Campur kode dan gejala bahasa pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013

(1)

CAMPUR KODE DAN GEJALA BAHASA PADA CERPEN

SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH NEGERI 19

JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Ariani Soleha NIM: 109013000103

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Teruntuk: Yang Terkasih

Mama..

Setiap doamu adalah kekuatanku

Bapak..

Setiap keringatmu adalah semangatku

Nenek..

Setiap ucapanmu adalah inspirasiku

Adik-adikku..

Senyum kalian adalah harapanku

A-J..

Tangis dan tawa melahirkan kedewasaan

Sepatah kata menjadi ilmu, seuntai motivasi menjadi guru. Terima kasih

Sahabat Seperjuangan..

Kerikil yang menghampar di setiap langkah Canda, tawa, dan kebersamaan

Hitam putih dunia kita Kini telah menjadi sejarah

Sejarah terindah dalam lembar kehidupanku..


(6)

i

ABSTRAK

Ariani Soleha, NIM: 109013000103, 2014, “Campur kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Dr. Darsita, S.M.Hum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui campur kode dan mendeskripsikan gejala bahasa yang muncul dalam kata yang berasal dari campur kode pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode observasi dan pengamatan langsung dengan teknik simak dan mencatat. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menganalisis data cerpen siswa.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada hasil tulisan cerpen siswa, ditemukan bentuk campur kode intern dan ekstern yang meliputi delapan bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasaBetawi, bahasa Belanda, bahasa Jawa, bahasa slang, dan bahasa Batak. Campur kode yang ditemukan berupa kata, frasa, dan reduplikasi. Sementara gejala bahasa yang muncul dari bahasa yang terdapat dalam campur kode berupa protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, kontraksi, dan monoftongisasi.


(7)

ii

ABSTRACT

Ariani Soleha, NIM: 109013000103, 2014, "Code mixing and Language Symptoms in the Short Story Class X Islamic Senior High School of 19 Jakarta (MAN 19 Jakarta) Academic Periode 2012/2013", Department of Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. Supervisor: Dr. Darsita, S.M.Hum.

This research aims to find out describe the code mixing and language symptoms that appear in the language that the word is derived from code mixing on the short story class X Islamic Senior High School of 19 Jakarta (Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta). The method usedin this study is the observation method and direct observation techniques and refer to notes. This study belongs to the qualitative descriptive researchby analyzing the data of short stories students.

Based on the analysis and discussion of the results of short story writing student, found forms of internal and external code mixing. Which includes eight languages, namely Indonesian, Arabic, English, Dutch, Betawi, Javanese, slang, and Batak. Mix the code found in the form of words, phrases, and reduplication. While the language of symptoms that appear from the language contained in the form of code mixing namely, protesis, epentesis, paragos, aferesis, syncope, apokop, contraction, andmonoftongisasi.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam, karena dengan karunia-Nya skripsi ini dengan judul “Campur Kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Tahun Pelajaran 2012/2013” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhamad SAW yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Selama proses penulisan skripsi ini tidak luput dari berbagai bentuk kesalahan, namun berkat usaha penulis dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa‟i, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat memotivasi penulis.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi hingga selesai.

3. Dr. Darsita S., M. Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang luar biasa sampai selesainya penulisan skripsi ini dan memberikan ilmu yang baru bagi penulis.

4. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan.

5. Orangtua penulis yang selalu memberikan motivasi, doa, materi, dan kasih sayang yang tiada akhir.


(9)

iv

6. Seluruh keluarga besar MAN 19 Jakarta, baik kepala sekolah, guru, staf, dan siswa-siswi, atas partisipasinya selama penelitian skripsi ini berlangsung.

7. Seluruh keluarga besar penulis yang tak henti-henti memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Teman-teman sepermainan, teman-teman mengajar, serta murid-murid

tercinta yang selalu memberikan motivasi sampai selesainya skripsi ini.

Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah diberikan mendapat balasan kebaikan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.

Jakarta, 23 Maret 2014 Penulis


(10)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PERSEMBAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORETIS ... 6

A. Sosiolinguistik…….. ... 6

B. Campur Kode ... 7

C. Gejala Bahasa ... 8

1. Pengertian Gejala Bahasa ... 8

2. Macam-macam Gejala Bahasa ... 9

D. Diksi ... 12

E. Tinjauan Pustaka ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15


(11)

vi

C. Metode Penelitian... 16

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

E. Objek Penelitian ... 17

F. Pengumpulan Data ... 18

G. Jenis Data ... 20

H. Analisis Data ... 20

I. Pelaksanaan Penelitian ... 20

J. Fokus Penelitian ... 21

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 22

A. HASIL PENELITIAN ... 22

1. Identitas MAN 19 Jakarta ... 22

2. Sejarah Singkat... 22

3. Visi, Misi, dan Tujuan ... 23

4. Tenaga pendidik ... 24

B. PEMBAHASAN ... 35

1. Hasil Analisis Data Penelitian ... 27

a. Campur Kode ... 27

b. Gejala Bahasa ... 32

2. Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian ... 40

a. Campur Kode ... 40

b. Gejala Bahasa ... 52

BAB V PENUTUP ... 64

A. Simpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Analisis Keunikan Diksi dalam Alih Kode 2. Hasil Tulisan Cerpen Siswa Kelas X

3. Uji Referensi

4. Surat Permohonan Izin Observasi 5. Surat Permohonan Izin Penelitian 6. Surat Perubahan Judul Skripsi 7. Surat Keterangan Sekolah


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari bahasa. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Untuk menyampaikan dan mengetahui maksud antar sesamanya, manusia memerlukan bahasa. Berkaitan dengan hal komunikasi, bahasa yang baik dan benar tidak selalu harus digunakan di setiap waktu dan tempat, melainkan tergantung pada keperluan tertentu.

Indonesia merupakan masyarakat multilingual, di mana terdapat berbagai macam bahasa daerah dalam setiap wilayah. Umumnya, ketika berbicara orang menggunakan lebih dari satu bahasa, secara disadari maupun tanpa disadari. Baik dari satu bahasa daerah ke dalam bahasa daerah lain, maupun dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing ataupun sebaliknya. Penggunaan bahasa tersebut jika dilihat dari sudut pandang sosiolinguistik dinamakan campur kode dan campur kode. Peristiwa campur kode dan campur kode bukan hanya terjadi dalam satu bahasa ke dalam bahasa lain, tetapi juga bisa terjadi dari ragam resmi ke dalam ragam santai ataupun sebaliknya. Membicarakan masalah bahasa tidak terlepas dari unsur inti bahasa itu sendiri, yakni kata.

Kata merupakan alat untuk menyampaikan gagasan atau pikiran. Jadi, dalam memilih kata, baik dalam berbicara maupun menulis, memerlukan ketelitian dan kekreatifan. Seseorang yang memiliki banyak kosa kata akan lebih bervariasi dalam memilih kata untuk berkomunikasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ketika seseorang berbicara berarti orang tersebut ingin menyampaikan pikirannya dan mengaharapkan lawan bicaranya mampu memahami maksud dari ucapannya. Namun, pada kenyatannya dalam berbicara seorang petutur sering menggunakan kata-kata yang kurang tepat. Sehingga apa yang ingin disampaikan oleh petutur tidak bisa diterima dengan


(14)

2

baik oleh mitra tuturnya. Sama halnya dengan menulis, melalui tulisannya, seseorang hendak menyampaikan pesan kepada pembaca. Menulis membutuhkan penguasaan kosa kata yang banyak dan tepat. Sebab, bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan, apabila pilihan kata yang digunakan tidak tepat maka pembaca sulit untuk memahaminya. Bahkan bisa menimbulkan makna yang ambigu, sehingga apa yang ingin disampaikan penulis tidak tersampaikan kepada pembaca.

Berbeda halnya ketika seseorang menulis sebuah cerpen. Dalam menulis cerpen, penulis bebas mengekspresikan perasaannya. Salah satunya yaitu dalam memilih kata yang diinginkan. Semakin bervariasi kata yang digunakan maka akan semakin menarik cerpen tersebut untuk dibaca. Pembaca tidak akan merasa bosan dengan kosa kata yang monoton. Cerpen bukanlah jenis tulisan yang resmi, cerpen berfungsi untuk menghibur pembaca. Oleh sebab itu, diksi yang digunakan tidak hanya sekadar tepat tetapi juga menarik. Setiap penulis memiliki gaya masing-masing dalam memilih kata untuk karyanya. Biasanya penulis memilih kata yang berkaitan erat dengan lingkungannya.

Cerpen merupakan salah satu karya sastra fiksi yang diajarkan di sekolah. Cerpen tidak terlepas dari diksi atau pilihan kata. Setiap penulis memiliki gaya masing-masing dalam memilih kata untuk karyanya. Namun, penggunaan pilihan kata tidak hanya mengutamakan ketepatan kaidah bahasa Indonesia, tetapi juga harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan di mana bahasa itu digunakan. Biasanya penulis memilih kata yang berkaitan erat dengan lingkungannya. Cerpen bukanlah jenis tulisan yang resmi, cerpen berfungsi untuk menghibur pembaca. Oleh sebab itu, diksi yang digunakan tidak hanya sekadar tepat tetapi juga menarik.

Jika dalam sebuah cerpen seorang penulis biasanya memilih satu ragam bahasa yang sangat dominan sebagai ciri karyanya, pada penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta, peneliti menemukan cerpen yang terdiri dari beragam bahasa pada setiap judul. Penggunaan bahasa pada tiap kalimat terdiri lebih dari satu bahasa. Ada beberapa kalimat dalam tiap judul yang menggunakan percampuran bahasa daerah dengan bahasa asing. Ada pula


(15)

3

yang menggunakan percampuran bahasa suatu daerah dengan bahasa daerah lain. Selain percampuran antar bahasa daerah dan bahasa asing, terdapat pula percampuran dalam bahaha resmi dengan bahasa pergaulan sehari-hari. Cerpen tersebut merupakan karya siswa-siswi kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri Jakarata. Selain peralihan dan percampuran bahasa, terdapat juga gejala-gejala bahasa yang unik pada cerpen tersebut. Gejala bahasa seperti hilang dan bertambahnnya suatu fonem atau pun suku kata pada kata yang dipilih oleh siswa. Peristiwa gejala bahasa tersebut terjadi pada kata yang tercatat sebagai campur kode.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian Campur Kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X

Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013.”

Judul tersebut menjadi semakin kuat ketika penulis membaca pernyataan Nababan (1984) yang senada dengan pernyataan Haliday, yaitu

“sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.” Kemudian dikuatkan oleh

Sumarsono bahwa “seorang penutur bahasa adalah anggota masyarakat

tutur.”1

Berangkat dari pernyataan tersebut, ternyata peneliti menemukan hal yang berbeda pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Pada cerpen tersebut, seorang penutur dari suatu anggota masyarakat menggunakan bahasa anggota masyarakat lain. Hal tersebut semakin menarik hati peneliti untuk menemukan keunikan-keunikan diksi pada cerpen tersebut.

1


(16)

4

B.

Identifikasi Masalah

1. Siswa menggunakan beragam bahasa pada cerpen yang ditulisnya.

2. Terdapat percampuran bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Asing dalam satu kalimat.

3. Terdapat percampuran bahasa dari satu bahasa daerah ke dalam bahasa daerah lainnya.

4. Terdapat percampuran bahasa dari ragam resmi ke dalam ragam santai. 5. Terdapat berbagai gejala bahasa pada kata yang mengalami campur kode.

C.

Pembatasan Masalah

Berangkat dari identifikasi masalah di atas, masalah pada penelitian ini dibatasi atas:

1. Keunikan diksi berdasarkan campur kode. 2. Keunikan diksi berdasarkan gejala bahasa.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana campur kode yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimana gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui campur kode yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013.

2. Mendeskripsikan gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013.


(17)

5

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah bahan bagi

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh: a. Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru agar tidak hanya fokus pada kesalahan yang dibuat oleh siswa. Karena di sisi lain, ada keunikan-keunikan pada hasil kerja siswa yang jarang diperhatikan.

b. Siswa

Hasil penelitian ini dapat membantu siswa memahami bahwa bahasa cerpen bukanlah bahasa yang resmi. Bahasa cerpen mementingkan keindahan dan memiliki ciri khas bagi penulisnya.

c. Peneliti

Untuk peneliti sendiri, penelitian ini sangat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dalam memahami keunikan diksi pada sebuah kalimat, mengetahui berbagai gejala bahasa dan asal kata, sehingga menambah wawasan.

d. Peneliti lain

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat membantu para peneliti yang lain sebagai bahan rujukan atau pun untuk data relevan.


(18)

6

BAB II

LANDASAN TEORETIS

Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik sebagai berikut.

A.

Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan gabungan ilmu sosiologi dan linguistik, ada juga yang menyebutnya dengan sosiologi bahasa. Perbedaan keduanya yaitu terdapat pada titik pusat kajiannya. Sosiologi bahasa menitikberatkan kajiannya pada masyarakatnya sedangkan sosiolinguistik menitikberatkan kajiannya pada bahasanya. Sosiolingistik membahas beragam bahasa dan gejala bahasa yang ada di masyarakat, kapan dan dalam situasi seperti apa suatu ragam bahasa digunakan. Trudgill menyatakan bahwa sociolinguistics is that part of linguistics which is concerned with language as a social and cultural phenomenom.2Sementara itu, Wardhaugh dalam bukunya An Introduction To Sociolinguistics menyatakan bahwa sociolinguistics is concerned with investigating the relationships between language and society with the goal being a better understanding of the structure of language and of how languages function in communication.

J.A Fishman menyatakan sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.3 Sedangkan Appel, dkk. menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan.4

Senada dengan Appel, sebagaimana dikutip oleh Agustina dan Chaer, Kridalaksana menyatakan bahwa sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat

2 Jendra, Made Iwan Indrawan,Sociolinguistics: The Study Of Societies’ Languages (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), ed. Pertama, h. 10

3

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), ed. Revisi, h. 3

4Ibid, h. 4


(19)

7

bahasa. Sementara itu, Nancy Parrot Hickerson, yang juga dikutip oleh Agustina dan Chaer menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa‟.5

Berdasarkan beberapa pendapat dari ahli linguistik di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik yaitu ilmu bahasa yang mengkaji tentang variasi fungsi-fungsi bahasa yang terdapat dalam suatu masyarakat.

B.

Campur Kode

Chaer dan Agustina menyatakan bahwa dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang telibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Thelander, sebagaimana dikutip dalam Agustina, menyatakan bahwa campur kode yaitu apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.

Pendapat lain tentang campur kode yaitu dari Muysken, yang menyatakan I am using the term code-mixing to refer to all cases where lexical items and grammatical features from two languages appear in one sentence. „Saya menggunakan istilah campur kode untuk mengacu pada semua kasus di manaunsur leksikal dan fitur gramatikal dari dua bahasam uncul dalam satu kalimat.‟

Sementara itu, Gumperz menyatakan, In code-mixing, pieces of one language are used while a speaker is basically using another language.„Dalam campur kode, potongan satu bahasa yang digunakan sesekali oleh pembicara pada dasarnya menggunakan bahasa lain.‟ Sedangkan Pfaff mengatakan, Coversational code-mixing involves the deliberate mixing of two languages without an

5


(20)

8

associated topic or situation change. „Percakapan campur kode melibatkan pencampuran sengaja dua bahasa tanpa topik terkait atau perubahan situasi.

Dari beberapa pendapat ahli linguistik yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih secara tidak sengaja dalam satu kalimat yang berupa serpihan dan tidak memiliki keotonomian sebagai sebuah kode.

C.

Gejala Bahasa

1. Pengertian Gejala Bahasa

Ngajenan menyatakan bahwa gejala bahasa adalah peristiwa yang mengakibatkan perubahan bentuk suatu kata.6 Sementara itu Chaer dan Agustina, menyatakan bahwa perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.7

Senada dengan Ngajenan, Muslich menyatakan bahwa perubahan-perubahan bentuk kata apa pun dalam suatu bahasa lazim disebut gejala bahasa. Selanjutnya, Badudu dalam bukunya Pelik-pelik Bahasa Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Muslich, menjelaskan bahwa gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.8

Wardhaught, sebagaimana dikutip oleh Chaer dan Agustina, membedakan adanya dua macam perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal terjadi dari dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, sistem morfologi, dan sistem sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya pengaruh dari luar, seperti

6

Mohamad Ngajenan, Kamus Etimologi Bahasa Indonesia, (Semarang: Dahara Prize, 1990), h. 10

7

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, h. 136 8

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tata Bahasa deskriptif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet.1, h. 101


(21)

9

peminjaman atau penyerapan kosakata, penambahan fonem dari bahasa lain, dan sebagainya.9

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan suatu bentuk bahasa berupa hilang dan bertambahnya suatu kaidah bahasa dalam tataran linguistik.

2. Macam-macam Gejala Bahasa

Notosudirjo mengemukakan gejala bahasa meliputi protesis, epentesis, paragos, aferesis, singkop apokop, metatesis, desimilasi, asimilasi, kontraksi, reduplikasi.10 Lebih lengkapnya, Ngajenan, menjelaskan gejala bahasa sebagai berikut:

a. Aferesis, yaitu gejala bahasa yang berupa hilangnya suatu fonem pada awal kata, misalnya: empunyapunya, tathapi tapi.

b. Apokope, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya fonem pada akhir kata, misalnya: riangria, ularula.

c. Asimilasi, yaitu gejala bahasa berupa penyamaan fonem yang semula berbeda, misalnya: alsalamassalam, asalam.

d. Desimilasi, yaitu gejala bahasa berupa penidaksamaan dua fonem yang semula sama, misalnya: sajjanasarjana, cittacinta, cipta.

e. Epentesis, yaitu gejala bahasa berupa penambahan fonem di tengah kata, misalnya: akasaangkasa, makinmangkin, jeneral jenderal, upama

umpama.

f. Hiplologi, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya suku kata di tengah suku kata, misalnya: merdehekamerdeka.

g. Kontaminasi, yaitu gejala bahasa berupa perancuan dua bentuk menjadi bentuk baru yang salah, misalnya: musna + punahmusnah.

h. Kontraksi, yaitu gejala bahasa berupa pemendekan satu bentuk, misalnya: praja-muda-karanapramuka.

9

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, h. 142 10


(22)

10

i. Metatesis, yaitu gejala bahasa berupa pertukaran tempat suatu fonem dalam kata, misalnya: kerikil kelikir, lainlian, rontallontar.

j. Paragoge, yaitu gejala bahasa berupa penambahan fonem pada akhir kata, misalnya: hulubalahulubalang, book buku, lamplampu, bankbangku.

k. Protesis, yaitu gejala bahasa penambahan fonem pada awal kata, misalnya: stri  istri, smara asmara, langelang, mpu empu.

l. Reduplikasi, yaitu gejala bahasa berupa pengulangan kata, misalnya: tontonton, tuntuntun.

m. Sinkope, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya fonem di tengah kata, misalnya: tahadi tadi, baharu, sahajasaja.

n. Hibridis, yaitu gejala perpaduan atau percampuran bahasa yang membentuk satu kata baru, misalnya: akal budi.

Muslich dalam bukunya Tata Bentuk Bahasa Indonesia, menguraikan gejala bahasa sebagai berikut:

a. Analogi, yaitu salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu bahasa, yang disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Misalnya: saudara-saudari, pemuda-pemudi.

b. Adaptasi, yaitu perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan peneriamaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Misalnya: fadhuli (Arab) peduli, prahara (Sansekerta) perkara.

c. Kontaminasi, dalam bahasa Indonesia, kata kontaminasisama dengan kerancuan. Kata rancu berarti „campur aduk‟, „tumpang tindih‟, „kacau‟. Dalam bidang bahasa, kata rancu (kerancuan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa (imbuhan, kata, frase, atau kallimat) yang tidak wajar. Misalnya: dinasionalisirkan.

d. Hiperkorek, yaitu proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah menjadi salah. Misalnya: sehat syehat.

e. Varian, gejala varian sering dijumpai dalam ucapan pejabat pada Era Orde Baru. Misalnya: direncanakandirencanaken.


(23)

11

f. Asimilasi, gejala asimilasi berarti proses penyamaan atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama. Misalnya: alsalamassalamasalam.

g. Disimilasi, yaitu proses berubahnyadua buah fonem yang sama menjadi tidak sama. Misalnya: sajjana sarjana.

h. Adisi, yaitu perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan atas protesis, epentesis, dan paragog.

1) Protesis ialah proses penambahan fonem pada awal kata. Contoh: langelang, mas emas

2) Epentesis ialah proses penambahan fonem di tengah kata. Contoh: upama umpama, kapakkampak

3) Paragog ialah proses penambahan fonem pada akhir kata. Contoh: lamplampu, hulubala hulubalang

i. Reduksi, yaitu peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan atas aferesis, singkop, dan apokop.

1) Aferesis ialah proses penghilangan fonem pada awal kata. Contoh: telentang tentang, tatapi tetapitapi 2) Singkop ialah penghilangan fonem di tengah-tengah kata.

Contoh: sahaya saya

3) Apokop ialah proses penghilangan fonem pada akhir kata. Contoh: pelangit pelangi

j. Metatesis, yaitu perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya.Misalnya: rontal lontar.

k. Diftongisasi, yaitu proses perubahan suatu monoftong jadi diftong.Misalnya: sodara saudara.

l. Monoftongisasi, yaitu proses perubahan suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Misalnya: gurauguro, bakaubako.

m. Anaptiksis, yaitu proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya. Misalnya: putra putera, srigala serigala.

n. Haplologi, yaitu penghilangan suku kata yang ada di tenga-tengah kata. Misalnya: budhidayabudaya.


(24)

12

o. Kontraksi, yaitu gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem. Misalnya: tidak adatiada, bahagianda baginda.

D.

Diksi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (peperti yang diharapkan). Sedangkan dalam Kamus Linguistik karya Harimuti Kridalaksana, edisi keempat, diksi (diction) adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang.

Gorys Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa mengemukakan tiga pernyataan mengenai diksi atau pilihan kata. Pertama pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

E.

Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang peneliti lakukan, penelitian yang terkait dengan alih kode dan gejala bahasa bukan pertama kalinya dilakukan. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Dedi Rohmadi, mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Jurusan Sastra Indonesia. Dedi

melakukan penelitian yang berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Rubrik Celathu

Butet pada Surat Kabar Suara Merdeka: Suatu Tinjauan Sosiolinguistik”. Dedi


(25)

13

sebuah surat kabar yang berupa alih kode, campur kode, interferensi, interjeksi, pelesapan dan penambahan fonem. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian lain dilakukan oleh Siti Rohmani, mahasiswi Universitas Sebelas Maret tahun 2013. Siti melakukan penelitian yang berjudul Analisis “Alih Kode dan Campur Kode pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi”. Penelitian tersebut membahas tentang bentuk alih kode dan campur kode, faktor penyebab alih kode dan campur kode, dan fungsi alih kode dan campur kode. Sama halnya dengan Dedi, penelitian yang dilakukan Siti pun merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan, peneliti tidak menemukan kesamaan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan kedua penelitian tersebut. Kedua peneliti yang telah disubutkan meneliti peristiwa kebahasaan pada karya yang menjadi sajian bagi masyarakat luas. Sementara peneliti mengambil data yang berupa hasil tulisan cerpen siswa untuk mengetahui peristiwa kebahasaan yang terjadi pada kegiatan pembelajaran menulis di sekolah.


(26)

14

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Djajasudarma, metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang metode. Metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb.); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.15

Bidang linguistik yang berhubungan dengan pemakaian bahasa merupakan salah satu bagian dari bidang studi sosio-linguistik. dengan demikian, penelitian pemakaian bahasa masuk ke dalam penelitian sosiolinguistik, terutama jika yang dibicarakan adalah pemakaian bahasa menurut konteks sosial penggunaannya.16 Unsur-unsur pada penelitian ini digambarkan pada tabel berikut.

15

T. Fatimah Djajasudarma, Metode Lingustik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), cet. 2, h. 1

16

Mahsun, M. S, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. 6, ed. Revisi, h. 226-227


(27)

15

Skema Konseptual

Sumber (Mahsun, 2012) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti.

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai campur kode dan gejala bahasa dalam penulisan cerpen siswa kelas X, dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Berlokasi di Jalan H. Jaelani III, H. Muchtar Raya, Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Waktu yang digunakan dalam proses penelitian ini dimulai tanggal 1 Juni 2013 sampai dengan 4 April 2014.

B.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah metodologi penelitian, yaitu aspek aksiologi dari satu paradigma aspek itu merupakan aspek nyata yang menunjukan cara melaksanakan penelitian yang terdiri dari:

M E T O D O L O G I P E N E L I T I A N

Ancangan

Metode

Teknik

Sosiolinguistik yang berfokus pada campur kode dan gejala

bahasa

Kualitatif

Bebas Libat Cakap

Catat

Pendeskripsian hasil analisis


(28)

16

ancangan, metode, dan teknik. Ancangan merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir yaitu ilmu sosiolinguistik dengan fokus kajian campur kode dan gejala bahasa.

C.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pengamatan langsung dengan teknik simak dan mencatat. Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis.17 Penelitian ini dimulai dengan menganalisis cerpen siswa, yaitu membaca dan mencatat kata-kata yang unik dalam cerpen. Kata-kata yang dikatakan unik dalam cerpen tersebut yaitu kata-kata yang mengalami campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa lain.

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menganalisis data cerpen siswa. Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data.18

D.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Campur kode, yaitu penggunaan lebih dari satu ragam bahasa dalam suatu komunikasi sesuai dengan siatuasi di mana komunikasi itu terjadi. Pada penelitian ini yaitu campur kode yang terjadi dalam teks cerpen siswa.

2. Gejala bahasa, yaitu perubahan-perubahan bentuk yang terjadi pada suatu kata. Gejala bahasa terdiri dari beberapa macam, namun ruang lingkup pada

17

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Stategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 92

18


(29)

17

penelitian ini yaitu terbatas pada protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, disimilasi, kontraksi, monoftongisasi.

E.

Objek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.19 Sevilla dkk. (1993) sebagaimana dikutip oleh Mahsun (2012), mendefinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Dalam hubungan dengan penelitian bahasa, pengertian populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan territorial.

Pada penelitian ini, populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh teks cerpen siswa kelas X IPS 1 yang berjumlah 31 lembar.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi.20 Pemilihan sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang disebut sampel penelitian.21

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7 teks cerpen. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik

19

Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 80.

20Ibid, h. 86 21


(30)

18

sampling. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel, untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian.22 Terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan dalam sebuah penelitian, dalam penelitian ini menggunakan probability sampling.

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel meliputi teknik simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak dan hanya mengambil teks cerpen yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Secara konten atau isi, cerpen mengandung enam unsur, yakni tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, sudut pandang, amanat.

b. Penggunaan bahasa dilihat dari aspek campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa lain (bahasa daerah dan bahasa asing).

c. Gejala bahasa, yaitu jumlah gejala atau perubahan bentuk kata yang banyak dilakukan dari bahasa Indonesia ke bahasa lain (bahasa daerah dan bahasa asing).

F.

Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode simak (Pengamatan/Observasi) menggunakan pengamatan langsung dengan teknik simak bebas libat cakap catat.

Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Dalam ilmu sosial, metode ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi.23 Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk

22

Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B, h. 86 23


(31)

19

memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara terulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap.24

Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan penyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Perlu ditekankan bahwa penyadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan menyangkut penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis.25 Sadap merupakan kegiatan permulaan untuk menyediakan data. Untuk itu, diperlukan langkah atau aktivitas berikutnya dengan teknik tertentu. Metode simak memiliki beberapa teknik lanjutan. Pada penelitian ini teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.

1. Teknik simak bebas libat cakap

Untuk mejalankan metode simak atau teknik sadap, peneliti hanya menjadi pengamat atau penyimak. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya. Tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan yang bahasanya sedang diteliti.26 Peneliti tidak ikut angkat bicara sama sekali dengan mitranya. Teknik ini sangat mungkin dilakukan bila data penelitiannya adalah data tertulis atau dokumen.

2. Teknik catat

Selain menggunakan teknik simak bebas cakap untuk menjalankan metode simak, peneliti dapat menggunakan teknik catat. Pencatatan dapat dilakukan pada kartu data yang telah disediakan atau akan disediakan. Setelah pencatatan dilakukan, peneliti melakukan klasifikasi atau pengelompokkan penggunaan

24Ibid

, h. 92 25Ibid

, h. 92 26


(32)

20

teknik catat ini sangat fleksibel. Bila teknik sadap sebagai teknik lanjutan digunakan, peneliti dapat langsung mencacat data yang diperoleh. Wujud data yang disediakan melalui metode simak adalah transkrip fonetik, fonemik, atau ortografis. Dalam pencatatan, peneliti dapat menandai data yang disediakan tersebut sesuai dengan kiat masing-masing peneliti.27

G.

Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data berupa, teks tertulis berupa teks cerpen sebagai data kualitatif.

H.

Analisis Data

Hubungan konsep dengan cara menganalisis data, semua data yang telah dikumpulkan melalui metode observasi dengan tenik catat, dianalisis dengan sifat data dan tujuan penelitian. Data yang diperoleh lewat teknik catat yang berupa teks yang dianggap sebagai data kualitatif dianalsis melalui konsep campur kode dan gejala bahasa untuk mengetahui setiap keunikan kata yang ditulis oleh siswa dan menemukan gejala-gejala bahasa berdasarkan data campur kode yang telah terkumpul.

I.

Pelakasanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap orientasi yaitu tahap merumuskan masalah berdasarkan realitas empatik di lapangan.

2. Mengidentifikasi dan mendeskripsi fokus terhadap masalah berdasarkan ide-ide pokok dalam rumusan masalah.

3. Merancang kegiatan penelitian berupa pengambilan data dengan cara

27


(33)

21

mengumpulkan teks cerpen siswa atas izin dari guru bidang studi yang bersangkutan.

4. Mengidentifikasi dan menentukan sumber data teks cerpen siswa kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta.

5. Menyusun dan menyimpulkan data yang sudah dianalisis menjadi sebuah laporan.

J.

Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini terbatas pada: a. Campur kode

Peristiwa campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia dalam bahasa asing dan bahasa daerah pada cerpen siswa.

b. Gejala bahasa

Peristiwa gejala bahasa yang berupa Protesis, Epentesis, Paragos, Aferesis, Sinkope, Apokop, Kontraksi, Monoftongisasi berdasarkan campur kode.


(34)

22

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

HASIL PENELITIAN

1. Identitas MAN 19 Jakarta

a. Nama Madrasah : MANegeri 19 Jakarta

b. Alamat Madrasah : Jl. H. Muchtar Raya H. Jaelani III RT.05/01Petukangan Utara Jakarta Selatan, Kel. Petukangan Utara, Kec. Pesangrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 12260

c. No. Telepon, Fax. : (021) 7362836, (021) 7362987

d. Status Madrasah : Negeri

e. Akreditasi Madrasah : A

f. Standar Madrasah : Rintisan MSN

g. Keadaan Gedung : Permanen

h. Nomor Statistik Madrasah (NSM): 311317131013 i. Tahun Didirikan/Dibangun : 2008/2009

j. Tahun Beroperasi : 2009/2010

2. Sejarah Singkat

MOTO “INOVATIF, TERAMPIL DAN CERDAS”

MAN 19 Jakarta berdiri di tengah-tengah komunitas masyarakat yang agamis. Kehadiran madrasah ini sudah lama dinanti masyarakat untuk menjawab kehausan akan kehadiran sebuah lembaga pendidikan yang kuat untuk membentuk masyarakat madani yang mandiri, penuh inovasi menghadapi perkembangan zaman yang sangat cepat. Hasil lulusan madrasah ini diharapkan memiliki keterampilan dan kemandirian, dan siap menghadapi masa depan yang cerah. Semula madrasah ini merupakan kelas jauh dari MAN 10 Joglo Jakarta Barat dan menjadi madrasah yang berdiri sendiri pada tanggal 19 Juni 2009 yang diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementeriann


(35)

23

Agama Provinsi DKI Jakarta Bapak H. Fauzan Harun, SH. Selaku kepala madrasah yang pertama, Bapak Drs. Barkat Guna Harahap, dengan kepemimpinannya yang berwibawa mampu membawa madrasah ini ke level yang lebih bergengsi di antara madrasah yang ada di DKI Jakarta. Guna meraih cita-cita dan harapan yang tinggi, kami dari segenap Civitas

Akademika MAN 19 Jakarta memiliki visi “Mewujudkan MAN 19 Jakarta sebagai wadah pembentukan insan mandiri untuk masa depan Bangsa,

Negara dan Agama”.

3. Visi, Misi, dan Tujuan

a. Visi

Terwujudnya MA Negeri 19 Jakarta sebagai wadah pembentukan insane mandiri untuk masa depan bangsa, Negara, dan agama.

b. Misi

1) Menyempurnakan sarana prasarana MA Negeri 19 Jakarta sesuai perkembangan teknologi dan tuntutan akademik.

2) Meningkatkan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan MA Negeri 19 Jakarta.

3) Mengembangkan kemandirian, inovasi, dan kreativitas peserta didik MA Negeri 19 Jakarta melalui proses pembelajaran.

4) Menciptakan lingkungan MA Negeri 19 Jakarta yang islamik, baik dalam pergaulan maupun penataan.

5) Mengikutsertakan peran masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu hasil pendidikan dan pembelajaran di MA Negeri 19 Jakarta.

c. Tujuan

1) Sebagai rintisan madrasah kategori mandiri, yakni madrasah yang menuju madrasah bertaraf internasional.


(36)

24

2) Inovasi pembelajaran bervariasi sesuai kompetensi (Problem Based Learning, Inquiry Based Learning, Project Based Learning, Contextual Teaching and Learning) dengan pendekatan Team Learning.

3) Peningkatan prestasi akademik (OSN, computer/TIK, kebumian, debat bahasa Inggris, layanan anak berbakat/keterbakatan majemuk

“Multiple Intelegence”) dan non-akademik (sanggar seni, marching band, klub OR, dan lain-lain).

4) Peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan menyongsong sertifikasi pendidik (guru) serta penataan administrasi madrasah berbasis komputer/TIK.

5) Pemantapan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa

6) Lingkungan madrasah yang menyenangkan “hidup sehat ramah

lingkungan” yang menunjang “Joyfull Learning” yang dinamis.

7) Penerapan manajemen berbasis sekolah (School Based Management) dalam berbagai aspek kehidupan warga madrasah serta pemberdayaan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.

8) Tercipta hubungan antarwarga madrasah yang santun dan ramah. 9) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam penguasaan teknologi

baik intra maupun ekstra.

4. Tenaga Pendidik

No Nama J/K Jabatan Mata Pelajaran

1. H. Ismail Nur,

Lc. M. Ag. L Kepala Madrasah

2. Bahrullah, S. Pd. L Wakabid.

Kurikulum Matematika

3. Dra. Septidewi,

M. Si. P

Wakabid.


(37)

25

4. Dra. Zainah P Wakabid. Humas

& Sarpras Bahasa Inggris

5. Dra. Hj. Tri

Suciati P Staf Kurikulum Kimia

6. Mariatul Kibtiah,

S.Si P Staf Kurikulum Kimia

7. Ramdan Fauzi,

S.Pd L Staf Kesiswaan Ekonomi

8. Heri Siswanto,

S.Pd.I L

Staf Humas & Sarpras

PKN, Al-Qur‟an

Hadits, Ilmu

Kalam

9. Drs. H. M.

Masruri H, M.Si L Guru

Akhlak, Aqidah Akhlak

10. Sri Hidayati,

S.Pd P Guru

BimbinganKonseli ng

11. H. Ahmad

Ansori, S.Ag L Guru Fiqih

12. Drs. H.

FasyaniHata L Guru

Tafsir, Bahasa Arab

13. Drs. H. Abdullah L Kaprog Keagamaan

Bahasa Arab,

hadits, Al-Qur‟an Hadits

14. Syarifuddin HA,

S.Ag L Guru Bahasa Indonesia

15. Muhamad Bakir,

S.Pd L Guu Matematika

16. Dian Hadiyani

Sundari, S. Pd P Kaprog Bahasa Bahasa Inggris

17. Ariyanti Puspita


(38)

26

18. Rasunah, S.Pd P Kaprog IPA Biologi

19. Alfira Firnanda,

S.Pd P Guru Geografi

20. Lafifah Resti

Aulia, S.S P Guru Sejarah

21. Arfan Fitriyadi,

S.Si L Guru Fisika

22. Dwiana Puji

Rahayu, S.Pd P Kaprog IPS Geografi

23. Nur Shoimah,

S.Pd P Guru Bahasa Jepang

24. Habiybah

Hanum, S.Ag P Guru SKI

25. Mujahar

Randanu, S.Pd L Guru Matematika

26. Achmad Fauzi,

S. Kom L Guru TIK, Desain Grafis

27. Hendi Irawan,

S.Pd L Guru Sosiologi

28. Muhammad

Khaddafi, S. Pd L Guru Penjas Orkes

29. Ekawati, S.Pd P Guru Al-Qur‟an Hadits

30. Wahidatul

Hanifah, S.Pd P Guru

Bahasa Indonesia, Seni Budaya

31. DiyahWidiHartat

i, S.Pd P Guru Bahasa Indonesia

32. Munjiyah, S.Pd P Guru Bahasa Inggris

33. Khairul Fajri,


(39)

27

34. Heru Wibowo,

S.Pd.I L Guru

Bimbingan Konseling

35. Frida Agusta,

S.Pd P Guru

Bimbingan Konseling

B.

PEMBAHASAN

Berangkat dari analisis campur kode yang dibuat dalam bentuk tabel, pada bagian ini dikemukakan data yang telah dianalisis. Hasil analisis tersebut dibagi menjadi dua, yaitu hasil dianalisis data melalui konsep campur kode dan hasil analisis data dengan konsep gejala bahasa. Analisis dibuat beradasarkan tabel yang berupa lampiran. Setelah hasil analisis data selesai dilakukan, kemudian peneliti melakukan pembahasan berdasarkan hasil analisis data. Sama halnya seperti analisis, pembahasan pun dibagi menjadi dua, yakni pembahasan hasil analisis data melalui campur kode dan pembahasan hasil analisis data gejala bahasa. Analisis dan pembahasan pada penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:

1.

Hasil Analisis Data Penelitian

a. Campur kode

Berangkat dari penelitian ini, diperoleh hasil analisis data dari cerpen siswa berupa campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa asing dan bahasa daerah. Hasil data yang berupa campur kode tersebut dianalisis per kalimat dan menggunakan tabel agar lebih mudah dipahami. Satu judul cerpen yang dibuat oleh satu orang siswa dibagi ke dalam beberapa tabel. Setiap tabel terdiri dari nomor urut, kutipan per kalimat, campur kode yang terjadi, dan asal data. Nomor urut tabel, nama penulis cerpen dan judul cerpen berada di atas tabel. Hasil analisis yang berupa campur kode tersebut sebegai berikut:

1) Analisis Data 1

Bertumpu pada tabel 1-3 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan


(40)

28

penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: BI  BJ

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: BI  BB

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: BI  BE

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Muhammad Ridwan Audhityas dengan judul

cerpen “Serba Serbi LDKS” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa dan bahasa Betawi. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris.

2) Analisis Data 2

Bertumpu pada tabel 5-15 (lihat lampiran 1), artinya, penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: (BI)  (BE)

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI) (BB)

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Slang (BS) Rumusan pola: (BI) (BS)

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Arab (BA) Rumusan pola: (BI) (BA)

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Intan Rahmadany dengan judul cerpen “Ini


(41)

29

Ceritaku, Apa Ceritamu” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi dan bahasa Jawa. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan bahasa Arab.

3) Analisis Data 3

Bertumpu pada tabel 17-22 (lihat lampiran 1), artinya, penulis cerpen menggunakan campur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI)  (BB)

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: (BI) (BJ)

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Anne Rifaidah dengan judul cerpen “Mancing di Kolam Orang”menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi dan bahasaJawa. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan bahasa Arab.

4) Analisis Data 4

Bertumpu pada tabel 24-29(lihat lampiran 1), artinya penuliscerpen menggunakancampur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI) (BB)

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Desvia Nursita dengan judul cerpen


(42)

30

menggunakan campur kode intern.Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi.

5) Analisis Data 5

Bertumpu pada tabel 31-39 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: (BI)  (BJ)

 Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI)  (BB)

 Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: (BI)  (BE)

 Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Arab (BA) Rumusan pola: (BI)  (BA)

 Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Belanda (Bld) Rumusan pola: (BI)  (Bld)

 Bahasa Indonesia (BI)ke Batak (Btk) Rumusan pola: (BI)  (Btk)

 Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Slang (Slg) Rumusan pola: (BI)  (Slg)

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Annisa Rachmayanti dengan judul cerpen

“Persahabatan X-5”menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaJawabahasaBetawi, bahasa Indonesia ke bahasa Batak, bahasa slang. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, bahasa Arab, danbahasa Belanda.


(43)

31

6) Analisis Data 6

Bertumpu pada tabel 41-52 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: BI  BE

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: BI  BJ

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: BI  BB

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Siti Rafidah dengan judul cerpen “Me And My Best Friend” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaJawa dan bahasaBetawi. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaInggris.

7) Analisis Data 7

Bertumpu pada tabel 54-61 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: BI  BJ

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: BI  BB

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: BI  BE


(44)

32

 Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BS) Rumusan pola: BI  BS

Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Amallia Apinah dengan judul cerpen “Pelajaran

yang Menguras Ongkos” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaJawa, bahasa Betawi, dan bahasa Slang. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaInggris.

b. Gejala Bahasa

Berangkat darihasil analisis data melaluicampur kode, selanjutnya dilakukan analisis ke-2 yaitu analisis gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa. Gejala bahasa yang ditemukan pada penelitian ini diambil dari hasil analisis data yang berupa campur kode. Jadi, setiap gejala bahasa yang dianalisis berasal dari analisis pertama, yakni analisis campur kode. Bentuk-bentuk gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa tersebut dapat diketahui pada tabel berikut.Bentuk-bentuk gejala bahasa yang tertera di dalam tabel kemudian diuraikan satu persatu berdasarkan data yang ditemukan pada analisis campur kode. Berikut tabel dan penguraiannya.

Tabel. 62

Keunikan Diksi dalam Gejala Bahasa

Gejala Bahasa DATA

1 3 7 9 10 11 15

Protesis √ √ √ √

Epentesis √ √ √ √ √

Paragos √ √ √ √

Aferesis √ √ √ √ √ √ √

Sinkope √ √ √ √ √ √ √

Apokop √ √ √ √ √

Kontraksi √ √ √ √ √


(45)

33

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui gejala bahasa yang muncul dari campur kode pada setiap data yaitu gejala bahasa berupa protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, kontraksi, dan monoftongisasi. Gejala-gejala tersebut diijelaskan sebagai berikut:

1) Analisis Protesis

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Pengen

Pengen berasal dari kata ingin, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf

awal pada kata tersebut, yakni huruf “p”.  Gitu

Gitu berasal dari kata itu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf awal pada kata

tersebut, yakni huruf “g”.  Gini

Gini berasal dari kata ini, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf awal pada kata tersebut, yakni huruf “g”.

2) Analisis Epentesis

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Sangking

Sangking berasal dari kata saking, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan bunyi di tengah kata tersebut, yakni bunyi “ng”.

 Semenjak

Semenjak berasal dari kata sejak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan bunyi di


(46)

34

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Slang

 Gaswat

Gaswat berasal dari kata gawat, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan huruf di

tengah kata tersebut, yakni huruf “s”.

3) Analisis Paragos

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Cuman

Cuman berasal dari kata cuma, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf

akhir pada kata tersebut, yakni huruf “n”.  Apaan

Apaan berasal dari kata apa, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan bunyi di

akhir kata tersebut, yakni bunyi “an”.  Pantesan

Pantesan memiliki asal kata pantas, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan bunyi di

akhir kata tersebut, yakni bunyi “an”.

4) Analisis Aferesis

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Abis

Abis berasal dari kata habis, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal

pada kata tersebut, yakni huruf “h”.

 Udah

Udah berasal dari kata sudah, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal


(47)

35

 Gak

Gak berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal

yakni bunyi “eng”.  Aja

Aja berasal dari kata saja, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf

“s”.  Gitu

Gitu berasal dari kata begitu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal

yakni bunyi “be”.

 Gimana

Gimana berasal dari kata bagaimana, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal

yakni bunyi “ba”.  Entar

Entar berasal dari kata sebentar.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal

yakni bunyi “seb”.

 Emangnya

Emangnya memiliki kata dasar emang, berasal dari kata memang.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang

ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “m”.  Ni

Ni berasal dari kata ini, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf


(48)

36

 Moga

Moga berasal dari kata semoga, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal

yakni huruf “s”.  Tu

Tu berasal dari kata itu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf

“i”.  Ama

Ama berasal dari kata sama, kata tersebut merupakan kosakata bahasa Betawi. Ama mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh

hilangnya huruf awal yakni huruf “s”.  Ngantuk

Kata yang seharusnya adalah mengantuk, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya

morfem awal yakni “me-”.

 Ngambek

Kata yang seharusnya adalah mengambek, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh

hilangnya morfem awal yakni “me-”.

 Nyuruh

Kata yang seharusnya adalah menyuruh, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya

morfem awal yakni “me-”.

 Maksa

Kata yang seharusnya adalah memaksa, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya


(49)

37

 Mancing

Kata yang seharusnya adalah memancing, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh

hilangnya morfem awal yakni “me-”.

 Gak

Gak berasal dari kata enggak yang mengalami perubahan yang

ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni morfem “eng”.  Tapi

Tapi berasal dari kata tetapi, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal

yakni bunyi “te”.

5) Analisis Sinkope

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Tau

Tau berasal dari kata tahu, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf tengah pada kata

tersebut, yakni huruf “h”.  Sapa

Sapa berasal dari kata siapa, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan pada hilangnya huruf tengah pada kata

tersebut, yakni huruf “i”.  Dulu

Dulu berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu rahulu. Kata tersebut mengalami dua jenis perubahan fonem tetapi pada bagian ini peneliti merujuk pada kata sebelumnya, bukan kata asalnya. Perubahan fonem tersebut ditunjukkan oleh hilangnya dua huruf di tengah kata, yakni huruf


(50)

38

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Jawa

 Malang

Malang berasal dari bahasa Jawa yaitu ma-alang. Kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh pemendekan kata dengan

menghilangkan satu huruf di tengah kata, yakni huruf “a”.

6) Analisis Apokop

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Engga

Engga berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir

pada kata tersebut, yakni huruf “k”.  Ok

Ok berasal dari kata oke, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata

tersebut, yakni huruf “e”.  Ko

Ko berasal dari kata kok, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata

tersebut, yakni huruf “k”.

7) Analisis Kontraksi

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Makasih

Makasih berasal dari kata terima kasih, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan beberapa huruf.

 Oya

Oya berasal dari kata oh iya, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata


(51)

39

dengan menghilangkan dua huruf, yakni huruf terakhir pada kata pertama

“h” dan huruf pertama pada kata kedua.

 Yaudah

Yaudah berasal dari kata ya sudah, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan satu huruf, yakni huruf pertama pada kata kedua.

8) Analisis Monoftongisasi

Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi

 Pake

Pake berasal dari kata pakai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di

akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.  Rame

Rame berasal dari kata ramai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di

akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.  Kalo

Kalo berasal dari kata kalau, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di

akhir kata, yakni “au” menjadi “o”.

 Sampe

Sampe berasal dari kata sampai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.

 Cape

Cape berasal dari kata capai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di


(52)

40

2.

Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian

a. Campur kode

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat diketahui bahwa cerpen yang ditulis oleh siswa SMA kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan siswa banyak terjadi peristiwa campur kode. Campur kode tersebut melibatkan penggunaan delapan bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jawa, bahasa Betawi, bahasa slang, dan bahasa Batak. Campur kode yang dilakukan oleh setiap siswa menggunakan bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan dalam tulisan masing-masing dengan jumlah yang berbeda pula. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penulis menemukan campur kode yang sering dilakukan oleh siswa yaitu percampuran bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi.

Campur kode dibedakan menjadi dua macam, yaitu campur kode intern dan campur kodeekstern. Campur kode intern yaitu campur kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, sedangkan campur kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing. Campur kode intern pada penelitian ini terdiri dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa,bahasa Betawi,bahasa slang, dan bahasa Batak. Sementara campur kode ekstern terdiri dari bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk mengetahui peristiwa campur kode tersebut, peneliti akan mengambil beberapa contoh campur kode yang terdapat pada bab analisis untuk dijelaskan pada bab pembahasan ini.

1) Campur kode Intern

Campur kode intern merupakan campur kode yang terjadi antar ragam bahasa sendiri. Campur kode intern pada penelitian ini ditemukan sebanyak empat bentuk percampuran, yakni dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi, bahasa Indonesia ke dalam bahasa slang, bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak, dancampur kode yang beralih dari bahasa Indonesia ke dalam


(53)

41

beberapa bahasa (campuran). Pemaparan lebih jelas akan dikemukakan sebagai berikut.

Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa

Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta cukup dominan. Hal tersebut disebabkan kosakatabaku bahasa Indonesia banyak diambil dari bahasa Jawa. Apabila menengok keadaan penduduk, di mana banyak orang Jawa yang berdatangan ke Jakarta. Mereka yang menjadi pendatang baru, tentu saja masih menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Perhatikan beberapa data berikut!

(1) Anak-anak di kelas pun kerap memanggilnya dengan sebutan

inyong. (Data 5, paragraf ke-3, kalimat ke-5)

Campur kode yang terjadi pada tuturan (1) yaitu pada kata “inyong”.

Inyong adalah bahasa Jawa yang artinya “saya”. Kata inyong sudah sangat

popular di kalangan masyarakat luas, bahkan hampir semua orang

megetahui kata tersebut. Penggunaan kata “inyong” pada kutipan cerita di atas dimaksudkan untuk memberi julukan kepada seseorang yang berasal dari Jawa yang logat Jawanya masih sangat terdengar jelas.

(2) Beberapa menit sebelum masuk untuk melaksanakan UN, aku mencatat jawaban di kertas barengteman-temanku juga.(Data 15, paragraf ke-3, kalimat ke-8)

Campur kode yang terjadi pada tuturan (2) yaitu pada kata “bareng”.

Kata “bareng” adalah bahasa Jawa yang memiliki arti “bersama-sama”.

Penggunaan kata “bareng” pada kalimat tersebut dimaksudkan untuk

menciptakan suasana akrab dengan pembaca. Selain itu, kata bareng bukanlah sebuah kata yang asing lagi bagi masyarakat Jakarta. Kata tersebut sudah menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan dalam masyarakat di mana cerpen tersebut ditulis.


(54)

42

Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Betawi

Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi pada penelitian ini merupakan peritiwa campur kode yang paling dominan. Peristiwa campur kode ke dalam bahasa Betawi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Bahasa Betawi lahir dan berkembang di wilayah Kota Jakarta dan sekitarnya. Perkembangan bahasa Betawi didukung oleh penggunanya. Pengguna bahasa Betawi bukan hanya dari suku Betawi saja, melainkan setiap orang yang tinggal di lingkungan suku Betawi dan bergaul dengan orang-orang yang mayoritas adalah suku Betawi. Dewasa ini, marak berkembang bahasa remaja yang disebut dengan bahasa gaul, di mana bahasa gaul tersebut berasala dari bahasa Betawi.

Menengok ke wilayah, Jakarta adalah kota yang penduduknya mayoritas orang Betawi, di mana bahasa sehari-hari yang digunakan penduduknya adalah bahasa Betawi. Jakarta adalah kota metropolitan yang identik dengan pergaulan modern. Jadi, segala sesuatu yang digunakan oleh masyarakat Jakarta dapat dikatakan menjadi ciri tingkatan status sosial dalam pergaulan. Begitu pun dengan bahasa, orang, khususnya remaja akan merasa memiliki status sosial yang tinggi apabila menggunakan bahasa Jakarta yaitu bahasa Betawi. Oleh sebab itu, bahasa Betawi menjadi bahasa gaul di kalangan remaja. Berikut ini akan dijelaskan campur kode ke dalam bahasa Betawi yang dilakukan oleh siswa kelas X.

(3) Jaraknya cuman 100 meter dari sini.” ajak Kapi lagi. (Data 3, paragraf ke-6, kalimat ke-6)

Campur kode yang terdapat pada tuturan (3) yaitu kata “cuman”. Kata

“cuman” dikatakan tidak baku pada situasi-situasi tertentu, tetapi sebuah cerpen tidak mementingkan kebakuan kata. Kata yang sepadan dengan

“cuman” yaitu hanya. Penulis menggunakan kata “cuman” dikarenakan

cerpen yang ditulis berlatar belakang Betawi. Selain latar tempat yang digunakan berada di lingkungan Betawi, lawan bicara yang berperan sebagai temannya tersebut juga orang Betawi, dan situasi saat terjadi


(55)

43

percakapan tersebut juga dalam keadaan santai. Percakapan terjadi saat memancing. Jadi, untuk menciptakan suasana yang lebih akrab digunakan bahasa betawi

(4) Kalau ada atletik berangkatnya berame-rame dan masih banyak lagi. (Data 5, paragraf ke-9, kalimat ke-9)

Campur kode yang terdapat pada tuturan (4) berupa reduplikasi, yakni

kata “berame-rame”, yang dalam bahasa Indonesia adalah beramai-ramai. Tuturan tersebut terjadi pada saat si tokoh menceritakan tentang keakrabannya dengan teman-teman satu kelasnya, yaitu kelas X-5. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut digunakan untuk megalihkan situasi yang terasa resmi menjadi lebih santai. Tujuannya agar pembaca tidak merasa kaku dengan bahasa yang monoton, karena lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia yang baku.

(5) Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela, “Agha lagi

nganter Mira ke toko buku.” (Data 6, paragraf ke-4, kalimat ke-17)

Campur kode yang terdapat pada tuturan (5) yaitu berupa frasa, yakni

“lagi nganter”, yang artinya “sedang mengantar”. Percampuran dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tersebut disebabkan oleh faktor lawan bicara. Sebelum masuk ke dalam dialog, si pencerita menggunakan bahasa Indonesia, yaitu Kulihat raut wajah mereka berubah, lalu Tika menyela. Selanjutmya, setelah masuk ke bagian dialog, penulis bercampur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi kemudian kembali lagi ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Agha lagi nganter Mira ke toko

buku.”Frasa “lagi nganter” yang berupa bahasa Betawi tersebut digunakan

karena si tokoh “aku” pada saat itu berbicara kepada teman sebayanya,


(56)

44

sedang mengantar Mira (anak baru di sekolah mereka). Campur kode tersebut dilakukan agar suasana terasa lebih akrab dan tidak terasa kaku.

(6) Dilihat dari mana pun, kami memang hanya cocok untuk sahabatan. (Data 6, paragraf ke-9, kalimat ke-1)

Campur kode yang terdapat pada tuturan (6) yaitu berupa kata, yakni

kata “sahabatan” yang artinya “menjadi sahabat”. Salah satu ciri bahasa

Betawi yaitu menambahkan akhiran –an pada kata benda dan kata kerja. Percampuran yang terjadi pada tuturan di atas yakni dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi tersebut terjadi diakhir tuturan. Tujuan yang dilakukannya campur kode, sama seperti campur kode pada tuturan sebelumnya, yakni agar suasana lebih terasa santai. Selain itu, kata

“sahabatan” lebih terasa dekat daripada kata “menjadi sahabat”. Penulis

cerpen ingin pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh penulis. Sehingga maksud penulis dapat diterima dengan baik oleh pembaca.

(7) Sudah dulu ya, cerpen aku.(Data 2, paragraf ke-5, kalimat ke-10) Campur kode yang terjadi pada tuturan (7) yaitu berupa kata, yakni

kata “dulu”. Kata tersebut mengalami pemendekan dari kata “dahulu”, yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, yakni “rahulu” yang memiliki arti “nenek moyang”. Setelah mengalami penyerapan ke dalam bahasa

Indonesia, kata tersebut berarti untuk menjelaskan waktu yang telah lalu.

Kata “dulu” yang dipakai pada cerpen tersebut disebabkan karena tidak

adanya kata yang sepadan dari bahasa Indonesia. Percampuran tersebut dilakukan untuk kebutuhan penegasan, bahwa si penulis cerpen ingin mengakhiri ceritanya dengan cara yang sopan dan berkenan di hati pembaca.


(57)

45

(8) Buktinya, pas kelas 9 SMPN aku pacaran lagi, hohoho. (Data 2, paragraf ke-2, kalimat ke-10

Campur kode yang terdapat pada tuturan (8) yaitu pada kata “pas”.

Percampuran tersebut terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi. Bercampurnya bahasa Indonesia dengan bahasa Betawi pada

tuturan (8) terjadi secara tidak disadari oleh penutur. “Pas”adalah kata serapan dari bahasa melayu kuno yang telah dikenal sebagai bahasa

Indonesia asli yang memiliki arti “tepat”. Maksud kata pas dalam tuturan tersebut yaitu si tokoh ingin membaeritahukan kepada pembaca bahwa tepat pada kelas 9 ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama ia menjalin hubungan kasih dengan seseorang. Kata pas pun sering digunakan dalam bahasa sehari-hari, di mana sebagian orang mengenal kata tersebut sebagai bahasa Betawi. Sebab kata tersebut berkembang di Jakarta, yaitu daerah yang berlatar belakang dan berdialek Betawi.

Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Slang

Bahasa slang merupakan bahasa yang diciptakan oleh para remaja sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Bahasa slang berasal dari bahasa Indonesia yang ditambakan atau dibolak-balik struktur gramatikal. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan bahasa aslinya. Ditemukan beberapa bentuk bahasa slag pada penelitian ini.

(9) Aku punya sahabat yang kece dan baik loh, yaitu Shintia, Anisha, Denni, Bima, Erdin, Husna, dan Umy.(Data 2, paragraf ke-1, kalimat ke-5)

Campur kode yang terjadi pada tuturan (9) yaitu pada kata “kece”. Kata aslinya adalah keren dan cantik yang memiliki arti tidak jauh dari kata aslinya. Campur kode di atas dilakukan secara sadar oleh penulis cerpen agar terlihat bahwa si “aku” adalah seorang anak yang gaul. “Kece” merupakan bahasa gaul yang banyak dipakai di kalangan remaja. Penggunaan kata tersebut dalam pergaulan sehari-hari sudah sangat populer. Kata tersebut terdengar sangat meyenangkan dan sudah menjadi


(58)

46

bahasa wajib di kalangan remaja. Hal tersebut terbukti apabila seseorang yang tidak mengerti bahasa pergaulan yang digunakan oleh teman sebayanya, maka ia akan dikatakan norak atau kuper (kurang pergaulan).

(10) Kedengarannya terlalu lebay ya? (Data 2, paragraf 2, kalimat ke-5)

Campur kode yang terjadi pada tuturan (10) terdapat pada kata

“lebay”. Lebay berarti berlebihan, yang berasal dari kata “lebih”. Sama

halnya seperti tuturan (9), penggunaan kata “lebay” pada tuturan (10) pun dilakukan secara sadar bahkan disengaja oleh penulis cerpen. Pertanyaan pada kutipan cerita tersebut ditujukan untuk pembaca cerpen, oleh karena

itu, penulis cerpen memilih kata “lebay” agar memiliki kesan akrab

dengan pembacanya. Kata “lebay” sebenarnya memiliki arti yang lebih

berlebihan dari kata aslinya. Berbeda dengan kata “kece”, kata lebay lebih

popular. Bukan hanya di kalangan remaja, tetapi juga di kalangan orang tua dan anak-anak.

Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Batak

Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak pada penelitian ini tidak terlalu mendominasi. Kosakata yang dipilih pun tidak terlalu bervariasi.

(11) Begitu pun dengan Faris, anak-anak memanggilnya “Ucok”, hehehe. (Data 5, paragraf ke-3, kalimat ke-6)

Campur kode yang terjadi pada tuturan (11) adalah kata “Ucok”,

bahasa Batak, yang berarti “anak laki-laki”. Penggunaan kata “Ucok” dipilih untuk menunjukkan bahwa Fariz adalah orang yang berasal dari suku Batak. Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh tujuan penulis cerpen, yang ingin menegaskan dan menunjukkan bahwa dalam cerpennya terdapat banyak lelucon.

Selain campur kode yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula kalimat yang terdiri lebih dari satu kata dan satu bahasa daerah. Campur kode yang


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

ARIANI SOLEHA, lahir di Kota Tangerang pada tanggal 4 Desember 1990. Biasa dipanggil Rian, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Sarnalih dan Mutmainah. Ia memulai pendidikannya di SDN Pondok Bahar 02, Ciledug selama enam tahun dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SMP YPPUI, Ciledug, selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2005. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke SMA al-Mubarak, Pondok Aren, jurusan IPS, selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2008.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah kampus idamannya sejak SMA. Akhirnya, pada tahun 2009 ia melanjutkan pendidikan S1 di kampus idamannya. Sesuai dengan cita-citanya sejak SD yang ingin menjadi guru Bahasa Indonesia, ia pun memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sejak duduk di semester V (lima), sudah mulai mengajar di bimbingan belajar Primagama cabang Cidodol, Jakarta Selatan sampai semester VIII (delapan). Saat ini ia mengajar di SMP Islam Kaffah Unggul, Karang Tengah dan bimbingan belajar Ganesha Knowledge Ciledug.

“Harus bisa, yakin bisa, dan pasti bisa” merupakan rangkaian kata yang pernah dicoretkan dalam buku hariannya semasa SMA. Maksudnya yaitu setiap orang pasti bisa melakukan sesuatu apabila ada keyakinan di dalam diri dan

mengatakan kepada diri sendiri “harus bisa!” Sejak mendapat mata kuliah

Pengembangan Profesi Keguruan di semester VII (tujuh), ia mulai berpandangan bahwa profesi seorang guru sebagai profesi yang luar biasa. Sampai saat ini ia memandang bahwa “guru adalah induk dari segala profesi”.