Analisis Hukum Atas Penggunaan Dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik

39

BAB II
LANDASAN HUKUM PEMBUATAN AKTA
NOTARIS SECARA ELEKTRONIK

A. Peranan Notaris Dalam Transaksi Elektronik
Fakta menunjukkan bahwa transaksi konvensional yang menggunakan kertas
seakan telah berubah menjadi bentuk transaksi yang menggunakan sistem elektronik.
Hal ini sejalan dengan kesepakatan global dalam forum UNCITRAL, yang telah lama
memberikan rekomendasi tentang perlunya pengakuan terhadap nilai hukum pada
suatu informasi dan/atau dokumen elektronik. UNCITRAL telah menggulirkan model
law on ecommerce (1996), dan model law on e-Signature (2001), yang dapat
digunakan oleh semua negara dalam mengembangkan sistem hukum nasionalnya
untuk mengakomodir dinamika perniagaan secara elektronik dan pengaturan tentang
tanda tangan elektronik.51
Perkembangannya, kemudian lahir konvensi internasional tentang ecommerce dalam lingkup antara pelaku usaha (B2B) yaitu United Convention on the
use of e- communication in internasional contract (2005). Konvensi ini telah
diratifikasi menjadi standar pengaturan dalam perdagangan secara elektronik lintas
negara. Sehubungan dengan itu, urgensi fungsi dan peran notaris secara elektronik
telah mengemuka pada International Congres XXIV dari latin notaris tahun 2004

yang sempat dibahas dalam working group untuk them II (the naotary and electronik

51

Edmon Makarim. Op. Cit., Hlm. 1

39

Universitas Sumatera Utara

40

contract), pada pokoknya menyadari untuk membuka diri dengan mengakomodasi
semua perkembangan tersebut dengan baik dengan tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana mestinya. Konferensi ini telah menyadari kemungkinan pembuatan akta
autentik secara elektronik.52
Seiring dengan dinamika tersebut, beberapa negara telah menerapkan
electronik notary ataupun cyber notary dalam sistem hukum nasionalnya, terutama
dalam konteks kebutuhan akan jaminan keauntentikan suatu informasi elektronik,
khususnya dalam dukungan penyelenggaraan tanda tangan digital. Amerikat Serikat

dan Prancis adalah dua negara yang mempresentasikan dua tradisi hukum yang
berbeda, namun keduanya telah menyelenggarakan cyber notary ataupun e-notary
pada sistem hukum nasionalnya. Sementara beberapa negara lainnya baru mulai
mengarah untuk menjalankan sistem yang hampir sama.53
Penggunaan dan pembuatan akta notaris secara elektronik tidak terlepas dari
sistem hukum yang dianut oleh suatu negara. Diantara berbagai sistem hukum yang
ada di dunia secara garis besar terbagi dalam dua sistem hukum, yaitu sistem hukum
Anglo Saxon atau juga disebut Common Law System dan Eropa Kontinental atau juga
disebut sistem hukum Romawi atau Civil Law System. Sistem Hukum Anglo Saxon
adalah sistem hukum dimana yang diutamakan adalah hukum tidak tertulis yang
berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan digunakan oleh hakim
dalam menyelesaikan perkara-perkara yang ditujukan kepadanya, yang pada

52
53

Ibid., Hlm. 2-3
Ibid., Hlm. 3

Universitas Sumatera Utara


41

umumnya menggunakan sistem juri pada peradilannya dan pembuktian diutamakan
pada adanya saksi dan bukti tertulis hanya merupakan penunjang dari keterangan
saksi, sedangkan dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum
dimana hukum dibuat dalam bentuk tertulis dan terkodifikasi yang dalam hal
pembuktian diutamakan pada bukti tertulis.54
Dalam pratek kenotariatan di dunia juga yang secara garis besar terbagi
menjadi dua aliran, yakni Notaris Latin dan Notaris Anglo Saxon. Notaris Latin
diadopsi oleh negara yang menganut Sistem Hukum Sipil (Civil Law System),
sedangkan Notaris Anglo Saxon diadopsi oleh negara yang menganut Sistem Hukum
Kasus (Common Law System). Kelompok negara yang menganut Civil Law System
adalah negara-negara Eropa seperti Belanda, Prancis, Luxemburg, Jerman, Austria,
Swiss, Skandinavia, Italia, Yunani, Spanyol dan juga negara-negara bekas jajahan
mereka. Untuk kelompok yang termasuk dalam negara yang menganut Common Law
System adalah Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Afrika Selatan.55
Sedangkan negara yang menganut sistem hukum notaris Latin diantaranya negaranegara benua Eropa (Italia, Perancis, Spanyol, Belanda, Belgia, Portugal) kecuali
beberapa negara Scandinavia, Negara Asia, Afrika, Amerika Latin, Quebec, dan
Negara Bagian Louisina di Amerika Serikat.56


54

Wasis S.P., Pengantar Ilmu Hukum, (UMM Press, Malang, 2002) Hlm. 29-31
G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., Hlm. 15.
56
Herlien Budiono, Akta Otentik Dan Notaris Pada Sistem Hukum Anglo-Saxon Dan Sistem
Hukum Romawi, Percikan Gagasan Tentang Hukum Ke-III, (Mandar Maju, Bandung, 1998) Hlm. 104
55

Universitas Sumatera Utara

42

Bagi negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental,
kewenangan notaris sangat berbeda dengan Notaris di negara-negara penganut sistem
hukum Anglo Saxon. Notaris di negara-negara penganut sistem hukum Eropa
Kontinental merupakan profesi yang dilakukan oleh ahli hukum (yurist) yang dijabat
seumur hidup atau sampai memasuki masa pensiun, Notaris Latin dapat memberikan
nasihat kepada kliennya dalam pembuatan alat bukti tertulis.

Kewenangan notaris di negara-negara penganut sistem Anglo Saxon rata-rata
hanyalah merupakan pendaftaran surat-surat saja, yang bagi notaris di Indonesia yang
menganut sistem hukum Eropa Kontinental merupakan waarmerking (pendaftaran
surat di bawah tangan), notaris pada sistem hukum Anglo Saxon tidak berperan dalam
pembuatan dan menentukan isi surat/akta. Selain itu, untuk menjadi seorang Notaris
di negara-negara penganut sistem Anglo Saxon rata-rata tidak menjalani pendidikan
sebagai ahli hukum (yurist) dan menjabat dalam jangka waktu tertentu terlebih
dahulu. Akta yang merupakan produk notaris Latin mempunyai kekuatan bukti
formil, materiil dan untuk perbuatan hukum tertentu juga mempunyai kekuatan
eksekutorial.
Kekuatan alat bukti tertulis berupa akta autentik mempunyai tempat yang
tertinggi, terkuat dan terpenuh atau alat bukti sempurna dalam sistem hukum Eropa
Kontinental, hal tersebut menyebabkan kedudukan Notaris dalam sistem hukum
Eropa Kontinental ini sangat penting mengingat tugas dan kewenangannya dalam
membuat akta autentik. Oleh karena itu penerapan akta notaris secara elektronik pada
sistem common law tidak akan berpengaruh pada kekuatan akta. Sebaliknya Notaris

Universitas Sumatera Utara

43


di Indonesia yang menggunakan sistem civil law memandang bahwa akta yang dibuat
oleh dan dihadapan notaris adalah akta yang autentik.57
Indonesia menganut mazhab Notaris Latin, bukan Notaris Anglo Saxon.
Notaris di Indonesia memberikan nasihat hukum (legal advice) kepada para pihak dan
bertanggung jawab terhadap isi perjanjian akta. Tidak seperti notaris di Amerika
Serikat yang hanya bertanggung jawab terhadap akurasi dan legalitas isi perjanjian
akta. Oleh karenanya, akta yang dihasilkan notaris latin sangat diperhitungkan oleh
pengadilan karena merupakan bukti autentik, sebaliknya akta yang dihasilkan notaris
Anglo Saxon tidak diperhitungkan sebagai alat bukti oleh pengadilan.58
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kekuatan akta autentik sebagai alat
bukti sempurna yang terkuat dan terpenuh tidak terlepas dari pengaruh sistem hukum
yang dianut di Indonesia, Indonesia sebagai negara bekas jajahan Belanda menganut
sistem hukum sebagaimana yang diwariskan oleh Belanda yaitu sistem hukum Eropa
Kontinental.
Merespons perkembangan konsep cyber notary dan mengikuti perkembangan
teknologi yang terjadi saat ini, di Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), yang diundangkan
sejak 21 april 2008 lalu dan merupakan landasan hukum awal bagi notaris dalam
mewujudkan konsep cyber notaris di Indonesia.


57

Emma Nurita, Op. Cit., Hlm. 36.
Anonim, “Notaris Mewakili Negara” diakses
wodpress.com, tanggal 20 November 2016. Pukul 13. 30 WIB.
58

melalui

website:

hhtp://taligara.

Universitas Sumatera Utara

44

Diketahui bahwa era globalisasi sebagai suatu proses yang pada akhirnya akan
membawa seluruh penduduk planet bumi menjadi suatu “world society”. Selanjutnya

“global society” dipandang dan dipahami sebagai proses yang wajar yang tidak
terhindarkan yang diakibatkan oleh semakin majunya peradaban manusia di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi.59
Untuk itu, notaris harus siap menyambut era elektronik, di mana konsep cyber notary
atau ada juga yang menyebutnya notary by digital, akan merambah masuk ke
Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi membawa pengaruh positif pada peningkatan
lalu lintas perdagangan, salah satu bukti dari kemajuan teknologi informasi yang
sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam bidang bisnis/perdagangan
adalah electronik commerce atau lazim dikenal dengan sebutan e-commerce.
Dunia perdagangan saat ini tidak lagi bersifat tradisional, tetapi sudah
memanfaatkan teknologi dan informasi, sebagai contoh seperti internet yang
digunakan untuk mempromosikan produk atau jasa, ada juga transaksi jual beli
melalui elektronik yang disebut online shopping. Di dalam dunia perdagangan
dikenal juga dengan istilah kontrak elektronik yang memungkinkan para pihak terikat
di dalam suatu kesepakatan. Dalam lalu lintas perdagangan yang sudah menggunakan
e-commerce, peran notaris dituntut untuk bisa turut serta dalam perkembangan
perekonomian dan perdagangan karena di dalam suatu transaksi elektronik tersebut

59


Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, (Bandung: Alumni, 2001), Hlm. 2

Universitas Sumatera Utara

45

sangat dimungkinkan adanya campur tangan notaris dalam transaksi perdagangan
tersebut.
Melihat kondisi dunia perdagangan di Indonesia sekarang ini sangatlah tepat
apabila pemerintah Indonesia dalam hal ini bekerjasama dengan notaris dan pihakpihak yang ikut serta di dalam sistem penyelenggaraan jasa secara elektronik,
khususya dalam bidang kenotariatan untuk bisa mendukung terciptanya konsep cyber
notary. Oleh karena, kehadiran notaris adalah suatu kehendak dari hukum atau
dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani
masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai
keadaan, peristiwa hukum, atau perbuatan hukum. Dengan dasar ini, seorang notaris
yang diangkat harus memiliki semangat untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Oleh sebab, notaris tidak akan berarti apa-apa bila masyarakat tidak
menghendakinya.
Kedudukan pejabat notaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya dibangun

berdasarkan suatu sistem hukum yang terdiri dari kumpulan asas-asas yang terpadu,
yang merupakan landasan, dan menjadi tatanan tata tertib hukum dalam mengatur
fungsi dan peran notaris. Berdasarkan teori sistem, dapat dirumuskan bahwa hukum
sistem hukum kenotariatan adalah kumpulan asas-asas hukum yang merupakan
landasan, tempat berpihak di mana tata tertib hukum jabatan notaris itu di bangun.
Dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut, berarti hukum kenotariatan
merupakan suatu sistem hukum.60

60

Ibid., Hlm. 24

Universitas Sumatera Utara

46

Fungsi notaris di masyarakat didasari adanya suatu keperluan dan keinginan
dari masyarakat itu sendiri, sehingga notaris tidak mungkin melakukan suatu
pekerjaan atau membuat akta tanpa ada permintaan dari para penghadap. Mengingat
perkembangan teknologi Informasi dan komunikasi yang saat ini terjadi di

masyarakat, notaris harus siap menyambut era elektronik, di mana konsep cyber
notary merupakan jawaban dari tantangan perkembangan teknologi informasi yang
saat ini terjadi secara global. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi
sangat memberikan manfaat besar bagi masyarakat luas, demikian pula bagi
pemerintah. Hal ini terbukti dengan berkembangnya perdagangan berbasis teknologi
informasi yang menggunakan aplikasi internet dan pelayanan administrasi publik oleh
pemerintah. Seperti pengadaan barang/ jasa pemerintah secara elektronik, pendaftaran
fidusia secara elektronik dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka urgensi peran notaris dalam transaksi
elektronik disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Transaksi konvensional yang menggunakan kertas seakan telah berubah
menjadi bentuk transaksi yang menggunakan sistem elektronik. Hal tersebut
sejalan dengan kesepakatan global dalam forum UNCITRAL, yang telah lama
memberikan rekomendasi tentang perlunya pengakuan terhadap nilai hukum
pada suatu informasi dan/atau dokumen elektronik.
b. Lahir konvensi internasional tentang e-commerce dalam lingkup antara pelaku
usaha (B2B) yaitu United Convention on the use of e- communication in

Universitas Sumatera Utara

47

internasional contract (2005). Konvensi ini telah diratifikasi menjadi standar
pengaturan dalam perdagangan secara elektronik lintas negara.
c. Perkembangannya beberapa negara telah menerapkan electronik notary
ataupun cyber notary dalam sistem hukum nasionalnya, terutama dalam
konteks kebutuhan akan jaminan keauntentikan suatu informasi elektronik,
khususnya dalam dukungan penyelenggaraan tanda tangan digital.
d. Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), yang diundangkan sejak 21 april
2008 lalu. Berdasarkan UU ITE, setiap orang dapat menggunakan tanda
tangan elektronik (e-signature) yang didukung oleh suatu layanan
penyelenggara sertifikasi elektronik.
e. Kemajuan teknologi informasi membawa pengaruh positif pada peningkatan
lalu lintas perdagangan, salah satu bukti dari kemajuan teknologi informasi
yang

sangat

dirasakan

manfaatnya

oleh

masyarakat

dalam bidang

bisnis/perdagangan adalah electronik commerce atau lazim dikenal dengan
sebutan e-commerce.
f. Notaris sebagai pejabat umum berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam legalisasi
transaksi di Indonesia, bahkan notaris juga dipahami menjadi pihak ketiga
yang terpercaya (Trusterd-Third-Party) dalam kehidupan sehari-hari.Fungsi
notaris di masyarakat di dasari adanya suatu keperluan dan keinginan dari
masyarakat itu sendiri, sehingga notaris tidak mungkin melakukan suatu

Universitas Sumatera Utara

48

pekerjaan atau membuat akta tanpa ada permintaan dari para penghadap.
Mengingat perkembangan teknologi Informasi dan komunikasi yang saat ini
berkembang di masyarakat, maka notaris harus siap menyambut era
elektronik, di mana konsep cyber notary merupakan jawaban dari tantangan
perkembangan teknologi informasi yang saat ini terjadi secara global.

B. Aktivitas Transaksi Elektronik
1.

E-commerce (perdagangan elektronik)
E-commerce adalah suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi

elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam
bentuk transaksi elektronik, dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi
secara elektronik.61 Definisi e-commerce secara lengkap dikemukakan oleh Julian
Ding, bahwa:
E-commerce Transaction adalah transaksi dagang antara penjual dan pembeli
utuk menyediakan barang, jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan
dengan media elektronik (digital medium) di mana para pihak tidak hadir secara
fisik. Media ini terdapat di dalam jaringan umum dengan sistem terbuka yaitu
internet atau World Wid Web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah
syarat nasional.62
Istilah e-commerce dengan istilah e-business sering dipertukarkan, sebenarnya
terdapat perbedaan yang prinsipil di antara kedua istilah tersebut. Istilah e-commerce
dalam arti sempit diartikan sebagai suatu transaksi jual beli atas suatu produk barang,
jasa atau informasi antarmitra bisnis dengan memakai jaringan komputer yang

61
62

Munir Fuady, Pengangar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), Hlm. 407
Titik Triwulan Tutik., Op. Cit., Hlm. 374

Universitas Sumatera Utara

49

berbasiskan kepada internet. Sedangkan e-commerce dalam arti luas diartikan sama
dengan istilah e-business, yakni mencakup tidak hanya transaksi on line, tetapi juga
termasuk layanan pelanggan, hubungan dagang dengan mitra bisnis, dan transaksi
internal dalam sebuah organisasi. Suatu kegiatan e-commerce dilakukan dengan
orientasi-orientasi sebagai berikut:
a. Pembelian on line (on-line transaction).
b. Komunikasi digital (digital communication), yaitu suatu komunikasi secara
elektronik.
c. Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas
produk dan informasi instan terkini.
d. Proses bisnis, yang merupakan sistem dengan sasaran untuk meningkatkan
otomatisasi proses bisnis.
e. Market of one, yang memungkinkan proses customization produk dan jasa
untuk diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.63
Berbeda dengan transaksi perdagangan pada umumnya, e-commerce memiliki
beberapa karaktaristik, yaitu:
a. Transaksi tanpa batas.
Sebelum era internet, batas-batas geografis menjadi penghalang suatu
perusahaan atau individu yang ingin go internatisonal. Sehingga hanya
perusahaan atau individu yang memiliki modal besar yang dapat memasarkan
produknya ke luar negeri. Dengan adanya internet, perusahaan kecil atau
menengah dapat memasarkan barangnya ke luar negeri dengan hanya
membuat website atau memajang iklan di internet tanpa batas waktu (24 jam).
b. Transaksi bersifat anonim.
Penjual dan pembeli dalam transaksi e-commerce tidak harus bertemu muka
secara langsung satu sama lainnya.
c. Produk yang diperdagangkan.
Produk yang diperdagangkan melalui internet elektronik berupa produk digital
maupun non digital, barang berwujud dan tidak berwujud, dan barang
bergerak.64

63
64

Munir Fuady, Op. Cit., Hlm. 407-408
Rudyanti Dorotea Tobing, Op.Cit., Hlm. 215

Universitas Sumatera Utara

50

Ditinjau dari sudut para pihak dalam bisnis e-commerce, maka yang
merupakan jenis-jenis transaksi dari suatu kegiatan e-commerce adalah sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Business to Business (B2B).
Business to Consumer (B2C).
Consumer to consumer (C2C)
Consumer to Business (C2B).
Non-Business Electronic Commerce.
Intrabusiness (Organizational) Electronic Commerce.65
Berikut ini penjelasan dari masing-masing jenis transaksi e-commerce

tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Business to Business (B2B)
Transaksi Business to Business (B2B) ini merupakan bisnis e-commerce yang
paling banyak dilakukan. Business to Business (B2B) ini terdiri dari:
1) Transaksi Inter-Organizational Systems (IOS), misalnya transaksi
extranets, electronic funds transfer, electronic forms, integrated
messaging, share data based, supply chain management, dan lain-lain.
2) Transaksi pasar elektronik (electronic market transaction).
b. Business to Consumer (B2C)
Business to Consumer (B2C) merupakan transaksi ritel dengan pembeli
individual.
c. Consumer to Consumer (C2C).
Consumer to Consumer (C2C) merupakan transaksi di mana konsumen
menjual produk secara langsung kepada konsumen lainnya. Dan juga seorang
individu yang mengiklankan produk barang atau jasa, pengetahuan, maupun
keahliannya di salah satu situs lelang.
d. Consumer to Business (C2B)
Merupakan individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan
individu yang mencari penjual dan melakukan transaksi.
e. Non-Business Electronic Commerce
Dalam hal ini meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan lembaga
pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dan lain-lain.
f. Intrabusiness (Organizational) Electronic Commerce

65

Munir Fuady. Op.Cit., Hlm. 408

Universitas Sumatera Utara

51

Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet
untuk melakukan pertukaran barang, jasa dan informasi, menjual produk
perusahaan kepada karyawan, dan lain-lain.66
Teknologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru
yang lebih populer dengan istilah digital economics atau perekonomian digital. Makin
banyak kegiatan perekonomian dilakukan melalui media internet. Misalnya, semakin
banyak mengandalkan jual beli sistem online (e-commerce) sebagai media transaksi.
E-commerce pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara
penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet jadi proses pemesanan
barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang dikomunikasikkan melalui
internet.
Dalam perkembangannya, bisnis perdagangan tidak lagi membutuhkan
pertemuan secara langsung antara pelaku bisnis. Oleh karena kemajuan teknologi
telah memungkinkan untuk dilaksanakannya hubungan-hubungan bisnis melalui
perangkat teknologi atau melalui media internet. Pelaksanaa penawaran dan
permintaannya dapat dilakukan melalui perangkat lunak atau melalui media internet.
Keadaan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku bisnis yang kini
memilki kecenderungan memerlukan informasi yang cepat, dan tidak memakan
waktu yang lama.
Namun, perkembangan kontrak dagang melalui media Internet dalam
perspektif hukum telah menimbulkan berbagai persoalan, diantaranya adalah masalah
66

Ibid., Hlm. 408-409

Universitas Sumatera Utara

52

ketidakpastian di bidang hukum kontrak nasional maupun internasional yang
memerlukan pengaturan hukum secara komperehensif. Menurut Moch. Isnaeni dalam
Tutik Tri Wulan Tutik:
Persoalan-persoalan tersebut dapat muncul terutama berkaitan dengan prinsipprinsip hukum kontrak itu sendiri, seperti kapan lahirnya kontrak, hukum mana
yang berlaku kalau antara pihak yang melakukan penawaran dan pihak yang
mengakseptasi berdomisili di negara yang berlainan, bagaimana pula
ketentuannya kalau objek perjanjian berupa jasa, sehingga hal ini merupakan
tantangan bagi kalangan orang hukum. Selain itu juga, bagaimana hukum
nasional mampu merespons pengaturan ketentuan-ketentuan hukum kontrak via
Internet sebagai satu kesatuan hukum nasional.67
Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti
layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan
meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun
perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antar
pihaknya dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, berisi klausul
atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain
(pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan
atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti
perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan elektronik atau digital
signature. Sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan
suatu perjanjian.
Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait,
ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila

67

Ibid., Hlm. 372

Universitas Sumatera Utara

53

ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Tidak berlebihan
kiranya, apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para
pihak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai
aktivitas bisnis tersebut.68
Transaksi e-commerce merupakan salah satu kegiatan transaksi elektronik.
perjanjian dalam aktivitas e-commerce pada dasarnya sama dengan perjanjian yang
dilakukan dalam transaksi perdagangan konvensional, akan tetapi perjanjian yang
dipakai dalam e-commerce merupakan perjanjian para pihak yang dibuat melalui
sistem elektronik atau disebut kontrak elektronik.69
Perjanjian dalam e-commerce sama halnya dengan perjanjian jual beli,
merupakan perjanjian timbal balik. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan bahwa
perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
Pengertian jual beli menurut KUH Perdata adalah suatu perjanjian bertimbal
balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik
atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) untuk membayar harga yang
terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.70

68

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial.
(Surabaya: LBM, 2013) Hlm. 135
69
Rudyanti Dorotea Tobing. Op.Cit., Hlm. 216
70
Ibid., Hlm. 217

Universitas Sumatera Utara

54

E-commerce dalam bidang hukum perdata, sebagai sub sistem dari hukum
perjanjian, maka e-commerce memiliki asas-asas yang sama dengan hukum
perjanjian pada umumnya. Berlakunya asas-asas hukum perjanjian dalam ecommerce, maka ketentuan tentang perikatan tetap berlaku, sehingga berlaku pula
Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yakni sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya, cakap untuk suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu
sebab yang halal.71
2.

E-contract (Kontrak elektronik)
Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak elektronik (electronik

contract), bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online
sebagai perikatan atau hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan
memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer
dengan sistem komunikasi yang berdasar atas jaringan dan jasa telekomunikasi
(telecommunicated based), yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan
internet.72
Perdagangan internasional dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan
dari kesepakatan antara dua belah pihak yang dituangkan dalam bentuk kontrak.
Semakin meningkatnya transaksi perdagangan membuat bentuk-bentuk kontrak juga
semakin berkembang.73 Black’s law dictionary menyebutkan bahwa kontrak ialah

71

Ibid., Hlm. 216-217
Cita Yustia Sefriani, et. al. Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2013). Hlm. 101
73
Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional Edisi Revisi (Bandung: Refika
Aditama, 2010) Hlm.3
72

Universitas Sumatera Utara

55

suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu.
Substansi yang dimuat dalam suatu kontrak bisa bermacam-macam tergantung
dari jenis kontrak tersebut apakah di bidang bisnis barang, jasa, wisata, dan lain
sebagainya. Selain tergantung dari objek yang diatur, substansi kontrak juga
tergantung dari kehendak para pihak mengenai hal-hal apa saja yang hendak diatur di
dalam kontrak yang dibuat.
Menurut Cita Yustisa Sefriani, kontrak elektronik dibuat melalui sistem
elektronik adalah “serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan,

mengumpulkan,

mengolah,

menganalisis,

menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, dan atau menyebarkan informasi elektronik”.74
Kontrak elektronik, meskipun berbeda secara fisik dengan kontrak
konvensional, namun keduanya tunduk pada ketentuan hukum kontrak/perjanjian.
Sehingga kontrak elektronik harus memenuhi syarat-syarat perjanjian dan asas-asas
perjanjian. Selain itu, kontrak elektronik yang lazim dalam bentuk standart kontrak
(kontrak baku), tidaklah boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Dengan kata lain, penyelenggaraan kontrak elektronik (econtract) tetap harus mengacu pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam
hukum

perdata

yang

merupakan

ketentuan

umum

dari

penyelenggaraan

kontrak/perjanjian secara elektronik.

74

Cita Yustia Sefriani, et. al. Op. Cit., Hlm. 99

Universitas Sumatera Utara

56

Kebebasan para pihak untuk membuat serta menentukan isi kontraknya
disebut dengan prinsip kebebasan berkontrak. Meski demikian secara formal terdapat
syarat-syarat yang harus ditaati oleh para pihak dalam membuat kontraknya antara
lain:
a. Persetujuan
Persetujuan ialah pernyataan satu pihak bahwa ia menerima atau setuju
mengenai persyaratan yang diajukan oleh orang yang memberikan penawaran.
Penawaran hanya dapat disetujui oleh orang atau pihak yang dituju dalam penawaran.
Pernyataan setuju harus final dan tidak diubah oleh pihak yang menerima. Pernyataan
setuju harus dikomunikasikan dan diwujudkan dalam bentuk yang dapat diterima
secara objektif.75
Joshua menjelaskan bahwa hal penting diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008
mengenai transaksi elektronik adalah penentuan terjadinya transaksi elektronik dalam
bidang perdagangan (e-commerce).76 Sebab, hal ini akan menjadi persoalan apabila
tidak ditentukan oleh para pihak kapan transaksi elektronik yang dilakukan terjadi
kesepakatan (persetujuan). Teori yang dapat digunakan dalam menentukan terjadinya
transaksi (persetujuan) dalam perjanjian elektronik, diantaranya:
1) Teori Pernyataan (uilitingstheorie), dengan teori ini maka terjadinya kontrak
adalah ketika pihak penerima menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2) Teori Pengiriman, menurut teori ini terjadinya kontrak adalah pada saat
penerima mengirim telegram.
3) Teori Pengetahuan, menurut teori ini terjadinya kontrak adalah sejak
diketahuinya adanya aceceptatie (penerimaan).
75
76

Joshua Sitompul, Op.Cit., Hlm. 77
Ibid., Hlm. 76

Universitas Sumatera Utara

57

4) Teori penerimaan, menurut teori ini kontrak terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari lawan.77
b. Suatu perihal tertentu
Salah satu syarat dari suatu kontrak/perjanjian adalah unsur perihal tertentu.
Syarat ini penting untuk menghindari apa yang dalam praktik disebut dengan istilah
membeli kucing dalam karung.78 Diketahui bahwa salah satu syarat sahnya suatu
kontrak adalah adanya unsur apa yang disebut dengan perihal tertentu. Mengenai apa
yang dimaksud dengan perihal tertentu tidak lain adalah perihal yang merupakan
objek perjanjian atau objek dari suatu kontrak. Dengan kata lain, suatu kontrak
haruslah mempunyai objek tertentu. Suatu kontrak jual beli pesawat terbang, maka
objek yang dijualbelikan adalah pesawat terbang itu sendiri.
Agus Yudha Hernoko menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan suatu hal
tertentu adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini
untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban
para pihak. Sehingga pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban
para pijak adalah tidak mengikat (batal demi hukum).79 Dalam KUH Perdata, terdapat
beberapa pasal yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan suatu
kontrak terkait dengan pemahaman mengenai perihal tertentu yang merupakan
sebagai salah satu syarat sahnya kontrak, yaitu Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH
Perdata, sebagai berikut:
77

Salim. HS. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. (Jakarta: Sinar Grafika
2012), Hlm.40-41
78
Munir Fuady, Hukum Kontrak, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), Hlm. 57
79
Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., Hlm. 191

Universitas Sumatera Utara

58

1) Pasal 1332 KUH Perdata, menegaskan bahwa: hanya barang yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.
2) Pasal 1333 KUH Perdata, menegaskan bahwa: suatu perjanjian harus
mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya.
3) Pasal 1324 KUH Perdata, menegaskan bahwa: barang yang baru ada pada
waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidak
diperkenankan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta
diperjanjikan sesuatu mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakat orang
yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu.
Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak
harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya
kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu”
tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat,
adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis,
sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.80
c. Kapasitas/kecapakan pembuat kontrak
Menurut hukum, semua orang dalam keadaan cakap (berwenang) berbuat,
sehingga mereka dapat membuat perbuatan hukum, termasuk membuat atau
menandatangani suatu perjanjian, kecuali mereka-mereka yang dikecualikan oleh
undang-undang, mereka yang dikecualikan ini disebutkan orang yang tidak cakap
(tidak berwenang) berbuat suatu perbuatan hukum, yaitu pihak-pihak sebagai berikut:
1) Orang yang masih belum dewasa
2) Orang yang ditempat di dalam pengampuan, misalnya orang gila.
3) Wanita yang bersuami, tetapi sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Surat
Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, dengan menghapus pasal 108
dan 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan
perbuatan hukum dan untuk menghadap di muka pengadilan.
80

Ibid., Hlm. 192

Universitas Sumatera Utara

59

4) Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
tertentu.81
Apabila salah satu atau kedua belah pihak dalam perjanjian ternyata tidak
cakap berbuat, maka konsekuensi yuridisnya adalah sebagai berikut:
1) Jika perjanjian tersebut dibuat oleh anak di bawah umur (belum dewasa),
maka perjanjian tersebut akan batal atas permintaan dari pihak anak yang
belum dewasa tersebut, semata-mata karena alasan belum kedewasaannya
tersebut.
2) Jika perjanjian dibuat oleh orang yang berada di bawah pengampuan, maka
perjanjian tersebut batal atas permintaan dari orang yang berada di bawah
pengampuan tersebut, dengan alasan semata-mata karena keberadaannya di
bawah pengampuan tersebut.
3) Jika perjanjian tersebut dibuat oleh perempuan yang bersuami, maka
perjanjian tersebut akan batal sekedar perjanjian tersebut dibuat dengan
melampaui kekuasaannya.
4) Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang oleh undangundang untuk melakukan perbuatan tertentu, maka mereka dapat menuntut
pembatalan perjanjian tersebut, kecuali jika ditentukan lain oleh undangundang.
5) Perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap berbuat tersebut,
yang kemudian dinyatakan batal, maka para pihak dalam perjanjian tersebut
harus menempatkan perjanjian tersebut pada keadaan sebelum perjanjian
dibuat, jadi perjanjian tersebut dianggap seolah-oleh tidak pernah ada.82
Berdasarkan uraian di atas, maka salah satu syarat sahnya suatu perjanjian,
bahwa perjanjian tersebut haruslah dibuat oleh orang yang cakap berbuat, antara lain
dibuat oleh orang yang sudah dewasa. Timbul persoalan, sejak kapankah persisnya
seseorang oleh hukum dianggap telah dewasa. Untuk menjawab persoalan ini, maka
daat dilihat ketentuan Pasal 330 KUH Perdata, yang menentukan bahwa seseorang
dianggap sudah dewasa jika:
1) Sudah genap berumur 21 tahun.
81
82

Munir Fuady. Konsep Hukum Perdata. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Hlm. 196
Ibid., Hlm. 196-197

Universitas Sumatera Utara

60

2) Sudah kawin, meskipun belum berumur genap 21 tahun.
3) Sudah kawin dan kemudian bercerai, meskipun belum genap berumur 21
tahun.
Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele) oleh hukum
dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum (tidak cakap berbuat),
mengenai hal ini dapat dilihat ketentuan Pasal 433 KUH Perdata, bahwa mereka yang
diletakkan di bawah pengampuan adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)

Orang yang dungu
Orang gila
Orang yang mata gelap
Orang yang boros
Orang yang sakit ingatan, meskipun kadang-kadang dia waras.
Terhadap orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam melakukan

perbuatan hukum, dia harus diwakili oleh pengampunya, yang disebut dengan istilah
kurator. Selain itu, KUH Perdata juga memasukkan istri yang bersuami ke dalam
golongan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Pertimbangannya
adalah bahwa hanya diperlukan satu nakhoda untuk sebuah kapal. Dalam sebuah
rumah tangga, sang nakhodanya adalah suami (sebagai kepala rumah tangga). Akan
tetapi, dalam perkembangan hukum dan realitas tentang ketidakcapakan isteri yang
bersuami dewasa ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dihapusnya
ketentuan Pasal 108 dan 110 KUH Perdata berdasarkan Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 1963. Selain itu, pertimbangan emansipasi wanita, dan peraturan
yang mempengaruhi perubahan sikap terhadap ketidakcakapan isteri yang bersuami
melakukan perbuatan hukum.

Universitas Sumatera Utara

61

d. Suatu sebab yang halal
Sahnya suatu perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya causa.
Undang-undang memberikan pengertian tentang kausa, yang dimaksud dengan kausa
bukan hubungan sebab akibat, tetapi isi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat
ini, di dalam praktik maka hakim dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat
menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan.
Syarat-syarat yang telah dijabarkan diatas tidak hanya berlaku bagi kontrak
dalam bentuk tertulis akan tetapi berlaku pula untuk kontrak elektronik (e-contract).
Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2102 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa suatu Kontrak
Elektronik dianggap sah apabila:
1) Terdapat kesepakatan para pihak;
2) Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Terdapat hal tertentu; dan
4) Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Ketentuan syarat sahnya suatu kontrak elektronik (e-contract) dalam
peraturan

pemerintah

tersebut

tidak

jauh

berbeda

dengan

syarat

sahnya

kontrak/perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan kata lain,
penyelenggaraan kontrak elektronik tetap mengacu pada ketentuan umum perjanjian
yang diatur dalam hukum perdata.

Universitas Sumatera Utara

62

3.

E-signature
E-signature atau tanda tangan digital, ataupun tanda tangan elektronik pada

dasarnya adalah teknik dan mekanisme yang digunakan untuk memberikan kesamaan
fungsi dan karaktaristik tanda tangan tertulis (basah) yang dapat diterapkan dalam
lingkungan elektronik (functional equivalence approach). Tanda tangan elektronik
merupakan data dalam bentuk elektronik yang diletakkan, terasosiasi atau terkait
dengan informasi elektronik yang berguna untuk mengidentifikasi penanda tangan
dan menunjukkan persetujuan penanda tangan atas informasi elektronik yang
dimaksud. Dengan kata lain, tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat verifikasi
dan autentikasi.83
Pasal 53 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2102 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, menjelaskan bahwa:
a. Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi
atas:
1) identitas penanda tangan; dan
2) keutuhan dan keautentikan informasi elektronik.
b. Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi Elektronik merupakan persetujuan
Penanda Tangan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut.
Tanda tangan elektronik berdasarkan Pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik,
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah jika:
a. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;

83

Joshua Sitompul., Op. Cit., Hlm. 93

Universitas Sumatera Utara

63

b. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penanda
Tangannya; dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Munir Fuady menjelaskan, tanda tangan elektronik baru memiliki kekuatan
hukum jika:
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik hanya terkait dengan pihak
penandatangannya.
b. Pada saat proses pendandatanganan elektronik, maka data pembuatan tanda
tangan elektronik hanya berada dalam kuasa pihak penanda tangan.
c. Segala perubahan perubahan terhadap tanda tangan elektronik atau perubahan
terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik
tersebut, yang terjadi setelah waktu penandatanganan, dapat diketahui.
d. Tersedianya cara-cara tertentu yang diapaki untuk mengidentifikasi siapa
pihak penandatangannya.
e. Tersedia cara-cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.84
Adapun cara-cara tertentu untuk mengidentifikasi dari tanda tangan elektronik
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (3) huruf d Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, bahwa untuk
penyelenggaran tanda tangan elektronik maka harus dilaksanakan dengan sistem
terpercaya. Adapun yang dimaksud dengan sistem terpercaya berdasarkan penjelasan
Pasal 55 ayat (3) huruf d adalah suatu sistem yang mengikuti prosedur penggunaan
Tanda Tangan Elektronik yang memastikan autentitas dan integritas Informasi

84

Munir Fuady. Op. Cit., Hlm. 417

Universitas Sumatera Utara

64

Elektronik. Hal tersebut dapat dilihat dengan memperhatikan beberapa faktor, antara
lain:
a. Keuangan dan sumber daya;
b. Kualitas perangkat keras dan perangkat lunak;
c. Prosedur sertifikat dan aplikasi serta retensi data;
d. Ketersediaan data pembuatan tanda tangan elektronik; dan
e. Audit oleh lembaga independen.
Menjamin

keamanan

dari

penandatangan

secara

elektronik,

maka

penyelenggara elektronik harus menerapkan teknik kriptografi yang dimaksudkan
untuk menjamin integritas Tanda Tangan Elektronik. Pemilihan teknik kriptografi
yang diterapkan untuk keperluan tersebut harus mengacu pada ketentuan atau standar
kriptografi yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kriptografi adalah suatu cabang ilmu matematika terapan yang digunakan
untuk mengubah pesan ke dalam bentuk yang tidak dapat dibaca secara langsung dan
kembali kepada bentuk awalnya. Tujuan penerapan kriptografi adalah untuk menjaga
kerahasiaan (confidentiality), intgeritas atau keutuhan (integrity), autentikasi
(authentication). Dengan kriptografi, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang
lain secara rahasia, sehingga orang lain tidak mengetahui atau mencuri informasi
yang dipertukarkan.85
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan tanda
tangan dalam suatu akta atau perjanjian adalah sangat penting, di samping sebagai
85

Joshua Sitompul. Op. Cit., Hlm. 90

Universitas Sumatera Utara

65

bentuk persetujuan dari para pihak dalam membuat suatu perjanjian juga berfungsi
sebagai pembuktian. Tanda tangan juga merupakan identitas diri dan sekaligus
sebagai simbol semiotik “hukum” bahwa diantara para pihak itu telah melahirkan
konsensus untuk tunduk pada norma-noma imperatif yang dibangunnya. Oleh karena
itu, hakikat tanda tangan dalam kaitannya dengan tujuan hukum adalah sarana
membangun kepastian untuk menjadi pedoman dalam melahirkan peristiwa-peristiwa
hukum (seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan perjanjian utang piutang
lainnya).
M. Yahya Harahap menguraikan pentingnya tanda tangan adalah sebagai
syarat yang mutlak, agar tulisan yang hendak dijadikan surat itu ditandatangani pihak
yang terlibat dalam pembuatannya. Lebih tegas Yahya Harahap menguraikan bahwa
suatu surat atau tulisan yang memuat pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan
terang, tetapi tidak ditandatangani ditinjau dari segi hukum pembuktian, tidak
sempurna sebagai surat atau akta sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat bukti
tulisan.86
4.

Elektronik data interchange
Menurut kamus TI Pengertian EDI Adalah Metode untuk saling bertukar data

bisnis atau transaksi secara elektronik melalui jaringan komputer. Secara formal EDI
didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai transfer
data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu
sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media
86

M. Yahya Harahap., Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) Hlm. 560

Universitas Sumatera Utara

66

elektronik. EDI memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga
organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung dari satu sistem
komputer yang satu ke sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy,
faktur, serta terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja dalam
penanganan berkas dan intervensi dari manusia.87
Prinsip dari teknologi EDI sebenarnya adalah menerjemahkan bahasa aplikasi
dari sistim yang sama-sekali berbeda menjadi bahasa yang terstandarisasi, sebagai
contoh dalam hal ini UN/EDIFACT yang merupakan singkatan dari United Nation
Electronic Data Interchange for Administration, Commerce and Transport, di sini
bisa dilihat bahwa bahasa tersebut distandardisasi oleh PBB. Teknologi EDI ini
adalah teknologi ‘less investment’ di mana pelaku bisnis tidak perlu lagi membeli
peralatan baru sebagai infrastruktur untuk pertukaran dokumennya, dengan kata lain
tetap menggunakan peralatan yang telah tersedia.
Electronic Data Interchange (EDI) adalah sebuah metode pertukaran
dokumen bisnis antar aplikasi komputer antar perusahaan/instansi secara elektronis
dengan menggunakan format standar yang telah disepakati, dimana antara dua pihak
yang berhubungan yang memiliki sistem dan aplikasi yang berbeda dihubungkan
dengan teknologi EDI. Pemanfaatan EDI di Indonesia masih belum mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan. Masih sangat jarang yang
memanfaatkan sistem ini sebagai salah satu komponen teknologi informasi.
87

Anonim “Electronic Data Interchange” diakses melalui bloq: http://cophetoes.blogspot.
co.id, tanggal 10 September 2016. Pukul 12: 30 WIB

Universitas Sumatera Utara

67

Komponen dasar pada EDI ialah hub (pihak yang memberikan perintah), spoke
(pihak yang menerima perintah), komputer (sebagai electronic hardware) dan
Electronic software.88
Tujuan utama dari pemakaian teknologi EDI, sebenarnya adalah agar
teknologi ini dapat membantu para pelaku bisnis mengkomunikasikan dokumennya
dengan pihak lain lebih cepat, akurat dan lebih efisien karena sifatnya yang dapat
mengeliminir kesalahan yang diakibatkan proses re-entry dan dapat mengurangi
pemakaian kertas, komunikasi dan biaya-biaya lain yang timbul pada metode
konvensional sehingga diharapkan dapat menekan biaya-biaya yang tidak diperlukan
dan diharapkan dapat meningkatkan laba kepada pemakainya. Apabila proses tersebut
terpenuhi, otomatis proses bisnis internal perusahaan tersebut akan menjadi lebih
baik, terencana dan pada akhirnya hubungan bisnis dengan pihak lain-pun akan dapat
lebih baik. Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah waktu pemesanan yang
singkat, mengurangi biaya, mengurangi kesalahan, memperoleh respon yang cepat,
pengiriman faktur yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan secara
elektronik.89

C. Landasan Hukum Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik
Akta notaris secara elektronik atau yang sering disebut dengan cyber notary
belakangan ini menjadi objek perbincangan hangat, karena di samping merupakan

88

Nia Naviani, Electronik Data Interchange, diakses melalui bloq: http://niaviniani. blogspot
.co.id. Tanggal 13 Spetember 2016. Pukul 11: 45 WIB
89
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

68

suatu kebutuhan akan tindakan cepat, juga karena dibutuhkan suatu pembenaran
hukum atas tindakan cepat tersebut.

Serangkaian pembahasan yang telah

dilaksanakan tidak menghasilkan kesepakatan yang dapat dijadikan patokan bagi
notaris dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan tugasnya sebagai pejabat
umum yang diserahi tugas untuk membuat sebagian besar akta autentik.
Permasalahan yang sering muncul dalam perbincangan tentang cyber notary ini
adalah akta-akta yang bagaimana yang dimungkinkan dan yang bagaimana tidak
dimungkinkan untuk dibuat dalam bentuk cyber notary.
Diskusi yang berlangsung 28 Nopember 2009 di Hotel Grand Aquila,
Bandung, hampir semua pembicara yang berlatar belakang hukum kenotariatan ketika
itu berpandangan bahwa akta autentik untuk saat ini belum bisa berbentuk elektronik.
Kalau akta bawah tangan bisa saja, karena bentuk akta merupakan kesepakatan dari
para pihak, alasannya adalah:
1. Akta Autentik bentuknya ditentukan oleh peraturan dan belum ada peraturan
yang menyatakan bahwa Akta Autentik boleh dalam bentuk elektronik,
2. Akta harus ditandatangani dan sampai saat ini belum ada peraturan yang
secara eksplisit dan bersifat lex specialis yang menyatakan bahwa digital
signature boleh digunakan untuk menandatangani akta autentik,
3. Pembuatan akta dan penandatanganan harus dihadiri dan disaksikan oleh
Notaris dan para saksi dan sampai saat ini belum ada peraturan yang
menyatakan bahwa Notaris boleh menyaksikan penandatanganan melalui,
misalnya, teleconference.90

90

Ahmadi Miru, Makalah, Cyber Notary Dari Sudut Pandang Sistem Hukum Indonesia Dan
Pemberlakuan Cyber Notary Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris, seminar
Hukum Cyber Notary, yang diadakan oleh Asosiasi Mahasiswa Hukum Perdata Fakultas Hukum
UNHAS (AMPUH) pada hari Sabtu 25 Juni 2011, di Hotel Mercure, Makassar.

Universitas Sumatera Utara

69

Permasalahan mengenai pembuatan akta notaris secara elektronik timbul
kepermukaan karena terbukanya kemungkinan untuk melakukan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dengan menggunakan sarana media elektronik dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Penyelenggaran RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik diatur dalam Pasal
77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
bahwa penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas), mensyaratkan dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
melalui media telekonferensi agar membuat risalah rapat yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham. Tetapi, dalam
Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2