Hubungan Interleukin 6 dengan Serum Feritin pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Anemia dan Menjalani Hemodialisis Reguler Chapter III VI
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. DesainPenelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan
penelitian cross sectional (potong lintang)
3.2. Tempat dan waktuPenelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.
Adam Malik Medan bekerja sama denganDivisi Nefrologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini
dimulai pada bulan maret.sampai dengan bulan Mei 2016.
3.3. Populasi dan SubyekPenelitian
Populasi penelitian: Penderita penyakit ginjal kronis yang anemia
dan menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUP.HAM.
Medan
Subyek penelitian: Penderita Penyakit ginjal kronis yang anemia
dan menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUP.HAM
Medan yang memenuhi kriteriainklusi
Pengumpulan subjek di hentikan bila jumlah sampel telahtercapai
Universitas Sumatera Utara
37
3.4. Kriteria Inklusi danEksklusi
3.4.1. KriteriaInklusi
a. Usia >18tahun
b. Hemodialisis reguler >3bulan
c. Bersedia ikut dalampenelitian
3.4.2. KriteriaEksklusi
a. Pasien tidakstabil
b. Sedang mendapatkan obat-obat anti inflamasi atau antihistamin
c. Mengalami gagal fungsi hati, HIV,keganasan
d. Tranfusi < 4bulan
e. Malnutrisi
3.5.Ethical Clearance dan InformedConcent
Ethical
Clearance
diperoleh
dari
Komite
Penelitian
Bidang
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Informed
Concent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh
keluarganya yang ikut bersedia dalam penelitian setelah mendapat
penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
38
3.6.Perkiraan BesarSampel
Perkiraan besar sampel minimum dan subjek yang diteliti dipakai
rumus uji hipotesa untuk proporsi dengan sampel tunggal.
(Z
n≥
P(1−P)+Z
(1−α/2)
o
o
(1−β)
)P(1−P)
a
)
2
a
(Po − Pa )2
Dimana :
Z(1−α/ 2)
= Deviat baku alpha, untuk α= 0,05 maka nilai baku normalnya
1,96
Z(1−β)
= Deviat baku beta, untuk β= 0,10 maka nilai baku normalnya
1,282
P0
= Proporsi GGK sebesar 0,234 (data rekam medik RSUP.HAM)
Pa
=Perkiraan proporsi GGK yang diteliti,ditetapkansebesar
=
0,484
P0 −P0 = Beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,25
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 35 orang.
3.7. Bahan dan CaraKerja
3.7.1. Bahan yangdiperlukan
Bahan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah bahan darah EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap
dan
darah tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan IL-6 dan ferritin.
Universitas Sumatera Utara
39
3.7.2. Carakerja
1. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, Sampel yang
diambil adalah sampel pre hemodialysis dan memenuhi kriteria
inklusi
2. Subyek penelitian dilakukan anamnesis tentang riwayatpenyakit
3. Setelah memenuhi kriteria penelitian, dilakukan inform consent dan
mengisi surat persetujuan mengikutipenelitian.
4. Pengambilan dan PengolahanBahan.
Bahan darah subyek diambil melalui phlebotomi dari vena mediana
cubiti. Tempat vena punksi terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol
70% dan dibiarkan kering. Darah diambil dengan menggunakan venoject,
sebanyak 5 ml darah. Kemudian darah dimasukkan 2 ml ke dalam tabung
plastik EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap dan 3 ml dimasukkan ke
dalam tabung plastik tanpa antikoagulan.
Untuk pemeriksaan darah lengkap segera diperiksa dengan
memakai alat Sysmex XN 1000. Sampel darah beku dibiarkan membeku
selama 20 menit pada suhu ruangan, dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit,serum dipisahkan dan dimasukkan
ke dalam tabung plastik (aliquot) 1 ml untuk IL-6 dan 1 ml selebihnya
untuk ferritin.Sampel untuk ferritin langsung dimasukan ke alatPengukuran
kadar ferritin dilakukan dengan Cobas 6000, pengukuran kadar IL-6
menggunakanELISA.
Sampel untuk IL-6 disimpan dalam freezer -20 °C sampai waktu
pemeriksaan yang telah ditentukan (maksimum 6 bulan)
Universitas Sumatera Utara
40
5. PemeriksaanLaboratorium
a. PemeriksaanIL-6
Pengukuran kadar IL-6 dilakukan serentak setelah seluruh
bahan terkumpul. Bahan yang beku dicairkan pada suhu ruang (20-25 0C),
kemudian disama ratakan dengan vortex.Metode pemeriksaan double
sandwich dengan Enzym Linked Immunosorbent one –step process
assay(ELISA)
Alat ELISA Laboratorium Patologi Klinik RS.H.ADAM MALIK
Prinsip dari teknik ELISA ini harus ada antigen atau antibody
yang dikonjugasi dengan enzim dan substrat. Setelah itu hidrolisis
substrat oleh enzim akan berlangsung dalam waktu tertentu dan reaksi
dihentikan dengan membubuhkan asam atau basa kuat. Karena
banyaknya antibodi berlabel enzim (AbE) yang terikat pada kompleks AgAbE sesuai dengan kadar Ag dalam
spesimen. Maka banyaknya enzim
Universitas Sumatera Utara
41
yang terikat pada kompleks dan intensitas warna yang timbul setelah
substrat dihidrolisis oleh enzim yang terikat pada kompleks Ag-AbE
merupakan ukuran untuk kadar Ag yang diuji. Intensitas warna diukur
dengan ELISA reader yang merupakan ukuran untuk kadar antigen
didalam spesimen.
( Gambar metode Sandwich ELISA, immunologi FKUI,2010)
Pada penelitian ini :
-
Well sudah dilapisi dengan antibodiIL-6
-
Enzim yang digunakan : HRP (Horse Radish Peroksidase)
dan enzim sudah berlabelIL-6
-
Substrat
yang
digunakan
adalah
TMB
(Tetra
Methylbenzidine) yaitu : chromogen A dan chromogenB
Universitas Sumatera Utara
42
Cara Kerja :
Persiapan Reagen, Sampel Dan Standard
Tambahkan sampel dengan standard dan
reagen HRP yang sudah dikonjugasi
Inkubasi 60 menit suhu 370C
Pencucian plate 5 kali (konjugat antibody enzim
yang tidak terikat akan terbuang)
penambahan chromogen A dan B
menghasilkan warna biru
Inkubasi 10 menit suhu 370C
Reaksi distop dengan pemberian asam kuat HCl
(stop solution)
Warna biru berubah jadi warna kuning
Dihitung setelah 15 menit
Hasil dikalikan 5
Kolorimetrik ELISA reaksi enzim-substrat ini menghasilkan produk
yang larut dengan absorbansi (densitas optik) yang dapat diukur dengan
spektrofotometer.Dimana spektrofotometer merupakan alat yang dapat
mengukur jumlah dari cahaya yang menembus sumuran dari microplate
akan memeberikan perubahan warna pada cairan tersebut.Sehingga akan
memberikan
optical
density
yang
berbeda.Optical
density
dapat
dinyatakan meningkat atau menurun berdasarkan pengenceran material
Universitas Sumatera Utara
43
standart,sehingga
akan
menghasilkan
kurva
yang
nantinya
akan
digunakan untuk mengestimasi kadar konsentrasi protein tersebut.
b. PemeriksaanFeritin
ECLIA (Electrochemiluminescence immunoassay) digunakan pada Cobas
e immunoassay untuk penentuan kuantitatif invitro dari feritin dalam serum
manusia . Prinsip sandwich durasi pemeriksaan 18 menit .
1. Inkubasi pertama: 10 ul sampel, antibodi spesifik feritin monoclonal
biotinylasi, dan antibody spesifik feritin yang dilebel dengan komplek
ruthenium membentuk komplekssandwich.
2. Inkubasi kedua: setelah ditambahkan mikropartikel yang dilapisi
streptavidin, komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid
melalui interaksi biotin denganstreptavidin.
3. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel
secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda. Substansi yang
tidak berikatan dibuang melalui Procell. Aplikasi voltase (tegangan)
pada elektroda kemudian menginduksi emisi chemiluminesscent yang
diukur olehphotomultiplier.
Reagent – working solution:
- Reagen M : berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mg
denganpreservatif.
- Reagen R1 : merupakan konjugat yang terdiri dari Biotinylated
monoclonal anti-ferritin antibody (mause)
3 mg / L
yang dilabel
dengan ruthenium 3 mg/L dalam buffer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan
preservatif.
Universitas Sumatera Utara
44
- Reagen R2 : berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang
dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan
antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat 100
mmol/L, pH 7,2 danpreservatif.
- Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada
penyimpanan
- Kalibrasi pemeriksaan feritin dilakukan dengan menggunakan The
Elecsys Ferritin Assay dengan Calibrator Kalibrasi dilakukan setiap
pemakaian reagenbaru
3.8. PemantapanMutu
Pemantapan kualitas pemeriksaan Interleukin IL- 6
Pemantapan mutu dilakukan setiap kali pada saat awal dilakukan
pemeriksaan untuk menjamin kesepakatan hasil pemeriksaan yang
dikerjakan. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi
terhadap alat-alat yang digunakan, agar penentuan konsentrasi zat yang
belum diketahui dapat seakurat mungkin .
3.8.1 Kalibrasi
Kalibrasi yaitu kurva antara absorbansi dengan konsentrasi
standard.Pada kurva kalibrasi semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
semakin besar absorbannya, sebaliknya, semakin rendah konsentrasi
larutan, maka semakin kecil absorbannya.Pengukuran kurva kalibrasi ini
didasarkan
pada
konsentrasi
standard
dan
absorbansi
yang
Universitas Sumatera Utara
45
dihasilkan.Sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang mendekati linier. Jika
mengikuti hukum beer, grafik antara absorbansi terhadap konsentrasi
akan menghasilkan garis lurus melalui titik (0,0). Grafik tersebut disebut
kurvakalibrasi.
Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai katelitian pengukuran
linearitas adalah kemampuan metode analisis suatu sistem pemeriksaan
yang memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analite dalam
sampel. Hasil yang non linier dapat disebabkan oleh detektor atau
amplifier atau alat baca yang salah ataurusak.
Kalibrasi dilakukan pada pemakaian reagen baru dan diwajibkan
dalam prosedur quality kontrol .kalibrasi untuk pemeriksaan interleukin-6
menggunakan serum kontrol interleukin-6 cat No QY-EO4262,Lot: 02/
2016(96T). Standard dalam bentuk cair dan masih perlu pengenceran
.pengenceran standard dengan standard diluent dalam metode multiple
proporsi pengenceran dan konsentrasi adalah sebagai berikut : 300,
150,75, 37.5, 18.7,0 pg/ml. konsentrasi standard pada kurva kalibrasi
sehingga didapat kurva kalibrasi yang bersifat linier.
Universitas Sumatera Utara
46
Grafik hasil kalibrasi pada assay control interleukin -6
Universitas Sumatera Utara
47
3.9. KerangkaKerja
Pasien yang dirawat di RSUP H.Adam Malik
Medan
Kriteria Inklusi:
•
•
•
Usia > 18 tahun
HD reguler > 3bulan
Bersedia ikut dalam
penelitian
Inform concent, RekamMedik,
Anamnesa, pemeriksaan fisik
Kriteria Eksklusi:
1. Pasien tidakstabil
2. Sedang
mendapatkan obatobat anti inflamasi
Pemeriksaan
Interleukin-6
Pemeriksaan
serum feritin
3. Mengalami
gangguan fungsi hati,
HIV, Keganasan
4 .Tranfusi mean.(Baratawidjaja, 2004)
3. Penderita Penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa adalah :
Penderita penyakit ginjal kronik dengan LFG 100 pg/ml
n (%)
n (%)
L
16 (45,7)
7 (20)
P
10 (28,6)
2 (5,7)
Total
26 (74,3)
9 (25,7)
Dari tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan IL-6 diperoleh IL-6
yang nilai > 100 dijumpai 9 morang (25,7 %) dan IL- 6 dengan nilai kadar
≤ 100 26 orang (74,3 %) dimana laki-laki 16 orang dan perempuan 10
orang.
Universitas Sumatera Utara
53
Tabel. 4.5 Uji Normalitas
No
Nama Variabel
n
P
Normalitas
1
Umur
35
0,755
Normal
2
Hb
35
0,778
Normal
3
Feritin
35
0,123
Normal
4
IL-6
35
0,0001
Tidak Normal
Pada uji normalitas Kolmogrov Swirnov (tabel 4.5) dijumpai hanya
IL-6 saja yang tidak terdistribusi normal dengan P = 0,0001, sedangkan
variable lainnya (umur, hb, feritin) terdistribusi normal.
Tabel 4.6 Korelasi antar IL-6 dan Feritin
No
Korelasi antar Variabel
n
r
p
Signifikan
Tidak
1
IL-6 dengan Feritin
35
0,028
0,872
Signifikan
Korelasi antara variabel IL-6 dengan Feritin dilakukan dengan Uji
Korelasi Spearman dimana diperoleh koefisien korelasi r = 0,028 dengan
p = 0,875 tidak signifikan dimana p > 0.05 maka H0 diterima, H0 : tidak
dijumpai hubungan bermakna antara IL-6 dengan serum feritin pada
penderita PGK yang anemia dan menjalani hemodialisisregular.
Tabel 4.7 Korelasi antar IL-6 dengan umur dan Hb
No
Korelasi antar Variabel n
r
p
Signifikan
1
IL-6 dengan Umur
35
0,471 **
0,004
Signifikan
2
IL-dengan Hb
35
0,207
0,233
Tidak Signifikan
Universitas Sumatera Utara
54
Korelasi IL-6 dengan umur, diperoleh hasil yang signifikan kuat
dimana r = 0,471** dan p = 0,004 dimana pada level p = 0,01 variabel ini
sudah bermakna dan korelasi searah (tabel 4.5) sedangkan koerelasi IL-6
dengan hb dijumpai hasil yang tidak signifikan dimana r = 0,207 dan p =
0,233.
Diagram. 4.1. Hubungan IL-6 dengan Feritin
6000
Ferritin
4000
2000
0
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
Il-6
Universitas Sumatera Utara
55
BAB V
PEMBAHASAN
Dari
karakteristik
pasien
PGK
yang
anemia
dan
menjalani
Hemodialisis pada penelitian ini didapatkan umur termuda adalah 23
tahun dan tertua 74 tahun (tabel 4.1) rentang usia terbanyak diperleh pada
usia 55-64 tahun 13 orang (37,14 %) sedangkan pada data IRR
(Indonesian Renal Register 2011) diperoleh rentang umur terbanyak pada
usia 45-54 tahun (27 %). Sedangkan secara keseluruhan jumlah pasien
terbanyak pada penelitian ini adalah diatas 35 tahun (91,42 %) keadaan
ini sesuai dengan gambaran umur penderita PGK yang menjalani
hemodialisis di Indonesian seperti yang dilaporkan IRR (2011) sebesar89
%.
Pada penelitian ini diperoleh laki-laki lebih banyak jumlahnya
daripada perempuan, dimana 65 % laki-laki dan 35 % perempuan,
diperoleh data yang sama dengan IRR (2011) dimana dalam
rentang
tahun 2007-2011 setiap tahunnya jumlah pasien laki-laki melebihi jumlah
pasien perempuan pada tahun 2011 jumlah laki-laki 4180 orang dan
perempuan 2771.
Dari tabel 4.1 derajat anemia menurut WHO pada penelitian ini
anemia ringan 7 orang dan anemia sedang 22 orang serta anemia berat 6
orang dimana Hb berkisar antara 8-10,9 mg/dl. Sementara anemia
menurut NKDOQI & NKF, pada laki-laki Hb < 13,5 gr/dl dan pada
perempuan hb < 12 gr/dl, bila berdasarkan NKOQI & NKF maka seluruh
Universitas Sumatera Utara
56
sampel pada penelitian ini termasuk anemia dimana rentang nilai kadar
hb adalah 3-11,8mg/dl.
Seperti pada tabel 4.2.1 dimana jumlah hb menurun. Laki-laki 65,7 %
dan perempuan 34,3 % sedangkan yang normal tidak ada. Dari hasil
penelitian 35 sampel diperoleh kadar kadar ferritin terendah adalah 97
mg/ml dan kadar tertinggi 6860 dimana kadar feritin yang masih normal
(adalah 11 sampel, laki-laki 9 orang perempuan 2 orang dan 24 orang lagi
jumlah feritin meningkat (> 365 ng/ml). (tabel 4.2.2) dapat disimpulkan
bahwa 68,6 % serum feritin meningkat pada 35 pasien ini.
Pada Anemia penyakit kronik seperti anemia pada penyakit ginjal
kronik (PGK) terjadi gangguan metabolisme besi yang khas yaitu
hipoferemia dengan cadangan besi sumsum tulang normal atau
meningkat. Keadaan dimana besi yang tersedia tidak mencukupi
kebutuhan untuk eritropoiesis sedangkan cadangan besi normal atau
meningkat. Hal ini terjadi karena terdapat hambatan pada sistem retikulo
endothelial yang disebabkan oleh adanya infeksi atau inflamasi. Infeksi
dan inflamasi akan menginduksi pelepasan sitokin dalam sirkulasi seperti
interleukin 6 (IL-6) (Teddy., et al 2011).
Sitokin proinflamasi menginduksi perubahan homeostasis besi
proliferasi sel progenitor eritroid, produksi erythropoietin oleh ginjal.
Berkurangnya
umur
eritrosit
yang
semuanya
berkontribusi
pada
patogenesis terjadinya anemia pada penyakit kronik ( Wibawa.,P., et al
2010).
Universitas Sumatera Utara
57
Selain itu feritin juga merupakan suatu protein fase akut yang akan
mengalami peningkatan tidak hanya ketika cadangan besi tubuh
meningkat tetapi juga pada inflamasi akut atau kronik dan pada penelitian
yang dilakukan Rocha dkk menunjukka bahwa pasien hemodialisis bila
dijumpai feritin serum > 500 ng/ml dan kadar C-Reaktive protein (CRP)
yang tinggi, feritin serum tetap diandalkan sebagai cadangan zat besi
meskipun adanya inflamasi. Penelitian kalantar Zadeh dkk menyimpulkan
bahwa kadar Serum Feritin yang tinggi pada penderita PGK yang
menjalani Hemodialisis regular bukan merupakan indikator adanya
kelebihan zat besi dalam tubuh, melakukan sebagai protein fase akut.
Karena keadaan faktor penyebab kondisi inflamasi yang terjadi pada
pasien PGK dengan hemodialisis regular. Keterbatasan pada penelitian ini
salah satunya adalah tidak dilakukan pemeriksaan CRP sebagai penanda
inflamasi.
Hasil penelitian ini juga jauhberbeda dengan penelitian Nakanishi
Takeshi, et al (2010) yang menggambarkan terjadi peningkatan kadar
feritin pada PGK yang MHD (Maintenance Hemodyalisis) peningkatan
feritin terjadi saat inflamasi kronik dan infeksi.
Dari hasil penelitian nilai IL-6 dari 35 pasien sangat bervariasi dalam
rentang 3,6-1470 pg/dl. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (
Wibawa P., et al 2008) dimana dijumpai kadar rerata IL-6 nya adalah
39,32 ± 48,66 pg/ml dimana nilai IL-6 seluruhnya berada dibawah 100
pg/ml. sedangkan pada penelitian ini terdapat 9 orang (25,7
Universitas Sumatera Utara
58
%) yang jumlah IL-6 nya > 100 pg/ml, selebihnya berada < 100 pg/ml yaitu
(74,3 %).
Pada tabel 4.5 uji normalitas pada interleukin 6 diperoleh tidak
terdistribusi normal, sedangkan umur, Hb, dan feritin terdistribusi normal
dengan nilai p pada IL-6 adalah 0,0001. Hubungan IL-6 dengan feritin
pada tabel 4.6 dari hasil peneltian 35 sampel penelitian dijumpai
hubungan IL-6 dengan feritin adalah tidak signifikan dengan r = 0,028 dan
p = 0,872, berarti Ho diterima, dimana Ho tidak terdapat hubungan
signifkan antara IL-6 dengan serum feritin. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wibawa P, pada penderita anemia penyakit kronis,
bahwa tidak diperoleh hasil yang signifikan antara IL-6 dengan serum besi
Sedangkan pada penelitian abbas sabar dkk tentang hubungan IL-6
dengan anemia pada penderita SLE diperoleh hasil yang berbeda dimana
hubungan IL-6 dengan serum feritin diperoleh hasil yang signifikan r=
0,948 p = < 0.0001 **
IL-6 memiliki hasil yang signifikan degnan umum pada penelitian ini
dimana nilai r = 0,471 ** dan p = 0,004, dimana semakin bertambah umur
nilai hb diperoleh hasil yang tidak signifikan. perlu penelitian lebih lanjut
dengan menambahkan marker lainnya seperti CRP, Hepsidin, namun
pada penelitian Eguchi dkk CRP dan IL-6 tidak memiliki koreksi yang
signifikan dengan kadar hepsidin (r = 0,0025, P = 0,722 r = 0,0185 p =
0,362) pada penderita dialysis peritoneal pada penelitian pedro dkk (2007)
dikatakan bahwa anemia dan interieukin 6 merupakan faktor-faktor yang
mempercepat menjadi PGK stadium terminal, namun pada penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
59
IL-6 tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap anemia terutama
cadangan
besi
(ferritin)
dimana
menimbulkan peningkatan serum
dianggap
feritin
IL-6
dianggap
sehingga
dapat
distribusinya
terhambat, penyakit komorbid yang mendasarinya menjadi pertimbangan
berkaitan dengan ini.
Keterbatasan lain dan penelitian ini hanya mengambil sampel pada
pre hemodialisis saja dan tidak adanya kontrol sehat, selain itu
pemeiksaan CRP sebagai penanda inflamasi,hepsidin dan erythropoietin
Universitas Sumatera Utara
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar IL-6 dengan serum
feritin pada penderita penyakit ginjal kronis yang anemia dan menjalani
hemodialisisreguler
(r=0,028danp=0,872)berartiHoditerimakarena
p>0.05.
2. Terdapat hubungan IL-6 yang signifikan kuat terhadap umur dimana
dijumpai (r = 0471** dan p = 0,004 ) korelasi searah,sedangkan
hubungan IL-6 dengan Hb tidak signifikan dimana (r = 0,207 dan p =
0,233)
SARAN
Penelitian ini masih memenuhi keterbatasan-keterbatasan sehingga
untuk penelitian lebih lanjut disarankan:
1. Perlu
dilakukan
pemeriksaan
sampel
pre,
durante
dan
post
Hemodialisisdanjugakontrolsehatpadapemeriksaansampelpenelitian
2. Perlu
dilakukan
pemeriksaan
CRP
sebagai penanda
ditambah dengan marker lain yang berkaitan dengan
inflamasi
sitokin IL-
6, seperti Hepsidin danErythropoietin.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. DesainPenelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan
penelitian cross sectional (potong lintang)
3.2. Tempat dan waktuPenelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.
Adam Malik Medan bekerja sama denganDivisi Nefrologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini
dimulai pada bulan maret.sampai dengan bulan Mei 2016.
3.3. Populasi dan SubyekPenelitian
Populasi penelitian: Penderita penyakit ginjal kronis yang anemia
dan menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUP.HAM.
Medan
Subyek penelitian: Penderita Penyakit ginjal kronis yang anemia
dan menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUP.HAM
Medan yang memenuhi kriteriainklusi
Pengumpulan subjek di hentikan bila jumlah sampel telahtercapai
Universitas Sumatera Utara
37
3.4. Kriteria Inklusi danEksklusi
3.4.1. KriteriaInklusi
a. Usia >18tahun
b. Hemodialisis reguler >3bulan
c. Bersedia ikut dalampenelitian
3.4.2. KriteriaEksklusi
a. Pasien tidakstabil
b. Sedang mendapatkan obat-obat anti inflamasi atau antihistamin
c. Mengalami gagal fungsi hati, HIV,keganasan
d. Tranfusi < 4bulan
e. Malnutrisi
3.5.Ethical Clearance dan InformedConcent
Ethical
Clearance
diperoleh
dari
Komite
Penelitian
Bidang
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Informed
Concent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh
keluarganya yang ikut bersedia dalam penelitian setelah mendapat
penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
38
3.6.Perkiraan BesarSampel
Perkiraan besar sampel minimum dan subjek yang diteliti dipakai
rumus uji hipotesa untuk proporsi dengan sampel tunggal.
(Z
n≥
P(1−P)+Z
(1−α/2)
o
o
(1−β)
)P(1−P)
a
)
2
a
(Po − Pa )2
Dimana :
Z(1−α/ 2)
= Deviat baku alpha, untuk α= 0,05 maka nilai baku normalnya
1,96
Z(1−β)
= Deviat baku beta, untuk β= 0,10 maka nilai baku normalnya
1,282
P0
= Proporsi GGK sebesar 0,234 (data rekam medik RSUP.HAM)
Pa
=Perkiraan proporsi GGK yang diteliti,ditetapkansebesar
=
0,484
P0 −P0 = Beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,25
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 35 orang.
3.7. Bahan dan CaraKerja
3.7.1. Bahan yangdiperlukan
Bahan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah bahan darah EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap
dan
darah tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan IL-6 dan ferritin.
Universitas Sumatera Utara
39
3.7.2. Carakerja
1. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, Sampel yang
diambil adalah sampel pre hemodialysis dan memenuhi kriteria
inklusi
2. Subyek penelitian dilakukan anamnesis tentang riwayatpenyakit
3. Setelah memenuhi kriteria penelitian, dilakukan inform consent dan
mengisi surat persetujuan mengikutipenelitian.
4. Pengambilan dan PengolahanBahan.
Bahan darah subyek diambil melalui phlebotomi dari vena mediana
cubiti. Tempat vena punksi terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol
70% dan dibiarkan kering. Darah diambil dengan menggunakan venoject,
sebanyak 5 ml darah. Kemudian darah dimasukkan 2 ml ke dalam tabung
plastik EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap dan 3 ml dimasukkan ke
dalam tabung plastik tanpa antikoagulan.
Untuk pemeriksaan darah lengkap segera diperiksa dengan
memakai alat Sysmex XN 1000. Sampel darah beku dibiarkan membeku
selama 20 menit pada suhu ruangan, dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit,serum dipisahkan dan dimasukkan
ke dalam tabung plastik (aliquot) 1 ml untuk IL-6 dan 1 ml selebihnya
untuk ferritin.Sampel untuk ferritin langsung dimasukan ke alatPengukuran
kadar ferritin dilakukan dengan Cobas 6000, pengukuran kadar IL-6
menggunakanELISA.
Sampel untuk IL-6 disimpan dalam freezer -20 °C sampai waktu
pemeriksaan yang telah ditentukan (maksimum 6 bulan)
Universitas Sumatera Utara
40
5. PemeriksaanLaboratorium
a. PemeriksaanIL-6
Pengukuran kadar IL-6 dilakukan serentak setelah seluruh
bahan terkumpul. Bahan yang beku dicairkan pada suhu ruang (20-25 0C),
kemudian disama ratakan dengan vortex.Metode pemeriksaan double
sandwich dengan Enzym Linked Immunosorbent one –step process
assay(ELISA)
Alat ELISA Laboratorium Patologi Klinik RS.H.ADAM MALIK
Prinsip dari teknik ELISA ini harus ada antigen atau antibody
yang dikonjugasi dengan enzim dan substrat. Setelah itu hidrolisis
substrat oleh enzim akan berlangsung dalam waktu tertentu dan reaksi
dihentikan dengan membubuhkan asam atau basa kuat. Karena
banyaknya antibodi berlabel enzim (AbE) yang terikat pada kompleks AgAbE sesuai dengan kadar Ag dalam
spesimen. Maka banyaknya enzim
Universitas Sumatera Utara
41
yang terikat pada kompleks dan intensitas warna yang timbul setelah
substrat dihidrolisis oleh enzim yang terikat pada kompleks Ag-AbE
merupakan ukuran untuk kadar Ag yang diuji. Intensitas warna diukur
dengan ELISA reader yang merupakan ukuran untuk kadar antigen
didalam spesimen.
( Gambar metode Sandwich ELISA, immunologi FKUI,2010)
Pada penelitian ini :
-
Well sudah dilapisi dengan antibodiIL-6
-
Enzim yang digunakan : HRP (Horse Radish Peroksidase)
dan enzim sudah berlabelIL-6
-
Substrat
yang
digunakan
adalah
TMB
(Tetra
Methylbenzidine) yaitu : chromogen A dan chromogenB
Universitas Sumatera Utara
42
Cara Kerja :
Persiapan Reagen, Sampel Dan Standard
Tambahkan sampel dengan standard dan
reagen HRP yang sudah dikonjugasi
Inkubasi 60 menit suhu 370C
Pencucian plate 5 kali (konjugat antibody enzim
yang tidak terikat akan terbuang)
penambahan chromogen A dan B
menghasilkan warna biru
Inkubasi 10 menit suhu 370C
Reaksi distop dengan pemberian asam kuat HCl
(stop solution)
Warna biru berubah jadi warna kuning
Dihitung setelah 15 menit
Hasil dikalikan 5
Kolorimetrik ELISA reaksi enzim-substrat ini menghasilkan produk
yang larut dengan absorbansi (densitas optik) yang dapat diukur dengan
spektrofotometer.Dimana spektrofotometer merupakan alat yang dapat
mengukur jumlah dari cahaya yang menembus sumuran dari microplate
akan memeberikan perubahan warna pada cairan tersebut.Sehingga akan
memberikan
optical
density
yang
berbeda.Optical
density
dapat
dinyatakan meningkat atau menurun berdasarkan pengenceran material
Universitas Sumatera Utara
43
standart,sehingga
akan
menghasilkan
kurva
yang
nantinya
akan
digunakan untuk mengestimasi kadar konsentrasi protein tersebut.
b. PemeriksaanFeritin
ECLIA (Electrochemiluminescence immunoassay) digunakan pada Cobas
e immunoassay untuk penentuan kuantitatif invitro dari feritin dalam serum
manusia . Prinsip sandwich durasi pemeriksaan 18 menit .
1. Inkubasi pertama: 10 ul sampel, antibodi spesifik feritin monoclonal
biotinylasi, dan antibody spesifik feritin yang dilebel dengan komplek
ruthenium membentuk komplekssandwich.
2. Inkubasi kedua: setelah ditambahkan mikropartikel yang dilapisi
streptavidin, komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid
melalui interaksi biotin denganstreptavidin.
3. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel
secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda. Substansi yang
tidak berikatan dibuang melalui Procell. Aplikasi voltase (tegangan)
pada elektroda kemudian menginduksi emisi chemiluminesscent yang
diukur olehphotomultiplier.
Reagent – working solution:
- Reagen M : berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mg
denganpreservatif.
- Reagen R1 : merupakan konjugat yang terdiri dari Biotinylated
monoclonal anti-ferritin antibody (mause)
3 mg / L
yang dilabel
dengan ruthenium 3 mg/L dalam buffer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan
preservatif.
Universitas Sumatera Utara
44
- Reagen R2 : berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang
dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan
antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat 100
mmol/L, pH 7,2 danpreservatif.
- Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada
penyimpanan
- Kalibrasi pemeriksaan feritin dilakukan dengan menggunakan The
Elecsys Ferritin Assay dengan Calibrator Kalibrasi dilakukan setiap
pemakaian reagenbaru
3.8. PemantapanMutu
Pemantapan kualitas pemeriksaan Interleukin IL- 6
Pemantapan mutu dilakukan setiap kali pada saat awal dilakukan
pemeriksaan untuk menjamin kesepakatan hasil pemeriksaan yang
dikerjakan. Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi
terhadap alat-alat yang digunakan, agar penentuan konsentrasi zat yang
belum diketahui dapat seakurat mungkin .
3.8.1 Kalibrasi
Kalibrasi yaitu kurva antara absorbansi dengan konsentrasi
standard.Pada kurva kalibrasi semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
semakin besar absorbannya, sebaliknya, semakin rendah konsentrasi
larutan, maka semakin kecil absorbannya.Pengukuran kurva kalibrasi ini
didasarkan
pada
konsentrasi
standard
dan
absorbansi
yang
Universitas Sumatera Utara
45
dihasilkan.Sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang mendekati linier. Jika
mengikuti hukum beer, grafik antara absorbansi terhadap konsentrasi
akan menghasilkan garis lurus melalui titik (0,0). Grafik tersebut disebut
kurvakalibrasi.
Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai katelitian pengukuran
linearitas adalah kemampuan metode analisis suatu sistem pemeriksaan
yang memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analite dalam
sampel. Hasil yang non linier dapat disebabkan oleh detektor atau
amplifier atau alat baca yang salah ataurusak.
Kalibrasi dilakukan pada pemakaian reagen baru dan diwajibkan
dalam prosedur quality kontrol .kalibrasi untuk pemeriksaan interleukin-6
menggunakan serum kontrol interleukin-6 cat No QY-EO4262,Lot: 02/
2016(96T). Standard dalam bentuk cair dan masih perlu pengenceran
.pengenceran standard dengan standard diluent dalam metode multiple
proporsi pengenceran dan konsentrasi adalah sebagai berikut : 300,
150,75, 37.5, 18.7,0 pg/ml. konsentrasi standard pada kurva kalibrasi
sehingga didapat kurva kalibrasi yang bersifat linier.
Universitas Sumatera Utara
46
Grafik hasil kalibrasi pada assay control interleukin -6
Universitas Sumatera Utara
47
3.9. KerangkaKerja
Pasien yang dirawat di RSUP H.Adam Malik
Medan
Kriteria Inklusi:
•
•
•
Usia > 18 tahun
HD reguler > 3bulan
Bersedia ikut dalam
penelitian
Inform concent, RekamMedik,
Anamnesa, pemeriksaan fisik
Kriteria Eksklusi:
1. Pasien tidakstabil
2. Sedang
mendapatkan obatobat anti inflamasi
Pemeriksaan
Interleukin-6
Pemeriksaan
serum feritin
3. Mengalami
gangguan fungsi hati,
HIV, Keganasan
4 .Tranfusi mean.(Baratawidjaja, 2004)
3. Penderita Penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa adalah :
Penderita penyakit ginjal kronik dengan LFG 100 pg/ml
n (%)
n (%)
L
16 (45,7)
7 (20)
P
10 (28,6)
2 (5,7)
Total
26 (74,3)
9 (25,7)
Dari tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan IL-6 diperoleh IL-6
yang nilai > 100 dijumpai 9 morang (25,7 %) dan IL- 6 dengan nilai kadar
≤ 100 26 orang (74,3 %) dimana laki-laki 16 orang dan perempuan 10
orang.
Universitas Sumatera Utara
53
Tabel. 4.5 Uji Normalitas
No
Nama Variabel
n
P
Normalitas
1
Umur
35
0,755
Normal
2
Hb
35
0,778
Normal
3
Feritin
35
0,123
Normal
4
IL-6
35
0,0001
Tidak Normal
Pada uji normalitas Kolmogrov Swirnov (tabel 4.5) dijumpai hanya
IL-6 saja yang tidak terdistribusi normal dengan P = 0,0001, sedangkan
variable lainnya (umur, hb, feritin) terdistribusi normal.
Tabel 4.6 Korelasi antar IL-6 dan Feritin
No
Korelasi antar Variabel
n
r
p
Signifikan
Tidak
1
IL-6 dengan Feritin
35
0,028
0,872
Signifikan
Korelasi antara variabel IL-6 dengan Feritin dilakukan dengan Uji
Korelasi Spearman dimana diperoleh koefisien korelasi r = 0,028 dengan
p = 0,875 tidak signifikan dimana p > 0.05 maka H0 diterima, H0 : tidak
dijumpai hubungan bermakna antara IL-6 dengan serum feritin pada
penderita PGK yang anemia dan menjalani hemodialisisregular.
Tabel 4.7 Korelasi antar IL-6 dengan umur dan Hb
No
Korelasi antar Variabel n
r
p
Signifikan
1
IL-6 dengan Umur
35
0,471 **
0,004
Signifikan
2
IL-dengan Hb
35
0,207
0,233
Tidak Signifikan
Universitas Sumatera Utara
54
Korelasi IL-6 dengan umur, diperoleh hasil yang signifikan kuat
dimana r = 0,471** dan p = 0,004 dimana pada level p = 0,01 variabel ini
sudah bermakna dan korelasi searah (tabel 4.5) sedangkan koerelasi IL-6
dengan hb dijumpai hasil yang tidak signifikan dimana r = 0,207 dan p =
0,233.
Diagram. 4.1. Hubungan IL-6 dengan Feritin
6000
Ferritin
4000
2000
0
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
Il-6
Universitas Sumatera Utara
55
BAB V
PEMBAHASAN
Dari
karakteristik
pasien
PGK
yang
anemia
dan
menjalani
Hemodialisis pada penelitian ini didapatkan umur termuda adalah 23
tahun dan tertua 74 tahun (tabel 4.1) rentang usia terbanyak diperleh pada
usia 55-64 tahun 13 orang (37,14 %) sedangkan pada data IRR
(Indonesian Renal Register 2011) diperoleh rentang umur terbanyak pada
usia 45-54 tahun (27 %). Sedangkan secara keseluruhan jumlah pasien
terbanyak pada penelitian ini adalah diatas 35 tahun (91,42 %) keadaan
ini sesuai dengan gambaran umur penderita PGK yang menjalani
hemodialisis di Indonesian seperti yang dilaporkan IRR (2011) sebesar89
%.
Pada penelitian ini diperoleh laki-laki lebih banyak jumlahnya
daripada perempuan, dimana 65 % laki-laki dan 35 % perempuan,
diperoleh data yang sama dengan IRR (2011) dimana dalam
rentang
tahun 2007-2011 setiap tahunnya jumlah pasien laki-laki melebihi jumlah
pasien perempuan pada tahun 2011 jumlah laki-laki 4180 orang dan
perempuan 2771.
Dari tabel 4.1 derajat anemia menurut WHO pada penelitian ini
anemia ringan 7 orang dan anemia sedang 22 orang serta anemia berat 6
orang dimana Hb berkisar antara 8-10,9 mg/dl. Sementara anemia
menurut NKDOQI & NKF, pada laki-laki Hb < 13,5 gr/dl dan pada
perempuan hb < 12 gr/dl, bila berdasarkan NKOQI & NKF maka seluruh
Universitas Sumatera Utara
56
sampel pada penelitian ini termasuk anemia dimana rentang nilai kadar
hb adalah 3-11,8mg/dl.
Seperti pada tabel 4.2.1 dimana jumlah hb menurun. Laki-laki 65,7 %
dan perempuan 34,3 % sedangkan yang normal tidak ada. Dari hasil
penelitian 35 sampel diperoleh kadar kadar ferritin terendah adalah 97
mg/ml dan kadar tertinggi 6860 dimana kadar feritin yang masih normal
(adalah 11 sampel, laki-laki 9 orang perempuan 2 orang dan 24 orang lagi
jumlah feritin meningkat (> 365 ng/ml). (tabel 4.2.2) dapat disimpulkan
bahwa 68,6 % serum feritin meningkat pada 35 pasien ini.
Pada Anemia penyakit kronik seperti anemia pada penyakit ginjal
kronik (PGK) terjadi gangguan metabolisme besi yang khas yaitu
hipoferemia dengan cadangan besi sumsum tulang normal atau
meningkat. Keadaan dimana besi yang tersedia tidak mencukupi
kebutuhan untuk eritropoiesis sedangkan cadangan besi normal atau
meningkat. Hal ini terjadi karena terdapat hambatan pada sistem retikulo
endothelial yang disebabkan oleh adanya infeksi atau inflamasi. Infeksi
dan inflamasi akan menginduksi pelepasan sitokin dalam sirkulasi seperti
interleukin 6 (IL-6) (Teddy., et al 2011).
Sitokin proinflamasi menginduksi perubahan homeostasis besi
proliferasi sel progenitor eritroid, produksi erythropoietin oleh ginjal.
Berkurangnya
umur
eritrosit
yang
semuanya
berkontribusi
pada
patogenesis terjadinya anemia pada penyakit kronik ( Wibawa.,P., et al
2010).
Universitas Sumatera Utara
57
Selain itu feritin juga merupakan suatu protein fase akut yang akan
mengalami peningkatan tidak hanya ketika cadangan besi tubuh
meningkat tetapi juga pada inflamasi akut atau kronik dan pada penelitian
yang dilakukan Rocha dkk menunjukka bahwa pasien hemodialisis bila
dijumpai feritin serum > 500 ng/ml dan kadar C-Reaktive protein (CRP)
yang tinggi, feritin serum tetap diandalkan sebagai cadangan zat besi
meskipun adanya inflamasi. Penelitian kalantar Zadeh dkk menyimpulkan
bahwa kadar Serum Feritin yang tinggi pada penderita PGK yang
menjalani Hemodialisis regular bukan merupakan indikator adanya
kelebihan zat besi dalam tubuh, melakukan sebagai protein fase akut.
Karena keadaan faktor penyebab kondisi inflamasi yang terjadi pada
pasien PGK dengan hemodialisis regular. Keterbatasan pada penelitian ini
salah satunya adalah tidak dilakukan pemeriksaan CRP sebagai penanda
inflamasi.
Hasil penelitian ini juga jauhberbeda dengan penelitian Nakanishi
Takeshi, et al (2010) yang menggambarkan terjadi peningkatan kadar
feritin pada PGK yang MHD (Maintenance Hemodyalisis) peningkatan
feritin terjadi saat inflamasi kronik dan infeksi.
Dari hasil penelitian nilai IL-6 dari 35 pasien sangat bervariasi dalam
rentang 3,6-1470 pg/dl. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (
Wibawa P., et al 2008) dimana dijumpai kadar rerata IL-6 nya adalah
39,32 ± 48,66 pg/ml dimana nilai IL-6 seluruhnya berada dibawah 100
pg/ml. sedangkan pada penelitian ini terdapat 9 orang (25,7
Universitas Sumatera Utara
58
%) yang jumlah IL-6 nya > 100 pg/ml, selebihnya berada < 100 pg/ml yaitu
(74,3 %).
Pada tabel 4.5 uji normalitas pada interleukin 6 diperoleh tidak
terdistribusi normal, sedangkan umur, Hb, dan feritin terdistribusi normal
dengan nilai p pada IL-6 adalah 0,0001. Hubungan IL-6 dengan feritin
pada tabel 4.6 dari hasil peneltian 35 sampel penelitian dijumpai
hubungan IL-6 dengan feritin adalah tidak signifikan dengan r = 0,028 dan
p = 0,872, berarti Ho diterima, dimana Ho tidak terdapat hubungan
signifkan antara IL-6 dengan serum feritin. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wibawa P, pada penderita anemia penyakit kronis,
bahwa tidak diperoleh hasil yang signifikan antara IL-6 dengan serum besi
Sedangkan pada penelitian abbas sabar dkk tentang hubungan IL-6
dengan anemia pada penderita SLE diperoleh hasil yang berbeda dimana
hubungan IL-6 dengan serum feritin diperoleh hasil yang signifikan r=
0,948 p = < 0.0001 **
IL-6 memiliki hasil yang signifikan degnan umum pada penelitian ini
dimana nilai r = 0,471 ** dan p = 0,004, dimana semakin bertambah umur
nilai hb diperoleh hasil yang tidak signifikan. perlu penelitian lebih lanjut
dengan menambahkan marker lainnya seperti CRP, Hepsidin, namun
pada penelitian Eguchi dkk CRP dan IL-6 tidak memiliki koreksi yang
signifikan dengan kadar hepsidin (r = 0,0025, P = 0,722 r = 0,0185 p =
0,362) pada penderita dialysis peritoneal pada penelitian pedro dkk (2007)
dikatakan bahwa anemia dan interieukin 6 merupakan faktor-faktor yang
mempercepat menjadi PGK stadium terminal, namun pada penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
59
IL-6 tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap anemia terutama
cadangan
besi
(ferritin)
dimana
menimbulkan peningkatan serum
dianggap
feritin
IL-6
dianggap
sehingga
dapat
distribusinya
terhambat, penyakit komorbid yang mendasarinya menjadi pertimbangan
berkaitan dengan ini.
Keterbatasan lain dan penelitian ini hanya mengambil sampel pada
pre hemodialisis saja dan tidak adanya kontrol sehat, selain itu
pemeiksaan CRP sebagai penanda inflamasi,hepsidin dan erythropoietin
Universitas Sumatera Utara
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar IL-6 dengan serum
feritin pada penderita penyakit ginjal kronis yang anemia dan menjalani
hemodialisisreguler
(r=0,028danp=0,872)berartiHoditerimakarena
p>0.05.
2. Terdapat hubungan IL-6 yang signifikan kuat terhadap umur dimana
dijumpai (r = 0471** dan p = 0,004 ) korelasi searah,sedangkan
hubungan IL-6 dengan Hb tidak signifikan dimana (r = 0,207 dan p =
0,233)
SARAN
Penelitian ini masih memenuhi keterbatasan-keterbatasan sehingga
untuk penelitian lebih lanjut disarankan:
1. Perlu
dilakukan
pemeriksaan
sampel
pre,
durante
dan
post
Hemodialisisdanjugakontrolsehatpadapemeriksaansampelpenelitian
2. Perlu
dilakukan
pemeriksaan
CRP
sebagai penanda
ditambah dengan marker lain yang berkaitan dengan
inflamasi
sitokin IL-
6, seperti Hepsidin danErythropoietin.
Universitas Sumatera Utara