Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya teknologi komputer dan teknologi komunikasi, di mana
berbagai komputer dapat dihubungkan dengan membentuk jaringan komputer yang
mengarah pada perkembangan internet. Secara umum, jaringan komputer ialah
gabungan komputer dan alat perangkatnya yang terhubung dengan saluran
komunikasi yang memfasilitasi komunikasi diantara pengguna dan memungkinkan
para penggunanya untuk saling menukar data dan informasi.1
Internet telah mengubah paradigma bisnis klasik (konvensional) dengan
menumbuhkan model-model interaksi antara produsen dan konsumen di pasar
elektronik. Para pengusaha mampu memulai investasinya dengan lebih mudah dan
modal lebih kecil, namun dengan mengakses Internet mampu membangun jaringan
konsumen di seluruh dunia dan menghasilkan perdagangan yang bernilai ratusan
miliar dollar pada awal abad ke dua puluh satu ini.2
Perkembangan internet, yang

juga disebut teknologi jaringan komputer


global, pada akhirnya telah menciptakan suatu dunia baru yang dinamakan
cyberspace, yang kemudian diterjemahkan menjadi dunia maya atau dunia
mayantara. Jusuf Jacobus Setyabudi dalam Tutik Tri Wulan Tutik mengatakan
bahwa: cyberspace adalah sebuah dunia komunikasi berbasis komputer, yang
1

Josua Sitompul. Cyberspace, Cybercrime, Cyberlaw. (Jakarta: Tatanusa, 2012) Hlm. 20
Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. (Jakarta: Media
Group, 2014) Hlm. 370
2

1

Universitas Sumatera Utara

2

menawarkan suatu realitas baru, yaitu realitas virtual (virtual reality). Lebih lanjut
Onno W. Purbo dalam Tutik Tri Wulan Tutik mengatakan bahwa: internet sering
disosialisasikan sebagai media tanpa batas. Dimensi ruang, waktu, birokrasi,

kemapanan dan tembok strukturisasi yang selama ini ada di dunia nyata yang mudah
di tembus oleh teknologi informasi”.3 Demokratisasi, keterbukaan, kebebasan
berbicara, kompetisi bebas, perdagangan bebas yang diimbangi oleh kemampuan
intelektual dan profesionalisme yang tinggi yang menjadi ciri khas dunia informasi
mendatang di era globalisasi.
Penerapan internet dalam dunia bisnis terlihat begitu pesat, hal ini dapat
dilihat dari adanya perjanjian atau kontrak elektronik, jual beli secara online dan lain
sebagainya. Perkembangan penerapan teknologi informasi dalam semua lini
kehidupan masyarakat saat ini bukan tidak menyisakan persoalan, khususnya di
Indonesia. Perjanjian e-commerce misalnya, penerapan teknologi dalam perjanjian econtract tidak seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut
dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah
pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik.
Perjanjian antar pihak dapat dilakukan dengan hanya mengakses halaman web
yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama
(penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang
disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu
membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan
3

Ibid. Hlm. 370


Universitas Sumatera Utara

3

tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para pihak tidak perlu
bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian (e-date interchange).
Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait,
ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila
ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Tidak berlebihan
kiranya, apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para
pihak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai
aktivitas bisnis tersebut.4
Transaksi e-commerce merupakan salah satu kegiatan transaksi elektronik.
Perjanjian dalam aktivitas e-commerce pada dasarnya sama dengan perjanjian yang
dilakukan dalam transaksi perdagangan konvensional, akan tetapi perjanjian yang
dipakai dalam e-commerce merupakan perjanjian para pihak yang dibuat melalui
sistem elektronik atau disebut kontrak elektronik.5
Kontrak


elektronik

tidak

saja

diterapkan

dalam

dunia

bisnis,

perkembangannya teknologi informasi dan internet dikembangkan pula dalam sistem
pelayanan publik oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan inovasi baru yang
dilakukan pemerintahan dalam bidang pelayanan publik dan sistem administrasi,
seperti, kontrak elektronik dalam pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintahan.
Selain itu, pemerintah juga telah membuat beberapa kebijakan dalam rangka


4

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial.
(Surabaya: LBM, 2013) Hlm. 135
5
Rudyanti Dorotea Tobing. Aspek-Aspek Hukum Bisnis, Pengertian, Asas, Teori dan Praktik.
(Yokyakarta: Lasbang Justia, 2012) Hlm. 216

Universitas Sumatera Utara

4

penyempurnaan sistem administrasi negara, seperti Sistem Administrasi Pendataan
Ulang Pegawai Negeri Sipil melalui program e-PUNPS yang dilaksanakan oleh
Badan Kepegawaian Nasional.
Seiring dinamika dan perkembangan teknologi informasi dan internet yang
begitu pesat, maka penerapan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris
secara elektronik merupakan suatu keniscayaan, karena seluruh peristiwa hukum
yang dilakukan melalui media elektronik oleh penting untuk memperoleh jaminan
kepastian hukum. Tentunya dalam hal ini sangat dibutuhkan peran notaris sebagai

pejabat pembuat akta autentik yang dapat mencatat peristiwa hukum yang dilakukan
dengan media elektronik sesuai dengan keinginan para pihak.
Sistem hukum nasional, terutama dalam konteks kebutuhan akan jaminan
keauntetikan

suatu

informasi

elektronik,

khususnya

dalam

dukungan

penyelenggaraan tanda tangan digital (e-signature). Negara Indonesia, tampaknya
masih harus berjuang untuk mengikuti dinamika itu. Oleh karena itu, kajian ini
menjadi suatu kebutuhan dalam rangka melakukan reformasi hukum nasional agar

dapat mengakomodasi dinamika teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi.6
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (yang disingkat UU ITE) telah mengatur mekanisme penggunaan tanda
tangan elektronik, di mana setiap orang dapat menggunakan tanda tangan elektronik
(e-signature) yang didukung oleh suatu jasa layanan penyelenggara sertifikasi

6

Edmon Makarim. Notaris & Transaksi Elektronik, Kajian Hukum Tentang Cybernotary atau
Elektronik Notary, (Sinar Grafika: Jakarta, 2014) Hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

5

elektronik. Pada dasarnya, suatu tanda tangan elektronik berikut sistem sertifikasi
elektroniknya, diselenggarakan untuk memperjelas identitas subjek hukum dan
melindungi keamanan serta otensitas informasi elektronik yang dikomunikasikan
melalui sistem elektronik.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam kehidupan dan transaksi sehari-hari,

notaris telah diakui dan dihargai sebagai pihak yang layak dipercaya oleh masyarakat.
Notaris adalah pejabat atau profesional hukum yang disumpah untuk bertindak sesuai
dengan hukum yang semestinya, sehingga dapat dikatakan notaris sangat diperlukan
untuk kepastian legalitas perbuatan maupun utuk mencegah adanya perbuatan
melawan hukum.7
Dunia notaris merupakan perpaduan antara teori dan praktik dalam tataran
yang ideal antara teori dan praktik sejalan atau terkadang tidak saling sejalan.
Artinya tidak selalu teori mendukung praktek, sehingga dunia notaris harus dibangun
tidak saja diambil dan dikembangkan oleh teori-teori dari ilmu hukum yang telah ada,
tetapi notaris harus juga mengembangkan sendiri teori-teori untuk menunjang
pelaksanaan tugas jabatan notaris dan pengalaman yang ada selama menjalankan tuga
jabatan notaris.8
Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (yang
disingkat UUJN), dapat dilihat bahwa Notaris memiliki peran dan fungsi yang
penting dalan legalitas transaksi di Indonesia, bahkan notaris juga dipahami sebagai
7

Ibid., Hlm. 6
Emma Nurita. Cybernotary Pemahaman Awal dan Konsep Pemikiran. (Jakarta: Refika
Aditama, 2014) Hlm. 2

8

Universitas Sumatera Utara

6

pihak ketiga yang terpercaya. Jasa seorang notaris telah menjadi kebutuhan
masyarakat, tidak hanya dalam pembuatan akta, melainkan juga sebagai saksi atau
penengah dari transaksi yang dilakukan.9 Namun, UUJN belum secara tegas
mengatur mengenai kewenangan notaris dalam pembuatan akta notaris secara
elektronik. Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan: “Akta Notaris yang selanjutnya
disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”.
Redaksi Pasal 1 angka 7 UUJN, memberikan pemahaman bahwa akta notaris
harus dibuat dihadapan notaris, artinya para pihak harus menghadap kepada notaris.
Dengan demikian, pengertian akta notaris di atas, menunjukkan bahwa peluang untuk
membuat akta notaris dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi
sangat kecil, mengingat Undang-Undang Jabatan Notaris mengharuskan pembuatan
akta dilaksanakan dihadapan notaris.
Demikian pula pengaturan yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum

pembuatan akta secara elektronik dalam UU ITE. Undang-undang ini secara tegas
memberikan pembatasan terhadap kewenangan notaris dalam membuat akta secara
elektronik. Hal ini dapat dilhat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yang
menyebutkan

bahwa

Informasi

Elektronik

dan/atau

Dokumen

Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk surat yang menurut undangundang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta dokumennya yang

9


Edmon Makarim. Op.Cit., Hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

7

menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta.
Apabila substansi Pasal 1 angka 7 UUJN dicermati lebih seksama, maka
pembuatan akta notaris tidak hanya membawa perubahan pada UUJN, tetapi
membawa perubahan terhadap UU ITE, khususnya ketentuan Pasal 5 UU ITE yang
memberikan batasan terhadap akta yang dibuat oleh akta notaril tidak dapat dibuat
secara elektronik.
Ketentuan hukum tentang akta autentik yang diatur dalam UUJN dan UU ITE,
memberikan pemahaman bahwa penerapan perkembangan teknologi informasi dalam
pembuatan akta autentik secara elektronik oleh notaris masih sulit untuk diterapkan,
mengingat ketentuan hukum yang mengatur tentang otensitas akta autentik masih
menjadi hambatan dalam proses pembuatan akta yang dibuat secara elektronik oleh
pejabat notaris dalam UUJN dan KUH Perdata. Terkait substansi hukum pembuatan
akta secara elektronik oleh Notaris dalam UUJN, Edmon Makarim menjelaskan
bahwa:
Sebenarnya tidak ada larangan pembuatan salinan elektronik dalam undangundang jabatan notaris, tetapi akan potensial muncul masalah karena adanya
keharusan pembacaan dan penanda waktu yang menunjukkan tanggal dan/atau
waktu di mana peristiwa tertentu terjadi (time stamping). Oleh karena itu para
pihak yang bertransaksi dengan notaris terlebih dahulu menyepakati waktu
yang akan dipakai dalam suatu transaksi elektronik.10
Pendapat Edmon Makarim di atas memang tidak ada salahnya, oleh karena
aturan yang mengatur tentang bagaimana mekanisme pembuatan salinan elektronik

10

Emma Nurita. Op.Cit. Hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

8

belum terkonsep dalam pembuatan akta secara elektronik secara jelas, sehingga akan
membawa persoalan hukum tersendiri. Pembuatan akta autentik di hadapan notaris,
bukan saja diharuskan oleh undang-undang, tetapi juga dikehendaki para pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian
hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan
sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Namun, perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
aktivitas masyarakat yang telah menerapan teknologi informasi, bahkan sistem
layanan publik oleh pemerintah telah dilaksanakan, seperti kontrak elektronik dalam
pengadaan barang/jasa milik pemerintah, program pendataan ulang pegawai negeri
sipil dengan e-PUPNS, dan lain sebagainya. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana
peluang dan tantangan notaris di era globalisasi yang menuntut agar notaris tidak
hanya bekerja secara manual tetapi juga harus mampu memanfaatkan informasi yang
berbasis teknologi sehingga mengikuti perkembangan masyarakat modern.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara
elektronik tentunya tidak saja memberikan keuntungan, tetapi juga menimbulkan
beberapa permasalahan. Keuntungan yang diperoleh dari pembuatan akta notaris
secara elektronik, diantaranya adalah efisiensi waktu dan biaya. Namun pemanfaatan
teknologi informasi di samping menghasilkan banyak manfaat bagi masyarakat, juga
menimbulkan beberapa persoalan, khususnya menyangkut persoalan hukum.11
Perkembangan masyarakat yang sedemikian cepat, berbanding terbalik
dengan perkembangan hukum di Indonesia yang selalu ketinggalan kereta. Dari
11

Ibid, Hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

9

waktu ke waktu pengaturan hukum di Indonesia selalu menunjukkan ketertinggalan
karena disebabkan banyaknya peraturan hukum yang masih merupakan produk dari
peninggalan kolonial Belanda dan masih tetap dipergunakan. Demikian pula produk
hukum yang dibuat pada masa sekarang ini, dari sisi materi maupun sisi substansi
belum mampu mengimbangi perkembangan zaman, khususnya perkembangan
teknologi informasi yang semakin pesat.
Berdasarkan uraian di atas, perlu untuk menaruh perhatian terhadap
permasalahan mengenai penerapan perkembangan teknologi informasi dalam
pembuatan akta notaris secara elektronik. Penerapan teknologi informasi dalam
pembuatan akta notaris secara elektronik memerlukan landasan hukum untuk dapat
dijadikan sebagai landasan berpijak bagi pejabat notaris dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian,
notaris dalam menjalankan kewenangannya dalam pembuatan akta notaris secara
elektronik memperoleh jaminan kepastian hukum. Sebaliknya masyarakat sebagai
pihak yang membutuhkan jaminan atas kepastian hukum terhadap peristiwa hukum
yang dilakukan juga memperoleh rasa aman dan nyaman dalam pembuatan akta
notaris secara elektronik.
Permasalahan tersebut mendasari dan menimbulkan suatu inspirasi bahwa
penerapan perkembangan transaksi elektronik dalam pembuatan akta notaris secara
elektronik merupakan suatu permasalahan yang perlu mendapatkan pengkajian dari
aspek hukum. Permasalahan hukum yang timbul terkait dengan pembuatan akta
notaris secara elektronik akan dilakukan pengkajian secara konprehensif melalui

Universitas Sumatera Utara

10

penelitian tesis ini, dengan judul sebagai berikut: “Analisis Hukum Atas
Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang
akan menjadi batasan dari penelitian ini nantinya, antara lain:
1. Bagaimana landasan hukum keberadaan akta notaris secara elektronik
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Bagaimana substansi hukum penggunaan dan pembuatan akta notaris secara
elektronik?
3. Apakah hambatan dan upaya pemerintah dalam pembuatan akta notaris secara
elektronik?
C. Tujuan Penelitian
Pelaksanaan penelitian sudah barang tentu memiliki tujuan tersendiri,
mengacu pada rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui landasan hukum keberadaan akta notaris secara elektronik
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk menjabarkan substansi hukum penggunaan dan pembuatan akta notaris
secara elektronik.
3. Untuk menganalisis hambatan dan upaya pemerintah dalam pembuatan akta
notaris secara elektronik.

Universitas Sumatera Utara

11

D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan kontribusi yang positif dalam pemecahaan
permasalahan yang timbul di tengah masyarakat. Demikian pula dengan penelitian
ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan juga
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum perdata. Adapun
manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Seacara Teoretis
Penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya
mengenai ilmu hukum perdata yang mengkaji bidang hukum kontrak
elektronik dan kaitannya dengan tugas dan fungsi notaris sebagai pejabat
umum dalam melegalisasi perbuatan hukum yang terjadi di tengah
masyarakat, khususnya mengenai pembuatan akta notaris secara elektronik.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna bagi
masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang cenderung menggunakan
kontrak bisnis secara elektronik, dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai rujukan dalam melakukan transaksi elektronik,
khususnya untuk melegalisasi kontrak-kontrak bisnis elektronik tersebut
sehingga

memperoleh

perlindungan

hukum

bagi

para

pihak

yang

membuatnya. Demikian pula dengan notaris, sebagai pejabat umum pembuat
akta autentik, notaris diharapkan dapat mensinergikan perkembangan
teknologi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya bagi

Universitas Sumatera Utara

12

masyarakat yang melakukan bisnis dengan berbasis pada kontrak-kontrak atau
transaksi-transaksi elektronik.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah
penulis lakukan, di Kepustakaan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan, maka ditemukan beberapa hasil penulisan yang terkait dengan judul
dan permasalahan yang sedang diteliti, diantaranya:
1. Tesis dengan judul: “Penerapan Konsep Cyber Notary Di Indonesia Ditinjau
dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2014”, disusun Oleh B. Nasution Dewi,
NIM. 057011036, Program Studi Magister Kenatarian, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara (USU), 2015. Dengan rumusan masalah:
a. Bagaimanakah bentuk-bentuk penerapan dari konsep cyber notary ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014?
b. Bagaimanakah peraturan pelaksanaan yang mengatur penerapan dari
konsep cyber notary tersebut?
2. Tesis dengan Judul: Tinjauan Yuridis Akta Notaris yang Dihasilkan melalui
Konsep Cyber Notary di Indonesia, disusun oleh: Reza Saktipan
NIM. 110110090079, Program Studi Hukum Keperdataan, Sekolah Pasca
Universitas Padjajaran dengan permasalahan:
a. Bagaimana keabsahan dari akta notaris yang dihasilkan melalui konsep
cyber notary?

Universitas Sumatera Utara

13

b. Bagaimana akibat hukum terhadap akta notaris yang dihasilkan melalui
konsep cyber notary?
3. Tesis dengan Judul: Penyimpanan Protokol Notaris Dalam Bentuk Digital
Menuju Era Cyber Notary, oleh Ida Bagus Gede Mahadiptha Bramartha
Maharddhika NIM : 04200076, Program Studi Hukum Keperdataan, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan permasalahan:
a. Adakah kemungkinan notaris untuk menyimpan seluruh Protokol Notaris
dalam bentuk digital menurut Undang-Undang Jabatan Notaris?
b. Bagaimana konsekuensi hukum dari Protokol Notaris dalam bentuk digital
terhadap kekuatan pembuktian dihadapan pengadilan?
Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan, maka sejauh yang diketahui,
penelitian tentang: “Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta
Secara Elektronik”, belum pernah dilakukan baik dilihat dari judul maupun dari
subtansi permasalahan. Penelitian tentang analisis hukum penggunaan dan pembuatan
akta secara akta secara elektronik tidak terdapat penelitian yang sama. Sehingga
penelitian ini adalah asli adanya. Artinya, secara akademik penulisan ini dapat
dipertanggungjawabkan kemurniannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butiran-butiran pendapat, teori

tesis dari penulis dan ahli hukum dibidangnya menjadi pertimbangan, pegangan

Universitas Sumatera Utara

14

teoritas yang mungkin disetujui atau tidak butir-butir pendapat tersebut setelah
dihadapkan pada fakta-fakta tertentu yang dapat dijadikan masukan eksternal bagi
penulis.12 Peter M. Marzuki, menyatakan: “penelitian hukum dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskrepsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.”13
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat
jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.14 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari
mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.15 Fungsi teori dalam
penelitian ini adalah untuk menyususn dan mengklasifikasikan atau mengelompokkan
penemuan-penemuan dalam sebuah penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas
dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab
pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan
objek yang harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.16
Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu
masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat, dan memaksa.
Hukum diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang menetapkan sesuatu di atas
sesuatu yang lain, yakni menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, yakni
12
13

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) Hlm 80.
Peter M.Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010)

Hlm. 35
14

Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), Hlm. 254
Ibid., Hlm. 253
16
M.Solly Lubis, Op. Cit., Hlm. 17
15

Universitas Sumatera Utara

15

menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan, dan terlarang untuk
dikerjakan.
Hukum diartikan sebagai ketentuan suatu perbuatan yang terlarang berikut
berbagai akibat (sanksi) hukum didalamnya. Dalam penelitian ini teori hukum yang
dijadikan sebagai landasan atau pisau analisis adalah teori sistem hukum yang
meliputi: teori kemanfaatan hukum (utilitarianisme), teori kepastian hukum dan teori
sistem hukum (legal theorie) yang dikembangkan W. Friedman, yang meliputi:
struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum.17
a. Teori kemanfaatan hukum (utilitarianisme)
Jeremy Bentham yang terkenal sebagai salah seorang tokoh utilitarianisme
hukum, dilahirkan di London pada tahun 1748. Bentham hidup selama masa
perubahan sosial, politik dan ekonomi. Revolusi industri dengan perubahan sosial dan
ekonomi yang masif yang membuatnya bangkit, juga revolusi di Perancis dan
Amerika semua merefleksikan pikiran Bentham. Pemikiran hukum Bentham banyak
diilhami oleh karya David Hume yang merupakan seorang pemikir dengan
kemampuan analisis luar biasa, yang meruntuhkan dasar teoritis dari hukum alam, di
mana inti ajaran Hume bahwa sesuatu yang berguna akan memberikan kebahagiaan.
Atas dasar pemikiran tersebut, kemudian Bentham membangun sebuah teori
hukum komprehensif di atas landasan yang sudah diletakkan Hume tentang asas
manfaat. Bentham merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum

17

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), Hlm. 59

Universitas Sumatera Utara

16

yang dikodifiasikan, dan untuk merombak hukum yang baginya merupakan sesuatu
yang kacau. Bentham merupakan pencetus sekaligus pemimpin aliran kemanfaatan.
Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari
kesengsaraan. Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest
Happines for the greatest number”.18
Adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang sebesar-besarnya
bagi orang-orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.19 Utilitarianisme
meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum, kemanfaatan di sini
diartikan sebagai kebahagiaan (happines), yang tidak mempermasalahkan baik atau
tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada pembahasan mengenai
apakah hukum dapat memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.20
Penganut teori utilitarianisme mempunyai prinsip bahwa manusia akan
melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesarbesarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham menyatakan:
Bahwa baik buruknya suatu perbuatan akan diukur apakah perbuatan itu
mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Bentham mencoba menerapkannya di
bidang hukum yaitu perundang-undangan di mana baik buruknya ditentukan
pula oleh ukuran tersebut. Sehingga undang-undang yang banyak memberikan
kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undangundang yang baik. Oleh karena itu diharapkan agar pembentuk undangundang harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat
secara individual. Lebih lanjut Bentham berpendapat bahwa keberadaan
18

H.R Otje Salman, S, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung :
PT. Refika Aditama, 2010, hlm 44.
19
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) Hlm 59.
20
H.R Otje Salman, Op.Cit. Hlm. 44.

Universitas Sumatera Utara

17

negara dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang
hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.21
Ajaran Bentham dikenal dengan sifat individualis di mana pandangannya
beranjak pada perhatiannya yang besar pada kepentingan individu. Menurutnya
hukum pertama-tama memberikan kebahagian kepada individu-individu tidak
langsung kemasyarakat. Namun demikian Bentham tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat. Untuk itu, Bentham mengatakan agar kepentingan idividu yang satu
dengan kepentingan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi
sehingga individu yang satu tidak menjadi mangsa bagi individu yang lainnya (homo
homini lupus). Selain itu, Bentham menyatakan bahwa agar tiap-tiap individu
memiliki sikap simpati dengan individu yang lainnya sehingga terciptanya
kebahagiaan individu maka dengan sendirinya maka kebahagiaan masyarakat akan
terwujud.22

Bentham

mendefinisikan

kegunaan

(utilitas)

sebagai

segala

kesenangan, kebahagiaan, keuntungan kebajikan, manfaat atau segala cara untuk
mencegah rasa sakit, jahat, dan ketidakbahagiaan. Beberapa pemikirannya pentingnya
yaitu:23
1) Hedonisme kuantitatif (paham yang dianut orang-orang yang mencari
kesenangan semata-mata secara kuantitatif bahwa hanya ada semacam
kesenangan, dimana kesenangan hanya berbeda secara kuantitatif yaitu
menurut banyaknya, lama dan intensitasnya sehingga kesenangan adalah
bersifat jasmaniah dan berdasarkan penginderaan.

21
Lilik Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung :
PT. Citra Aditya Bhakti, 2004) Hlm. 64
22
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) Hlm. 118.
23
Lilik Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi, Op. Cit., Hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara

18

2) Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangankesenangan bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan spritual dan
menganggapnya sebagai kesenangan palsu.
3) Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat diukur
atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang tepat antara
kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang dapat memilih
kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus hedonistik sebagai dasar
keputusannya. Adapun kriteria kalkulus yaitu: pertama, intensitas dan tingkat
kekuatan kesenangan, kedua, lamanya berjalan kesenangan itu, ketiga,
kepastian dan ketidakpastian yang merupakan jaminan kesenangan, keempat,
keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan waktu, kelima,
kemungkinan kesenangan akan mengakibatkan adanya kesenangan tambahan
berikutnya, keenam, kemurnian tentang tidak adanya unsur-unsur yang
menyakitkan, ketujuh, kemungkinan berbagi kesenangan dengan orang lain.
Disamping itu ada sanksi untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas
dalam mencapai kesenangan yaitu : sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral
atau sanksi umum dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.
Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai berikut:24
1) Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada
individu-individu baru orang banyak. Prinsip utiliti Bentham berbunyi ”the
greatest heppines of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesarbesarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).
2) Prinsip itu harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan
selalu sama.
3) Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundangundangan harus mencapai empat tujuan:
a) To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup)
b)To Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah)
c) To provide security (untuk memberikan perlindungan)
d)To attain equity (untuk mencapai persamaan).
Teori kemanfaatan hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan,
sebagai berikut:
1) Penerapan teknologi dalam pembuatan akta memberikan manfaat bagi
masyarakat, yakni mewujudkan efektivitas dan efisiensi waktu serta biaya
dalam pembuatan akta.
24

Muh. Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,
2011) Hlm. 179

Universitas Sumatera Utara

19

2) Pengaturan hukum terkait dengan penerapan teknologi dalam pembuatan akta
sangat memberikan manfaat bagi masyarakat.
3) Kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat, penerapan teknologi
memberikan

berbagai

kemudahaan,

sehingga

dapat

mewujudkan

kesejahteraan dan sekaligus mewujudkan kebahagiaan bagi masyarakat.
b. Teori Kepastian Hukum
Teori kemanfaatan sebagaimana diuraikan sebelumnya tidak cukup digunakan
untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini. Analisis manfaat dari suatu perilaku
hanyalah pertimbangan etis dan moral atas baik buruknya suatu perbuatan. Namun
demikian, agar perbuatan tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi masyarakat,
maka harus ada kepastian hukm atas perbuatan tersebut dalam hukum positif. Oleh
karena itu teori utilitas didukung oleh teori kepastian hukum.
Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin
kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi
kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas hukum tersebut tersimpul
dua tugas lain, yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap
berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang
berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh
karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum.
Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya
hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada ketentuanketentuan

yang

bertentangan,

undang-undang

itu

dibuat

berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

20

“rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak
dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan.25
Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hukum
tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang,
bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap orang
yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.
Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum.
Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undangundang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada
peristiwa yang konkrit.26 Undang-undang dan hukum diidentikkan,27 Hakim positivis
dapat dikatakan sebagai corong undang-undang. Artinya, setiap peristiwa hukum
yang terjadi di tengah masyarakat haruslah memiliki sarana atau undang-undang yang
mengaturnya, sehingga peristiwa tersebut dapat memiliki kekuatan hukum dan
memperoleh perlidungan hukum. Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian
ini dengan alasan sebagai berikut:
1) Undang-undang yang mengatur tentang pembuatan akta notaris saat ini belum
mendukung penerapan teknologi dalam pembuatan akta.
25
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2008) Hlm. 35
26
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Op.Cit,. Hlm. 42-43.
27
Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara
Pidana (Bandung: Alumni, 2005), Hlm.120.

Universitas Sumatera Utara

21

2) Pembuatan akta oleh notaris bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
atas suatu peristiwa hukum. Berdasarkan hukum yang berlaku, akta Notaris
merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan
pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.
3) Pemahaman yang berkembang di masyarakat dan sejumlah pejabat notaris,
yakni bahwa akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian.
Sehingga masyarakat masih menganggap bahwa akta merupakan surat yang
dibuat di hadapan notaris dalam bentuk tulisan di atas kertas.
c. Teori Sistem Hukum (legal theorie)
Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan
hukum bergantung pada: substansi hukum, struktur hukum/pranata hukum dan
budaya hukum.28 Substansi Hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa
atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan
oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka
keluarkan, atau aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum
yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang
(law books).
Sebagai negara yang masih menganut sistem civil law sistem atau sistem
Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan perundang-undangan juga telah
menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah
28

Lawrence W. Friedman, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad
Arifin, disunting oleh Ahcmad Nasir Budiman, dan Sulaiman Saqib, Teori dan Filsafat Hukum :
Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) Hlm. 120

Universitas Sumatera Utara

22

peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis
bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.29
Sehubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini, substansi hukum yang
dimaksud adalah UUJN dan KUH Perdata, serta peraturan perundang-undangan
terkait lainnya. Sebagai substansi hukum, penting untuk diketahui apakah UUJN yang
mengatur kewenangan pembuatan akta oleh pejabat notaris telah mengakomidir
permasalahan hukum terkait dengan penerapan teknologi informasi dalam pembuatan
akta notaris
Struktur hukum mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut,
umpamanya menyangkut tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara
lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, dan seterusnya.30
Struktur Hukum disebut sebagai sistem struktural yang menentukan apakah suatu
perbuatan dapat dijangkau oleh hukum, misalnya Majelis Pengawas Notaris sebagai
pranata hukum apakah dapat melakukan pengawasan terhadap notaris, jika penerapan
teknologi informasi diterapkan dalam pembuatan akta notaris.
Budaya/kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman pada dasarnya
mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang
merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga
dianuti) dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Nilai–nilai tersebut

29
30

Ibid. Hlm. 20
Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hlm. 59

Universitas Sumatera Utara

23

lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim
yang harus diserasikan.31
Menurut Jimly Asshiddiqie:
Substansi yang tercermin dalam peraturan perundang-undangan atau pun dalam
putusan-putusan hakim selalu berasal dari budaya hukum, dan institusi hukum
yang bekerja untuk membuat maupun menerapkan dan menegakkan hukum
juga dipengaruhi oleh budaya hukum yang hidup dan mempengaruhi orangorang yang bekerja di dalam setiap institusi itu. Karena itu, menurut Lawrence
Friedmann, budaya hukum itulah yang menjadi komponen utama dalam setiap
sistem hukum.32
Budaya hukum juga dapat dipersepsikan sebagai sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur
hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.
Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin
tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan
dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana,
tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum.
Budaya hukum, dalam kaitannya dengan penerapan teknologi informasi dalam
pembuatan akta notaris yang saat ini berkembang di masyarakat adalah dengan
membuat akta secara konvensional. Di mana para pihak secara langsung menghadap
kepada notaris, kemudian dilakukan pembuatan akta oleh notaris sekaligus

31
32

Ibid., Hlm. 59-50
Jimlly Asshiddigie, Teori Hukum Hens Kelsen, (Jakarta: Komisi Yudisial, 2006) Hlm. 21-22

Universitas Sumatera Utara

24

pembacaan isi akta dihadapan para pihak yang kemudian penandatanganan akta oleh
masing-masing pihak dan saksi. Sementara itu, penerapan teknologi informasi dalam
pembuatan akta sangat bertolak belakang dengan budaya hukum yang saat ini
berkembang di masyarakat dan praktek pembuatan akta secara konvensional yang
dilakukan oleh notaris.
Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling
keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam
pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung
agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
Menurut Soerjono Soekanto, proses pembangunan merupakan suatu
perubahan yang harus diupayakan agar berjalan teratur dan berkelanjutan (sustainable
development) disetiap sektor antara lain politik, ekonomi, demografi, phisikologi,
hukum, intelektual maupun teknologi.33
Didiek M. Arief, menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan (dalam arti luas), yaitu:34
1) Pemikiran manusia. Akal budi yang diberikan Tuhan pada manusia akan
selalu berkembang dari waktu ke waktu, kondisi ini mengakibatkan manusia
untuk senantiasa mempergunakan pemikirannya dalam segala aspek
kehidupannya.
2) Kebutuhan/tuntutan manusia. Disatu sisi manusia selalu menginginkan agar
kebutuhannya selalu terpenuhi, sementara dilain sisi manusia tidak pernah
akan terpuaskan, kondisi ini menyebabkan manusia dengan berbagai usahanya
berupaya agar kebutuhannya secara relatif dapat terpenuhi.
33

Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi hukum Bagi Kalangan Hukum, (Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1991) Hlm. 11
34
Dikdik M. Arief Mansur & Elisaris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi,
(Refika Aditama, Bandung, 2009), Hlm. 16-17.

Universitas Sumatera Utara

25

3) Cara hidup manusia. Perkembangan jaman selalu berdampak pada timbulnya
berbagai perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya cara
hidup.
4) Teknologi (kemampuan cipta sarana). Semakin maju kehidupan manusia
semakin meningkat pula kemampuan manusia dalam melahirkan teknologi.
5) Komunikasi dan transportasi. Kemajuan sarana komunikasi dan transportasi
berakibat pada mudahnya interaksi antara satu tempat dengan tempat lain,
negara-negara tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, semuanya terhubung
dalam suatu jaringan global.
Oleh sebab itu, penelitian hukum difungsikan sebagai sarana untuk
pembaharuan masyarakat (Law as a tool of social engineering) agar pembangunan
benar-benar berjalan menurut garis kebijaksanaan yang diamanatkan oleh UUD
Tahun 1945. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja dengan menyesuaikan konsep dari Roscoe Pound terhadap hukum di
Indonesia, kemudian oleh Romli Atmasasmita dikembangkan lagi dengan konsep
Bureucratic and Social Engineering. Romli Atmasasmita mengemukakan, hukum
harus memegang peranan dalam memberdayakan masyarakat dan birokrasi untuk
mewujudkan masyarakat madani.35
Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum
dalam pembangunan nasional kemudian dikenal sebagai Teori Hukum Pembangunan
yang diletakkan di atas premis dan memiliki inti ajaran atau prinsip sebagai berikut:36
a. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan
dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi
dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur menurut Mochtar, dapat
dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi
35

Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, (Genta Publishing, Yogyakarta, 2012) Hlm. 64.
36
Ibid., Hlm 65-66

Universitas Sumatera Utara

26

b.

c.

d.

e.

dari keduanya. Beliau menolak perubahan yang tidak teratur dengan
menggunakan kekerasan semata-mata.
Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan awal
dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana
(bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.
Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui
kepastian hukum dan juga (sebagai kaidah sosial) harus dapat mengatur
(membantu) proses perubahan dalam masyarakat.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the
living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.
Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat diwujudkan jika
hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri
harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan di dalam hukum itu.
Hukum sangat diperlukan bagi proses perubahan termasuk perubahan yang

cepat yang biasa diharapkan oleh masyarakat yang sedang membangun, apabila suatu
perubahan itu hendak dilakukan dengan teratur dan tertib, maka hukum merupakan
sarana yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.37 Untuk itu
pembangunan hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang
bersifat hukum materiil guna mengimbangi kebutuhan masyarakat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Pembangunan hukum tidak
hanya terjadi dalam bidang hukum materiil saja melainkan juga dalam bidang hukum
Acara Perdata (formil) terutama dalam hal pembuktian yang berupa alat bukti
elektronik, karena pengembangan informasi menuntut untuk segera dilakukannya
perubahan tersebut.
Roscue Pound sebagai salah satu ahli hukum yang ber-mazhab pada
Sosiological Jurisprudence, terkenal dengan teorinya yang menyatakan bahwa,

37

Emma Nurita. Op.Cit, Hlm. 96

Universitas Sumatera Utara

27

“hukum adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of
social engineering)”.38 Hal inilah yang menjadi tolak pemikiran dari Satjipto Raharjo
dengan menyatakan: “bahwa hukum adalah untuk manusia, pegangan, optik atau
keyakinan dasar, tidak melihat hukum sebagai suatu yang sentral dalam berhukum,
melainkan manusialah yang berada di titik pusat perputaran hukum. Hukum itu
berputar di sekitar manusia sebagai pusatnya. Hukum ada untuk manusia, bukan
manusia untuk hukum”.39
Kebudayaan teknologi modern merupakan suatu yang kompleks, kebudayaan
itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan
dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat,
media komunikasi, sarana dan mobilitas fisik dan angkutan dan lain-lain. Habib Adjie
berpandangan bahwa, pada masa yang akan datang secara umum sistem hukum
modern, harus bercirikan:
1) Fasilitatif, yaitu hukum yang dapat memfasilitasi berbagai kepentingan
masyarakat. Artinya segalah hal yang dibutuhkan oleh masyarakat hukum
telah memberikannya jalan.
2) Akomodatif, yaitu hukum yang dapat mengakomodasikan berbagai
kepentingan masyarakat, artinya apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,
hukum telah memberikannya jalan.
3) Adaptif, yaitu hukum yang dapat beradaptasi dengan hal-hal yang baru terjadi
dengan tetap memberikan kepastian hukum dan tetap dengan memberikan
perhatian terhadap hukum yang lama sehingga dalam hal ini hukum dapat
mengintegrasikan berbagai nilai lama dan hal-hal yang baru sehingga terjadi
perubahan, tidak menimbulkan gejolak yang mengakibatkan kekosongan
hukum.
38

Darji Darmodiharjo, Shidarta, Op. Cit. Hlm.113.
Abdul Halim, Teori-teori Hukum Aliran Positivisme dan Perkembangan Kritik-kritiknya
dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. II, 2009, Hlm. 390. Diakses dari www.google.com pada 14
Januari 2014.
39

Universitas Sumatera Utara

28

4) Bottom up, bahwa hukum merupakan kristalisasi berbagai nilai yang hidup
dalam masyarakat selama ini. Artinya nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat harus dihargai dan dinormatifkan dalam bentuk suatu peraturan
perundang-undangan.
5) Futuristik, yaitu hukum yang dapat mengantisipasi berbagai kejadian yang
mungkin muncul pada suatu hari. Meskipun suatu tindakan hukum tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan, hukum yang futuristik telah
memberikan jalan keluarnya.40
Teori sistem hukum sebagaimana diuraikan di atas di pandang tepat
dipergunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1) Substansi hukum dalam UUJN dan UU ITE belum mengatur secara tegas
tentang pembuatan akta notaris secara elektronik.
2) Pranata hukum yang mengatur tentang akta notaris, masih belum
memungkinkan

untuk

menggunakan

perkembangan

teknologi

dalam

pembuatan akta notaris.
3) Budaya hukum masyarakat, saat ini masih banyak masyarakat yang belum
memahami betul penggunaan teknologi dan masyarakat memiliki pandangan
bahwa akta notaris adalah akta yang di buat di hadapan notaris dan atau dibuat
oleh pejabat notaris serta ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan
juga oleh saksi-saksi yang telah ditentukan. Sehingga budaya hukum
masyarakat juga belum mendukung penerapan teknologi dalam pembuatan
akta notaris. Namun demikian, mengingat berbagai aktivitas di masyarakat
yang telah menerapkan perkembang teknologi, maka ide untuk menerapkan
40

Habib Adjie. Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik
(Bandung: Refika Aditama, 2008) Hlm. 102

Universitas Sumatera Utara

29

perkembangan teknologi di rasakan sesuai dengan perkembangan masyarakat
modern.
2.

Kerangka Konsepsi
Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari objek penelitian yang

akan dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu
dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Konsep
termasuk bagian dari sebuah teori. Konsep dapat diartikan pula perencanaan yang
dapat membuat kerelevanan hubungan terhadap realitas.
Tujuan dari konsepsi sendiri agar penulis terhindar dari kesalah pahaman
ataupun kesalah pengertian penafsiran terhadap setiap istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian
kerangka konsepsi atau defenisi operasional, yaitu:
a. Teknologi informasi adalah adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau
menyebarkan informasi.41
b. Akta Notaris adalah akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. Akta ini
memiliki kekuatan pembuktian di hadapan pengadilan yang paling kuat
dibandingkan alat bukti surat lainnya. Perbedaan utama dibanding akta lainnya
adalah kesaksian Notaris terhadap kapan dan dimana serta siapa yang melakukan
41

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.

Universitas Sumatera Utara

30

perbuatan hukum yang tercantum dalam akta tersebut.42 Pembuatan akta notaris
dapat diartikan sebagai proses membentuk akta yang dilakukan oleh notaris
sebagai pejabat umum pembuat akta autentik.
c. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya.43
d. Cyber notary adalah penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi misalnya
komputer, jaringan komputer dan atau media elektronik lainnya misalnya
telekonferensi atau video konferensi dalam pelaksanaan tugas kewenangan
Notaris.44
e. Akta secara elektronik adalah pembuatan akta yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik berupa jaringan komputer/internet dalam bentuk
dokumen elektronik, sedangkan pengertian dokumen elektornik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang
dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau

42

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2010) Hlm. 7
43
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014, Tentang Jabatan Notaris.
44
Emma Nurita. Op.Cit., Hlm. 98

Universitas Sumatera Utara

31

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.45

G. Metodelogi Penelitian
Memperoleh kajian yang relevan dengan tema pokok bahasan dan
mempermudah pengertian serta arah penulisan yang sesuai dengan permasalahan
pada judul, maka penulis mengumpulkan dalam suatu daftar yang mempergunakan
perangkat metodologi dan menganalisa semua data yang terkumpul. Adapun
perangkat-perangkat metodologi yang dimaksud ialah:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian hukum dibedakan dalam dua bentuk, yakni penelitian kepustakaan

(library resarch) atau penelitian yuridis normatif dan penelitian lapangan (field
research)