Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

(1)

Universitas Sumatera Utara PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PROGRAM PENAHANAN DAN INTEROGASI CIA (CENTRAL INTELLIGENCE

AGENCY)TERHADAP TAHANAN TERORIS MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Dan Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

ASHARI MAULANA REZA SIREGAR 110200342

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Universitas Sumatera Utara PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PROGRAM PENAHANAN DAN INTEROGASI CIA (CENTRAL INTELLIGENCE

AGENCY)TERHADAP TAHANAN TERORIS MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Dan Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

ASHARI MAULANA REZA SIREGAR 110200342

Departemen Hukum Internasional Diketahui/Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum. NIP. 195612101986012001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Chairul Bariah, SH.,M.Hum. Arif, SH.,M.H. NIP. 195612101986012001 NIP.196403301993031002


(3)

Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI

Ashari Maulana Reza Siregar* Dr. Chairul Bariah S.H., M.Hum.**

Arif S.H., M.H.***

Hak Asasi Manusia menjadi salah satu hal penting dalam hukum internasional yang memuat seperangkat standar minimum dan aturan prosedural terkait hubungan antar manusia yang diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan manusia. Namun, dari masa ke masa selalu saja terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, baik pelanggaran ringan maupun berat, seperti terorisme yang telah menewaskan banyak nyawa. Ancaman terorisme membuat banyak pihak melancarkan berbagai upaya untuk memeranginya, seperti salah satunya yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Central Intelligence Agency (CIA) dengan cara membuat program penahanan dan interogasi terhadap tahanan teroris. Namun, pelaksanaan program tersebut sarat dengan bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan terhadap para tahanan. Atas dasar pelanggaran-pelanggaran tersebut maka perlu suatu kajian akademis terhadapnya salah satunya melalui skripsi ini.

Adapun penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menempatkan hukum-hukum yang berkaitan dengan substansi sebagai pusat kajian dan metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memaparkan segala data yang berkaitan dengan substansi. Data yang dipakai dalam penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka seperti instrumen hukum, buku, internet, dan lain sebagainya dimana data tersebut dikumpulkan melalui library research dari berbagai sumber.

Kesimpulannya, Hak Asasi Manusia penting menurut hukum internasional karena diakui secara universal yang dibuktikan dengan banyaknya instrumen Hak Asasi Manusia yang dihasilkan dan diratifikasi oleh banyak negara. Namun, instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia tersebut tidak mampu menjamin tidak terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi selama pelaksanaan program penahanan dan interogasi terhadap tahanan teroris, seperti penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, dimana pelanggaran tersebut sangat jelas telah melanggar berbagai instrumen Hak Asasi Manusia sehingga mewajibkan adanya tanggung jawab dari para pihak yang terlibat.

Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Terorisme, CIA

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU 2011 **

Dosen Pembimbing I ***


(4)

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi dengan sebaik-baiknya, yang mana skripsi ini adalah salah satu syarat wajib untuk dapat lulus dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul tentang “PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PROGRAM PENAHANAN DAN INTEROGASI CIA (CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY) TERHADAP TAHANAN TERORIS MENURUT HUKUM INTERNASIONAL”. Judul tersebut diangkat karena Hak Asasi Manusia adalah sebuah topik hangat yang patut untuk diperbincangkan dimana masalah terkait Hak Asasi Manusia selalu timbul dari waktu ke waktu sehingga butuh suatu kajian keilmuan terhadapnya.

Penulis sadar dalam penyelesaian skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan sehingga tanpa bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak tentu saja penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang atas kebaikan dan jasanya telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi dan memeberikan nasehat kepada penulis.

6. Bapak Arif S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan saran dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi serta atas semua ilmu yang telah diajarkan kepada penulis selama mengikuti masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang telah diberikan dan telah meluangkan waktunya untuk melakukan diskusi dengan penulis perihal judul skripsi.

8. Seluruh dosen dan pegawai Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, bantuan, dan suasana penuh keakraban serta kekeluargaan yang didapatkan penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

Universitas Sumatera Utara 9. Dr. Madiasa Ablisar S.H., M.S., selaku dosen pembimbing akademik.

10. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu dan bantuan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

11. Paling utama terima kasih tak terhingga kepada orang tua penulis, Agus Syaiful Bahri Siregar dan Zurlina Abria, atas segala pengorbanan, kasih sayang, nasehat, doa, dan motivasi yang tak pernah putus kepada penulis selama ini, yang tidak akan mampu penulis balas seumur hidup. Semoga bapak dan mama diberikan kesehatan oleh Allah SWT sehingga dapat melihat anak-anaknya sukses. Amin ya rabbal alamin.

12. Kepada kakak penulis, Yunita Aguslina Siregar S.E., atas semua kebaikannya selama ini dan semoga selalu sukses dalam hidupnya serta adik-adik penulis, Andika Desriadi Siregar dan Octarina Aguslina Siregar, atas semua kebaikannya selama ini dan semoga kuliahnya lancar serta selalu sukses kedepannya. Kepada seluruh keluarga besar dan kerabat penulis atas semua doanya.

13. Kepada para sahabat penulis yang tergabung dalam “sosialita”, Aan Febriyanto, Arnold Halomoan Sihombing, Charlene Fortuna Tania, Hengky P. Simanjuntak, Jekson Pakpahan, Nurul Bashiroh Kwon, Rizki Novia Karolina, Sabrina Amanda Gultom, Samitha Andimas Putri, Yuristia Eka Erwanda, atas persahabatan yang penuh suka duka, keseruan, kegilaan, dan kehebohan selama masa perkuliahan. Terima kasih atas segalanya dan semoga kita semua sukses dan dapat bereuni lagi kelak.

14. Kepada kawan-kawan sepermainan penulis selama masa perkuliahan Andana Zwari Limbeng, Bagus Firman Wibowo, Dedy Syahputra Lubis, Gennady


(7)

Universitas Sumatera Utara Siahaan, Hadi Astra Darmana Simangungsong, Hendriawan, Jhonny T. Hutabarat, Kardopa Nababan, Pranto Situmorang, Rahmad Kharisman Nasution, sukses selalu dan semoga kita bereuni lagi. Kepada kawan-kawan grup H dan grup D stambuk 2011 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15. Kepada teman-teman dalam “kedan”, Fernandi Agustian, Randy Sanjaya, Rifqy Mukhlizar, Zulkamal Sembiring. Kepada teman-teman dalam Leting Terakhir Yapena atau LETRAPEN.

16. Kepada seluruh keluarga besar International Law Student Association (ILSA) 2011 atas kekompakan dan keceriaan yang penulis rasakan selama masa

perkuliahan, khususnya kepada para “Alumni Beijing” atas pengalaman luar

biasa yang kita rasakan bersama selama di Beijing.

17. Kepada rekan-rekan penulis lainnya yang tidak mampu penulis sebutkan satu per satu, baik di dalam maupun di luar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Terakhir, penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi semua orang, khususnya para pembaca. Selain itu, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan sehingga penulis menerima setiap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 11 September 2015


(8)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR ISTILAH ...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penulisan ...5

D. Manfaat Penulisan ...5

E. Keaslian Penulisan ...6

F. Tinjauan Kepustakaan ...7

G. Metode Penulisan ...19

H. Sistematika Penulisan ...20

BAB II TINJAUAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah Hak Asasi Manusia ...23

B. Instrumen Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia ...27

C. Pengaturan Terkait Hak Asasi Manusia Terhadap Tahanan ...38

BAB III PROGRAM PENAHANAN DAN INTEROGASI CIA (CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY) TERHADAP TAHANAN TERORIS A. Latar Belakang Program Penahanan dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris ...45


(9)

Universitas Sumatera Utara B. Pengaruh Program Penahanan dan Interogasi CIA (Central Intelligence

Agency) Terhadap Isu Terorisme ...50 C. Pembentukan Komite Penyelidikan Atas Program Penahanan dan

Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris ...58 BAB IV PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PROGRAM

PENAHANAN DAN INTEROGASI CIA (CENTRAL

INTELLIGENCE AGENCY) TERHADAP TAHANAN TERORIS

A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional ...63 B. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Tahanan Teroris CIA

(Central Intelligence Agency) ...68 C. Pandangan-Pandangan Terkait Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Terhadap Tahanan Teroris CIA (Central Intelligence Agency) ...77 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...89 B. Saran ...91 DAFTAR PUSTAKA ...93


(10)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISTILAH

AS : Amerika Serikat

ASEAN : Association of Southeast Asia Nations AUMF : Authorization for Use of Military Force CIA : Central Intelligence Agency

COMINT : Communication Intelligence CTC : Counter-Terrorism Centre DCI : Director of Central Intelligence ELINT : Electronik Intelligence

FBI : Federal Bureau Investigation HAM : Hak Asasi Manusia

HI : Hukum Internasional HUMINT : Human Intelligence

IGO : Intergovernmental Organizations IMINT : Imagery Intelligence

LBB : Liga Bangsa-Bangsa

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MASINT : Measure and Signature Intelligence MON : Memorandum of Notification NSC : National Security Council OSINT : Open Source Intelligence PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa PHOTINT : Photographic Intelligence


(11)

Universitas Sumatera Utara PM : Perdana Menteri

RADINT : Radar Intelligence SIGINT : Signals Intelligence TECHINT : Technical Intelligence TELINT : Telemetry Intelligence UK : United Kingdom UU : Undang-Undang WTC : World Trade Center


(12)

Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI

Ashari Maulana Reza Siregar* Dr. Chairul Bariah S.H., M.Hum.**

Arif S.H., M.H.***

Hak Asasi Manusia menjadi salah satu hal penting dalam hukum internasional yang memuat seperangkat standar minimum dan aturan prosedural terkait hubungan antar manusia yang diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan manusia. Namun, dari masa ke masa selalu saja terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, baik pelanggaran ringan maupun berat, seperti terorisme yang telah menewaskan banyak nyawa. Ancaman terorisme membuat banyak pihak melancarkan berbagai upaya untuk memeranginya, seperti salah satunya yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Central Intelligence Agency (CIA) dengan cara membuat program penahanan dan interogasi terhadap tahanan teroris. Namun, pelaksanaan program tersebut sarat dengan bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan terhadap para tahanan. Atas dasar pelanggaran-pelanggaran tersebut maka perlu suatu kajian akademis terhadapnya salah satunya melalui skripsi ini.

Adapun penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menempatkan hukum-hukum yang berkaitan dengan substansi sebagai pusat kajian dan metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memaparkan segala data yang berkaitan dengan substansi. Data yang dipakai dalam penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka seperti instrumen hukum, buku, internet, dan lain sebagainya dimana data tersebut dikumpulkan melalui library research dari berbagai sumber.

Kesimpulannya, Hak Asasi Manusia penting menurut hukum internasional karena diakui secara universal yang dibuktikan dengan banyaknya instrumen Hak Asasi Manusia yang dihasilkan dan diratifikasi oleh banyak negara. Namun, instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia tersebut tidak mampu menjamin tidak terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi selama pelaksanaan program penahanan dan interogasi terhadap tahanan teroris, seperti penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, dimana pelanggaran tersebut sangat jelas telah melanggar berbagai instrumen Hak Asasi Manusia sehingga mewajibkan adanya tanggung jawab dari para pihak yang terlibat.

Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Terorisme, CIA

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU 2011 **

Dosen Pembimbing I ***


(13)

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HAM harus dianggap sebagai salah satu dari beberapa pencapaian utama filsafat modern yang menjadi penentu jalan sejarah selama ratusan tahun terakhir. Alasannya adalah bahwa HAM merupakan satu-satunya sistem nilai yang diakui secara universal dimana sistem tersebut menawarkan seperangkat standar minimum dan aturan prosedural terhadap hubungan antar manusia yang diaplikasikan, baik dalam pemerintahan, lembaga-lembaga hukum/militer, badan usaha/bisnis, organisasi, maupun individu.1 Dewasa ini, hampir setiap negara mulai memahami akan pentingnya keterlibatan terhadap persoalan HAM dan setahap demi setahap mengupayakan terciptanya perlindungan HAM di negeri masing-masing. Setidaknya, apabila persoalan HAM tidak diperhatikan secara serius oleh suatu negara, bisa menjadi pergunjingan di antara negara-negara, bahkan dapat dikucilkan oleh dunia internasional.2

Masalah mengenai kebebasan dan HAM hingga kini masih menjadi topik pembicaraan diseluruh dunia. Hal ini mungkin karena masih banyak pelanggaran yang terjadi. Masalah hak asasi adalah masalah kemanusiaan yang terkait dengan ketidakadilan, kemelaratan, kesewenang-wenangan, dan bentuk lainnya yang mengandung unsur ketidakpedulian sosial. Salah satu masalah HAM yang menjadi topik hangat adalah isu terorisme. Pada abad 21, keamanan global sangat

1Manfred Nowak. 2003. Introduction to the International Human Rights Regime. Leiden: Martinus Nijhoff, halaman 1

2M. Afif Hasbullah. 2005. Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM Di Indonesia: Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demokratis. Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum, halaman 1-2


(14)

Universitas Sumatera Utara ditandai dengan meningkatnya aksi teror, baik dari segi jumlah, ruang lingkup, maupun dampaknya. Contohnya, berdasarkan laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS perihal terorisme menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat hampir 13.500 serangan teror yang menewaskan hampir 33.000 orang, dengan kata lain ada peningkatan dimana pada tahun 2013 terdapat hampir 10.000 serangan teror yang menewaskan tak kurang dari 18.000 orang.3

Isu terorisme sebenarnya bukanlah masalah yang baru namun sejak serangan 11 September 2011 yang menghancurkan bangunan WTC oleh kelompok teroris membuat dunia tersentak bahwa tidak tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang terjadi aksi teror mengerikan lainnya, yang pada perkembangannya terbukti bahwa aksi teror terus berlanjut. Semua peristiwa teror yang terjadi menyadarkan umat manusia bahwa bahaya terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata sehingga perlu perhatian serius untuk memeranginya, baik pada tingkat global, regional, maupun nasional.4 Negara yang paling aktif memerangi terorisme adalah AS. Pada 13 November 2001, Presiden Bush memerintahkan untuk mendirikan komisi militer untuk melawan teroris. Presiden menemukan bahwa teroris internasional, termasuk anggota al Qaeda, telah melakukan serangan terhadap personil dan fasilitas diplomatik dan militer AS di luar negeri serta terhadap masyarakat dan properti di dalam wilayah AS, yang telah menciptakan keadaan konflik bersenjata yang membutuhkan penggunaan pasukan bersenjata AS.5 Tragedi serangan teroris tehadap WTC dan reaksi anti terorisme AS menjadi puncak yang menandai pergeseran sistem HI, dimana HI

3Surat Kabar Kompas. AS:Terorisme Melonjak. 21 Juni 2015, halaman 5 4

I Wayan Parthiana. 2003. Hukum Pidana Internasional & Ekstradisi. Bandung: Yrama Widya, halaman 70-71

5John C. Yoo dan James C. Ho. 2003. The Status of Terrorists. UC Berkeley School of Law Public Law and Legal Theory Research Paper. No. 136, halaman 4


(15)

Universitas Sumatera Utara yang pada hakekatnya mengatur hubungan antar negara, pada perkembangannya juga mengatur hubungan dengan non-negara.6

Sementara itu, kekhawatiran atas terorisme internasional memicu keinginan dari masyarakat yang merasa ketakutan untuk mengorbankan beberapa hak-hak untuk mendapatkan keamanan yang lebih besar. Hal ini ditandai dengan adanya operasi intelijen yang mengawasi dan mengumpulkan informasi untuk mencegah serangan teroris.7 Operasi intelijen tersebut telah dilancarkan AS melalui CIA dengan cara rahasia yang dilakukan di seluruh dunia. Namun, operasi yang bertujuan untuk mencegah terorisme malah menimbulkan pelanggaran HAM yang lain dimana berdasarkan laporan investigasi yang dilakukan oleh Komite Intelijen Senat AS menyebutkan bahwa terdapat pelanggaran HAM terhadap tahanan teroris dalam metode penahanan dan interogasi yang dilakukan oleh CIA. Laporan tersebut termuat dalam dokumen yang berjudul “Committee Study of the Central Intelligence Agency’s Detention and Interrogation Program”. Dalam dokumen tersebut termuat salah satu bentuk pelanggaran HAM adalah penyiksaan terhadap tahanan teroris. Mengenai penyiksaan tersebut sebelumnya bahwa penggunaan penyiksaan resmi oleh organ pemerintah adalah fenomena kuno yang masih banyak dipraktekkan saat ini. Penyiksaan bahkan diakui oleh banyak pemerintah sampai abad ke-19 menjadi metode resmi interogasi. Walaupun banyak pemerintah yang menghapuskan penyiksaan resmi namun berdasarkan dokumentasi laporan dari PBB dan berbagai organisasi terutama Amnesty Internasional, tetap ada sebuah perbedaan yang mengkhawatirkan antara

6

Boer Mauna. 2008. HI: Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni, halaman 728

7Michael Haas. 2008. International Human Rights: A Comprehensive Introduction. Oxon: Routledge, halaman 351


(16)

Universitas Sumatera Utara penghapusan penyiksaan resmi dan frekuensi penyiksaan sebenarnya, padahal penyiksaan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok.8

Terlepas dari apa pun masalah HAM atau perdebatan terkait HAM, yang utama adalah bagaimana menjamin hak-hak asasi sekaligus memberikan bantuan langsung kepada korban pelanggaran HAM.9 Mempertimbangkan banyaknya pelanggaran HAM sistematik di hampir seluruh dunia, sudah sepantasnya timbul pemikiran bahwa perlindungan HAM tidak hanya menjadi objek kedaulatan negara, namun dalam kasus pelanggaran HAM berat atau sistematik, masyarakat internasional berwenang untuk menuntut dan mendesak pemberian hukuman bagi pelanggaran HAM tersebut, baik pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah ataupun oleh non-pemerintah.10 Pemikiran ini memungkinkan untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku pelanggaran HAM, dalam kasus ini berarti meminta pertanggungjawaban dari para pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM dalam metode penahanan dan interogasi CIA. Setiap masyarakat wajib memiliki hak untuk melindungi dirinya dan setiap masyarakat memiliki alasan untuk mendapat perlindungan yang layak.11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hak asasi manusia ditinjau menurut hukum internasional?

8Lyal S. Sunga. 1991. Individual Responsibility In International Law For Serious Human Rights Violations. Dordrecht: Martinus Nijhoff, halaman 80

9A. Masyhur Effendi. 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia, halaman 68

10Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 3

11Paul H. Robinson. 2001. Crime, Punishment, and Prevention. The Public Interest. VOL.142: 61-71, halaman 62


(17)

Universitas Sumatera Utara 2. Bagaimanakah program penahanan dan interogasi CIA (Central

Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris?

3. Bagaimanakah pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hak asasi manusia ditinjau menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

3. Untuk mengetahui pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

D. Manfaat Penulisan

Selain tujuan penulisan tersebut, hasil daripada penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, pembahasan atas masalah-masalah yang dirumuskan dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pemahaman mengenai hukum internasional secara umum maupun hukum hak asasi manusia internasional secara khusus dan dapat menjadi sumber bahan bagi penulisan lebih lanjut. Secara praktis, pembahasan atas masalah-masalah yang dirumuskan dalam penulisan ini


(18)

Universitas Sumatera Utara diharapkan dapat menjadi kajian bagi para praktisi hukum internasional terutama bidang hukum hak asasi manusia internasional dan dapat memberikan masukan terkait pengaturan hak asasi manusia untuk pengembangan dan perlindungan hak asasi manusia yang lebih baik. Selain itu juga untuk melahirkan sifat dan sikap kritis terhadap setiap pelanggaran hak asasi manusia.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan penulisan sebelumnya dengan judul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional”.

Namun, sebelumnya pernah ada penulisan dari mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memiliki tema penulisan yang sama dengan tema penulisan ini, yaitu sebagai berikut:

1. Edy Syahputra Mtd., mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 990200042, dengan judul “Perlindungan Tawanan Perang Ditinjau Dari Konvensi Jenewa 1949 Sebagai Landasan Hukum Humaniter Internasional (Sebagai Suatu Tinjauan Tentang Perlakuan Tawanan Perang Di Teluk Guantanamo)”.

2. Akbar Nugraha, mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 010222011, dengan judul


(19)

Universitas Sumatera Utara “Pelanggaran HAM Berat Terhadap Tawanan Irak Di Dalam Penjara Abu Gharib”.

3. Andrew Maulia Sembiring, mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 030200131, dengan judul “Masalah Status Tawanan Perang Taliban Dan Al Qaeda Menurut Hukum Humaniter”.

Akan tetapi, penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan bukti pengesahan dari pihak administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian dan batasan-batasan dalam membuat studi kepustakaan. Hal ini tentunya akan sangat berguna untuk membantu penulisan sesuai ruang lingkup pembahasan agar tetap berada di dalam koridor topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya sehingga memudahkan pembaca untuk dapat lebih memahami apa-apa saja yang dituangkan dalam penulisan ini.

Pertama, HI menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara; negara dengan negara, negara dengan subjek non-negara, dan subjek non-negara satu sama lain.12 Hukum intemasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dan

12Mochtar Kusumaatmadja. 1978. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta, halaman 3-4


(20)

Universitas Sumatera Utara prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa terikat untuk menaatinya, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:

1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan fungsi lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu.

2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara apabila hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.13

Mengenai sumber HI, pasal 38(1) statuta Mahkamah Internasional memuat bahwa Mahkamah dalam menyelesaikan perselisihan yang diajukan kepadanya sesuai HI berdasarkan:

1. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus.

2. Kebiasaan-kebiasaan internasional, yang merupakan praktek-praktek umum yang diterima sebagai hukum.

3. Prinsip-prinsip hukum yang diakui bangsa beradab.

4. Keputusan-keputusan hakim (yurisprudensi) dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang terpandang(doktrin) sebagai bahan pelengkap.14

Selain itu, yang menjadi subjek dari HI adalah negara, organisasi internasional, Tahta Suci Vatikan, Palang Merah Internasional, pemberontak, dan individu. Dewasa ini juga berkembang opini yang menyatakan bahwa perusahaan multinasional dan transnasional menjadi subjek HI.

Mengenai status individu sebagai subyek HI menjadi sebuah perdebatan karena perbedaan pendapat terhadap satus individu sebagai subyek HI. Namun, tidak dapat disangsikan bahwa individu mempunyai kepentingan atas ketentuan-ketentuan HI, dan pada perkembangannya terutama pasca Perang Dunia, terdapat

13J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasional1: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 3


(21)

Universitas Sumatera Utara pengakuan terbatas terhadap individu sebagai subjek HI dalam hal pelanggaran HAM dan HI yang dilakukan oleh individu, sehingga individu tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban.15 Ada tiga unsur penting untuk menjadi subyek dari sistem hukum:

1. Subyek memiliki kewajiban, sehingga menimbulkan tanggung jawab atas tindakan yang bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh sistem. 2. Subyek mampu mengklaim manfaat dari hak.

3. Subyek memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya yang diakui oleh sistem hukum tertentu.16

Menurut Hugo de Groot, HI mengikat karena HI itu tidak lain adalah hukum alam yg diterapkan pada kehidupan masyrakat bangsa-bangsa.17 Menurut Zorn, kekuatan mengikat HI karena atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI sedangkan menurut Triepel, bukan karena kehendak negara melainkan karena kehendak bersama.18 Menurut mazhab Vienna, kekuatan mengikat suatu kaedah HI didasarkan pada suatu kaedah yang lebih tinggi yang pada puncaknya ada kaedah dasar (grundnorm) dimana Kelsen mengemukakan asas pacta sund servanda sebagai grundnorm HI.19 Sedangkan menurut mazhab Perancis, salah satunya oleh Duguit, kekuatan mengikat HI karena faktor sosial, biologis, dan sejarah kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas.20

15Boer Mauna. Op.Cit., halaman 57-58 16Max Sorensen. Op.Cit., halaman 249 17

Mochtar Kusumaatmadja. Op.Cit., halaman 43-44 18Ibid., halaman 45-47

19Ibid., halaman 48 20Ibid., halaman 49-50


(22)

Universitas Sumatera Utara Menurut tradisi ada dua doktrin yang berhubungan dengan keharusan negara-negara untuk patuh pada kaedah-kaedah HI. Menurut doktrin hak-hak asasi bahwa setiap negara mempunyai hak asasi masing-masing salah satunya adalah hak untuk melakukan hubungan internasional, sedangkan menurut doktrin positivisme bahwa kaedah-kaedah HI tersebut adalah hasil persetujuan negara yang mengikat negara yang menyetujuinya.21 Tujuan utama HI lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban daripada menciptakan sistem hubungan internasional yang adil, walaupun pada perkembangannya telah terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin keadilan bagi negara-negara dan umat manusia.22

Kedua, HAM merupakan sistem nilai kontemporer yang diakui secara universal dan secara bertahap telah dikembangkan oleh semua negara dalam kerangka HI. Konsep HAM pada hakekatnya berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih sejahtera, aman, tentram, tenang, adil, dan makmur dan sehubungan dengan itu, pandangan lama yang menganggap individu bukanlah subyek HI sudah usang.23 HI yang umum hanya mengatur negara sebagai subyek HI sedangkan hukum HAM internasional, walaupun belum sempurna mengatur individu sebagai subyek HI, namun sudah mengakui individu sebagai subyek HI.24

Hak asasi dimiliki sejak lahir oleh semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, keyakinan, jenis kelamin, dan sejenisnya. Meskipun tidak ada konsensus tentang makna yang tepat dari istilah HAM, hampir semua orang setuju

21J. L. Brierly. 1963. Hukum Bangsa-Bangsa. Jakarta: Bhratara, halaman 52&54 22

J. G. Starke. Op.Cit., halaman 6

23A. Masyhur Effendi. Op.Cit., halaman 112

24Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 14-15


(23)

Universitas Sumatera Utara bahwa HAM melibatkan kemampuan untuk menuntut dan menikmati kualitas hidup, keadilan yang sama di depan hukum, dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan budaya, ekonomi, dan sosial dasar. Selain itu juga mensyaratkan tanggung jawab dimana semua manusia harus saling menghormati hak dalam setiap kegiatannya.25 Setiap manusia dilahirkan merdeka mempunyai martabat dan hak yang sama, serta setiap manusia berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu.26 Berdasarkan beberapa instrumen HI mengenai HAM, terdapat hak yang penerapannya tidak dapat dikecualikan meskipun dalam keadaan yang luar biasa, jadi hak-hak yang dianggap sebagai intisari HAM selalu terjamin. Berarti, setiap negara yang mengakui instrumen tersebut, apapun alasannya, tidak dapat melakukan tindakan yang mengurangi hak-hak yang menjadi intisari HAM tersebut. Adapun intisari (hard-core) HAM yang dimaksud meliputi hak untuk hidup, larangan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, larangan perbudakan, larangan penerapan hukum pidana dengan efek retroaktif serta hukuman yang dijatuhkan sesuai penerapan tersebut.27 Di samping hak-hak individu tersebut, terdapat juga hak-hak kolektif yang dimiliki kelompok masyrakat, tidak hanya kelompok mayoritas tapi kelompok minoritas pun memiliki hak-hak kolektif tersebut.28

Menimbang bahwa pada perkembangannya terdapat evolusi ancaman dan pelanggaran HAM serta meluasnya definisi perdamaian dan keamanan dunia, adalah tugas pokok komunitas internasional untuk menjaga perdamaian

25Michael Haas. Op.Cit., halaman 3

26Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 85&88 27

Fadillah Agus. 1997. Hukum Humaniter: Suatu Perspektif. Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter FH Universitas Trisakti, halaman 91

28J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasiona l 2: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 490 (selanjutnya disebut Starke)


(24)

Universitas Sumatera Utara internasional dan melindungi HAM.29 Sejak Perang Dunia II, komunitas internasional telah mengembangkan kerangka normatif untuk perlindungan HAM universal dan regional, dimana komunitas internasional yang terdiri dari pemerintah, organisasi antar pemerintah, perusahaan transnasional, dan masyarakat dunia, bertanggung jawab secara bersama untuk mencegah dan menghentikan pelanggaran HAM.30 Saat ini tampak jelas bahwa di antara tujuan utama dan mungkin titik penting dari HI adalah untuk melindungi hak-hak asasi, setidaknya untuk banyak teori dan praktisi, telah dipahami tidak lagi hukum negara namun adalah hukum hak asasi manusia.31 Walaupun, ada perbedaan pendapat dan ideologi dalam memandang HAM namun tetap ada dorongan untuk mendirikan tatanan global berdasarkan HAM universal.32

Ketiga, isu terorisme dalam beberapa tahun terakhir telah menyita perhatian dunia sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM yang telah memakan banyak korban jiwa. Terorime sudah ada sejak dulu, bahkan pada masa sebelum masehi, dan terus berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Istilah teror berasal dari bahasa latin, yaitu terrere, yang artinya kegiatan atau tindakan yang dapat membuat ketakutan.33

Tidak ada definisi tentang terorisme yang diakui secara universal, namun beberapa pihak mencoba memberi definisi terorisme sebagai berikut:

29

Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 42 30Ibid., halaman 366

31Samuel Moyn. 2010. The Last Utopia: Human Rights in History. Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press, halaman 176

32

Roger Normand dan Sarah Zaidi. 2008. Human Rights at The UN: The Political History of Universal Justice. Bloomington: Indiana University Press, halaman 143

33Luqman Hakim. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta, halaman 9


(25)

Universitas Sumatera Utara 1. Terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan/atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah asing.(CIA)34

2. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menanamkan rasa takut, dimaksudkan untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat untuk mengejar tujuan yang umumnya politik, agama, atau ideologi.(Departemen Pertahanan AS)

3. Penggunaan kekuatan yang melanggar hukum atau kekerasan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah, penduduk sipil, atau lainnya, untuk tujuan politik atau sosial.(FBI)35

4. terencana, kekerasan bermotif politik ditujukan terhadap target non-kombatan oleh kelompok subnasional atau agen rahasia, biasanya ditujukan untuk mempengaruhi masyarakat.(Departemen Dalam Negeri AS)

5. Terorisme adalah semua tindakan kriminal langsung terhadap negara dan berniat dan memperhitungkan untuk menciptakan rasa ngeri dalam pikiran orang tertentu, kelompok, atau masyarakat umum.(LBB)36

6. Tindakan teror dirumuskan sebagai tindak pidana politik yang memuat motif politik.(European Convention on the Suppression of Terrorism) 7. Terorisme berarti penggunaan atau ancaman tindakan di mana:

a. melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, melibatkan kerusakan serius pada properti, membahayakan kehidupan seseorang, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian dari publik, dirancang untuk mengganggu atau merusak dengan serius sistem elektronik.

34

Abdul Wahid dkk. 2004. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, halaman 24

35David J. Whittaker. 2007. The Terrorism Reader: Third Edition. Oxon: Routledge, halaman 3 36I Wayan Parthiana. Op.Cit., halaman 72


(26)

Universitas Sumatera Utara b. dirancang untuk mempengaruhi pemerintah(atau organisasi antar pemerintah), atau untuk mengintimidasi publik atau bagian dari publik.

c. dibuat dengan tujuan untuk mencapai sebab politik, agama, ras, atau ideologi.

Termasuk di dalamnya yang melibatkan penggunaan senjata api atau bahan peledak.(UK)37

8. Setiap tindakan atau ancaman kekerasan, apapun motif dan tujuannya, yang terjadi atas agenda individu atau kelompok kriminal dan berusaha untuk menunjukkan kepanikan di tengah masyarakat, menyebabkan rasa takut dengan merugikan mereka, atau menempatkan hidup, kebebasan, dan perlindungan mereka dalam bahaya, atau berusaha untuk menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan atau untuk instalasi atau properti milik publik atau pribadi, atau untuk menduduki atau menguasainya, atau berusaha untuk membahayakan sumber daya nasional.(The Arab Convention of the Suppression of Terrorism)

Motivasi terorisme adalah karena tujuan politik, agama, atau ideologi. Kurang lebih tujuan terorisme selalu bersifat politik, seperti para ekstremis yang di dorong karena alasan agama atau keyakinan ideologi biasanya mencari kekuatan politik untuk memaksa masyarakat untuk mengikuti pandangan mereka. Esensinya, terorisme itu lebih bermaksud untuk menimbulkan rasa takut kepada seseorang daripada kepada korban, untuk membuat pemerintah atau pendengar lainnya untuk mengubah tindakan politik mereka.38

Namun, terlepas dari definisi dan motif terorisme, aksi teror jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan, martabat bangsa, dan norma agama, serta menjadi tragedi atas HAM. Bahwa terorisme itu faktanya lebih sebagai pelanggaran atas HAM karena apa yg dilakukan oleh teroris bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak dan menghancurkan kedamaian hidup manusia.39 Pada 2005, Sekjen PBB, Kofi Annan, mengformulasikan 5 strategi terhadap terorisme:

37

Paul Behrens. 2010. Public Law and Human Rights Statutes 2009-2010. Oxon: Routledge, halaman 377

38 David J. Whittaker. Op.Cit., halaman 17 39Abdul Wahid dkk. Op.Cit., halaman 2-3


(27)

Universitas Sumatera Utara 1. Menghalangi kelompok yang diasingkan menggunakan terorisme sebagai

sarana untuk mencapai tujuan mereka.

2. Memastikan bahwa teroris tidak memiliki sarana untuk melakukan tindak kekerasan.

3. Mencegah negara untuk mendukung kelompok teroris.

4. Mengembangkan kapasitas negara untuk mencegah terorisme. 5. Dukungan terhadap hak asasi manusia.40

Keempat, mengingat bahwa CIA yang menjadi subyek dalam metode penahanan dan interogasi, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka ideal apabila sebelum masuk dalam pembahasan, ada penjelasan mengenai CIA tersebut. Lahir dari serangkaian organisasi federal yang berusaha untuk membawa semua intelijen AS untuk dikumpulkan di bawah satu atap, CIA telah ada sebagai anggota senior dari komunitas intelijen AS selama lebih dari lima puluh tahun, yang bermarkas di daerah Langley, Virginia dan memiliki cabang-cabang di berbagai negara lainnya.

Sejarah intelijen AS bermula pada perang revolusi AS, dimana pada saat itu pihak AS membutuhkan relawan yang berfungsi sebagai mata-mata untuk mengumpulkan informasi terkait pihak Inggris. Nathan Hale melaksanakan tugas tersebut hingga akhirnya memperoleh informasi yang cukup namun ia ketahuan oleh Inggris dan pada tanggal 22 September 1776, Nathan Hale menjadi orang AS pertama yang ditangkap dan dieksekusi karena memata-matai.41 AS tidak memiliki badan intelijen penuh sampai Perang Dunia II. Baru pada 26 Juli 1947, dengan dikeluarkannya UU Keamanan Nasional 1947 oleh Kongres yang salah satunya menetapkan badan intelijen permanen yang baru yaitu CIA. 18 September 1947, UU tersebut mulai berlaku dan CIA mulai untuk bertugas. Pada 22 Maret

40Michael Haas. Op.Cit., halaman 172

41Heather Lehr Wagner. 2007. The Central Intelligence Agency. New York: Chelsea House , halaman 8


(28)

Universitas Sumatera Utara 1948 Kantor Operasi Khusus CIA didirikan untuk melakukan spionase dan kontraspionase.42 Dua tahun kemudian, UU tambahan, UU CIA 1949 disahkan berkaitan dengan anggaran yang tersedia untuk CIA. Dalam UU ini, CIA diberikan kemampuan untuk menggunakan pembukuan dan prosedur administratif rahasia dan tidak diwajibkan untuk mengikuti prosedur pertanggungjawaban penggunaan anggaran pada umumnya, sehingga UU ini memastikan bahwa bagaimana dan kapan CIA menghabiskan anggaran akan tetap rahasia.43

Misi utama CIA adalah untuk melayani sebagai "mata dan telinga bangsa dan kadang-kadang tangan yang tersembunyi." Menurut CIA, misi ini harus dilakukan dengan mengumpulkan intelijen yang penting, menyediakan analisi dari semua sumber yang relevan, dan melakukan tindakan rahasia berdasarkan arahan presiden untuk mencegah ancaman atau mencapai tujuan suatu kebijakan. Intelijen pada dasarnya informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Intelijen ini memberikan informasi tentang apa yang sedang terjadi di seluruh dunia kepada pembuat kebijakan AS sehingga informasi tersebut akan membantu mereka dalam memahami peristiwa-peristiwa global dan memprediksi tentang cara untuk merespon peristiwa tersebut dan kemungkinan hasil dari respon yang diambil.44 Semua sumber intelijen yang dimaksud adalah istilah tentang intelijen yang dikumpulkan CIA dari semua sumber, termasuk:

1. HUMINT, sumber daya intelijen utama CIA, adalah informasi yang dikumpulkan oleh sumber daya manusia melalui metode rahasia dan lainnya.

2. COMINT berasal dari penyadapan komunikasi.

3. IMINT, sebelumnya PHOTINT, berasal dari fotografi satelit atau pencitraan lain yang kemudian dianalisis dan diproses.

42

Scott C. Monje. 2008. The Central Intelligence Agency: A Documentary History. Westport: Greenwood Press, halaman 3

43Heather Lehr Wagner. Op.Cit., halaman 46 44Ibid., halaman 69-70


(29)

Universitas Sumatera Utara 4. ELINT adalah informasi teknis dan intelijen yang diambil dari penyadapan

transmisi elektromagnetik.

5. MASINT secara teknis intelijen yang diambil dari data nuklir, optik, frekuensi radio, akustik, seismik, dan bahan sains, bisa berupa bentuk TELINT maupun RADINT

6. SIGINT yang berasal dari sinyal yang disadap dan termasuk COMINT, ELINT, dan MASINT.

7. TECHINT dasarnya merupakan penggabungan dari IMINT dan SIGINT. 8. OSINT adalah intelijen publik dan tersedia untuk semua orang, seperti

informasi dari surat kabar, majalah, jurnal, televisi, radio, dan internet.45

Hanya presiden yang dapat mengarahkan CIA untuk melakukan aksi rahasia dimana biasanya tindakan tersebut biasanya direkomendasikan oleh NSC. Baik Kongres dan cabang eksekutif mengawasi kegiatan CIA. Selain itu, CIA bertanggung jawab kepada rakyat Amerika melalui wakil-wakil di legislatif.46 Bukti operasi CIA yang terkenal adalah dalam kasus Argo, yang pernah difilmkan

di Hollywood, dimana operasi CIA yang berkedok syuting film berjudul “Argo”

untuk menyelamatkan warga AS yang terperangkap di Iran akibat serangan terhadap Kedutaan Besar AS di Teheran pada tanggal 4 November 1979. Serangan tersebut merupakan buntut dari campur tangan AS dalam menggulingkan PM Iran, Mohammad Mossadegh.47 Selain itu, jejak operasi CIA di Indonesia juga ada yaitu pada saat peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, dimana CIA melakukan campur tangan dalam menciptakan konspirasi untuk menggulingkan Presiden Soekarno.48

Kelima, untuk menambah pembahasan maka dianggap perlu untuk memberi sedikit penjelasan mengenai penahanan dan interogasi. Menurut Kamus

45W. Thomas Smith. Jr. 2003. Encyclopedia of The Central Intelligence Agency. New York: Facts On File, halaman 9

46Ibid., halaman 257&258 47

Antonio Mendez dan Matt Baglio. 2012. Argo: How The CIA and Hollywood Pulled Off The Most Audacious Rescue in History. New York: Viking Penguin, halaman 7&11

48Joesoef Isak. 2002. Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S-1965. Jakarta: Hasta Mitra


(30)

Universitas Sumatera Utara Besar Bahasa Indonesia, penahanan adalah proses, cara, perbuatan menahan / penghambatan sedangkan interogasi adalah pertanyaan, pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem.49 Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, penahanan adalah tindakan menjaga untuk waktu lama atau menahan, baik sengaja atau dengan rencana, atas seseorang atau sesuatu sedangkan interogasi adalah istilah yang diterapkan ketika saksi atau tersangka pidana ditanyakan.50

Baik penahanan maupun interogasi, pada prakteknya, adalah bagian dari sistem hukuman dimana menghukum adalah menyebabkan seseorang untuk menjalani rasa sakit, kehilangan, atau penderitaan atas sebuah kejahatan atau kesalahan yang dibuatnya. Hukuman hanya dapat eksis dalam kaitannya dengan kejahatan atau kerusakan di masa lalu.51 Satu yang pasti, untuk melakukan penahanan atau interogasi, mutlak diperlukan penangkapan dimana pada umumnya otoritas pemerintah hanya dapat menangkap seseorang apabila ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa orang tersebut melanggar hukum pidana. Orang yang ditangkap dapat meminta Miranda Right untuk tetap diam dan meminta seorang pengacara, termasuk bagi teroris yang ditangkap.52 Namun, terdapat perdebatan mengenai status tahanan teroris dalam perang melawan teror yang dilancarkan AS, dimana para tahanan teroris tersebut dianggap sebagai kombatan ilegal sehingga tidak mendapa status tawanan perang.53

49Kamus Besar Bahasa Indonesia 50Black’s Law Dictionary

51Paul H. Robinson. Loc.Cit., halaman 62

52John C. Yoo dan James C. Ho. Op.Cit., halaman 2 53Ibid., halaman 1


(31)

Universitas Sumatera Utara G. Metode Penulisan

Untuk membuat pembahasan dalam penulisan ini serta agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai adalah:

1. Jenis Pendekatan

Dikenal dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana hukum-hukum yang berhubungan dengan substansi penulisan dijadikan sebagai pusat kajian. Penulisan ini memakai metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan data-data sebagai sarana memperkuat teori-teori lama atau menyusun teori-teori baru.54 Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan segala data-data yang berkaitan dengan substansi penulisan. 2. Jenis Data

Lazimnya dibedakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat adalah data primer sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka meliputi


(32)

Universitas Sumatera Utara instrumen hukum, buku-buku, dokumen-dokumen, dan lain sejenisnya adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari:

a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari semua instrumen hukum terkait.

b. bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari dokumen, buku, dan artikel.

c. bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus dan lain sejenisnya.55

Data penulisan ini adalah data sekunder. 3. Jenis Alat Pengumpulan Data

Pada umumnya, ada tiga jenis alat pengumpulan data yaitu bahan pustaka, pengamatan, dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat digunakan masing-masing atau bersama-sama.56 Penulisan ini memakai alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dengan cara mengumpulkan bahan-bahan terkait dari berbagai sumber (library research).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah penyusunan penulisan ini agar hasil penulisan tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan Latar belakang penulisan, rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan, tujuan dari penulisan berdasarkan rumusan masalah, manfaat penulisan yang dapat diperoleh, keaslian penulisan sebagai keabsahan hasil penulisan, tinjauan kepustakaan yang menjadi ruang lingkup

55Ibid., halaman 52 56Ibid., halaman 21


(33)

Universitas Sumatera Utara penulisan, metode penelitian yang dimiliki dalam rangka pencarian data-data terkait, serta sistematika penulisan ini.

BAB II Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang pertama yakni hak asasi manusia menurut hukum internasional. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang sejarah hak asasi manusia, subbab tentang instrumen hukum perlindungan hak asasi manusia, dan subbab tentang pengaturan terkait hak asasi manusia terhadap tahanan.

BAB III Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang kedua yakni program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang Latar belakang program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris, subbab tentang pengaruh program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap isu terorisme, dan subbab tentang pembentukan komite penyelidikan atas program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

BAB IV Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris.

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan


(34)

Universitas Sumatera Utara interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia menurut hukum internasional, subbab tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency), dan subbab tentang pandangan-pandangan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency).

BAB V PENUTUP

Bab ini memberikan kesimpulan berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan juga memberikan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait.


(35)

Universitas Sumatera Utara BAB II

TINJAUAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Sejarah Hak Asasi Manusia

Pada hakekatnya, Agama-Agama besar di dunia memuat ajaran tentang hak asasi manusia, baik Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu, memuat ketentuan bahwa setiap manusia berhak atas kebebasan beragama, diskriminasi, non-eksploitasi, hidup merdeka, dan hak-hak lainnya.57 Berikut beberapa instrumen hukum yang menjadi bagian dari sejarah perkembangan HAM di dunia:

1. Code of Hammurabi (1780 SM), memuat kepastian dan keadilan hukum dimana hukuman hanya bagi para pelaku kriminal harus tertangkap tangan dan bagi hakim yang tidak adil akan didenda dan dicabut dari posisinya. 2. Charter of Cyrus (539 SM), dokumen HAM pertama yang memuat kata

hak didalamnya. Dokumen tersebut memuat beberapa hak, yang paling utama adalah kebebasan beragama, toleransi budaya, pelarangan kerja paksa, dan penghapusan perbudakan.

3. Asoka’s Edicts (280 SM), memberi petunjuk terkait advokasi HAM yang berfokus pada pembebasan dari penderitaan, perlakuan tahanan yang manusiawi, toleransi beragama, keadilan berimbang, menentang hukuman mati, dan penyiksaan layaknya binatang.

4. Magna Charta (1215 M), Raja John Lockland telah mengakui hak-hak rakyat secara turun-temurun, baik kebebasan yang tidak boleh dirampas

57 Michael Haas. Op.Cit., halaman 11-17


(36)

Universitas Sumatera Utara tanpa keputusan pengadilan dan pemungutan pajak harus dengan persetujuan Dewan, sehingga Kerajaan tidak memiliki kekuasaan absolut lagi.

5. Petition of Rights (1628 M), diterbitkan oleh parlemen berdasarkan ketidakpuasan terhadap kerajaan atas perintah Edward Coke, yang memberikan prinsip-prinsip kepada rakyat jelata sama seperti yang diberikan kepada bangsawan, pemungutan pajak atas izin parlemen, dan tidak seorangpun yang dipenjara tanpa disebutkan sebabnya.

6. Peace of Westphalia (1648 M), memuat prinsip persamaan antar negara/bangsa, pengakuan atas kedaulatan negara, dan prinsip non-intervensi walaupun, pemerintah dapat mengajukan komplain atas penganiayaan rakyat mereka di luar negeri dan menyelamatkan mereka dari hal yang membahayakan. Di bawah sistem Westphalia, para penguasa menghormati keyakinan agama satu sama lain.

7. Bill of Rights (1689 M), walaupun berisi ketentuan yang diskriminatif dimana bagi kaum Katholik untuk seterusnya tidak dapat menjadi raja, hanya kaum Protestan yang bisa menjadi raja. Selain itu juga memuat ketentuan atas pemilihan yang bebas dan adil, kebebasan memberikan petisi untuk raja, hak kaum Protestan untuk memiliki senjata, bebas dari hukuman yang kejam dan tidak biasa, serta bebas dari denda dan kehilangan tanpa pengadilan.58

58Ibid., halaman 37-42


(37)

Universitas Sumatera Utara Ketika HAM memasuki Bahasa Inggris di tahun 1940-an, HAM adalah sekumpulan aturan yang menjadi alat untuk melawan Orde Adolf Hitler yang bersifat tirani.59 Bahwa perlawanan tersebut penting untuk mempertahankan kehidupan, kebebasan, kemerdekaan dan kebebasan beragama, serta untuk menjaga HAM dan keadilan dimana HAM dijadikan sebagai slogan untuk membenarkan perang.60 Pada 1941, Presiden AS, Franklin Delano Roosevelt mengemukakan gagasan terkenal, yaitu the four freedoms berisi freedom of speech, freedom of worship, freedom from want, freedom from fear.61

Pada 1945, atas dasar inisiatif negara-negara pemenang perang, didirikanlah PBB dengan tujuan utama untuk mencapai kerja sama, pembangunan, dan HAM internasional serta menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu pencapaian utama PBB adalah untuk menetapkan standar berupa kodifikasi HAM universal.62 Pertama sekali adalah mengembangkan sebuah definisi resmi secara universal dengan menyatakan sebuah deklarasi sebagai suatu dasar untuk sebuah konvensi yang mengikat secara hukum dan menciptakan mekanisme penerapan internasional.63 Walaupun dalam penyusunan deklarasi tersebut banyak terdapat persoalan-persoalan namun pada akhirnya lahir suatu rumusan yang menekankan bahwa seluruh HAM adalah universal, tak bisa dipilah, saling tergantung, dan akan terus berhubungan.64 Deklarasi tersebut adalah Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal HAM. Perkembangan terakhir pada 1993, World Conference on Human

59Samuel Moyn. Op.Cit., halaman 44 60Ibid., halaman 49

61

M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 22 62Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 79 63Ibid., halaman 81


(38)

Universitas Sumatera Utara Rights yang menghasilkan The Vienna Declaration and Program of Action yang menjembatani pandangan HAM blok barat dan blok timur dan visi global tentang HAM.65

Satu dari berbagai tantangan utama bagi sistem HAM internasional adalah penegakan HAM yang efektif terhadap pemerintahan yang tidak memiliki kemauan untuk mematuhi kewajiban HAM serta mematuhi keputusan badan HAM.66 Namun, untuk implementasi HAM secara universal tidaklah mudah karena terdapat beberapa kendala. Pertama, kendala ideologis dimana setiap negara memiliki pandangan HAM yang tidak sama akibat dari ideologi yang berbeda. Kedua, kendala ekonomi dimana pada negara kaya implementasi HAM relatif stabil sedangkan pada negara berkembang/miskin implementasi HAM terkadang dikorbankan dengan dalih untuk memenuhi hal-hal yang lebih penting. Ketiga, kendala teknis dimana dari sekian banyak instrumen HAM yang ada tidak didukung dengan jumlah ratifikasi yang cukup, selain itu juga karena adanya reservasi yang banyak, keengganan untuk menerima pengawasan internasional, keberatan untuk memenuhi semua kewajiban, dan terdapat ketidaksamaan.67 Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan upaya promosi untuk implementasi HAM secara universal dengan cara membuat aturan standar atas berbagai hak, memperbanyak publikasi di semua sumber informasi dan komunikasi, serta peran aktif dunia internasional dalam penegakan HAM.68

Pada intinya, hukum HAM internasional berusaha untuk mengatur bidang-bidang yang secara tradisional di luar lingkup HI yaitu yurisdiksi domestik

65

M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 32 66Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 367 67Boer Mauna. Op.Cit., halaman 692-697 68Michael Haas. Op.Cit., halaman 98-99


(39)

Universitas Sumatera Utara negara dimana hukum HAM internasional salah satunya berusaha untuk membebankan hukuman terhadap pelanggaran HAM dalam negeri, yang pada hakekatnya menjadi yuridiksi domestik, namun karena alasan khusus hukum HAM internasional dapat ambil bagian dalam yuridiksi domestik suatu negara.69

B. Instrumen Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia

Benih-benih sistem HAM internasional ditanam di Konferensi Perdamaian Den Haag 1899, dimana mekanisme dasar untuk melindungi manusia melalui perjanjian internasional pertama kali dibahas pada Konferensi Den Haag.70 Pada perkembangannya, telah banyak lahir instrumen HAM, baik di tingkat uiversal maupun regional. Setiap negara dapat menjadi pihak dalam instrumen di tingkat universal sedangkan instrumen di tingkat regional hanya untuk negara-negara yang secara geografis terletak di wilayah instrumen tersebut.71 Berikut adalah beberapa instrumen HAM di tingkat universal:

1. Charter of the United Nations 194572

tujuan PBB salah satunya berdasarkan piagam tersebut adalah untuk mencapai kerjasama internasional dalam mengembangkan dan meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Piagam PBB hanya memberikan rekomendasi, dukungan, dan dorongan tanpa memberikan

69Matthew Happold. 2012. International Humanitarian Law and Human Rights Law. Resea rch Handbook on International Conflict and Security Law, halaman 2

70

Roger Normand dan Sarah Zaidi. Op.Cit., halaman 35 71Fadillah Agus. Op.Cit., halaman 89-90

72Ian Brownlie. 1993. Dokumen-Dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia . Jakarta: UI Press, halaman 3-17


(40)

Universitas Sumatera Utara kewajiban yang mengikat bagi negara peserta dan juga tidak memberikan definisi atas HAM.73

2. Universal Declaration of Human Rights 194874

Deklarasi yang dirancang untuk menjadi sebuah International Bill of Rights walaupun deklarasi tersebut hanya sebuah manifesto berisi pernyataan tentang cita-cita dan tidak memuat ketentuan yang bersifat memaksa, namun deklarasi tersebut adalah sebuah pelopor atas rumusan HAM dan pedoman bagi instrumen HAM selanjutnya.75 Deklarasi tersebut berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan negara masing-masing, dimana deklarasi mengandung 2 makna. Pertama, komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara dan bangsa. Kedua, berupa kriteria objektif dalam menilai setiap kebijakan pemerintahan.76 Bagi negara-negara anggota PBB, deklarasi tersebut sifatnya mengikat sehingga setiap pelanggaran dan penyimpangan terhadap isi deklarasi menjadi masalah bagi masyarakat internasional yang membuat masyarakat internasional berhak untuk mempersoalkannya ke Komisi Tinggi HAM PBB atau lembaga HAM lainnya yang dapat menghasilkan sanksi internasional. Hakekat universalitas HAM sesungguhnya dalam deklarasi tersebut adalah standar nilai kemanusiaan bagi siapapun, tanpa terkecuali.

73

Starke. Op.Cit., halaman 481

74Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 137-144 75Starke. Op.Cit., halaman 482


(41)

Universitas Sumatera Utara 3. Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide

194877

Konvensi ini merupakan jawaban terhadap kekejaman yang terjadi selama Perang Dunia II sehingga para pelaku dapat diadili. Konvensi tersebut menjadi perjanjian HAM pertama yang sebagian besar menyangkut tentang cara negara memperlakukan warga negaranya.78 4. Convention Relating to the Status of Refugees 195179

Konvensi ini menjelaskan hak dan kewajiban para pengungsi, terutama hak untuk tidak dipaksa kembali ke tempat asal, memuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan pengungsi sehari-hari termasuk pekerjaan, pendidikan, dan jaminan sosial.80

5. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 196681

Bahwa perlindungan terhadap diskriminasi dan perjuangan melawan diskriminasi rasial adalah salah satu inti kegiatan HAM PBB. Konvensi tersebut tidak hanya melarang diskriminasi rasial dalam bentuk sempit tetapi juga melarang diskriminasi berdasarkan warna kulit, etnis, atau kebangsaan yang tujuan atau pengaruhnya adalah untuk menghalangi orang untuk menikmati HAM, termasuk larangan terhadap segala bentuk pemisahan dalam masyarakat.82

77Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 39-44 78Matthew Happold. Op.Cit., halaman 3 79

Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 66-88 80Boer Mauna. Op.Cit., halaman 683 81Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 198-215 82Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 89-91


(42)

Universitas Sumatera Utara 6. International Convenant on Civil and Political Rights 1966 dan International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights 196683

Konvenan-konvenan tersebut dibuat untuk menyempurnakan rencana International Bill of Rights sebelumnya, dengan kata lain melengkapi Universal Declaration of Human Rights 1948, dimana dua kovenan tersebut bersifat mengikat untuk menghormati HAM, meliputi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dua kovenan tersebut memuat HAM yang berbeda namun juga memuat ketentuan umum, misal hak menentukan nasib sendiri dan larangan diskriminasi.84

7. Proclamation of Teheran 196885

Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang HAM di Teheran yang menyatakan antara lain bahwa semua anggota masyarakat harus memenuhi kewajibannya untuk meningkatkan kesadaran atas HAM, mematuhi asas non-diskriminasi, menentang kolonialisme, memaksimalkan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antar negara sehingga tidak menghalangi perwujudan HAM, dan pendidikan bagi seluruh manusia untuk mencapai tujuan.

8. Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 197586

Sebuah deklarasi yang berdasarkan oleh konsensus yang pada prinsipnya berisikan larangan penyiksaan sesuai dengan Piagam PBB dan

83

Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 144-175 84Starke. Op.Cit., halaman 486

85Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 318-322 86Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 45-49


(43)

Universitas Sumatera Utara Deklarasi Universal HAM. Komisi Tinggi HAM PBB menunjuk Special Rapporteur terhadap yang berkaitan dengan penyiksaan, dengan mandat untuk mencari dan menerima informasi yang kredibel dari pemerintah serta badan-badan khusus, IGO, dan LSM dan merespon secara efektif terhadap informasi yang berkaitan dengan penyiksaan.87 Deklarasi tersebut menjadi dasar bagi konvensi tentang penyiksaan.

9. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 197988

Konvensi tersebut menentukan larangan terhadap segala pembedaan, pengucilan, atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai tujuan dan pengaruh untuk menghalangi atau meniadakan pengakuan, dinikmati, dan pelaksanaan HAM bagi perempuan. Konvensi tersebut menetapkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sehingga menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dalam hal politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lainnya serta larangan tindakan tidak manusiawi terhadap perempuan.89

10. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 198490

Konvensi tersebut mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan internasional dan meminta negara-negara untuk bertanggung jawab untuk mencegah penyiksaan dan menghukum para pelaku penyiksaan.91 Konvensi tersebut dibuat karena dalam menghadapi tindakan penyiksaan

87Lyal S. Sunga. Op.Cit., halaman 82-83 88

Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 126-143 89Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 92

90Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 209-224 91Boer Mauna. Op.Cit., halaman 684


(44)

Universitas Sumatera Utara yang secara sistematis terjadi di hampir seluruh dunia tidak cukup hanya berupa deklarasi larangan penyiksaan saja dimana tujuan yang paling penting dari konvensi adalah memberi hukumanan bagi pelaku penyiksaan, mewajibkan negara untuk mencegah penyiksaan, dan melarang legalisasi segala tindakan penyiksaan.92

11. Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 198593

Adalah sebuah deklarasi terhadap para korban agar para korban memiliki kesempatan untuk memperoleh keadilan dan perlakuan yang adil, penghormatan atas martabatnya, dan mendapat ganti rugi yang layak, baik restitusi, kompensasi, rehabilitasi, atau bantuan lainnya.

12. Convention on the Rights of Child 198994

Konvensi tersebut menegaskan hak anak untuk mendapat pengakuan dari lingkungan mereka, pengakuan atas kemampuan anak, perlindungan serta fasilitas untuk menunjang kesehatan, pendidikan, partisipasi, kehidupan anak yang normal, dan juga larangan untuk melakukan ekploitasi, kekerasan, dan kejahatan terhadap anak.95

13. Vienna Declaration and Programme of Action 199396

Dihasilkan berdasarkan Konferensi Dunia tentang HAM di Wina yang mengakhiri perbedaan HAM antara Blok Timur dan Blok Barat sehingga dapat merangkum seluruh visi global HAM. Deklarasi dan Program Aksi tersebut memuat banyak hal terkait HAM yang diantaranya

92Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 94-96 93

Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 515-518 94Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 144-147

95Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 97


(45)

Universitas Sumatera Utara adalah memperkuat kerjasama internasional dalam pelaksanaan di bidang HAM, penegasan terhadap universalitas HAM, dan perumusan tindakan-tindakan efektif dalam mencapai pemajuan dan perlindungan HAM, serta hal lainnya terkait isu HAM global.

Selain instrumen HAM di tingkat universal, juga terdapat instrumen HAM di tingkat regional yang berlaku hanya bagi negara di region tertentu. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di tingkat regional:

1. Benua Eropa

Dewan Eropa didirikan pada tahun 1948 dan dalam kerangka Dewan Eropa berkembang cepat upaya-upaya pemajuan dan pengembangan HAM, sesuai dengan pasal 3 Statuta Dewan Eropa dimana negara-negara anggota mengakui prinsip supremasi hukum dan prinsip bahwa setiap orang dalam yuridiksinya menikmati HAM dan kebebasan pokok. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Eropa:

a. Konvensi Negara-Negara Eropa Mengenai Hak Asasi Manusia 195097, adalah usaha pertama negara-negara Eropa dalam memberikan bobot hukum secara khusus pada HAM dalam perjanjian internasional dan menggabungkannya dengan membentuk sistem pelaksanaan dan pengawasan terhadap ketentuan yang dimuat dalam konvensi.

b. Piagam Sosial Negara-Negara Eropa 196198, dimaksudkan untuk menjadi pelengkap Konvensi HAM Eropa. Piagam ini bertujuan

97Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 314-333 98Ibid., halaman 395-421


(46)

Universitas Sumatera Utara untuk mengembangkan dan melindungi hak sosial dan ekonomi, sedangkan Konvensi HAM Eropa hanya hak politik dan sipil. c. Akta Final Konferensi Helsinki 197599, Akta ini adalah

deklarasi yang berisikan asas-asas yang meliputi penghormatan terhadap HAM dan kebebasan mendasar, termasuk kebebasan berpendapat, keyakinan, dan Agama, mengandung komitmen untuk bertindak sesuai dengan kewajiban yang ada dalam bidang HAM, dan hal-hal yang berhubungan dengan keamanan di Eropa. Akta ini bukanlah perjanjian dan tidak mengikat. 2. Benua Amerika

Di negara-negara Benua Amerika, perlindungan dan pemajuan HAM juga menduduki tempat yang pentng dimana sistem pemajuan HAM di Benua Amerika tidak banyak berbeda dengan sistem HAM di Benua Eropa. Namun, berbeda dengan Benua Eropa, di Benua Amerika terdapat ketimpangan kondisi sosial dan ekonomi antar negara yang mempengaruhi sistem HAM. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Amerika: a. Deklarasi Amerika Mengenai Hak dan Kewajiban Manusia 1948100, ditetapkan dalam Akta Keputusan Konferensi Internasional kesembilan Negara-Negara Amerika di Bogota. Deklarasi ini didasarkan pada revisi sebuah konsep yang pertama kali disiapkan pada 1946 oleh Komisi Yuridis Antar Negara-Negara Amerika. Deklarasi ini tidak mengikat dan hanya sebuah rekomendasi dari Konferensi.

99Ibid., halaman 422-502 100Ibid., halaman 505-513


(47)

Universitas Sumatera Utara b. Deklarasi Punta Del Este 1961101, deklarasi ini adalah bentuk usaha dari negara-negara republik di Amerika untuk menciptakan program regional mengenai pembangunan sosial yang akan menyaingi paham Sosialis. Oleh karena itu dibentuk Persekutuan untuk Kemajuan (Alliance for Progress). Deklarasi tersebut adalah dokumen yang penting karena menerima adanya asas hubungan antara kebebasan dan jaminan ekonomi serta sosial.

c. Konvensi Amerika Mengenai Hak-Hak Asasi Manusia 1969102, adalah sebuah puncak perhatian negara-negara Amerika dalam HAM dalam bentuk Konferensi Khusus Antarnegara Amerika mengenai Hak-Hak Asasi Manusia yang diadakan di San Jose, Costa Rica, yang kemudian melahirkan konvensi HAM Amerika. Konvensi tersebut dilengkapi dengan Komisi dan Mahkamah dalam hal pelaksanaan dan pengawasan ketentuan konvensi.

3. Benua Afrika

Di Benua Afrika, pengembangan dan perlindungan HAM mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan karena beberapa faktor yaitu, kemiskinan, keterbelakangan, kolonialisme, rezim-rezim diktaktor, dan beragam konflik yang berkepanjangan yang membuat tidak adanya kesepahaman HAM antar negara Afrika. Namun, berkat kesadaran para pemimpin Afrika terhadap HAM, berakhirnya kolonialisme,dan atas

101Ibid., halaman 514-517 102Ibid., halaman 518-551


(48)

Universitas Sumatera Utara bantuan serta dorongan dari negara-negara di luar Benua Afrika, terutama negara-negara Eropa, berbagai upaya telah dilakukan untuk memajukan HAM sekaligus pembangunan ekonomi dan sosial di Afrika. Salah satu hasilnya adalah Perjanjian Afrika Terhadap Hak Manusia dan Rakyat 1981 atau lebih dikenal sebagai Piagam Banjul, berisikan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dimiliki individu serta sejumlah hak kolektif seperti hak kesetaraan, hak menentukan nasib sendiri, hak menguasai sumber daya, pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang nyaman, yang dengan kata lain hak solidaritas. Piagam tersebut juga memasukkan sejumlah kewajiban individu terhadap masyarakat serta nilai-nilai Afrika seperti solidaritas dan rasa hormat terhadap keluarga serta masyarakat lainnya(kaum, suku, atau etnis), kewajiban bekerja, membayar pajak, memelihara dan memperkuat nilai budaya positif Afrika dalam hubungannya dengan anggota masyarakat lainnya dalam semangat toleransi, dialog, dan konsultasi.103

4. Benua Asia

Kawasan ini paling tertinggal dalam membentuk pengaturan regional di bidang HAM. Hal ini dikarenakan Benua Asia memiliki populasi paling banyak dengan tingkat keanekaragaman manusia yang lebih besar, dimana terdapat perbedaan pandangan dan ideologi terhadap HAM. Selain itu, masyarakat di Benua Asia masih memegang teguh adat istiadat, kepercayaan, dan keyakinan yang dianggap cukup untuk menjadi pelindung HAM sehingga tidak perlu lagi dibuat instrumen HAM regional.


(1)

Universitas Sumatera Utara dalam program penahanan dan interogasi CIA terhadap tahanan teroris yang dibuktikan dengan adanya dokumen yang memuat hasil penyelidikan terhadap program CIA tersebut yang dilakukan dan dirilis oleh komite intelijen Senat. Berdasarkan dokumen tersebut diketahui bahwa para anggota CIA melakukan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap para tahanan seperti menelanjangi, memukuli, memberi makan dan minum dengan cara yang tidak layak, larangan tidur, penggunaan teknik waterboarding, dan lain sebagainya. Selain itu, kondisi fasilitas tahanan yang digunakan dalam program CIA tersebut juga buruk dan tidak layak seperti, sel yang gelap dengan diiringi suara yang sangat keras, kurungan yang sangat sempit yang menyerupai kandang binatang, kurangnya saluran ventilasi, tidak tersedianya pemanas ruangan, sarana buang air yang tidak memadai, dan lain sebagainya. Semua itu adalah bentuk pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan, kalau tidak dapat disebut sebagai kejahatan perang. Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang umum bahwa setiap pelanggaran dan kejahatan menimbulkan tanggung jawab dan kewajiban untuk melakukan pemulihan, artinya pemerintah AS dan semua individu yang terlibat dalam pelanggaran HAM dalam program penahanan dan interogasi CIA terhadap tahanan teroris harus dituntut dan dihukum.

B. Saran

HAM dianggap sebagai salah satu elemen penting bagi keberlangsungan hidup manusia dimana setiap manusia memiliki setiap hak dan kewajiban terkait


(2)

Universitas Sumatera Utara dengan HAM yang dimiliknya. Pelanggaran HAM selalu terjadi dari masa ke masa, baik pelanggaran HAM ringan maupun berat. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan penulis adalah:

1. Butuh konsolidasi dan koordinasi antara semua negara untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk meningkatkan pelaksanaan dan perlindungan HAM. Salah satunya dengan cara mengintensifkan dan memperbanyak kerjasama antar negara di bidang HAM, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

2. Bagi negara-negara yang meratifikasi instrumen HAM maka perlu mendapat penekanan untuk melakukan kewajiban-kewajiban yang termuat dalam instrumen HAM yang diratifikasinya. Negara tersebut juga harus dengan sungguh-sungguh menjamin untuk tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam instrumen HAM yang diratifikasinya.

3. Terhadap kasus pelanggaran HAM oleh AS dalam program penahanan dan interogasi CIA terhadap tahanan teroris, AS sebagai salah satu negara anggota PBB wajib menaati semua instrumen HAM yang diterbitkan oleh PBB, seperti Deklarasi Universal HAM. Selain itu, AS sebagai salah satu negara yang meratifikasi konvensi menentang penyiksaan wajib mematuhi semua kewajiban dalam konvensi tersebut. Terakhir, setiap individu yang terlibat dalam pelanggaran HAM harus dituntut, diadili, dan dihukum.


(3)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. 2002. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Agus, Fadillah. 1997. Hukum Humaniter: Suatu Perspektif. Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter FH Universitas Trisakti

Behrens, Paul. 2010. Public Law and Human Rights Statutes 2009-2010. Oxon: Routledge

Brierly, J. L. 1963. Hukum Bangsa-Bangsa. Jakarta: Bhratara

Brownlie, Ian. 1993. Dokumen-Dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia. Jakarta: UI Press

Effendi, A. Masyhur. 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia

Falk, Richard. 2009. Achieving Human Rights. New York: Routledge

Haas, Michael. 2008. International Human Rights: A Comprehensive Introduction. Oxon: Routledge

Hakim, Luqman. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta

Hasbullah, M. Afif. 2005. Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM Di Indonesia: Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demokratis. Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum

Isak, Joesoef. 2002. Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S-1965. Jakarta: Hasta Mitra

Istanto, F. Sugeng. 1994. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Kusumaatmadja, Mochtar. 1978. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta

Mauna, Boer. 2008. Hukum Internasional: Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni

Mayer, Jane. 2008. The Dark Side. New York: Doubleday

Mendez, Antonio dan Matt Baglio. 2012. Argo: How The CIA and Hollywood Pulled Off The Most Audacious Rescue in History. New York: Viking Penguin

Monje, Scott C. 2008. The Central Intelligence Agency: A Documentary History. Westport: Greenwood Press

Moyn, Samuel. 2010. The Last Utopia: Human Rights in History. Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press

Mylroie, Laurie. 2003. Bush vs. The Beltway. HarperCollins: New York

Nasution, Adnan Buyung dan A. Patra M. Zen. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Normand, Roger dan Sarah Zaidi. 2008. Human Rights at The UN: The Political History of Universal Justice. Bloomington: Indiana University Press Nowak, Manfred. 2003. Introduction to the International Human Rights Regime.


(4)

Universitas Sumatera Utara Parthiana, I Wayan. 2003. Hukum Pidana Internasional & Ekstradisi. Bandung:

Yrama Widya

Starke, J. G. 1992. Pengantar Hukum Internasional 1: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika

---. 1992. Pengantar Hukum Internasional 2: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika

Simpson, Gerry. 2007. Law, War & Crime. Cambridge: Polity Press

Smith, W. Thomas Jr. 2003. Encyclopedia of The Central Intelligence Agency. New York: Facts On File

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Sorensen, Max. 1968. Manual of Public International Law. London: Macmillan Sunga, Lyal S. 1991. Individual Responsibility In International Law For Serious

Human Rights Violations. Dordrecht: Martinus Nijhoff

Wahid, Abdul dkk. 2004. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum. Bandung: Refika Aditama

Wagner, Heather Lehr. 2007. The Central Intelligence Agency. New York: Chelsea House

Whittaker, David J. 2007. The Terrorism Reader: Third Edition. Oxon: Routledge

Jurnal

Robinson, Paul H. 2001. Crime, Punishment, and Prevention. The Public Interest. Vol.142: 61-71

Yoo, John C. dan James C. Ho. 2003. The Status of Terrorists. UC Berkeley School of Law Public Law and Legal Theory Research Paper. No. 136 Hakimi, Monica. 2008. International Standards for Detaining Terrorism Suspects:

Moving Beyond the Armed Conflict-Criminal Divide. The Yale Journal of International Law. Vol. 33: 369-416

Happold, Matthew. 2012. International Humanitarian Law and Human Rights Law. Research Handbook on International Conflict and Security Law Waxman, Matthew C. 2009. Administrative Detention of Terrorists: Why Detain,

and Detain whom?. Columbia Law School Public Law & Legal Theory Working Paper Group. No. 08-190

Wittes, Benjamin, Robert Chesney, dan Rabea Benhalim. 2010. The Emerging Law of Detention: the Guantanamo Habeas Cases as Lawmaking. The University of Texas Scholl of Law Public Law and Legal Theory Research Paper. No.165

Sadat, Leila Nadya dan Henry H. Oberschelp. 2006. Ghost Prisoners and Black Sites: Extraordinary Rendition Under International Law. Washington University in St. Louis Faculty Working Papers Series. No. 06-02-01 Glazier, David W. 2009. Playing by the Rules: Combating al Qaeda within the

Law of War. Loyola Law School Los Angeles Legal Studies Paper. No. 2009-16


(5)

Universitas Sumatera Utara Dokumen

Senate Select Committee on Intelligence. 2014. Committee Study of the Central Intelligence Agency’s Detention and Interrogation Program. Washington: U.S. Senate

Perjanjian Internasional

Charter of the United Nations 1945

Universal Declaration of Human Rights 1948

Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide 1948 Convention Relating to the Status of Refugees 1951

Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners 1955

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1966

International Convenant on Civil and Political Rights 1966

International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights 1966 Proclamation of Teheran 1968

Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1975

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1979

Code of Conduct for Law Enforcement Officials 1979

Principles of Medical Ethics relevant to the Role of Health Personnel, particulary Physicians, in the Protection of Prisoners and Detainees against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment, or Punishment 1982 Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or

Punishment 1984

Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985

Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment 1988

Convention on the Rights of Child 1989

Basic Principles for the Treatment of Prisoners 1990 Vienna Declaration and Programme of Action 1993 Rome Statute 1998

Konvensi Negara-Negara Eropa Mengenai Hak Asasi Manusia 1950 Piagam Sosial Negara-Negara Eropa 1961

Akta Final Konferensi Helsinki 1975

Deklarasi Amerika Mengenai Hak dan Kewajiban Manusia 1948 Deklarasi Punta Del Este 1961

Konvensi Amerika Mengenai Hak-Hak Asasi Manusia 1969

Kamus, Internet, Surat Kabar Black‟s Law Dictionary


(6)

Universitas Sumatera Utara Kamus Besar Bahasa Indonesia

www.intelligence.senate.gov www.wikipedia.org.id Surat Kabar Kompas


Dokumen yang terkait

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina Ditinjau Dari Hukum Internasional

6 79 100

TINDAKAN HUKUM TERHADAP TERDUGA TERORIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF, DAN HAK ASASI MANUSIA Tindakan Hukum Terhadap Terduga Teroris Dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, dan Hak Asasi Manusia.

0 1 17

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 11

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 1

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 22

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 0 22

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi Cia (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional

0 1 4

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONF

0 0 6

HUKUM HAK ASASI MANUSIA PELANGGARAN HAK

0 0 33

BAB II PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah Dan Perkembangan Hak Asasi Manusia Di Dunia a. Sejarah Hak Asasi Manusia - Perlindungan Terhadap Korban Hak Asasi Manusia (Ham) Berat Di Korea Utara Menurut Hukum Internasional

0 0 35