Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang T1 712012009 BAB II

2. Suatu Tinjauan Teoretis: Kajian Teori Maslow Terhadap Motivasi
Menjadi Guru Sekolah Minggu
2.1. Teori Motivasi Abraham Maslow yang Meliputi Hierarki Kebutuhan
Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di New York pada tahun 1908 dan meninggal
tahun 1970. Abraham Maslow, sebagai tokoh motivasi aliran humanisme,
menyatakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri
manusia. Maslow mengidentifikasi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
manusia dalam sebuah hierarki yang terendah dan bersifat biologis sampai tingkat
tertinggi dan mengarah pada kemajuan individu.1 Setiap kali membicarakan
motivasi, hierarki kebutuhan Maslow ini didasarkan pada anggapan bahwa pada
waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin
bergeser ke tingkat yang lebih tinggi.2 Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan
fisiologis (sandang pangan), kebutuhan rasa aman (bebas bahaya), kebutuhan
kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, dan kebutuhan aktualisasi diri.3

Gambar: hierarki kebutuhan menurut Maslow4

1

Henry Clay Lindgren, Psychology In The Classroom (Japan: Modern Asia Edition, 1972),


25.
2

A.H. Maslow, A Theory of Human Motivation (Martino Fine Books, 2013), 12.
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior (New Jersey: Printice Hall Clifts, 1996),

3

213-214.
4

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan terjemahan Kencana Jakarta (Texas: Mc-Graw
Hill Company Inc, 2007), 512.

6

2.1.1 Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhankebutuhan pokok manusia. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling
dasar, seperti cukup makanan, udara, air untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini

dipandang sebagai kebutuhan mendasar bukan saja karena setiap orang
membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, melainkan karena
tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan
hidup secara normal. Berbagai kebutuhan fisiologis itu bersifat universal dan tidak
mengenal batas geografis, asal-usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan,
umur, jenis kelamin dan faktor-faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan
seseorang.5
Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini sekaligus merupakan
jawaban terhadap pandangan Behaviorisme yang mengatakan bahwa satu-satunya
motivasi tingkah laku manusia adalah kebutuhan fisiologis. Bagi Maslow
pendapat ini dibenarkan jika kebutuhan fisiologis belum dapat terpenuhi. Lalu apa
yang terjadi dengan hasrat-hasrat manusia tatkala tersedia makanan yang cukup
dan merasa kenyang? Maslow lalu menjawab, “Dengan segera kebutuhankebutuhan lain yang lebih tinggi akan muncul, kemudian kebutuhan-kebutuhan
inilah yang akan mendominasi seseorang, bukan lagi kebutuhan fisiologis”.
Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan ini telah terpenuhi, maka muncul
kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih tinggi dan begitu seterusnya. Inilah yang
dimaksud Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia diatur dalam sebuah hierarki
yang bersifat relatif.6

2.1.2. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)

Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti
keamanan fisik tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, seperti perlakuan
yang manusiawi dan adil. Dalam kebutuhan ini juga seorang yang tidak aman
memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan
berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak
5

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 71-72.
Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, terj. Nurul Iman, Motivasi dan
Kepribadian 1 (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), 43-46.
6

7

diharapkannya. Begitu juga orang yang sehat akan menginginkan keteraturan dan
stabilitas, namun kebutuhan itu tidak sampai menjadi soal hidup atau mati seperti
pada orang yang mengalami gangguan neurotik. Kemudian orang yang sudah
waktunya juga menaruh minat pada hal-hal yang baru dan misterius.7

2.1.3. Kebutuhan Kasih Sayang (Belongingness and Love Needs)

Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka
muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki-dimiliki.
Selanjutnya orang akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dengan
orang lain pada umumnya. Cinta, sebagaimana kata itu digunakan oleh Maslow
tidak boleh dikacaukan dengan seks, yang dapat dipandang sebagai kebutuhan
fisiologis semata-mata. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat
termasuk sikap saling percaya. Ia mengatakan, “the love needs involve giving and
receiving affection…”,8 kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan
cinta yang menerima.
Bagi kebanyakan orang, keanggotaan dalam kelompok sering menjadi tujuan
yang dominan dan mereka bisa menderita kesepian, terasing dan tak berdaya
apabila keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya. Seseorang
yang merantau jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa
memiliki. Keadaan ini bisa mendorongnya untuk membentuk ikatan baru dengan
orang-orang atau kelompok tempat ia merantau. Hal yang ditemukan Maslow
yaitu tanpa cinta, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan orang akan
terhambat. Karena kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta
yang menerima. Kita harus memahami cinta; kita harus mampu mengajarkannya,
menciptakannya, dan meramalkannya. Jika tidak, dunia ini akan hanyut ke dalam
gelombang permusuhan dan kebencian.9


7

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 73.
Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, Third Edition (America: Longman,
1970), 20.
9
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 75-76.
8

8

2.1.4. Kebutuhan Dihargai dan Dihormati (Esteem Needs)
Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang
memerlukan pangakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Maslow
menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan
penghargaan: yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. 1. Harga diri
meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,
prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. 2. Penghargaan dari orang lain
meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta

penghargaan. Seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri
serta lebih mampu, maka juga lebih produktif. Sebaliknya jika harga dirinya
kurang maka ia akan diliputi rasa rendah diri serta tidak berdaya, yang selanjutnya
dapat menimbulkan rasa putus asa. Harga diri yang paling stabil, karenanya juga
yang paling sehat, tumbuh dari penghargaan yang wajar dari orang-orang lain,
bukan karena nama harum, kemasyhuran serta sanjungan kosong.10

2.1.5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs)
Dewasa ini semakin disadari oleh berbagai kalangan yang semakin luas bahwa
dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya
dikembangkan. Dengan pengembangan demikian, seseorang dapat memberikan
sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian
meraih kemajuan profesional yang pada gilirannya memungkinkan yang
bersangkutan memuaskan berbagai jenis kebutuhannya.11
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan hierarki
kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow. Aktualisasi diri dapat
didefinisikan

sebagai


perkembangan

dari

individu

yang

paling

tinggi,

mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa saja menurut
kemampuannya.12 Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai “hasrat untuk
makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut
kemampuannya”. Maslow menemukan bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri ini
10

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 76.
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, 158.

12
Duane Schultz, Growth Psychology: Models of The Healthy Personality, terj. Yustinus,
Psikologi Pertumbuhan (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 93.
11

9

biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan
keterpuaskan secara memadai.13 Contoh dari aktualisasi diri adalah seseorang
yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang yang berbakat
melukis menciptakan karya lukisannya, seseorang yang berpotensi menyanyi akan
mengembangkan bakatnya.
Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk
menonjolkan diri atau untuk mendapatkan prestise atau gengsi. Karena jika
demikian sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri. Aktualisasi diri
dilakukan tanpa tendensi apapun. Meskipun hal ini diawali dari pemenuhan
kebutuhan pada tingkat dibawahnya. Bagaimanapun Maslow mengakui bahwa
untuk mencapai tingkat aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab upaya ke arah itu
banyak sekali hambatannya baik internal maupun eksternal. Hambatan internal
yaitu hambatan yang berasal dari dirinya sendiri, antara lain ketidaktahuan akan

potensi diri, keraguan dan juga rasa takut untuk mengungkap potensi yang
dimiliki, sehingga potensi tersebut terpendam.14 Hambatan eksternalnya yaitu
menuntut adanya kesediaan atau keterbukaan individu terhadap gagasan dan
pengalaman-pengalaman baru untuk siap mengambil risiko, membuat kesalahan
dan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif. Bagi individu
kebutuhan akan rasa amannya terpenuhi dan sangat kuat, maka semua itu justru
merupakan hal yang mengancam dan menakutkan. Pada akhirnya ketakutan ini
akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju kebutuhan akan rasa
aman.15
Menurut Maslow bahwa hierarki kebutuhan ini merupakan suatu pola yang
tipikal dan bisa dilaksanakan pada hampir setiap waktu.16 Pemenuhan kebutuhan
yang satu akan menimbulkan kebutuhan yang lain. Setiap orang mempunyai
kebutuhan yang berbeda-beda. Adakalanya seseorang untuk mencapai kebutuhan
aktualisasi diri harus melewati pemenuhan kebutuhan mulai dari fisik, terus
merangkak keaktualisasi.

13

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 77.
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, 49.

15
E. Koeswara, Motivasi, 126.
16
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), 199.
14

10

2.2. Pengertian Motivasi
Motivasi seorang individu tergantung dari motive atau dengan bahasa latinnya,
yaitu movere, yang berarti mengerahkan. Rukminto menyatakan bahwa motif
dapat diartikan sebagai kekuatan dalam diri individu, yang menyebabkan individu
tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi
dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya tingkah laku tertentu.17 Berawal dari kata “motif”
itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.18
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang

yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini
mengandung tiga elemen penting, yaitu perkembangan motivasi akan membawa
beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada
organisme manusia. Motivasi menjadi relevan dengan persoalan-persoalan
kejiwaan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
Motivasi seseorang muncul dari dalam dirinya, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain yaitu tujuan.19 Persoalan motivasi
sering dikaitkan dengan persoalan minat. Minat diartikan sebagai suatu kondisi
yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri/arti sementara situasi yang
dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Menurut Bernard, minat timbul tidak secara tiba-tiba/spontan melainkan timbul
akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja.20

17

Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: DasarDasar Pemikiran (Jakarta: Grafindo Persada, 1994), 154.
18
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 73.
19
Frederick Mc. Donald, Educational Psychology (Tokyo: Kaigai Shuppan Boeki KK, 1959),
14.
20
Harol W. Bernard, Adolescent Development (London: Intex Educational Publisher,
1971), 20.

11

2.2.1. Kebutuhan-Kebutuhan Motivasi
Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh Sardiman A.M, manusia hidup
dengan memiliki berbagai kebutuhan.21 Pertama, kebutuhan untuk mengatasi
kesulitan. Suatu kesulitan atau hambatan, mungkin cacat, mungkin menimbulkan
rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari kompensasi
dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga tercapai kelebihan/keunggulan
dalam bidang tertentu. Sikap guru terhadap kesulitan atau hambatan ini
sebenarnya banyak bergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan
dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan
kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar
memperoleh keunggulan. Kedua, kebutuhan untuk menyenangkan orang lain.
Banyak orang yang dalam kehidupannya berbuat sesuatu demi kesenangan orang
lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan
kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah tentu merupakan kepuasaan atau
kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
Ketiga, kebutuhan untuk mencapai hasil. Suatu pekerjaan atau kegiatan
mengajar akan berhasil baik, kalau disertai dengan pujian. Aspek pujian ini
merupakan dorongan bagi seseorang untuk mengajar dengan giat. Guru harus
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil yang
optimal, sehingga ada “sense of succes”. Dalam kegiatan belajar-mengajar harus
dimulai dari yang sederhana dan bertahap menuju sesuatu yang semakin
kompleks. Kebutuhan manusia tersebut senantiasa akan selalu berubah. Begitu
juga motif, motivasi yang selalu berkait dengan kebutuhan tentu akan berubahubah atau bersifat dinamis, sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia.
Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori
motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada di kalangan para psikolog yaitu
teori motivasi Maslow dalam hierarki kebutuhan manusia.

2.2.2. Kekuatan Motivasi
Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang
berbeda-beda. Untuk mengetahui kekuatan relatif motif-motif yang sedang
21

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 78-80.

12

menguasai seseorang pada umumnya dapat dilihat melalui: kuatnya kemauan
untuk berbuat, jumlah waktu yang disediakan, kerelaan meninggalkan kewajiban
atau tugas yang lain, kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu,
ketekunan dalam mengerjakan tugas dan lain-lain. Kuat lemahnya motivasi
seringkali juga dipengaruhi oleh emosi yang menyertai tindakan. Motivasi yang
kuat dapat menjadi lemah karena muncul emosi lain yang tidak mendukung
motivasi yang sedang menguasainya. Sebaliknya motivasi yang sebenarnya tidak
begitu kuat dapat menjadi sangat kuat karena pengaruh emosi.22

2.3. Guru Sekolah Minggu
Pelayanan anak (sekolah minggu) merupakan tempat yang dipakai oleh Tuhan
untuk menjangkau anak-anak agar mereka mengenal kasih Tuhan Yesus Kristus
serta keselamatan dari-Nya. Melalui sekolah minggu, anak-anak juga memiliki
relasi yang baik dengan Tuhan, sehingga mereka memliki pengalaman
spiritualitas yang bagus. Untuk mewujudkan tujuan sekolah minggu tersebut,
maka gereja merekrut warga jemaat untuk menjadi guru sekolah minggu.
Panggilan untuk mengajar jemaat di dalamnya termasuk anak sekolah minggu
sudah di awali sejak Perjanjian Lama. Dalam artian, umat menerima
pendidikan dalam proses sosialisasi, baik dalam konteks keluarga maupun
umat Allah. Selanjutnya, dalam Perjanjian Baru, hal mengajar telah dimulai
oleh Tuhan Yesus Kristus saat memanggil para murid-Nya menjadi komunitas
murid Kristus yang menjadi ‘cikal bakal’ gereja Kristen. Di sinilah mandat
pendidikan itu sudah kita temukan. Tuhan Yesus memanggil dan mendidik
para murid-Nya dengan tujuan agar menjadi murid Kristus dan mengikuti
Dia.23
Jelas di sini, warga jemaat dipanggil melakukan tugas panggilan Kristiani
untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Begitu juga menurut penulis bahwa
ungkapan Rasul Paulus dalam Efesus 4:1-6 sangat menarik bahwa Tuhan telah
menganugerahkan tugas-tugas pelayanan sebagai guru atau pengajar kepada
gereja. Karunia sebagai guru atau pengajar diberikan Allah untuk membangun
tubuh Kristus menuju kedewasaan iman. Setiap orang yang dipanggil-Nya

22

Handoko Martin, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku (Yogyakarta: Kanisius, 1992),

59-60.
23

Dien Sumiyatingsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta: ANDI, 2006),

32-33.

13

menjadi guru sekolah minggu pasti akan dipanggil-Nya secara khusus, pribadi
lepas pribadi. Panggilan adalah karunia dan kepercayaan dari Tuhan.24
Pelayanan sekolah minggu dapat diumpamakan sebagai “tabungan untuk masa
depan”. Karenanya sangat berharga. Bukan hanya bagi gereja, tetapi juga bagi
anak-anak itu sendiri. Pelayanan ini berharga bagi masa depan gereja, karena
anak-anak itulah yang akan menggantikan generasi sekarang. Kita semua
(termasuk di dalamnya orang tua) cepat atau lambat akan “turun gelanggang”, dan
anak-anak itu akan mendapat giliran untuk “naik pentas”. Itu sebabnya pendidikan
dan pelayanan terhadap anak-anak menjadi amat penting.25 Bahkan banyak orang
tua berpandangan, sekolah minggulah memegang peranan penting dalam
menyampaikan pendidikan Kristiani kepada anak-anak mereka. Oleh karena itu,
para orang tua biasanya mengirimkan anaknya pada hari minggu kepada guru
sekolah minggu untuk mengikuti kegiatan pembinaan rohani di sekolah minggu.
Dalam hal ini guru sekolah minggu memegang peranan penting dalam
keberhasilan sekolah minggu itu sendiri.
Sebagai faktor penentu keberhasilan sekolah minggu, seorang guru sekolah
minggu harus memenuhi beberapa syarat: 1) Seorang yang telah diselamatkan; 2)
Seorang Kristen yang bertumbuh; 3) Seorang Kristen yang setia terhadap gereja;
4) Memahami pelayanan pendidikan adalah sebuah panggilan; 5) Suka pada anak
didiknya; 6) Baik kesaksian hidupnya; 7) Bertanggung jawab; 8) Terlatih sebagai
guru; 9) Bersandar pada kuasa Roh Kudus.26 Seorang guru harus berani
“membayar harga atas panggilan kudus yang diterimanya dari Tuhan”. Ia rela
mempersembahkan semuanya bagi Tuhan, baik waktu, tenaga, pemikiran,
maupun uang, bagi pelayanan anak. Agar pelayanannya berhasil, ia harus
mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik secara pribadi maupun bersama teman
guru lainnya. Persiapan mengajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para
guru sekolah minggu, baik secara pribadi maupun secara bersama-sama guru yang
lain.27
24

Paulus Lie, Mereformasi Sekolah Minggu, 59-60.
Ayub Yahya, Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Efektif (Jakarta: Footprints Publishing,

25

2011), 19.
26

I Putu Ayub Darmawan, Dasar-Dasar Mengajar Sekolah Minggu (Ungaran: STT
Simpson, 2015), 36.
27
Paulus Lie, Mereformasi Sekolah Minggu, 96.

14

2.3.1. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Setiap guru sekolah minggu memiliki tugas pribadi, sebagai berikut: Pertama,
menyiapkan setiap pertemuan hari Minggu dengan berbagai acara atau
lagu/cerita/aktivitas yang kreatif, sehingga sekolah minggu tidak menjadi
pertemuan rutin yang monoton. Sekolah Minggu diharapkan penuh variasi yang
bukan saja menyenangkan anak, melainkan juga membuat anak semakin
mengenal Yesus bertumbuh dalam segala hal seperti yang Yesus inginkan. Kedua,
mengikuti persiapan mengajar serajin mungkin, membuat alat peraga sebaik
mungkin, membuat tata ruang kelas variatif agar tidak monoton, menyiapkan
aktivitas anak yang kreatif yang mengembangkan seluruh potensi anak.
Ketiga, mengembangkan diri, sebagai seorang guru ia harus terus aktif
mengembangkan dirinya dengan banyak membaca buku dan menerapkan serta
mengembangkan pengetahuan yang ia peroleh. Seorang guru juga harus aktif
mengikuti pelatihan seminar, pelatihan mengajar, pembinaan guru, dan
sebagainya. Keempat, tugas guru lainnya adalah belajar dari kebutuhan dan
keinginan anak. Tujuannya adalah agar guru semakin memahami dunia anakanaknya, dan kemudian memikirkan arah pembinaan dan model pembinaan yang
tepat.28

28

Paulus Lie, Mereformasi Sekolah Minggu, 122-123.

15

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemenuhan Kebutuhan Pendeta Perempuan di Lingkungan Gereja Kristen Jawa: berdasar teori kebutuhan Maslow

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sekolah Guru B di Salatiga T1 152008006 BAB II

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang T1 712012009 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang T1 712012009 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Teori Maslow terhadap Motivasi Menjadi Guru Sekolah Minggu di Gereja Kristen Jawa Tangerang T1 712012009 BAB I

0 0 5

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesiapan Menjadi Guru pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana T1 BAB II

0 0 9

Teori maslow terhadap motivasi menjadi

0 0 11

Teori maslow terhadap motivasi menjadi guru

1 1 1