Keanekaragaman Ikan dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Perairan Sungai Bingei, Binjai
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Sungai
Ekosistem lotik/sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal
(mata air) yang umunya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi
rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada
tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan
air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu
mata air yang membentuk rawa-rawa. Berdasarkan keberadaan air, sunagai dapat
disebut sebagai sungai permanen yaitu sungai yang berair sepanjang tahun, sungai
intermiten, yaitu sunagai yang berair di musim hujan dan kering di musim
kemarau serta sungai episodik yaitu sungai yang hanya berair pada saat terjadi
hujan saja (Barus, 2004).
Menurut Maryono (2005), pada umumnya ditemukan tiga pembagian zona
sungai memanjang yakni sungai bagian hulu “upstream”, bagian tengah “middlestream”, dan bagian hilir “downstream”. Dari hulu sampai ke hilir ini dapat
ditelusuri perubahan-perubahan komponen sungai seperti kemiringan sungai,
debit sungai, temperatur, kandungan oksigen, kecepatan aliran, dan kekuatan
aliran terhadap erosi.
Perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik.
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan
sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut (Effendi, 2002).
Sungai secara spesifik terbagi dalam dua ekosistem yaitu perairan yang
berarus cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat
dikarakteristikkan dengan tipe substrat berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai
4
Universitas Sumatera Utara
5
yang mengalir lambat dikarakteristikkan dengan tipe substrat berpasir dan
berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem tersebut adalah
arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme ototrof (Clapham,
1983 dalam Wijaya, 2009).
2.2 Anatomi dan Morfologi Ikan
Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton yang hidup
diperaiaran baik di sungai, danau ataupun lautan. Hewan ini sudah lama menjadi
salah satu sumber daya pangan yang dimanfaatkan oleh manusia karena
mempunyai nilai ekonomis yang besar. Dengan sifatnya yang mobil dalam batas
tertentu ikan dapat memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupanya. Ikanikan tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami
perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya telah menjadi
pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang
mengandung amonia dan tembaga. Akan tetapi ikan mempunyai kemampuan
yang terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupanya, karena hal
tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan
(Fachrul, 2007).
Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum
Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang.
Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai
anggota tubuh beruapa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich,
1992 dalam Siagian, 2009).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara
caput dan truncus disebut caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan
ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan pengikat dilisi oleh epithelium. Diantara sel-sel epithelium terdapat
kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lender yang menyebabkan kulit ikan
menjadi licin (Radiopoetra, 1990 dalam Siagian, 2009).
5
Universitas Sumatera Utara
6
Menurut Rahardjo et al. (2011), tubuh ikan mempunyai suatu pola dasar
yang sama yakni kepala, badan dan ekor. Selain memiliki pola dasar yang sama,
umumnya ikan mempunyai bentuk tubuh yang simetris bilateral.
Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang
kebanyakan bertelur (ovivar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada
juga yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh
induknya (ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu
baru (vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang
bersifat vivipar yang kemudian bunting yang terus menerus dan melahirkan
individu baru (Effendi, 2002).
2.3 Penggolongan Ikan
Mujiman,1994 dalam Siagian (2009), membagi ikan berdasarkan jenis makanan
dan cara makan sebagai berikut:
1) Ikan berdasarkan jenis makananya:
a) Ikan Herbivora yaitu ikan yang makana pokoknya terutama yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan (nabati) seperti: ikan Pora-pora (Mystacoleocus
padangensis), ikan Nilem (Osteochilus hasselti), ikan Karper Rumput
(Ctenopharyngodon idelus), ikan Bandeng (Chanos-chanos), dan ikan
Sepat Siam (Tricogaster pectoralis).
b) Ikan Karnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari
bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan Gabus (Ophionephalus
striatus), ikan Kakap (Lates calcarifer), ikan Kerapu (Ephinephalus spp),
dan ikan Lele (Clarias batracus).
c) Ikan Omnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan
maupun hewan. Seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair(Tilapia
mossambica), ikan Betutu (Oxyeleoris marmorata), ikan Nila Merah
(Oreochromis sp) dan ikan Gurami (Osphronemus goramy).
d) Ikan pemakan plankton yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan
pokoknya terdiri dari plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton.
Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan
berbutir hingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat
6
Universitas Sumatera Utara
7
penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjan seperti ikan
Silanget (Dorosoma chacunda), ikan Terbang (Cypsilurus sp), ikan
Lemuru (Clupea leiogaster) dan ikan Cucut (Rhynodon typicus).
e) Ikan pemekan detritus yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari
hancuran sisa-siasa bahan organic yang sudah membusuk di dalam air
yang berasal dari hewan dan tumbuhan misalnya ganggang, bakteri,
protozoa. Seperti ikan Belanak (Valamugil sp).
2) Ikan berdasarkan cara makan dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
a) Ikan Predator. Ikan ini disebut juga ikan buas dimana ikan ikan ini
menerkam mangsanya hidup-hidup. Ikan ini dilengkapi dengan gigi
rahang yang kuat. Seperti iaka Alu-alu (Sphyraena jello), ikan Layur
(Triciurus sacvla), ikan Tuna (Thunus albaceros).
b) Ikan Grazier yaitu ikan yang mengambil makananya dengan jalan
menggerogotinya. Seperti ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Kupukupu (Chaetodon lineolatus), dan ikan Nilem (Ostheochilus hasselti).
c) Ikan Stainer yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan cara
menggelesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa
plankton. Seperti ikan Lemuru (Clupea longiceps) dan ikan Layang
(Depterus russeli).
d) Ikan Sucker yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan
menghisap lumpur atau pasir di dasar perairan seperti ikan Mas (Cyprinus
carpio).
e) Ikan Parasit yaitu ikan yang mendapat makanannya dengan jalan
menghisap makanan dari tubuh hewan besar lainnya seperti ikan Belut
Laut (Simenchelys parasiticus).
2.5 Faktor-faktor Fisik-Kimia dan Biologis Air
Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan.
Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
iklim, fisika, dan kimia (Suin, 2002).
7
Universitas Sumatera Utara
8
2.5.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme
organism perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang
ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan
kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak
lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis
edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai
peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses
metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen,
namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air.
Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak
mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolism dan
respirasi (Effendi, 2002).
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan
lingkungan daratan, maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga
relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu
badan air sangat besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu
perairan karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan
organisme
akuatik
terganggu,
sehingga
dapat
mengakibatkan
struktur
komunitasnya berubah (Suin, 2002).
2.5.2 Intensitas Cahaya Matahari
Menurut Barus (2004), faktor cahaya yang masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan
bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan
yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Cahaya
gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang
mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
8
Universitas Sumatera Utara
9
2.5.3 Penetrasi Cahaya
Menurut Suin (2002) kekeruhan air disebabkan adanya partikel-partikel debu, liat,
pragmen tumbuh-tumbuhan dan plankton dalam air. Dengan keruhnya air maka
penetrasi cahaya ke dalam air berkurang, sehingga penyebaran organisme berhijau
daun tidak begitu dalam, karena proses fotosintesis tidak dapat berlangsung.
Menurut Barus (2004) kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada
setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, di mana cahaya
matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan
respirasi berada dalam keseimbangan.
2.5.4 pH
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam
peraian. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman
atau kebasahan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7
dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat asam (Effendi, 2002).
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya
terdapat antara 7-8,5. Kondisi bersifat sangat asam atau sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolism dan respirasi (Barus, 1996 dalam Siagian, 2009).
2.5.5 Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.
Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi
sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum
saja (Barus, 2004).
Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organism air. Semua
tumbuhan dan semua hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang
terlarut untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada di dalam air. Oksigen dari udara
terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air
oleh aksi angin dan arus turbulen (Suin, 2002).
Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke
dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen
terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik.
Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan-bahan organik
dari limbah industry yang mengandung bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya
(Welch, 1952 dalam Wijaya, 2009).
2.5.6 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Menurut Wardana, 1995 dalam Siagian (2009), BOD atau kebutuhan oksigen
biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam
memecah bahan organik. Penguraian bahan organik melalui proses alamiah yang
mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
Nilai
BOD
menyatakan
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme aerob dalam proses penguraiansenyawa organik, yang diukur
pada temperature 20oC. Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja
dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi
secara kimia. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme
untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang
mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam
limbah rumah tangga. Untuk produk-produk kimia seperti senyawa minyak dan
buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme (Barus, 2004).
2.5.7 Chemical Oxygen Demand (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia
yang dinyatakan dalam mg O 2 /l. Dengan mengukur nilai COD maka akan
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudah diuraikan secara
10
Universitas Sumatera Utara
11
biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis
(Barus, 2004).
2.5.8 Arus
Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada
perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan
penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.
Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertical. Arus air pada perairan lotik
umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air bergerak ke segala arah sehingga air
akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain itu dikenal arus
laminar, yaitu arus air yang bergerak ke arah tertentu saja (Barus, 2004).
2.5.9 Kejenuhan Oksigen
Menurut Barus (2004), disamping pengukuran konsentrasi oksigen, biasanya
dilakukan pengukuran terhadap tinggkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai
maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tinggkat kejenuhan oksigen suatu
contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l,
diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem dari air tersebut
2.5.10 Unsur Hara
Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen di
perairan berada dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan
ammonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa organik yang
terlarut (ortofosfat dan folifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat
(Effendi, 2003).
Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang
berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen
yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari
limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini menyebabkan
perairan menjadi tercemar sehingga berpangaruh terhadap kelimpahan organisme
di dalam perairan (Schmit, 1978 dalam Silalahi, 2010).
11
Universitas Sumatera Utara
12
Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan
adalah nitrat dan amonia yang merupakan sumber utama nitrogen di perairan.
Kadar nitrat di perairan tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar
amonia. Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak
stabil terhadap keberadaan oksigen. Senyawa nitrat dapat dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2002).
Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu
ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor,
misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting
dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem, fosfor terdapat dalam tiga bentuk
yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam
protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses
penguraian tubuh organisme (Barus, 2004).
12
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Sungai
Ekosistem lotik/sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal
(mata air) yang umunya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi
rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada
tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan
air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu
mata air yang membentuk rawa-rawa. Berdasarkan keberadaan air, sunagai dapat
disebut sebagai sungai permanen yaitu sungai yang berair sepanjang tahun, sungai
intermiten, yaitu sunagai yang berair di musim hujan dan kering di musim
kemarau serta sungai episodik yaitu sungai yang hanya berair pada saat terjadi
hujan saja (Barus, 2004).
Menurut Maryono (2005), pada umumnya ditemukan tiga pembagian zona
sungai memanjang yakni sungai bagian hulu “upstream”, bagian tengah “middlestream”, dan bagian hilir “downstream”. Dari hulu sampai ke hilir ini dapat
ditelusuri perubahan-perubahan komponen sungai seperti kemiringan sungai,
debit sungai, temperatur, kandungan oksigen, kecepatan aliran, dan kekuatan
aliran terhadap erosi.
Perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik.
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan
sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut (Effendi, 2002).
Sungai secara spesifik terbagi dalam dua ekosistem yaitu perairan yang
berarus cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat
dikarakteristikkan dengan tipe substrat berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai
4
Universitas Sumatera Utara
5
yang mengalir lambat dikarakteristikkan dengan tipe substrat berpasir dan
berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem tersebut adalah
arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme ototrof (Clapham,
1983 dalam Wijaya, 2009).
2.2 Anatomi dan Morfologi Ikan
Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton yang hidup
diperaiaran baik di sungai, danau ataupun lautan. Hewan ini sudah lama menjadi
salah satu sumber daya pangan yang dimanfaatkan oleh manusia karena
mempunyai nilai ekonomis yang besar. Dengan sifatnya yang mobil dalam batas
tertentu ikan dapat memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupanya. Ikanikan tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami
perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya telah menjadi
pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang
mengandung amonia dan tembaga. Akan tetapi ikan mempunyai kemampuan
yang terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupanya, karena hal
tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan
(Fachrul, 2007).
Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum
Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang.
Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai
anggota tubuh beruapa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich,
1992 dalam Siagian, 2009).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara
caput dan truncus disebut caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan
ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan pengikat dilisi oleh epithelium. Diantara sel-sel epithelium terdapat
kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lender yang menyebabkan kulit ikan
menjadi licin (Radiopoetra, 1990 dalam Siagian, 2009).
5
Universitas Sumatera Utara
6
Menurut Rahardjo et al. (2011), tubuh ikan mempunyai suatu pola dasar
yang sama yakni kepala, badan dan ekor. Selain memiliki pola dasar yang sama,
umumnya ikan mempunyai bentuk tubuh yang simetris bilateral.
Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang
kebanyakan bertelur (ovivar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada
juga yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh
induknya (ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu
baru (vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang
bersifat vivipar yang kemudian bunting yang terus menerus dan melahirkan
individu baru (Effendi, 2002).
2.3 Penggolongan Ikan
Mujiman,1994 dalam Siagian (2009), membagi ikan berdasarkan jenis makanan
dan cara makan sebagai berikut:
1) Ikan berdasarkan jenis makananya:
a) Ikan Herbivora yaitu ikan yang makana pokoknya terutama yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan (nabati) seperti: ikan Pora-pora (Mystacoleocus
padangensis), ikan Nilem (Osteochilus hasselti), ikan Karper Rumput
(Ctenopharyngodon idelus), ikan Bandeng (Chanos-chanos), dan ikan
Sepat Siam (Tricogaster pectoralis).
b) Ikan Karnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari
bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan Gabus (Ophionephalus
striatus), ikan Kakap (Lates calcarifer), ikan Kerapu (Ephinephalus spp),
dan ikan Lele (Clarias batracus).
c) Ikan Omnivora yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan
maupun hewan. Seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair(Tilapia
mossambica), ikan Betutu (Oxyeleoris marmorata), ikan Nila Merah
(Oreochromis sp) dan ikan Gurami (Osphronemus goramy).
d) Ikan pemakan plankton yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan
pokoknya terdiri dari plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton.
Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan
berbutir hingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat
6
Universitas Sumatera Utara
7
penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjan seperti ikan
Silanget (Dorosoma chacunda), ikan Terbang (Cypsilurus sp), ikan
Lemuru (Clupea leiogaster) dan ikan Cucut (Rhynodon typicus).
e) Ikan pemekan detritus yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari
hancuran sisa-siasa bahan organic yang sudah membusuk di dalam air
yang berasal dari hewan dan tumbuhan misalnya ganggang, bakteri,
protozoa. Seperti ikan Belanak (Valamugil sp).
2) Ikan berdasarkan cara makan dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
a) Ikan Predator. Ikan ini disebut juga ikan buas dimana ikan ikan ini
menerkam mangsanya hidup-hidup. Ikan ini dilengkapi dengan gigi
rahang yang kuat. Seperti iaka Alu-alu (Sphyraena jello), ikan Layur
(Triciurus sacvla), ikan Tuna (Thunus albaceros).
b) Ikan Grazier yaitu ikan yang mengambil makananya dengan jalan
menggerogotinya. Seperti ikan Mujair (Tilapia mossambica), ikan Kupukupu (Chaetodon lineolatus), dan ikan Nilem (Ostheochilus hasselti).
c) Ikan Stainer yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan cara
menggelesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa
plankton. Seperti ikan Lemuru (Clupea longiceps) dan ikan Layang
(Depterus russeli).
d) Ikan Sucker yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan
menghisap lumpur atau pasir di dasar perairan seperti ikan Mas (Cyprinus
carpio).
e) Ikan Parasit yaitu ikan yang mendapat makanannya dengan jalan
menghisap makanan dari tubuh hewan besar lainnya seperti ikan Belut
Laut (Simenchelys parasiticus).
2.5 Faktor-faktor Fisik-Kimia dan Biologis Air
Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan.
Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
iklim, fisika, dan kimia (Suin, 2002).
7
Universitas Sumatera Utara
8
2.5.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme
organism perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang
ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan
kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak
lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis
edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai
peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses
metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen,
namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air.
Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak
mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolism dan
respirasi (Effendi, 2002).
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan
lingkungan daratan, maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga
relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu
badan air sangat besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu
perairan karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan
organisme
akuatik
terganggu,
sehingga
dapat
mengakibatkan
struktur
komunitasnya berubah (Suin, 2002).
2.5.2 Intensitas Cahaya Matahari
Menurut Barus (2004), faktor cahaya yang masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan
bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan
yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Cahaya
gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang
mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
8
Universitas Sumatera Utara
9
2.5.3 Penetrasi Cahaya
Menurut Suin (2002) kekeruhan air disebabkan adanya partikel-partikel debu, liat,
pragmen tumbuh-tumbuhan dan plankton dalam air. Dengan keruhnya air maka
penetrasi cahaya ke dalam air berkurang, sehingga penyebaran organisme berhijau
daun tidak begitu dalam, karena proses fotosintesis tidak dapat berlangsung.
Menurut Barus (2004) kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada
setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, di mana cahaya
matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan
respirasi berada dalam keseimbangan.
2.5.4 pH
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam
peraian. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman
atau kebasahan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7
dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat asam (Effendi, 2002).
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya
terdapat antara 7-8,5. Kondisi bersifat sangat asam atau sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolism dan respirasi (Barus, 1996 dalam Siagian, 2009).
2.5.5 Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas.
Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi
sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum
saja (Barus, 2004).
Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organism air. Semua
tumbuhan dan semua hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang
terlarut untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada di dalam air. Oksigen dari udara
terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air
oleh aksi angin dan arus turbulen (Suin, 2002).
Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke
dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen
terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik.
Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan-bahan organik
dari limbah industry yang mengandung bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya
(Welch, 1952 dalam Wijaya, 2009).
2.5.6 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Menurut Wardana, 1995 dalam Siagian (2009), BOD atau kebutuhan oksigen
biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam
memecah bahan organik. Penguraian bahan organik melalui proses alamiah yang
mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
Nilai
BOD
menyatakan
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme aerob dalam proses penguraiansenyawa organik, yang diukur
pada temperature 20oC. Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja
dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi
secara kimia. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme
untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang
mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam
limbah rumah tangga. Untuk produk-produk kimia seperti senyawa minyak dan
buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme (Barus, 2004).
2.5.7 Chemical Oxygen Demand (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia
yang dinyatakan dalam mg O 2 /l. Dengan mengukur nilai COD maka akan
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudah diuraikan secara
10
Universitas Sumatera Utara
11
biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis
(Barus, 2004).
2.5.8 Arus
Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada
perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan
penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.
Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertical. Arus air pada perairan lotik
umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air bergerak ke segala arah sehingga air
akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain itu dikenal arus
laminar, yaitu arus air yang bergerak ke arah tertentu saja (Barus, 2004).
2.5.9 Kejenuhan Oksigen
Menurut Barus (2004), disamping pengukuran konsentrasi oksigen, biasanya
dilakukan pengukuran terhadap tinggkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai
maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tinggkat kejenuhan oksigen suatu
contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l,
diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem dari air tersebut
2.5.10 Unsur Hara
Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen di
perairan berada dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan
ammonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa organik yang
terlarut (ortofosfat dan folifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat
(Effendi, 2003).
Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang
berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen
yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari
limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini menyebabkan
perairan menjadi tercemar sehingga berpangaruh terhadap kelimpahan organisme
di dalam perairan (Schmit, 1978 dalam Silalahi, 2010).
11
Universitas Sumatera Utara
12
Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan
adalah nitrat dan amonia yang merupakan sumber utama nitrogen di perairan.
Kadar nitrat di perairan tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar
amonia. Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak
stabil terhadap keberadaan oksigen. Senyawa nitrat dapat dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2002).
Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu
ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor,
misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting
dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem, fosfor terdapat dalam tiga bentuk
yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam
protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses
penguraian tubuh organisme (Barus, 2004).
12
Universitas Sumatera Utara