Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik) Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian di daerah Desa Kedai Durian Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli
Serdang.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 20 Mei 2017 sampai 20 Juni
2017
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data verbal berupatuturan ataupun
percakapan (dialog)masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua. Data tersebut diperoleh dari
hasil merekam, mencatat, serta pengamatan antara tuturan masyarakat di Desa Kedai Durian
Delitua yang meliputi beberapa tempat yang ada di desa ini seperti pekan, kedai(warung) dan
kehidupan masyarakat di tempat tinggalnya. Penggunaan bahasa di Desa ini meliputi bahasa
Indonesia, Jawa, dan Melayu yang menimbulkan campur kode dalam percakapan tersebut.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini di peroleh dari masyarakat di Desa Kedai Durian
Kabupaten Deli Serdang, yang di dalamnya terdapat beberapa bahasa yang termasuk ke
dalam campur kode.Masyarakat di desa ini menggunakan bahasa indonesia sebagai tuturan


Universitas Sumatera Utara

sehari-hari mereka, namun masih banyak masyarakat yang menggunakan bahasa daerah
mereka seperti bahasa Jawa dan Melayu. Oleh karena itu, masyarakat Desa Kedai Durian ini
masih sering terdengar menggunakan campur kode dalam tuturan sehari-hari.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak (pengamatan/observasi), disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang
berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa
dalam tuturan di Desa Kedai Durian Delitua. Metode simak dapat disejajarkan dengan
metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 2015:203).
Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan juga
teknik catat. Teknik simak libat cakap adalah peneliti sebagai pemerhati yang dengan penuh
minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang sedang melakukan
proses berdialog. Teknik rekam adalah memperoleh data dengan cara merekam tuturan
seseorang yang sedang berdialog menggunakan bahasa lisan yang bersifat spontan. Hal ini
dilakukan agar tuturan yang terjadi antara masyarakat bisa bersifat alami, murni, dan tidak
sengaj dibuat-buat. Sedangkan Teknik catat adalah Pencatatan pada kartu data yang segera
dilakukan dengan klasifikasi.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis
data dalam penelitian ini ialah menggunakan Metode Padan. Metode Padan adalah metode
analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian bahasa(langue).
Metode padan dibedakan menjadi lima subjenis yaitu: (1) alat penentunya ialah kenyataan
yang ditunjuk atau diacu oleh bahasa(referent bahasa); (2) alat penentunya organ berbentuk

Universitas Sumatera Utara

bahasa (organ wicara) yang ke (3), (4), dan (5) alat penentunya bahasa lain atau langue lain,
perekam dan pengawet bahasa yaitu tulisan (Sudaryanto, 2015:15).
Metode padan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
campur kode pada tuturan masyarakat sehari-hari di desa kedai durian delitua. Teknik dasar
dari metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP), sedangkan alatnya ialah daya
pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Sesuai dengan jenis penentu yang
akan di pilah-pilahkan atau di pisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka
daya pilah itu dapa disebut “daya pilah referensial”, “daya pilah fonetis artikulatoris”, ”daya
pilah translasional”, ”daya pilah ortografis”, dan “daya pilah fragmatis”. Adapun dasar
pembagiannya atau dasar pemilahan atau pemisahannya sudah barang tentu disesuaikan
dengan sifat atau watak unsur penentu itu masing-masing.

Berikut ini contoh penggunaan campur kode dalam percakapan antar Masyarakat di
Desa Kedai Durian Delitua yang di analisis dengan metode padan.
Campur kode bahasa Indonesia ke bahasa Jawa:
P1
P2

(1)

P3

(2)

P4

(3)

P5

: Dari mana Marni?
: Teko belonjo di pasar pak!

‘dari belanja di pasar pak!’
: Kok isuk tenan belanjanya?
‘kok pagi kali belanjanya?’
: Iya takut rame tenan kalau agak siang pak
‘ Iya takut ramai kali kalau agak siang pak’
: Oh iya memang Mar.

Data (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Teko belonjo ‘dari belanja’
yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur
kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat
tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Isuk tenan ‘pagi sekali’
berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa indonesia di atas. Campur kode
yang digunakan adalah cempur kode ke dalam (inner code-mixing), karenadalam kalimat
tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase rame tenan ‘ramai

sekali’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam
kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa
Indonesia tersebut.
Jadi, pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimatkalimat di atas dalam bentuk frase.

3.5 Metode Penyajian Hasil Analisis
Hasil penyajian campur kode dalam percakapan di Desa Kedai Durian Delitua ini
disajikan dengan menggunakan metode sajian informal. Metode sajian informal adalah
perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan teknologi yangteknis sifatnya.
(Sudaryanto, 2015:241). Dengan demikian, sajian hasil analisis data dalam penelitian ini
tidak memanfaatkan berbagai lambamg, tanda, singkatan, seperti yang biasa digunakan dalam
metode penyajian hasil analisis data secara formal. Metode sajian informal digunakan dalam
menuangkan hasil analisis pada tulisan ini karena pada dasarnya penelitian ini tidak memiliki
notasi formal. Metode ini dimaksud agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap
hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

CAMPUR KODE PADA TUTURAN SEHARI-HARI MASYARAKAT DI DESA
KEDAI DURIAN DELITUA
Hasil penelitian yang dikemukakan dalam bab IV ini meliputi bentuk tuturan
masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua yang menyebabkan terjadinya peristiwa campur
kode dan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode. Penelitian dalam tulisan ini
dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017 di pasar, di dalam keluarga, dan dalam masyarakat yang
ada di Desa Kedai Durian.
Bentuk campur kode dalam tuturan penjual dan pembeli di pasar, di dalam perkawinan
yang campuran, dan tempat masyarakat setempat bersosialisasi adalah berupa: 1) penyisipan
unsur-unsur yang berbentuk kata, 2) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk frasa, dan 3)
penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata ulang/pengulangan kata.
4.1 Bentuk-bentuk Campur kode
Bahasa Indonesia sebagai alat tutur pada masyarakat kemudian bercampur kode ke
dalam bahasa Jawa maupun bahasa asing ataupun sebaliknya. Hal itu disebabkan karena
adanya status sosial yang berbeda-beda atau minimnya ilmu pengetahuan tentang bahasa
yang dipelajari. Oleh karena itu, dalam transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli
dalam menawarkan barang dagangannya sudah terjadi pencampuran bahasa yang disebut
campur kode dan tuturan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbicarajuga
sering mencampurkan bahasa seperti bahasa Indonesia lalu bercampur dengan bahasa Jawa
atau bahasa daerah lain.Campur kode itu sendiri dapat berbentuk penyisipan kata, idiom,

frasa, baster, dan pengulangan kata. Akan tetapi, dalam peristiwa campur kode yang
diucapkan oleh penjual dan pembeli di warung(kedai), didalam perkawinan yang campuran,

Universitas Sumatera Utara

dan tempat masyarakat setempat bersosialisasi di Desa Kedai Durian hanya berupa: 1)
penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata, 2) berbentuk frasa, 3) berbentuk kata
ulang/pengulangan kata.
4.1.2 Bentuk Campur Kode Berupa Penyisipan Kata
Data I
Konteks

: Peristiwa tutur di pasar senin Desa Kedai Durian pada pembelian baju

Penjual
:Mari dek masuk aja mau beli apa?
Pembeli (1) :Eneng baju gamis buk?
‘ada baju gamis buk?’
Penjual (2) :Akeh, mau warna apa cari?
‘banyak, mau warna apa cari?’

Pembeli
: Warna salam ada?
Penjual
: Yang ini seratus dua puluh aja dek.
Pembeli
:Mahal kali, Rp.80000 aja ya buk.
Penjual
: Gak bisa dek, tambah lima ribu lagi lah ya dek?
Pembeli (3) :Yowes, bungkus ya buk.
‘Yaudah, bungkus ya buk’

Pada kalimat (1) di atas adanya campur kode yang telah menyisip dalam kalimat
dimana eneng‘ada’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di
atas.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana kata akeh ‘banyak’ yang berasal
dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia tersebut.
Pada kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dimana kata yowes ‘yaudah’ yang
berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia tersebut.
Dari contoh kalimat 1,2, dan 3 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner
code-mixing), karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke

dalam bahasa Indonesia.
Data 2
Konteks

: Tuturan antara tukang cuci dengan tukang masak yang saling menyapa.

Tukang cuci

: Dari mana wak Mar?

Universitas Sumatera Utara

Tukang masak (1) : Dari Omah bu Rika
‘dari rumah bu Rika’
Tukang cuci
(2) : Oh arek masak ya?
‘oh mau masak ya?’
Tukang masak (3) : Iya, bu Rika sakit, jadi aku lengmasak
‘iya, bu Rika sakit, jadi aku yang masak’
Tukang cuci

: oh iya lah bu.

Pada kalimat (1) di atas menggunakan campur kode omah ‘rumah’ berasal dari bahasa
Jawa yang menyisip ke dakam bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode arek ‘mau’ yang berasal dari bahasa Jawa
menyisip dalam bahasa Indonesia tersebut.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode leng ‘yang’ yang berasal dari bahasa Jawa
menyisip dalam bahasa Indonesia.
Dari kalimat (1,2 dan 3) di atas menggunakan campur kode ke dala, (innercodemixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa
Indonesia sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut.

Data 3
Konteks

: Peristiwa tutur di pasar Desa Kedai Durian Delitua pada saat pembelianjilbab

Penjual
: Masuk dek mau beli apa?
Pembeli
: Ini mau beli jilbab bu!

Penjual (1) : iki dek?
‘ini dek?’
Pembeli (2) : iya bu, piro harganya?
‘ iya bu, berapa harganya?’
Penjual
: Lima belas aja dek

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode yang telah menyisip dalam kalimat dimana
iki‘ini’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana piro ‘berapa’ yang berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Dari contoh kalimat 1 dan 2 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat
bahasa Indonesia tersebut.
Data 4
Konteks
Ibu 1
Ibu 2
Ibu 1
Ibu 2
Ibu 1

: Perkumpulan antara masyarakat (ibu-ibu) yag sedang bercerita (gosip)

: itukan anaknya bu Susi yang tinggal di Jakarta bu.
(1) : apa iya bu? Aku lali.
‘apa iya bu? Aku lupa
(2) : iyo bu, aku ingat betul
‘iya bu, aku ingat betul’
(3) : ah mosok sih bu, tapi koyok e bukan bu.
‘ah masak sih bu, tapi kayaknya bukan bu.
(4) : gak coyo ibu ini lah.
‘gak percaya ibu ini lah’.

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana lali ‘lupa’ yang berasal dari bahasa
Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.
Dari kalimat (2) di atas yang menggunakan campur kode iyo ‘iya’ berasal dari bahasa
Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Dari kalimat (3) di atas terjadi campur kode yang mana mosok ‘masak’ yang berasal
dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan coyo tenan ‘percaya kali’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia tersebut.
Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas, menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena dalam tiap-tiap kalimat itu menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam
kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode.
Data 5
Konteks

: percakapan ibu dengan anaknya.

Universitas Sumatera Utara

Ibu

(1) : hari ini mamak masak iwak sama ayam sambal..
‘hari ini mamak masak ikan sama ayam sambal.’
Anak (2)
: iy, udah mangan aku tadi mak.
‘iya, udah makan aku tadi mak.’
Ibu
(3) : oh pakai apa kue dek?
‘oh pakai apa kamu dek?’
Anak (4) : ya pakai iwak sambal aja mak.
‘ya pakai ikan sambal saja mak.’
Ibu
(5) : oh jadi ayamnya masih akeh lah ya?
‘oh jadi sambal ayamnya masih banyak lah ya?’
Anak
: iya mak
Dari kalimat (1) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan iwak‘ikan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut.
Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan mangan‘makan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia tersebut.
Dari kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan kue‘kamu’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut.
Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan iwak‘ikan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut.
Dari kalimat (5) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan
dengan akeh‘banyak’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia tersebut.
Dari kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), krena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dlam bahasa
Indonesia sehingg terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut.
Data 6
Konteks

: Percakapan Roni dengan eko (temannya)

Universitas Sumatera Utara

Roni
Eko
Roni
Eko
Roni
Eko

(1) : Sesok jadi kita main futsalnya Ko?
‘besok jadi kita main futsalnya Ko?’
(2) : Ora Ron.
‘Enggak Ron.’
(3) : Lah omonge jadi?
‘lah katanya jadi?’
(4) : Udah dibatalke Ron.
‘Sudah dibatalkan Ron.
(5) : Oh gak kerungu aku kalau gak jadi.
‘Oh tidak dengar aku kalau tidak jadi.’
:.Ya aku pun baru tau Ron.

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana sesok ‘besok’ yang berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga campur kode pada
kalimat (1) di atas.
Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dimana ora ‘tidak’ yang berasal
dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Dari kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dimana omonge‘katanya’ yang
berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.
Dari kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana batalke ‘batalkan’ yang berasal
dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi
campur kode pada kalimat (4) di atas.
Dari kalimat (5) di atas terjadi campur kode dimana kerungu ‘dengar’ yang berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur
kode pada kalimat (5) di atas.
Pada kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena dalam tiap-tiap kalimat tersebut memasukkan unsur bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode.

Universitas Sumatera Utara

Data 7
Konteks

: Pak Supri yang sedang menegur tetangganya Mawar.

Supri

(1) : Dari mana kueMawar?
‘dari mana kamu Mawar?
Mawar (2) : Oh ini teko sekolah pak.
‘oh ini dari sekolah pak’
Supri
(3) : Naik opo ke sekolah?
‘naik apa ke sekolah?’
Mawar (4) : Lereng pak.
‘sepeda pak’
Supri
(5) : Oh yo yo.
‘oh ya ya’
Mawar (6) : Yaudah aku mule ya pak.
‘yaudah aku pulang ya pak.’
Supri
: Iya

Pada kalimat (1) di atas menggunakan campur kode campur kode dimana kue ‘kamu’
berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat (2) di atas mengungkapkan bahwa terjadi campur kode dimana teko
‘datang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Pada kalimat (3) di atas yang menggunakan campur kode dimana opo ‘apa’ yang
berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode pada kalimat tersebut dimana Leren
‘sepeda’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indoneia tersebut.
Pada kalimat (5) di atas yang menggunakan campur kode dimanayo yo‘ya ya’ berasal
dari bahasa bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat (6) di atas yang menggunakan campur kode dimana mule‘pulang’berasal
dari bahasa bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.
Pada kalimat 1,2,3,4,5 dan 6 di atas menggunakan campur kode ke dalam (innercodemixing), karena di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia
sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Data 8
Konteks

: suami istri saling berbicara

Suami

(1)

Isteri

(2)

Suami

(3)

Isteri

(4)

Suami

(5)

Isteri

: dek mengkokita pergi ya?
‘dek nanti kita pergi ya?’
: nande pak?
‘kemana pak?’
: kondangan ke tempat teman bapak bu
‘undangan ke tempat teman bapak bu’
: sopo sih pak?
‘siapa sih pak?’
: si Habib konco SMA bapak dulu bu
‘si Habib temen SMA bapak dulu bu’
: oh ya sudah pak

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana mbengi ‘nanti malam’ yang
berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.
Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dimana nande ‘kemana’ berasal
dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Dari kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana kondangan ‘undangan’ yang
berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.
Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dimana sopo ‘siapa’ berasal dari
bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Dari kalimat (5) di atas menggunakan campur kode dimana konco ‘teman’ yang
berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Dari kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena dalam tiap-tiap kalimat tersebut menyisipkan bahasa Jawa ke dalam kalimat
bahasa Indonesia.
Data 9
Konteks

: Percakapan antara Penjual cabai dan pembeli di Pasar Senin

Pembeli (1)

: Lombok berapa Bik? (sambil menunjuk cabai merah)
‘Cabai berapa Bik? (sambil menunjuk cabai merah)
: 1 kilo 14 ribu saja kak.

Penjual

Universitas Sumatera Utara

Pembeli (2)
Penjual

(3)

Pembeli

(4)

: Rp.10 wae lah ya kak?
’Rp.10 saja lah ya kak?’
: Gak iso kak, sudah harga pas itu.
‘Tidak bisa kak, sudah harga pas itu.
: Ya sudah jukok 1 kilo saja bik.
‘Ya sudah ambil sekilo saja bik.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana Lombok ‘Cabai’ berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur
kode pada kalimat tersebut.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana Wae ‘saja’ berasal dari bahasa
Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada
kalimat tersebut.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana Iso ‘Bisa’ yang berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur
kode pada kalimat tersebut.
Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana Jukok ‘Ambil’ yang berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur
kode pada kalimat tersebut.
Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia tersebut.

Data 10
Konteks

: percakapan antara masyarakat (ibu-ibu) di kedai (warung)

pembeli
Penjual

(1)

Pembeli

(2)

Penjual

(3)

: permisi bu.
: Iya bu, cari opo?
‘iya bu, cari apa?
: Uya e bu.
‘garemnya bu’
: Oh iki bu,

Universitas Sumatera Utara

Pembeli (4)
Penjual
Pembeli

(5)

‘oh ini bu’
: Ambek gula ne lah bu setengah kilo
‘sama gulanya lah bu setengah kilo’
: Iki bu, semuanya dua puluh ribu
‘ini bu, semunya dua puluh ribu’
: Iya bu.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana opo ‘apa’ berasal dari bahasa
Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada
kalimat tersebut.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana uya e ‘garam nya berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur
kode pada kalimat tersebut.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana iki ‘ini’ berasal dari bahasa Jawa
menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada
kalimat tersebut.
Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana ambek ‘sama’ berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur
kode pada kalimat tersebut.
Pada kalimat (5) di atas terjadi campur kode dimana iki ‘ini’ berasal dari bahasa Jawa
menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada
kalimat tersebut.
Pada kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner codemixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia tersebut.
4.1.2 Bentuk Campur Kode Penyisipan Berupa Frasa
Frasa adalah gabungan duakata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (KBBI). Campur
kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa pada tuturan penjual dan
pembeli di pasar seni Desa Kedai Durian, dapat dilihat pada peristiwa tuturan di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Data I
Berikut peristiwa campur kode antara penjual dan pembeli yang berbentuk frasa di
pasar senin Desa kedai Durian.
Konteks

:Peristiwa Tuturan dalam transaksi Jual Beli baju koko antarapenjual dan
pembeli.

Pembeli :Buk yang ini berapa?
Penjual
: Seratus dua puluh ribu.
Pembeli (1) : Lah, larang tenan Buk.
‘lah, ‘mahal sekali’ Buk
Penjual (2) : Ya memang pasnya sakmono Buk
‘ya memang pasnya segitu Buk’
Pembeli (3) : Biarnjokokloro aku Buk
‘biar ngambil dua aku Buk’
Penjual
: Yaudah pasnya seratus ribu lah ambil Buk
Pembeli
: Yaudah aku ambil 2 ya

Data (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa larang tenan‘mahal sekali’
(berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang
digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut
adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa sakmono‘segitu’ (berasal dari
bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang digunakan adalah
campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa
Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Data (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa jekok loro‘ambil dua’ (berasal
dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang digunakan adalah
campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa
Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh.
Jadi, pada kalimat (1,2, dan 3) telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimatkalimat di atas dalam bentuk frasa.

Universitas Sumatera Utara

Data 2
Konteks
Pembeli
Penjual
Pembeli
Penjual

: peristiwa tuturan dalam jual beli bunga mawar
(1) : berapa satu pot kembang mawar merahnya bu?
‘berapa satu pot bunga mawar merahnya bu?’
: satu pot tiga puluh ribu bu.
(2) : larang tenan, kalau dua puluh ribu gak dapat?
‘mahal sekali, kalau dua puluh ribu gak dapat?
(3) : yaudah dua puluh lima ribu lah bu gawe penglarise
‘yaudah dua puluh lima ribu lah bu buat penglarisnya’

Pada kalimat (1) di atas campur kode dalam bentuk frasa kembang mawar ‘bunga
mawar’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode
tersebut menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.
Pada kalimat (2) di atas campur kode dalam bentuk frasa larang tenan ‘mahal sekali’
berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode tersebut
menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip
ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.
Pada kalimat (3) di atas campur kode dalam bnetuk frasa gawe penglarise ‘buat
penglarisnya’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur
kode tersebut menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa
yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.
Jadi, pada kalimat (1,2, dan 3) telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimatkalimat di atas dalam bentuk frasa.

Data 3
Konteks

: Peristiwa tutur masyarakat saling menyapa

P1

: Dari mana Marni?

Universitas Sumatera Utara

P2

(1)

P3

(2)

P4

(3)

P5

(4)

: Teko belonjo di pasar pak!
‘dari belanja di pasar pak!’
: Kok isuk tenan belanjanya?
‘kok pagi kali belanjanya?’
: Iya takut rame tenan kalau agak siang pak
‘ Iya takut ramai kali kalau agak siang pak’
: Oh iyo memang Mar.
‘ oh iya memang Mar.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaTeko belonjo ‘dari
belanja’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam
kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa
Indonesia tersebut.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaIsuk tenan ‘pagi
sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa indonesia di atas. Campur
kode yang digunakan adalah cempur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam
kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasarame tenan ‘ramai
sekali’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam
kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa
Indonesia tersebut.
Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaiyo ‘iya’ yang berasal
dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini
menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut
menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut.
Jadi, pada kalimat 1,2,3 dan 4 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimatkalimat di atas dalam bentuk frase.

Universitas Sumatera Utara

Data 4
Konteks

: percakapan ibu-ibu yang sedang duduk-duduk di depan rumah

Ibu 1

(1)

Ibu 2

(2)

Ibu 1

(3)

Ibu 2

: Ibu-ibu tidak tahu kalau wingi mbengi Bu Yeti kemalingan?
‘Ibu-ibu tidak tahu kalau kemarin malam Bu Yeti kemalingan?’
: Bu Yeti yang wes rondo itu kan?
‘Bu Yeti yang sudah janda itu kan?’
: Iya bu tapi dia itu rondo koyo, jadi pantaslah kalau di incar maling
‘Iya bu tapi dia itu janda kaya, jadi pantaslah kalau di incar maling”
: Iya tapi kan kasihan juga bu kalau begitu

Pada kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana wingi
mbengi ‘kemarin malam’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Pada kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana wes rondo
‘sudah janda’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner codemixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip
ke dalam bahasa Indonesia.
Pada kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana rondo koyo
‘janda kaya’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner codemixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip
ke dalam bahasa Indonesia.
Jadi, pada kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimatkalimat di ata dalam bentuk frasa.

4.1.3 Bentuk Campur Kode Penyisipan berupa Pengulangan Kata

Universitas Sumatera Utara

Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang pada
tuturan antara ibu yang sedang bertanya kepada Dwi anak tetangganya.
4.1.3.1 Kata Ulang Semu
Kata ulang semu adalah kata dasar yang berupa kata ulang.
Konteks

: peristiwa tutur pada ibu yang bertanya tentang anaknya kepada Dwi

Ibu

(1)

Dwi

(2)

Ibu

(3)

Dwi
Ibu

(4)

: Kemana semua ini bocah-bocah yang disini tadi Dwi?
‘kemana semua ini anak-anak yang disini tadi Dwi?’
: Mungkin sudah pergi dolan-dolan Bu.
‘mungkin sudah pergi jalan-jalan Bu.’
: Oh ya mungkin lah, bandel-bandel sekali orang itu.
‘oh ya mungkin lah, bandal-bandal sekali orang itu’
: Ya jenenge juga bocah-bocah Bu.
‘ya namanya juga anak-anak Bu’
: Emm, ya sudah makasi ya Dwi.

Pada kalimat (1) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata
bocah-bocah‘anak-anak’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat di atas
lalu menyatu dengan kalimat yang diisipinya. Campur kode pada data (1) ini adalah campur
kode ke dalam (inner code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata
dalam kalimat bahasa Indonesia.
Pada kalimat (2) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengualangan kata
dolan‘main-main’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia tersebut. Campur kode pada data (1) ini merupakan campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam
kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam kalimat
bahasa Indonesia.
Pada kalimat (3) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengualangan kata
bandel-bandel ‘bandal-bandal’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia tersebut. Campur kode pada data (1) ini merupakan campur kode ke dalam

Universitas Sumatera Utara

(inner code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke
dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam
kalimat bahasa Indonesia.
Jadi, pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipn bahasa Jawa pada kalimat-kalimat
di atas dalam bentuk pengulangan kata.

4.1.3.2 Kata Ulang Dwilingga
Kata ulang perubahan (Dwilingga) adalah pengulangan kata dasar dengan perubahan.
Data 1
Konteks
Pak Anto
Dina
Pak Anto

: Pak Anto bertanya kepada anaknya.
(1) : Kenapa kamu Din kok mondar-mandir dari tadi?
‘kenapa kamu Din kok bolak-balik dari tadi?’
(2) : Iya pak lagi nunggu tukang rujak yang enggak teko-teko.
‘iya pak lagi nunggu tukang rujak yang enggak datang-datang.’
: Oh bapak kira ngapain.

Data (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana mondarmandir ‘bolak-balik’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut.
Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana teko-teko
‘datang-datang’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia
tersebut.
Pada kalimat 1 dan 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata.
Adapun jeni campur kode ini ialah campur kode ke dalam (inner ), karena dalam kalimat di
atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia.
Data 2
Konteks
Mela

: Percakapan antara Ayu dan Mela.
(1)

: Ayu dolan-dolan kita yok
‘Ayu jalan-jalan kita yok.’

Universitas Sumatera Utara

Ayu
Mela

(2)

Ayu

(3)

Mela
Ayu

: Mau kemana Mel?
: Nggolek-nggolek baju di Pajak Melati.
‘Nyari-nyari baju di Pajak Melati’
: Terus bocah-bocah ini cemana? (sambil menunjuk adik-adiknya).
‘Terus anak-anak ini cemana?
: Antar aja sama mamanya.
: Yaudah ayoklah kita anatar dulu.

Dalam kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
Dolan-dolan ‘jalan-jalan’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
nggolek-nggolek ‘nyari-nyari’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
bocah-bocah ‘anak-anak’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Jadi, kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di
atas dalam bentuk pengulangan kata.

4.1.3.3 Kata Ulang Dwipurwa
Kata ulang Dwipurwa merupakan pengulangan sebagian atau seluruh suku awal
sebuah kata atau pengulangan suku kata awal.

Universitas Sumatera Utara

Konteks

: Seorang ibu yang sedang bercerita.

Ibu

(1)

Ibu 2

(2)

Ibu
Ibu 2

(3)

: Semalam aku lihat tonggomu di Stasiun Kereta Api.
‘semalam aku lihat tetanggamu di Stasiun Kereta Api.’
: Tonggo yang mana?
‘tetangga yang mana?’
: Yang tinggal di sebelah rumahnya bu sari.
: Oh, bu Tika? Pantasan jam 6 pagi tadi ada Lanangan yang jemput diabu.
‘oh bu Tika? Pantasan jam 6 pagi tadi ada laki-laki yang jemput dia bu.’
: Kira-kira mau kemana bu Tika ya bu?
: Tidak tahu bu.

Ibu
Ibu 2

Dalam kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
Tonggomu ‘tetanggamu’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner
code-mixing), sebb campur kode yang digunakan adalah campu kode bahasa Jawa yang
menyisip ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
Tonggo ‘tetangga’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di
atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing),
sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke
dalam bahasa Indonesia.
Dalam kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata
Lelaki ‘laiki-laki’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di
atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing),
sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke
dalam bahasa Indonesia.
Jadi, kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di
atas dalam bentuk pengulangan kata.

Universitas Sumatera Utara

4.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode dalam Peristiwa Tuturan antara
Masyarakat
Dalam menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada
peristiwa tuturan antar masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua baik itu di dalam transaksi
jual dan beli, bertutur sapa sampai berberita antar masyarakat, penelian ini menggunakan
konsep tutur. Penutur dalam transaksi jual dan beli barang, dalam melakukan campur kode
dari kode yang satu ke kode yang lain, pastilah memiliki maksud dan sebab-sebab tertentu.
Adapun maksud dan sebab-sebab tersebut adalah:
a. Ingin Menjelaskan Sesuatu/Maksud tertentu
Seseorang yang ingin menjelaskan suatu maksud tertentu dalam percakapan seharihari dapat mengakibatkan peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan dengan
orang lain. Untuk dapat memberikan penjelasan kepada seseorang,

perlu dipergunakan

bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur agar mempermudah penafsiran
suatu bahasa.
Berikut adalah peristiwa tutur yang mengandung campur kode untuk menjelaskan suatu
maksud tertentu:

Data 1
Adik
Kakak (1)

: kenapa kakak kok kelihatannya tidak bersemangat kak?
: iya dek, kakak itu nelongso sekali.
‘iya dek, kakak lagi sedih dan susah sekali.

Dalam kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan
maksud tertentu dimana nelongso ‘sedih dan susah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke
dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner codemixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa
Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu., karena campur kode juga

Universitas Sumatera Utara

menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada
orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur.
Data 2
Irma
: kenapa dengan anak itu bu?
Ibu Ayu (1) : anak itu duwor ati jadi banyak yang tidak suka sama dia Ma,
‘anak itu tinggi hati maksudnya, jadi banyak yang tidak suka Ma.’

Dalam kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan
maksud tertentu dimana duwur ati ‘tinggi hati maksudnya orang yang sombong, bangga, dan
megah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.
Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner codemixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa
Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu. Campur kode juga menandai
sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain
perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur.
Data 3
Ana
Ibu nisa

: kenapa dipukul anaknya bu?
(1) : iya ini dablek sekali dia Na.
‘iya ini susah di bilangi sekali dia Na.’

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud
tertentu dimana dablek ‘susah di bilangi’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia di atas.
Pada contoh (1) di atas jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke
dalam (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa
menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu., karena
campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan

Universitas Sumatera Utara

penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang
dipergunakan oleh penutur.

b. Adanya pengaruh pihak kedua
Adanya pengaruh pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua
bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang
dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya
pencampuran dua bahasa.
Ibu Pipit
: Bu dina, nanti saya mau ambil pesanan saya ya?
Ibu Dina (1) : Iya Bu, ambil lah ojo lali tapi ya uang mukanya.
‘iya Bu, tpi jangan lupa ya uang mukanya.’
Ibu Pipit (2) : Iya Bu, sudah tak siapke kok.
‘iya Bu, sudah sya siapkan kok.’
Ibu Dina
: Emm iya Bu
Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud
tertentu dimana ojo lali ‘jangan lupa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat
bahasa Indonesia di atas.
Pada contoh (1) di atas jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke
dalam (inner code-mixing), sebab dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang
menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut.

c. Ingin Menjalin keakraban
Untuk menjalin keakraban, sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain,
maka penutur (masyarakat) sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain.
Konteks
Pembeli
Penjual
Pembeli
Penjual

: Peristiwa tuturan penjual jilbab dan pembeli
: Yang ini jilbabnya berapa kak?
: Tiga puluh lima dek
(1) : Gak bisa kurang meneh kak?
‘gak bisa kurang lagi kak?’
(2) : Arek jukuk berapa dek?

Universitas Sumatera Utara

‘mau ambil berapa dek?
Pembeli
: Satu aja sih kak
Penjual (3) : Yo wes, tiga puluh lah ambil ya dek harga langganan.
‘yaudh, tiga puluh lah ambil ya dek harga langganan.’
Pembeli
: Yaudah kak.
Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode untuk menjalin keakraban dimana meneh
‘lagi’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.
Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjalin keakraban
dimana arek jukuk ‘mau ambil’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas.
Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjalinkeakraban
dimana yo wes ‘ya sudah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa
Indonesia di atas.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Bentuk-bentuk campur kode di Desa Kedai Durian Delitua terdiri atas 3 yaitu:
a.

Bentuk campur kode berupa penyisipan kata

b.

Bentuk campur kode penyisipan berupa frasa

c.

Bentuk campur kode berupa penyisipan pengulangan kata
Bentuk campur kode berupa penyisipan pengulangan kata di desa ini di temukan tiga

kata ulang yang sering di pergunakan olah masyarakat yaitu : 1) Kata Ulang Semu, 2) Kata
Ulang Dwilingga, dan 3) Kata Ulang Dwipurwa.
Dalam bentuk-bentuk campur kode penyisipan baik penyisipan kata, frasa, dan
pengulangan kata, data yang lebih banyak di dapat adalah data pada penyisipan kata karena
masyarakat setempat sering mencampurkan bahasa itu menurut penyisipan kata dari pada
penyisipan kata lain.
Berdasarkan penelitian di Desa Kedai Durian Delitua ini, peneliti tidak menemukan
faktor-faktor campur kode menurut teori Chaer, peneliti hanya menemukan beberapa faktorfaktor penyebab terjadinya campur kode yang terdapat pada tuturan sehari-hari di Desa Kedai
Durian Delitua yaitu:
a.

Ingin menjelaskan sesuatu/maksud tertentu.

b.

Adanya pengaruh pihak kedua

c.

Ingin menjalin keakraban

Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran
Berkenan dengan penelitian bentuk-bentuk campur kode pada tuturan sehari-hari di
Desa Kedai Durian Delitua perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan yang
berbeda dan jug data yang berbeda. Hal ini penting dilakukan untuk memperoleh analisis
yang lebih lengkap sehingga ditemukan hasil analisis yang bervariasi. Peneliti juga
menyarankan kepada para penulis yang ingin menulis agar menggunakan kata-kata dalam
bahasa Indonesia yang baik, hal ini penting agar kelestarian bahasa Indonesia dapat terjaga
dan berkembang dengan baik.
Dengan demikian diharapkan semoga hasil penelitian ini berguna bagi setiap
pembaca yang ingin memperdalam penelitiannya dalam penelitian bahasa khususnya tentang
campur kode.

Universitas Sumatera Utara