Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik)
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar
bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2007:588)
2.1.1Campur Kode
Campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah
bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau
kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode
lain yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja,
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Misalnya, seorang penutur berbahasa
Indonesia sering menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing,
dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114).
Thelander (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004:114) apabila di dalam suatu
peristiwa tuturklausa-klausa maupun frasa-frasa yang terdiri dari klausa dan frasa campuran
dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka
peristiwa yang terjadi adalah campur kode.
2.1.2 Peristiwa Tutur
Chaer (2004:47) peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan
satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.Jadi, interaksi yang
berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa
lainnya kita dapati juga dalam komunikasi antar masyarakat yang masih memiliki ragam
bahasa daerah masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Masyarakat Tutur
Fishman (dalam Chaer, 2004:36) Masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang
anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma
yang sesuai dengan penggunaannya. Kata masyarakat dalam masyarakat tutur bersifat relatif,
dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut
sekelompok kecil orang.
Masyarakat tutur itu bukanlah hanya sekelompok orang yang memakai bahasa yang
sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan
bentuk-bentuk bahasa. Kemudian untuk dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya
perasaan diantara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan bahasa yang sama
Djokokoentjono dalam(Chaer, 2004:36).
Bahasa pertama pada masyarakat desa kedai durian delitua ini adalah bahasa
Indonesia.Namun, sebagian masyarakat masih sering berbicara menggunakan bahasa daerah
seperti bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Oleh karena itu, desa ini sangat cocok untuk
dijadikan tempat penelitian oleh penulis yang mengambil judul “Campur Kode pada Tuturan
Sehari-hari Masyarakat di Desa Kedai Durian”.
2.2 Landasan Teori
Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung
oleh data dan argumentasi (Alwi, 2008:1444).
2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua
bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat (Chaer, 2004:2).
Menurut Hymes (dalam Sumarsono, 2004:312) sosiolinguistik merupakan linguistik
yang dapat memberikan sumbangan terhadap etnografi komunikasi. Sosiolinguistik
memberikan sumbangan terhadap kajian komunikasi pada umumnya melalui kajian tentang
Universitas Sumatera Utara
organisasi alat-alat verbal dan tujuan akhir yang didukungnya. Pendekatan di dalam
sosiolinguistik yang demikian disebut dengan etnografi wicara.
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua
bahasa tersebut, pertama bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertama (BI), dan yang kedua
adalah bahasa lain yang menjdi bahasa keduanya (B2).
2.2.2 Billingualisme
Istilah billingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. (Chaer,
2004:85)Orang yang menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang billingual (dalam
bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk menggunakan
kedua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan).
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua
bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat BI) dan yang
kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa kedua (disingkat B2). Orang yang dapat
menggunakan dua bahasa disebut orang yang bilingual, dalam bahasa Indonesia disebut
dwikebahasaan.
Sedangkan
kemampuan untuk
menggunakan dua
bahasa
disebut
billingualitas. Bilingual juga bukan ciri kode, melainkan pengungkapan seorang penutur.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa billingulisme merupakan salah satu gejala
bahasa yang terjadi karena penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur atau
kelompok masyarakat.
2.2.3 Campur Kode
Campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah
bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau
kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode
lain yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja,
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Misalnya, seorang penutur berbahasa
Universitas Sumatera Utara
Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing,
dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114). Unsur-unsur bahasa yang
menyusup ke dalam bahasa lain itu tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan telah
menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhn hanya mendukung satu
fungsi. Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan
yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan
fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disusupinya. Unsur-unsur bahasa yang
menyusup kedalam dua golongan tersebut, yaitu (1) yang bersumber dari bahasa daerah dan
(2) yang bersumber dari bahasa asing.
Thelander (dalam Chaer, 2004:115) mencoba menjelaskan perbedaan alih kode
dengan campur kode. Katanya, bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu
klausa suatu bahasa ke klausa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi
apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan
terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi
mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan
alih kode.
2.2.4 Bentuk Campur Kode
Campur kode dapat berbentuk penyisipan kata, idiom, frase, baster, dan pengulangan
kata. Namun, dalam peristiwa campur kode yang diucapkan oleh penjual dan pembeli di
warung(kedai), didalam perkawinan yang campuran, dan tempat masyarakat setempat
bersosialisasi di Desa Kedai Durian hanya berupa: 1) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk
kata, 2) berbentuk frase, 3) berbentuk kata ulang/pengulangan kata.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode
a. Ingin Menjelaskan Sesuatu/Maksud tertentu
Seseorang yang ingin menjelaskan suatu maksud tertentu dalam percakapan seharihari dapat mengakibatkan peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan dengan
orang lain. Untuk dapat memberikan penjelasan kepada seseorang,
perlu dipergunakan
bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur agar mempermudah penafsiran
suatu bahasa.
b. Adanya pengaruh pihak kedua
Adanya pengaruh pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua
bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang
dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya
pencampuran dua bahasa.
c. Ingin Menjalin keakraban
Untuk menjalin keakraban, sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain,
maka penutur (masyarakat) sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan campur kode sudah
banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan,
ada sejumlah sumber yang relevan untuk di tinjau dalam penelitian ini, dintaranya:
Murliati (2013) dalam artikelnya yangberjudul“Campur kode pada Tuturan Guru
Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20
Padang”. Menggunakan teori Campur kode yang dikemukakan oleh Nursaid dan Marjusman
Maksan yang mengatakan arah campur kode terbagi dua jenis yaitu campur kode ke dalam
(inner code mixing) dan campur kode ke luar (outer code mixing). Dalam artikel tersebut,
peneliti mengatakan bahwa campur kode terbagi tiga bagian yaitu campur kode kedalam,
Universitas Sumatera Utara
campur kode ke luar, dan campur kode ke dalam dan ke luar. Hasil penelitiannya mengatakan
bahwa bentuk satuan bahasa yang dominan mengalami campur kode adalah kata sedangkan
bentuk satuan bahasa yang jarang mengalami campur kode adalah satuan bahasa berupa
frasa. Sumbangsi dari artikel diatas adalah rumusan masalah yang dibahas dalam
artikeltersebut relevan dengan salah satu rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini. Selain itu, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan referensi tambahan dalam
mengkaji bentuk campur kode yang akan dibahas dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti karena penelitian terebut mengkaji masalah yang sama dengan apa yang akan diteliti
oleh peneliti.
Pasaribu (2012) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode Pada Lirik Lagu Pop
Indonesia. Penelitan iniberfokus pada bentuk dan faktor campur kode yang terdapat dalam
lirik lagu Pop Indonesia. Pengumpulam data yang dilakukan dengan menggunakan data tulis
yang diperoleh dari dua lirik lagu Indonesia. Sedangkan penganalisisan data dilakukan
dengan mengguanakan metode padan .
Tarigan (2015) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode dalam Dialog Sinetron
Ganteng-ganteng Serigala. Penelitian ini berfokus pada bentuk dan jenis campur kode yang
terdapat dalam sinetron Ganteng-ganteng Serigala khususnya tokoh Mamsky. Pengumpulan
data yang dilakukan dengan metode simak yang didukung dengan teknik bebas libat cakap,
teknik rekam, dan teknik catat. Sedangkan penganalisisan data menggunakan metode padan
yang didukung dengan teknik pilah unsur tertentu (PUP) pembeda larik tulisan dan teknik
pilah unsur penentu (teknik PUP) pembeda referen.
Sumbangsi dari skripsi diatas adalah metode dan teknik yang digunakan sesuai dengan
metode dan teknik yang digunakan oleh penulis. Jadi, skripsi ini sangat relevan dengan judul
yang diambil penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian mengenai campur kode ini juga pernah dilakukan oleh Perangin-angin
(2013) dalam skripsinya yang berjudul “Campur Kode Dalam Novel Partikel Karya Dewi
Lestari” Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah metode simak
kemudian dilanjutkan dengan teknik sadap, teknik rekam dan teknik catat.
Sumbangsi dalam skripsi diatas adalahmetode yang digunakan dalam pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti tersebut akan digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data,
karena peneliti tersebut dengan peneliti memiliki kesamaan sember data yaitu sumber data
lisan.
Universitas Sumatera Utara
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar
bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2007:588)
2.1.1Campur Kode
Campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah
bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau
kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode
lain yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja,
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Misalnya, seorang penutur berbahasa
Indonesia sering menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing,
dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114).
Thelander (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004:114) apabila di dalam suatu
peristiwa tuturklausa-klausa maupun frasa-frasa yang terdiri dari klausa dan frasa campuran
dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka
peristiwa yang terjadi adalah campur kode.
2.1.2 Peristiwa Tutur
Chaer (2004:47) peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan
satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.Jadi, interaksi yang
berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa
lainnya kita dapati juga dalam komunikasi antar masyarakat yang masih memiliki ragam
bahasa daerah masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Masyarakat Tutur
Fishman (dalam Chaer, 2004:36) Masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang
anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma
yang sesuai dengan penggunaannya. Kata masyarakat dalam masyarakat tutur bersifat relatif,
dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut
sekelompok kecil orang.
Masyarakat tutur itu bukanlah hanya sekelompok orang yang memakai bahasa yang
sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan
bentuk-bentuk bahasa. Kemudian untuk dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya
perasaan diantara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan bahasa yang sama
Djokokoentjono dalam(Chaer, 2004:36).
Bahasa pertama pada masyarakat desa kedai durian delitua ini adalah bahasa
Indonesia.Namun, sebagian masyarakat masih sering berbicara menggunakan bahasa daerah
seperti bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Oleh karena itu, desa ini sangat cocok untuk
dijadikan tempat penelitian oleh penulis yang mengambil judul “Campur Kode pada Tuturan
Sehari-hari Masyarakat di Desa Kedai Durian”.
2.2 Landasan Teori
Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung
oleh data dan argumentasi (Alwi, 2008:1444).
2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua
bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat (Chaer, 2004:2).
Menurut Hymes (dalam Sumarsono, 2004:312) sosiolinguistik merupakan linguistik
yang dapat memberikan sumbangan terhadap etnografi komunikasi. Sosiolinguistik
memberikan sumbangan terhadap kajian komunikasi pada umumnya melalui kajian tentang
Universitas Sumatera Utara
organisasi alat-alat verbal dan tujuan akhir yang didukungnya. Pendekatan di dalam
sosiolinguistik yang demikian disebut dengan etnografi wicara.
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua
bahasa tersebut, pertama bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertama (BI), dan yang kedua
adalah bahasa lain yang menjdi bahasa keduanya (B2).
2.2.2 Billingualisme
Istilah billingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. (Chaer,
2004:85)Orang yang menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang billingual (dalam
bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk menggunakan
kedua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasaan).
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua
bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat BI) dan yang
kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa kedua (disingkat B2). Orang yang dapat
menggunakan dua bahasa disebut orang yang bilingual, dalam bahasa Indonesia disebut
dwikebahasaan.
Sedangkan
kemampuan untuk
menggunakan dua
bahasa
disebut
billingualitas. Bilingual juga bukan ciri kode, melainkan pengungkapan seorang penutur.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa billingulisme merupakan salah satu gejala
bahasa yang terjadi karena penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur atau
kelompok masyarakat.
2.2.3 Campur Kode
Campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah
bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau
kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode
lain yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja,
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Misalnya, seorang penutur berbahasa
Universitas Sumatera Utara
Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya atau bahasa asing,
dikatakan telah melakukan campur kode (Chaer, 2004:114). Unsur-unsur bahasa yang
menyusup ke dalam bahasa lain itu tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan telah
menyatu dengan bahasa yang disusupinya dan secara keseluruhn hanya mendukung satu
fungsi. Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan
yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan
fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disusupinya. Unsur-unsur bahasa yang
menyusup kedalam dua golongan tersebut, yaitu (1) yang bersumber dari bahasa daerah dan
(2) yang bersumber dari bahasa asing.
Thelander (dalam Chaer, 2004:115) mencoba menjelaskan perbedaan alih kode
dengan campur kode. Katanya, bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu
klausa suatu bahasa ke klausa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi
apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan
terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi
mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan
alih kode.
2.2.4 Bentuk Campur Kode
Campur kode dapat berbentuk penyisipan kata, idiom, frase, baster, dan pengulangan
kata. Namun, dalam peristiwa campur kode yang diucapkan oleh penjual dan pembeli di
warung(kedai), didalam perkawinan yang campuran, dan tempat masyarakat setempat
bersosialisasi di Desa Kedai Durian hanya berupa: 1) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk
kata, 2) berbentuk frase, 3) berbentuk kata ulang/pengulangan kata.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode
a. Ingin Menjelaskan Sesuatu/Maksud tertentu
Seseorang yang ingin menjelaskan suatu maksud tertentu dalam percakapan seharihari dapat mengakibatkan peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan dengan
orang lain. Untuk dapat memberikan penjelasan kepada seseorang,
perlu dipergunakan
bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur agar mempermudah penafsiran
suatu bahasa.
b. Adanya pengaruh pihak kedua
Adanya pengaruh pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua
bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang
dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya
pencampuran dua bahasa.
c. Ingin Menjalin keakraban
Untuk menjalin keakraban, sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain,
maka penutur (masyarakat) sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan campur kode sudah
banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan,
ada sejumlah sumber yang relevan untuk di tinjau dalam penelitian ini, dintaranya:
Murliati (2013) dalam artikelnya yangberjudul“Campur kode pada Tuturan Guru
Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20
Padang”. Menggunakan teori Campur kode yang dikemukakan oleh Nursaid dan Marjusman
Maksan yang mengatakan arah campur kode terbagi dua jenis yaitu campur kode ke dalam
(inner code mixing) dan campur kode ke luar (outer code mixing). Dalam artikel tersebut,
peneliti mengatakan bahwa campur kode terbagi tiga bagian yaitu campur kode kedalam,
Universitas Sumatera Utara
campur kode ke luar, dan campur kode ke dalam dan ke luar. Hasil penelitiannya mengatakan
bahwa bentuk satuan bahasa yang dominan mengalami campur kode adalah kata sedangkan
bentuk satuan bahasa yang jarang mengalami campur kode adalah satuan bahasa berupa
frasa. Sumbangsi dari artikel diatas adalah rumusan masalah yang dibahas dalam
artikeltersebut relevan dengan salah satu rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini. Selain itu, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan referensi tambahan dalam
mengkaji bentuk campur kode yang akan dibahas dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti karena penelitian terebut mengkaji masalah yang sama dengan apa yang akan diteliti
oleh peneliti.
Pasaribu (2012) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode Pada Lirik Lagu Pop
Indonesia. Penelitan iniberfokus pada bentuk dan faktor campur kode yang terdapat dalam
lirik lagu Pop Indonesia. Pengumpulam data yang dilakukan dengan menggunakan data tulis
yang diperoleh dari dua lirik lagu Indonesia. Sedangkan penganalisisan data dilakukan
dengan mengguanakan metode padan .
Tarigan (2015) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode dalam Dialog Sinetron
Ganteng-ganteng Serigala. Penelitian ini berfokus pada bentuk dan jenis campur kode yang
terdapat dalam sinetron Ganteng-ganteng Serigala khususnya tokoh Mamsky. Pengumpulan
data yang dilakukan dengan metode simak yang didukung dengan teknik bebas libat cakap,
teknik rekam, dan teknik catat. Sedangkan penganalisisan data menggunakan metode padan
yang didukung dengan teknik pilah unsur tertentu (PUP) pembeda larik tulisan dan teknik
pilah unsur penentu (teknik PUP) pembeda referen.
Sumbangsi dari skripsi diatas adalah metode dan teknik yang digunakan sesuai dengan
metode dan teknik yang digunakan oleh penulis. Jadi, skripsi ini sangat relevan dengan judul
yang diambil penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian mengenai campur kode ini juga pernah dilakukan oleh Perangin-angin
(2013) dalam skripsinya yang berjudul “Campur Kode Dalam Novel Partikel Karya Dewi
Lestari” Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah metode simak
kemudian dilanjutkan dengan teknik sadap, teknik rekam dan teknik catat.
Sumbangsi dalam skripsi diatas adalahmetode yang digunakan dalam pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti tersebut akan digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data,
karena peneliti tersebut dengan peneliti memiliki kesamaan sember data yaitu sumber data
lisan.
Universitas Sumatera Utara