Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HAM harus dianggap sebagai salah satu dari beberapa pencapaian utama filsafat modern yang menjadi penentu jalan sejarah selama ratusan tahun terakhir. Alasannya adalah bahwa HAM merupakan satu-satunya sistem nilai yang diakui secara universal dimana sistem tersebut menawarkan seperangkat standar minimum dan aturan prosedural terhadap hubungan antar manusia yang diaplikasikan, baik dalam pemerintahan, lembaga-lembaga hukum/militer, badan usaha/bisnis, organisasi, maupun individu.1 Dewasa ini, hampir setiap negara mulai memahami akan pentingnya keterlibatan terhadap persoalan HAM dan setahap demi setahap mengupayakan terciptanya perlindungan HAM di negeri masing-masing. Setidaknya, apabila persoalan HAM tidak diperhatikan secara serius oleh suatu negara, bisa menjadi pergunjingan di antara negara-negara, bahkan dapat dikucilkan oleh dunia internasional.2

Masalah mengenai kebebasan dan HAM hingga kini masih menjadi topik pembicaraan diseluruh dunia. Hal ini mungkin karena masih banyak pelanggaran yang terjadi. Masalah hak asasi adalah masalah kemanusiaan yang terkait dengan ketidakadilan, kemelaratan, kesewenang-wenangan, dan bentuk lainnya yang mengandung unsur ketidakpedulian sosial. Salah satu masalah HAM yang menjadi topik hangat adalah isu terorisme. Pada abad 21, keamanan global sangat

1Manfred Nowak. 2003. Introduction to the International Human Rights Regime. Leiden: Martinus Nijhoff, halaman 1

2M. Afif Hasbullah. 2005. Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM Di Indonesia: Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demokratis. Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum, halaman 1-2


(2)

Universitas Sumatera Utara

ditandai dengan meningkatnya aksi teror, baik dari segi jumlah, ruang lingkup, maupun dampaknya. Contohnya, berdasarkan laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS perihal terorisme menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat hampir 13.500 serangan teror yang menewaskan hampir 33.000 orang, dengan kata lain ada peningkatan dimana pada tahun 2013 terdapat hampir 10.000 serangan teror yang menewaskan tak kurang dari 18.000 orang.3

Isu terorisme sebenarnya bukanlah masalah yang baru namun sejak serangan 11 September 2011 yang menghancurkan bangunan WTC oleh kelompok teroris membuat dunia tersentak bahwa tidak tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang terjadi aksi teror mengerikan lainnya, yang pada perkembangannya terbukti bahwa aksi teror terus berlanjut. Semua peristiwa teror yang terjadi menyadarkan umat manusia bahwa bahaya terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata sehingga perlu perhatian serius untuk memeranginya, baik pada tingkat global, regional, maupun nasional.4 Negara yang paling aktif memerangi terorisme adalah AS. Pada 13 November 2001, Presiden Bush memerintahkan untuk mendirikan komisi militer untuk melawan teroris. Presiden menemukan bahwa teroris internasional, termasuk anggota al Qaeda, telah melakukan serangan terhadap personil dan fasilitas diplomatik dan militer AS di luar negeri serta terhadap masyarakat dan properti di dalam wilayah AS, yang telah menciptakan keadaan konflik bersenjata yang membutuhkan penggunaan pasukan bersenjata AS.5 Tragedi serangan teroris tehadap WTC dan reaksi anti terorisme AS menjadi puncak yang menandai pergeseran sistem HI, dimana HI

3Surat Kabar Kompas. AS:Terorisme Melonjak. 21 Juni 2015, halaman 5 4

I Wayan Parthiana. 2003. Hukum Pidana Internasional & Ekstradisi. Bandung: Yrama Widya, halaman 70-71

5John C. Yoo dan James C. Ho. 2003. The Status of Terrorists. UC Berkeley School of Law Public Law and Legal Theory Research Paper. No. 136, halaman 4


(3)

Universitas Sumatera Utara

yang pada hakekatnya mengatur hubungan antar negara, pada perkembangannya juga mengatur hubungan dengan non-negara.6

Sementara itu, kekhawatiran atas terorisme internasional memicu keinginan dari masyarakat yang merasa ketakutan untuk mengorbankan beberapa hak-hak untuk mendapatkan keamanan yang lebih besar. Hal ini ditandai dengan adanya operasi intelijen yang mengawasi dan mengumpulkan informasi untuk mencegah serangan teroris.7 Operasi intelijen tersebut telah dilancarkan AS melalui CIA dengan cara rahasia yang dilakukan di seluruh dunia. Namun, operasi yang bertujuan untuk mencegah terorisme malah menimbulkan pelanggaran HAM yang lain dimana berdasarkan laporan investigasi yang dilakukan oleh Komite Intelijen Senat AS menyebutkan bahwa terdapat pelanggaran HAM terhadap tahanan teroris dalam metode penahanan dan interogasi yang dilakukan oleh CIA. Laporan tersebut termuat dalam dokumen yang berjudul “Committee Study of the Central Intelligence Agency’s Detention and Interrogation Program”. Dalam dokumen tersebut termuat salah satu bentuk pelanggaran HAM adalah penyiksaan terhadap tahanan teroris. Mengenai penyiksaan tersebut sebelumnya bahwa penggunaan penyiksaan resmi oleh organ pemerintah adalah fenomena kuno yang masih banyak dipraktekkan saat ini. Penyiksaan bahkan diakui oleh banyak pemerintah sampai abad ke-19 menjadi metode resmi interogasi. Walaupun banyak pemerintah yang menghapuskan penyiksaan resmi namun berdasarkan dokumentasi laporan dari PBB dan berbagai organisasi terutama Amnesty Internasional, tetap ada sebuah perbedaan yang mengkhawatirkan antara

6

Boer Mauna. 2008. HI: Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni, halaman 728

7Michael Haas. 2008. International Human Rights: A Comprehensive Introduction. Oxon: Routledge, halaman 351


(4)

Universitas Sumatera Utara

penghapusan penyiksaan resmi dan frekuensi penyiksaan sebenarnya, padahal penyiksaan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok.8

Terlepas dari apa pun masalah HAM atau perdebatan terkait HAM, yang utama adalah bagaimana menjamin hak-hak asasi sekaligus memberikan bantuan langsung kepada korban pelanggaran HAM.9 Mempertimbangkan banyaknya pelanggaran HAM sistematik di hampir seluruh dunia, sudah sepantasnya timbul pemikiran bahwa perlindungan HAM tidak hanya menjadi objek kedaulatan negara, namun dalam kasus pelanggaran HAM berat atau sistematik, masyarakat internasional berwenang untuk menuntut dan mendesak pemberian hukuman bagi pelanggaran HAM tersebut, baik pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah ataupun oleh non-pemerintah.10 Pemikiran ini memungkinkan untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku pelanggaran HAM, dalam kasus ini berarti meminta pertanggungjawaban dari para pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM dalam metode penahanan dan interogasi CIA. Setiap masyarakat wajib memiliki hak untuk melindungi dirinya dan setiap masyarakat memiliki alasan untuk mendapat perlindungan yang layak.11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hak asasi manusia ditinjau menurut hukum internasional?

8Lyal S. Sunga. 1991. Individual Responsibility In International Law For Serious Human Rights Violations. Dordrecht: Martinus Nijhoff, halaman 80

9A. Masyhur Effendi. 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia, halaman 68

10Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 3

11Paul H. Robinson. 2001. Crime, Punishment, and Prevention. The Public Interest. VOL.142: 61-71, halaman 62


(5)

Universitas Sumatera Utara

2. Bagaimanakah program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris?

3. Bagaimanakah pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hak asasi manusia ditinjau menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

3. Untuk mengetahui pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

D. Manfaat Penulisan

Selain tujuan penulisan tersebut, hasil daripada penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, pembahasan atas masalah-masalah yang dirumuskan dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pemahaman mengenai hukum internasional secara umum maupun hukum hak asasi manusia internasional secara khusus dan dapat menjadi sumber bahan bagi penulisan lebih lanjut. Secara praktis, pembahasan atas masalah-masalah yang dirumuskan dalam penulisan ini


(6)

Universitas Sumatera Utara

diharapkan dapat menjadi kajian bagi para praktisi hukum internasional terutama bidang hukum hak asasi manusia internasional dan dapat memberikan masukan terkait pengaturan hak asasi manusia untuk pengembangan dan perlindungan hak asasi manusia yang lebih baik. Selain itu juga untuk melahirkan sifat dan sikap kritis terhadap setiap pelanggaran hak asasi manusia.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan penulisan sebelumnya dengan judul

“Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional”.

Namun, sebelumnya pernah ada penulisan dari mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memiliki tema penulisan yang sama dengan tema penulisan ini, yaitu sebagai berikut:

1. Edy Syahputra Mtd., mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 990200042, dengan judul “Perlindungan Tawanan Perang Ditinjau Dari Konvensi Jenewa 1949 Sebagai Landasan Hukum Humaniter Internasional (Sebagai Suatu Tinjauan Tentang Perlakuan Tawanan Perang Di Teluk Guantanamo)”.

2. Akbar Nugraha, mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 010222011, dengan judul


(7)

Universitas Sumatera Utara “Pelanggaran HAM Berat Terhadap Tawanan Irak Di Dalam Penjara Abu Gharib”.

3. Andrew Maulia Sembiring, mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 030200131, dengan judul “Masalah Status Tawanan Perang Taliban Dan Al Qaeda

Menurut Hukum Humaniter”.

Akan tetapi, penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan bukti pengesahan dari pihak administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian dan batasan-batasan dalam membuat studi kepustakaan. Hal ini tentunya akan sangat berguna untuk membantu penulisan sesuai ruang lingkup pembahasan agar tetap berada di dalam koridor topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya sehingga memudahkan pembaca untuk dapat lebih memahami apa-apa saja yang dituangkan dalam penulisan ini.

Pertama, HI menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara; negara dengan negara, negara dengan subjek non-negara, dan subjek non-negara satu sama lain.12 Hukum intemasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dan

12Mochtar Kusumaatmadja. 1978. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta, halaman 3-4


(8)

Universitas Sumatera Utara

prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa terikat untuk menaatinya, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:

1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan fungsi lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu.

2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara apabila hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.13

Mengenai sumber HI, pasal 38(1) statuta Mahkamah Internasional memuat bahwa Mahkamah dalam menyelesaikan perselisihan yang diajukan kepadanya sesuai HI berdasarkan:

1. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus.

2. Kebiasaan-kebiasaan internasional, yang merupakan praktek-praktek umum yang diterima sebagai hukum.

3. Prinsip-prinsip hukum yang diakui bangsa beradab.

4. Keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi) dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang terpandang(doktrin) sebagai bahan pelengkap.14

Selain itu, yang menjadi subjek dari HI adalah negara, organisasi internasional, Tahta Suci Vatikan, Palang Merah Internasional, pemberontak, dan individu. Dewasa ini juga berkembang opini yang menyatakan bahwa perusahaan multinasional dan transnasional menjadi subjek HI.

Mengenai status individu sebagai subyek HI menjadi sebuah perdebatan karena perbedaan pendapat terhadap satus individu sebagai subyek HI. Namun, tidak dapat disangsikan bahwa individu mempunyai kepentingan atas ketentuan-ketentuan HI, dan pada perkembangannya terutama pasca Perang Dunia, terdapat

13J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasional1: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 3


(9)

Universitas Sumatera Utara

pengakuan terbatas terhadap individu sebagai subjek HI dalam hal pelanggaran HAM dan HI yang dilakukan oleh individu, sehingga individu tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban.15 Ada tiga unsur penting untuk menjadi subyek dari sistem hukum:

1. Subyek memiliki kewajiban, sehingga menimbulkan tanggung jawab atas tindakan yang bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh sistem. 2. Subyek mampu mengklaim manfaat dari hak.

3. Subyek memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya yang diakui oleh sistem hukum tertentu.16

Menurut Hugo de Groot, HI mengikat karena HI itu tidak lain adalah hukum alam yg diterapkan pada kehidupan masyrakat bangsa-bangsa.17 Menurut Zorn, kekuatan mengikat HI karena atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI sedangkan menurut Triepel, bukan karena kehendak negara melainkan karena kehendak bersama.18 Menurut mazhab Vienna, kekuatan mengikat suatu kaedah HI didasarkan pada suatu kaedah yang lebih tinggi yang pada puncaknya ada kaedah dasar (grundnorm) dimana Kelsen mengemukakan asas pacta sund servanda sebagai grundnorm HI.19 Sedangkan menurut mazhab Perancis, salah satunya oleh Duguit, kekuatan mengikat HI karena faktor sosial, biologis, dan sejarah kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas.20

15Boer Mauna. Op.Cit., halaman 57-58 16Max Sorensen. Op.Cit., halaman 249 17

Mochtar Kusumaatmadja. Op.Cit., halaman 43-44 18Ibid., halaman 45-47

19Ibid., halaman 48 20Ibid., halaman 49-50


(10)

Universitas Sumatera Utara

Menurut tradisi ada dua doktrin yang berhubungan dengan keharusan negara-negara untuk patuh pada kaedah-kaedah HI. Menurut doktrin hak-hak asasi bahwa setiap negara mempunyai hak asasi masing-masing salah satunya adalah hak untuk melakukan hubungan internasional, sedangkan menurut doktrin positivisme bahwa kaedah-kaedah HI tersebut adalah hasil persetujuan negara yang mengikat negara yang menyetujuinya.21 Tujuan utama HI lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban daripada menciptakan sistem hubungan internasional yang adil, walaupun pada perkembangannya telah terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin keadilan bagi negara-negara dan umat manusia.22

Kedua, HAM merupakan sistem nilai kontemporer yang diakui secara universal dan secara bertahap telah dikembangkan oleh semua negara dalam kerangka HI. Konsep HAM pada hakekatnya berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih sejahtera, aman, tentram, tenang, adil, dan makmur dan sehubungan dengan itu, pandangan lama yang menganggap individu bukanlah subyek HI sudah usang.23 HI yang umum hanya mengatur negara sebagai subyek HI sedangkan hukum HAM internasional, walaupun belum sempurna mengatur individu sebagai subyek HI, namun sudah mengakui individu sebagai subyek HI.24

Hak asasi dimiliki sejak lahir oleh semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, keyakinan, jenis kelamin, dan sejenisnya. Meskipun tidak ada konsensus tentang makna yang tepat dari istilah HAM, hampir semua orang setuju

21J. L. Brierly. 1963. Hukum Bangsa-Bangsa. Jakarta: Bhratara, halaman 52&54 22

J. G. Starke. Op.Cit., halaman 6

23A. Masyhur Effendi. Op.Cit., halaman 112

24Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 14-15


(11)

Universitas Sumatera Utara

bahwa HAM melibatkan kemampuan untuk menuntut dan menikmati kualitas hidup, keadilan yang sama di depan hukum, dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan budaya, ekonomi, dan sosial dasar. Selain itu juga mensyaratkan tanggung jawab dimana semua manusia harus saling menghormati hak dalam setiap kegiatannya.25 Setiap manusia dilahirkan merdeka mempunyai martabat dan hak yang sama, serta setiap manusia berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu.26 Berdasarkan beberapa instrumen HI mengenai HAM, terdapat hak yang penerapannya tidak dapat dikecualikan meskipun dalam keadaan yang luar biasa, jadi hak-hak yang dianggap sebagai intisari HAM selalu terjamin. Berarti, setiap negara yang mengakui instrumen tersebut, apapun alasannya, tidak dapat melakukan tindakan yang mengurangi hak-hak yang menjadi intisari HAM tersebut. Adapun intisari (hard-core) HAM yang dimaksud meliputi hak untuk hidup, larangan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, larangan perbudakan, larangan penerapan hukum pidana dengan efek retroaktif serta hukuman yang dijatuhkan sesuai penerapan tersebut.27 Di samping hak-hak individu tersebut, terdapat juga hak-hak kolektif yang dimiliki kelompok masyrakat, tidak hanya kelompok mayoritas tapi kelompok minoritas pun memiliki hak-hak kolektif tersebut.28

Menimbang bahwa pada perkembangannya terdapat evolusi ancaman dan pelanggaran HAM serta meluasnya definisi perdamaian dan keamanan dunia, adalah tugas pokok komunitas internasional untuk menjaga perdamaian

25Michael Haas. Op.Cit., halaman 3

26Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 85&88 27

Fadillah Agus. 1997. Hukum Humaniter: Suatu Perspektif. Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter FH Universitas Trisakti, halaman 91

28J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasiona l 2: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 490 (selanjutnya disebut Starke)


(12)

Universitas Sumatera Utara

internasional dan melindungi HAM.29 Sejak Perang Dunia II, komunitas internasional telah mengembangkan kerangka normatif untuk perlindungan HAM universal dan regional, dimana komunitas internasional yang terdiri dari pemerintah, organisasi antar pemerintah, perusahaan transnasional, dan masyarakat dunia, bertanggung jawab secara bersama untuk mencegah dan menghentikan pelanggaran HAM.30 Saat ini tampak jelas bahwa di antara tujuan utama dan mungkin titik penting dari HI adalah untuk melindungi hak-hak asasi, setidaknya untuk banyak teori dan praktisi, telah dipahami tidak lagi hukum negara namun adalah hukum hak asasi manusia.31 Walaupun, ada perbedaan pendapat dan ideologi dalam memandang HAM namun tetap ada dorongan untuk mendirikan tatanan global berdasarkan HAM universal.32

Ketiga, isu terorisme dalam beberapa tahun terakhir telah menyita perhatian dunia sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM yang telah memakan banyak korban jiwa. Terorime sudah ada sejak dulu, bahkan pada masa sebelum masehi, dan terus berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Istilah teror berasal dari bahasa latin, yaitu terrere, yang artinya kegiatan atau tindakan yang dapat membuat ketakutan.33

Tidak ada definisi tentang terorisme yang diakui secara universal, namun beberapa pihak mencoba memberi definisi terorisme sebagai berikut:

29

Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 42 30Ibid., halaman 366

31Samuel Moyn. 2010. The Last Utopia: Human Rights in History. Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press, halaman 176

32

Roger Normand dan Sarah Zaidi. 2008. Human Rights at The UN: The Political History of Universal Justice. Bloomington: Indiana University Press, halaman 143

33Luqman Hakim. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta, halaman 9


(13)

Universitas Sumatera Utara

1. Terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan/atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah asing.(CIA)34

2. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menanamkan rasa takut, dimaksudkan untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat untuk mengejar tujuan yang umumnya politik, agama, atau ideologi.(Departemen Pertahanan AS)

3. Penggunaan kekuatan yang melanggar hukum atau kekerasan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah, penduduk sipil, atau lainnya, untuk tujuan politik atau sosial.(FBI)35

4. terencana, kekerasan bermotif politik ditujukan terhadap target non-kombatan oleh kelompok subnasional atau agen rahasia, biasanya ditujukan untuk mempengaruhi masyarakat.(Departemen Dalam Negeri AS)

5. Terorisme adalah semua tindakan kriminal langsung terhadap negara dan berniat dan memperhitungkan untuk menciptakan rasa ngeri dalam pikiran orang tertentu, kelompok, atau masyarakat umum.(LBB)36

6. Tindakan teror dirumuskan sebagai tindak pidana politik yang memuat motif politik.(European Convention on the Suppression of Terrorism) 7. Terorisme berarti penggunaan atau ancaman tindakan di mana:

a. melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, melibatkan kerusakan serius pada properti, membahayakan kehidupan seseorang, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian dari publik, dirancang untuk mengganggu atau merusak dengan serius sistem elektronik.

34

Abdul Wahid dkk. 2004. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, halaman 24

35David J. Whittaker. 2007. The Terrorism Reader: Third Edition. Oxon: Routledge, halaman 3 36I Wayan Parthiana. Op.Cit., halaman 72


(14)

Universitas Sumatera Utara

b. dirancang untuk mempengaruhi pemerintah(atau organisasi antar pemerintah), atau untuk mengintimidasi publik atau bagian dari publik.

c. dibuat dengan tujuan untuk mencapai sebab politik, agama, ras, atau ideologi.

Termasuk di dalamnya yang melibatkan penggunaan senjata api atau bahan peledak.(UK)37

8. Setiap tindakan atau ancaman kekerasan, apapun motif dan tujuannya, yang terjadi atas agenda individu atau kelompok kriminal dan berusaha untuk menunjukkan kepanikan di tengah masyarakat, menyebabkan rasa takut dengan merugikan mereka, atau menempatkan hidup, kebebasan, dan perlindungan mereka dalam bahaya, atau berusaha untuk menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan atau untuk instalasi atau properti milik publik atau pribadi, atau untuk menduduki atau menguasainya, atau berusaha untuk membahayakan sumber daya nasional.(The Arab Convention of the Suppression of Terrorism)

Motivasi terorisme adalah karena tujuan politik, agama, atau ideologi. Kurang lebih tujuan terorisme selalu bersifat politik, seperti para ekstremis yang di dorong karena alasan agama atau keyakinan ideologi biasanya mencari kekuatan politik untuk memaksa masyarakat untuk mengikuti pandangan mereka. Esensinya, terorisme itu lebih bermaksud untuk menimbulkan rasa takut kepada seseorang daripada kepada korban, untuk membuat pemerintah atau pendengar lainnya untuk mengubah tindakan politik mereka.38

Namun, terlepas dari definisi dan motif terorisme, aksi teror jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan, martabat bangsa, dan norma agama, serta menjadi tragedi atas HAM. Bahwa terorisme itu faktanya lebih sebagai pelanggaran atas HAM karena apa yg dilakukan oleh teroris bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak dan menghancurkan kedamaian hidup manusia.39 Pada 2005, Sekjen PBB, Kofi Annan, mengformulasikan 5 strategi terhadap terorisme:

37

Paul Behrens. 2010. Public Law and Human Rights Statutes 2009-2010. Oxon: Routledge, halaman 377

38 David J. Whittaker. Op.Cit., halaman 17 39Abdul Wahid dkk. Op.Cit., halaman 2-3


(15)

Universitas Sumatera Utara

1. Menghalangi kelompok yang diasingkan menggunakan terorisme sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka.

2. Memastikan bahwa teroris tidak memiliki sarana untuk melakukan tindak kekerasan.

3. Mencegah negara untuk mendukung kelompok teroris.

4. Mengembangkan kapasitas negara untuk mencegah terorisme. 5. Dukungan terhadap hak asasi manusia.40

Keempat, mengingat bahwa CIA yang menjadi subyek dalam metode penahanan dan interogasi, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka ideal apabila sebelum masuk dalam pembahasan, ada penjelasan mengenai CIA tersebut. Lahir dari serangkaian organisasi federal yang berusaha untuk membawa semua intelijen AS untuk dikumpulkan di bawah satu atap, CIA telah ada sebagai anggota senior dari komunitas intelijen AS selama lebih dari lima puluh tahun, yang bermarkas di daerah Langley, Virginia dan memiliki cabang-cabang di berbagai negara lainnya.

Sejarah intelijen AS bermula pada perang revolusi AS, dimana pada saat itu pihak AS membutuhkan relawan yang berfungsi sebagai mata-mata untuk mengumpulkan informasi terkait pihak Inggris. Nathan Hale melaksanakan tugas tersebut hingga akhirnya memperoleh informasi yang cukup namun ia ketahuan oleh Inggris dan pada tanggal 22 September 1776, Nathan Hale menjadi orang AS pertama yang ditangkap dan dieksekusi karena memata-matai.41 AS tidak memiliki badan intelijen penuh sampai Perang Dunia II. Baru pada 26 Juli 1947, dengan dikeluarkannya UU Keamanan Nasional 1947 oleh Kongres yang salah satunya menetapkan badan intelijen permanen yang baru yaitu CIA. 18 September 1947, UU tersebut mulai berlaku dan CIA mulai untuk bertugas. Pada 22 Maret

40Michael Haas. Op.Cit., halaman 172

41Heather Lehr Wagner. 2007. The Central Intelligence Agency. New York: Chelsea House , halaman 8


(16)

Universitas Sumatera Utara

1948 Kantor Operasi Khusus CIA didirikan untuk melakukan spionase dan kontraspionase.42 Dua tahun kemudian, UU tambahan, UU CIA 1949 disahkan berkaitan dengan anggaran yang tersedia untuk CIA. Dalam UU ini, CIA diberikan kemampuan untuk menggunakan pembukuan dan prosedur administratif rahasia dan tidak diwajibkan untuk mengikuti prosedur pertanggungjawaban penggunaan anggaran pada umumnya, sehingga UU ini memastikan bahwa bagaimana dan kapan CIA menghabiskan anggaran akan tetap rahasia.43

Misi utama CIA adalah untuk melayani sebagai "mata dan telinga bangsa dan kadang-kadang tangan yang tersembunyi." Menurut CIA, misi ini harus dilakukan dengan mengumpulkan intelijen yang penting, menyediakan analisi dari semua sumber yang relevan, dan melakukan tindakan rahasia berdasarkan arahan presiden untuk mencegah ancaman atau mencapai tujuan suatu kebijakan. Intelijen pada dasarnya informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Intelijen ini memberikan informasi tentang apa yang sedang terjadi di seluruh dunia kepada pembuat kebijakan AS sehingga informasi tersebut akan membantu mereka dalam memahami peristiwa-peristiwa global dan memprediksi tentang cara untuk merespon peristiwa tersebut dan kemungkinan hasil dari respon yang diambil.44 Semua sumber intelijen yang dimaksud adalah istilah tentang intelijen yang dikumpulkan CIA dari semua sumber, termasuk:

1. HUMINT, sumber daya intelijen utama CIA, adalah informasi yang dikumpulkan oleh sumber daya manusia melalui metode rahasia dan lainnya.

2. COMINT berasal dari penyadapan komunikasi.

3. IMINT, sebelumnya PHOTINT, berasal dari fotografi satelit atau pencitraan lain yang kemudian dianalisis dan diproses.

42

Scott C. Monje. 2008. The Central Intelligence Agency: A Documentary History. Westport: Greenwood Press, halaman 3

43Heather Lehr Wagner. Op.Cit., halaman 46 44Ibid., halaman 69-70


(17)

Universitas Sumatera Utara

4. ELINT adalah informasi teknis dan intelijen yang diambil dari penyadapan transmisi elektromagnetik.

5. MASINT secara teknis intelijen yang diambil dari data nuklir, optik, frekuensi radio, akustik, seismik, dan bahan sains, bisa berupa bentuk TELINT maupun RADINT

6. SIGINT yang berasal dari sinyal yang disadap dan termasuk COMINT, ELINT, dan MASINT.

7. TECHINT dasarnya merupakan penggabungan dari IMINT dan SIGINT. 8. OSINT adalah intelijen publik dan tersedia untuk semua orang, seperti

informasi dari surat kabar, majalah, jurnal, televisi, radio, dan internet.45

Hanya presiden yang dapat mengarahkan CIA untuk melakukan aksi rahasia dimana biasanya tindakan tersebut biasanya direkomendasikan oleh NSC. Baik Kongres dan cabang eksekutif mengawasi kegiatan CIA. Selain itu, CIA bertanggung jawab kepada rakyat Amerika melalui wakil-wakil di legislatif.46 Bukti operasi CIA yang terkenal adalah dalam kasus Argo, yang pernah difilmkan

di Hollywood, dimana operasi CIA yang berkedok syuting film berjudul “Argo”

untuk menyelamatkan warga AS yang terperangkap di Iran akibat serangan terhadap Kedutaan Besar AS di Teheran pada tanggal 4 November 1979. Serangan tersebut merupakan buntut dari campur tangan AS dalam menggulingkan PM Iran, Mohammad Mossadegh.47 Selain itu, jejak operasi CIA di Indonesia juga ada yaitu pada saat peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, dimana CIA melakukan campur tangan dalam menciptakan konspirasi untuk menggulingkan Presiden Soekarno.48

Kelima, untuk menambah pembahasan maka dianggap perlu untuk memberi sedikit penjelasan mengenai penahanan dan interogasi. Menurut Kamus

45W. Thomas Smith. Jr. 2003. Encyclopedia of The Central Intelligence Agency. New York: Facts On File, halaman 9

46Ibid., halaman 257&258 47

Antonio Mendez dan Matt Baglio. 2012. Argo: How The CIA and Hollywood Pulled Off The Most Audacious Rescue in History. New York: Viking Penguin, halaman 7&11

48Joesoef Isak. 2002. Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S-1965. Jakarta: Hasta Mitra


(18)

Universitas Sumatera Utara

Besar Bahasa Indonesia, penahanan adalah proses, cara, perbuatan menahan / penghambatan sedangkan interogasi adalah pertanyaan, pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem.49 Sedangkan menurut Black’s

Law Dictionary, penahanan adalah tindakan menjaga untuk waktu lama atau menahan, baik sengaja atau dengan rencana, atas seseorang atau sesuatu sedangkan interogasi adalah istilah yang diterapkan ketika saksi atau tersangka pidana ditanyakan.50

Baik penahanan maupun interogasi, pada prakteknya, adalah bagian dari sistem hukuman dimana menghukum adalah menyebabkan seseorang untuk menjalani rasa sakit, kehilangan, atau penderitaan atas sebuah kejahatan atau kesalahan yang dibuatnya. Hukuman hanya dapat eksis dalam kaitannya dengan kejahatan atau kerusakan di masa lalu.51 Satu yang pasti, untuk melakukan penahanan atau interogasi, mutlak diperlukan penangkapan dimana pada umumnya otoritas pemerintah hanya dapat menangkap seseorang apabila ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa orang tersebut melanggar hukum pidana. Orang yang ditangkap dapat meminta Miranda Right untuk tetap diam dan meminta seorang pengacara, termasuk bagi teroris yang ditangkap.52 Namun, terdapat perdebatan mengenai status tahanan teroris dalam perang melawan teror yang dilancarkan AS, dimana para tahanan teroris tersebut dianggap sebagai kombatan ilegal sehingga tidak mendapa status tawanan perang.53

49Kamus Besar Bahasa Indonesia 50Black’s Law Dictionary

51Paul H. Robinson. Loc.Cit., halaman 62

52John C. Yoo dan James C. Ho. Op.Cit., halaman 2 53Ibid., halaman 1


(19)

Universitas Sumatera Utara G. Metode Penulisan

Untuk membuat pembahasan dalam penulisan ini serta agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai adalah:

1. Jenis Pendekatan

Dikenal dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana hukum-hukum yang berhubungan dengan substansi penulisan dijadikan sebagai pusat kajian. Penulisan ini memakai metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan data-data sebagai sarana memperkuat teori-teori lama atau menyusun teori-teori baru.54 Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan segala data-data yang berkaitan dengan substansi penulisan. 2. Jenis Data

Lazimnya dibedakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat adalah data primer sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka meliputi


(20)

Universitas Sumatera Utara

instrumen hukum, buku-buku, dokumen-dokumen, dan lain sejenisnya adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari:

a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari semua instrumen hukum terkait.

b. bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari dokumen, buku, dan artikel.

c. bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus dan lain sejenisnya.55

Data penulisan ini adalah data sekunder. 3. Jenis Alat Pengumpulan Data

Pada umumnya, ada tiga jenis alat pengumpulan data yaitu bahan pustaka, pengamatan, dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat digunakan masing-masing atau bersama-sama.56 Penulisan ini memakai alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dengan cara mengumpulkan bahan-bahan terkait dari berbagai sumber (library research).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah penyusunan penulisan ini agar hasil penulisan tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan Latar belakang penulisan, rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan, tujuan dari penulisan berdasarkan rumusan masalah, manfaat penulisan yang dapat diperoleh, keaslian penulisan sebagai keabsahan hasil penulisan, tinjauan kepustakaan yang menjadi ruang lingkup

55Ibid., halaman 52 56Ibid., halaman 21


(21)

Universitas Sumatera Utara

penulisan, metode penelitian yang dimiliki dalam rangka pencarian data-data terkait, serta sistematika penulisan ini.

BAB II Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang pertama yakni hak asasi manusia menurut hukum internasional. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang sejarah hak asasi manusia, subbab tentang instrumen hukum perlindungan hak asasi manusia, dan subbab tentang pengaturan terkait hak asasi manusia terhadap tahanan.

BAB III Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang kedua yakni program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang Latar belakang program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris, subbab tentang pengaruh program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap isu terorisme, dan subbab tentang pembentukan komite penyelidikan atas program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

BAB IV Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris.

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan


(22)

Universitas Sumatera Utara

interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia menurut hukum internasional, subbab tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency), dan subbab tentang pandangan-pandangan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency).

BAB V PENUTUP

Bab ini memberikan kesimpulan berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan juga memberikan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait.


(1)

Universitas Sumatera Utara

4. ELINT adalah informasi teknis dan intelijen yang diambil dari penyadapan transmisi elektromagnetik.

5. MASINT secara teknis intelijen yang diambil dari data nuklir, optik, frekuensi radio, akustik, seismik, dan bahan sains, bisa berupa bentuk TELINT maupun RADINT

6. SIGINT yang berasal dari sinyal yang disadap dan termasuk COMINT, ELINT, dan MASINT.

7. TECHINT dasarnya merupakan penggabungan dari IMINT dan SIGINT. 8. OSINT adalah intelijen publik dan tersedia untuk semua orang, seperti

informasi dari surat kabar, majalah, jurnal, televisi, radio, dan internet.45

Hanya presiden yang dapat mengarahkan CIA untuk melakukan aksi rahasia dimana biasanya tindakan tersebut biasanya direkomendasikan oleh NSC. Baik Kongres dan cabang eksekutif mengawasi kegiatan CIA. Selain itu, CIA bertanggung jawab kepada rakyat Amerika melalui wakil-wakil di legislatif.46 Bukti operasi CIA yang terkenal adalah dalam kasus Argo, yang pernah difilmkan

di Hollywood, dimana operasi CIA yang berkedok syuting film berjudul “Argo”

untuk menyelamatkan warga AS yang terperangkap di Iran akibat serangan terhadap Kedutaan Besar AS di Teheran pada tanggal 4 November 1979. Serangan tersebut merupakan buntut dari campur tangan AS dalam menggulingkan PM Iran, Mohammad Mossadegh.47 Selain itu, jejak operasi CIA di Indonesia juga ada yaitu pada saat peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, dimana CIA melakukan campur tangan dalam menciptakan konspirasi untuk menggulingkan Presiden Soekarno.48

Kelima, untuk menambah pembahasan maka dianggap perlu untuk memberi sedikit penjelasan mengenai penahanan dan interogasi. Menurut Kamus

45W. Thomas Smith. Jr. 2003. Encyclopedia of The Central Intelligence Agency. New York:

Facts On File, halaman 9

46Ibid., halaman 257&258 47

Antonio Mendez dan Matt Baglio. 2012. Argo: How The CIA and Hollywood Pulled Off The Most Audacious Rescue in History. New York: Viking Penguin, halaman 7&11

48Joesoef Isak. 2002. Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi


(2)

Universitas Sumatera Utara

Besar Bahasa Indonesia, penahanan adalah proses, cara, perbuatan menahan / penghambatan sedangkan interogasi adalah pertanyaan, pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem.49 Sedangkan menurut Black’s

Law Dictionary, penahanan adalah tindakan menjaga untuk waktu lama atau

menahan, baik sengaja atau dengan rencana, atas seseorang atau sesuatu sedangkan interogasi adalah istilah yang diterapkan ketika saksi atau tersangka pidana ditanyakan.50

Baik penahanan maupun interogasi, pada prakteknya, adalah bagian dari sistem hukuman dimana menghukum adalah menyebabkan seseorang untuk menjalani rasa sakit, kehilangan, atau penderitaan atas sebuah kejahatan atau kesalahan yang dibuatnya. Hukuman hanya dapat eksis dalam kaitannya dengan kejahatan atau kerusakan di masa lalu.51 Satu yang pasti, untuk melakukan penahanan atau interogasi, mutlak diperlukan penangkapan dimana pada umumnya otoritas pemerintah hanya dapat menangkap seseorang apabila ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa orang tersebut melanggar hukum pidana. Orang yang ditangkap dapat meminta Miranda Right untuk tetap diam dan meminta seorang pengacara, termasuk bagi teroris yang ditangkap.52 Namun, terdapat perdebatan mengenai status tahanan teroris dalam perang melawan teror yang dilancarkan AS, dimana para tahanan teroris tersebut dianggap sebagai kombatan ilegal sehingga tidak mendapa status tawanan perang.53

49Kamus Besar Bahasa Indonesia 50Black’s Law Dictionary

51Paul H. Robinson. Loc.Cit., halaman 62

52John C. Yoo dan James C. Ho. Op.Cit., halaman 2 53Ibid., halaman 1


(3)

Universitas Sumatera Utara G. Metode Penulisan

Untuk membuat pembahasan dalam penulisan ini serta agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai adalah:

1. Jenis Pendekatan

Dikenal dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana hukum-hukum yang berhubungan dengan substansi penulisan dijadikan sebagai pusat kajian. Penulisan ini memakai metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan data-data sebagai sarana memperkuat teori-teori lama atau menyusun teori-teori baru.54 Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan segala data-data yang berkaitan dengan substansi penulisan. 2. Jenis Data

Lazimnya dibedakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat adalah data primer sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka meliputi


(4)

Universitas Sumatera Utara

instrumen hukum, buku-buku, dokumen-dokumen, dan lain sejenisnya adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari:

a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari semua instrumen hukum terkait.

b. bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari dokumen, buku, dan artikel.

c. bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus dan lain sejenisnya.55

Data penulisan ini adalah data sekunder. 3. Jenis Alat Pengumpulan Data

Pada umumnya, ada tiga jenis alat pengumpulan data yaitu bahan pustaka, pengamatan, dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat digunakan masing-masing atau bersama-sama.56 Penulisan ini memakai alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dengan cara mengumpulkan bahan-bahan terkait dari berbagai sumber

(library research).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah penyusunan penulisan ini agar hasil penulisan tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan Latar belakang penulisan, rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan, tujuan dari penulisan berdasarkan rumusan masalah, manfaat penulisan yang dapat diperoleh, keaslian penulisan sebagai keabsahan hasil penulisan, tinjauan kepustakaan yang menjadi ruang lingkup

55Ibid., halaman 52 56Ibid., halaman 21


(5)

Universitas Sumatera Utara

penulisan, metode penelitian yang dimiliki dalam rangka pencarian data-data terkait, serta sistematika penulisan ini.

BAB II Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang pertama yakni hak asasi manusia menurut hukum internasional. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang sejarah hak asasi manusia, subbab tentang instrumen hukum perlindungan hak asasi manusia, dan subbab tentang pengaturan terkait hak asasi manusia terhadap tahanan.

BAB III Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang kedua yakni program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang Latar belakang program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence

Agency) terhadap tahanan teroris, subbab tentang pengaruh program penahanan

dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap isu terorisme, dan subbab tentang pembentukan komite penyelidikan atas program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

BAB IV Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris.

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan


(6)

Universitas Sumatera Utara

interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia menurut hukum internasional, subbab tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency), dan subbab tentang pandangan-pandangan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency).

BAB V PENUTUP

Bab ini memberikan kesimpulan berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan juga memberikan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait.


Dokumen yang terkait

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina Ditinjau Dari Hukum Internasional

6 79 100

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

1 56 108

TINDAKAN HUKUM TERHADAP TERDUGA TERORIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF, DAN HAK ASASI MANUSIA Tindakan Hukum Terhadap Terduga Teroris Dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, dan Hak Asasi Manusia.

0 1 17

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 11

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 1

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 22

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 1 4

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONF

0 0 6

HUKUM HAK ASASI MANUSIA PELANGGARAN HAK

0 0 33

BAB II PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah Dan Perkembangan Hak Asasi Manusia Di Dunia a. Sejarah Hak Asasi Manusia - Perlindungan Terhadap Korban Hak Asasi Manusia (Ham) Berat Di Korea Utara Menurut Hukum Internasional

0 0 35