studi pustaka ke Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan
mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan ini seperti Sumber Daya
12
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,
1985, hal. 39.

12

Universitas Sumatera Utara

Manusia Perkebunan Dalam Perspektif karya Mohammad A Ghani yang membantu
penulis untuk mengetahui sistem tenaga kerja yang ada diperkebunan (kontrak kerja,
hak-hak dasar pekerja, perlindungan tenaga kerja, dan budaya masyarakat
perkebunan), selanjutnya buku Hubungan Kerja antara Majikan dan Buruh karya
Halili Toha yang membantu penulis mengetahui komunikasi seperti apa yang terjadi
antara majikan dengan buruh dan juga pengertian buruh secara umum, kemudian
buku mengenai karet dan kelapa sawit seperti Karet: Strategi Pemasaran tahun 2000
Budidaya dan Pengolahan dan Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, pemanfaatan hasil
dan aspek pemasaran yang sama-sama merupakan hasil karya penebar swadaya.
Hampir setiap hari penulis mengunjungi perpustakaan ini untuk mencari sumbersumber yang berkaitan dengan penulisan. Dengan beberapa buku yang penulis temui
di perpustakaan Universitas Sumatera Utara tidak membuat penulis untuk berputus
asa.
Penulis melanjutkan pencarian buku mengenai buruh ke titi gantung dimana
tempat penjualan buku bekas yang ada di kota Medan. Hasilnya tidak penulis
dapatkan buku mengenai buruh, tetapi penulis mendapatkan buku yang sudah langka
juga meskipun hanya fotocopy yaitu karya Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempoe
Doeloe:dengan derita dan kemarahannya. Buku itu juga membantu penulis
mengetahui kehidupan para kuli-kuli kontrak yang ada di Sumatera Timur. Pencarian
sumber-sumber data penulisan ini tidak hanya berhenti disitu saja.

13

Universitas Sumatera Utara

Penulis juga mengunjungi Taman Baca Masyarakat Tengku Lukman Sinar,
Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Perpustakaan Unimed, bersama
teman-teman. Penulis turut juga mencari arsip-arsip yang ada di Kebun Tanjung
Kasau, struktur organisasi manajemen Kebun Tanjung Kasau, Peta Topogafi Kebun
Tanjung Kasau dan beberapa catatan-catatan lainnya.
Pencarian sumber-sumber data tidak hanya penulis lakukan dengan studi
pustaka saja melainkan juga dengan studi lapangan (wawancara) dengan Kepala Tata
Usaha Kebun Tanjung Kasau Bapak Andriza Imra Kacaribu, staf karyawan yang
sudah lama bekerja di Kebun Tanjung Kasau Bapak Paidjin sekaligus pernah
menjadi kepala tata usaha tahun 1980, Kepala Desa Kebun Tanjung Kasau Bapak
Indra Syahrul, serta para buruh yang dulunya bekerja sebagai penderes kemudian
beralih menjadi pendodos yang menjadi fokus penulisan ini.
Setelah mendapatkan sumber-sumber data yang diperlukan dalam penulisan
maka tahap selanjutnya melakukan kritik sumber.13 Kritik ini dilakukan untuk
mengetahui apakah data yang didapatkan benar-benar asli, ataukah sudah dirubah isinya, dan juga bisa dilakukan sebuah perbandingan jika sumber yang berbeda
menyebutkan hal yang sama, ataupun hampir sama.
13

Kritik sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern
yaitu suatu langkah untuk menilai isi dari sumber-sumber yang telah di kumpulkan. Tujuannya untuk
mendapatkan kredibilitas sumber, apakah sumber dapat dipercaya atau tidak. Kritik ekstern dilakukan
untuk mengetahui otentisitas sumber memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak, serta
menganalisis apakah dokumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan mengamati tulisan,
ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen masih utuh atau sudah di ubah sebagian. Lihat Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 99.

14

Universitas Sumatera Utara

Setelah data-data tersebut dikritik, tahapan selanjutnya yang dilakukan
adalah interpretasi. Pada tahapan ini, peneliti dituntut untuk melakukan penafsiran
fakta lalu kemudian membandingkannya, dan kemudian menyimpulkan

untuk

diceritakan kembali ke dalam sebuah bentuk tulisan (historiografi).
Tahap terakhir adalah melakukan historiografi yaitu penulisan dari kajian
penelitian yang sudah dilakukan. Tahapan ini bertujuan agar fakta-fakta yang telah
ditafsirkan dan didapat baik secara tematis ataupun kronologis dapat dirangkai sesuai
outline yang telah dirancang sebelumnya sehingga menjadi tulisan yang bersifat
ilmiah sehingga tahap akhir penulisan ini dapat dituangkan ke dalam bentuk sebuah
skripsi.

15

Universitas Sumatera Utara