Pengaruh Kadar Flavonoid Total dan Waktu Kontak Flavonoid Ekstrak Daun Katuk sebagai Antioksidan pada Minyak Kelapa

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAMAN KATUK (Sauropus androgynus (L) Merr)

Sauropus androgynus (L) Merr yang disebut juga daun manis atau katuk

adalah jenis semak yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae, yang tumbuh di daerah tropis yang hangat dan lembab dan biasa digunakan sebagai sayuran. Tanaman ini dilaporkan memiliki batang tegak mencapai tinggi 2,5 cm. Sauropus

androgynus (L) Merr dikenal di India dari Malaysia pada tahun 1950 karena

nutrisinya dan berguna dalam kesehatan. Daun yang lembut dan lezat dari tanaman ini dimanfaatkan dalam dunia kuliner dan terkenal karena nilai gizinya yang tinggi. Oleh karena itu, tanaman ini dikenal sebagai sayuran multi mineral. Daun yang mentah memiliki rasa yang enak dan merupakan salah satu sayuran hijau yang penting. Daun Sauropus androgynus (L) Merr memiliki nilai gizi yang lebih unggul dibandingkan sayuran hijau yang biasa dikonsumsi lainnya. Sayuran ini biasanya diperbanyak dengan cara vegetatif namun tingkat perbanyakannya cukup rendah [9].

Batang tanaman katuk memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin berwarna hijau dan jumlah daun percabang berkisar antara 11 – 21 helai [6]. Katuk merupakan jenis tanaman tahunan yang setiap saat dapat dipetik, tidak tergantung pada musim dan dapat dipanen lebih dari sepuluh kali selama bertahun-tahun. Tanaman ini mudah ditanam, tahan gulma dan menghasilkan daun yang banyak dalam waktu yang relatif singkat [5].

Katuk merupakan sayuran berdaun (gambar 2.1) yang paling populer di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebaran tanaman ini berasal dari pulau Jawa. Tanaman ini tumbuh secara liar. Kondisi tumbuh terbaik untuk tanaman katuk adalah di daerah dengan ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daunnya. Ciri-ciri dari daun katuk adalah daunnya majemuk, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5 – 6 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua [10].


(2)

6

Menurut [11], sistem taksonomi tanaman katuk adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotiledoneae

Sub kelas : Monochlamydeae (Apetalae) Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae Marga : Sauropus

Jenis : Sauropus androgynus (L) Merr.

Gambar 2.1 Tanaman Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) [10]

Penyebaran tanaman katuk sampai saat ini diketahui terdapat di Filipina (Luzon, Mindoro) dan Malay Peninsula (Pahang, Kelantan), sedangkan di Indonesia sendiri terdapat di daerah Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Sunda dan di Jawa. Tumbuhan ini dapat dijumpai hampir di semua tempat di Indonesia. Terdapat bermacam-macam nama lokal untuk katuk sesuai daerah tersebut menamakannya. Sebagai contoh, di Jawa disebut Katu, Babing dan Katukan, di Madura disebut Kerakur, di Bali disebut Kayu Manis, di Sumatera Barat (Minangkabau) disebut Simani dan masyarakat Dayak Kenyah menyebut tanaman ini Jowaluk [6]. Di daerah sumatera, tanaman ini dikenal dengan nama simasi [5].


(3)

7

Di dalam daun katuk banyak terdapat minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid, triterpin, asam-asam organik, asam-asam amino, alkaloid dan tanin. Selain itu daun katuk juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, C dan senyawa steroid serta polifenol [6]. Hasil penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia menunjukkan bahwa tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonoid dan tanin [12].

Tanaman katuk banyak dimanfaatkan sebagai sayuran atau lalapan dan dipercaya masyarakat mampu melancarkan air susu ibu (ASI) dan mempercepat pemulihan tenaga bagi orang sakit. Tanaman katuk juga bermanfaat sebagai tanaman obat keluarga (TOGA), bahan makanan dan sebagai tanaman hias. Rebusan daun katuk memberikan rasa yang agak asam dan manis, air perasan daun katuk digunakan juga untuk memberi warna pada makanan, disamping itu air rebusan daun dan akarnya digunakan sebagai obat demam, diuretika dan meningkatkan ASI [6]. Tabel 2.1 berikut menunjukkan komposisi kimia dari daun katuk.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daun Katuk per 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan [12]

Kandungan Jumlah

Kalori (kal) 59

Protein (g) 4,8

Lemak (g) 1,0

Karbohidrat (g) Kalsium (g)

Fosfor (g) Besi (mg)

β-karoten (µg) Thiamin (mg)

Air (%)

11,0 204 83 2,7 10370

0,10 81,0

2.2 ANTIOKSIDAN

2.2.1 Pengertian Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang sangat berguna bagi manusia. Antioksidan memiliki kemampuan untuk mengurangi radikal bebas atau untuk mengurangi tingkat produksinya. Antioksidan juga merupakan senyawa kimia yang dapat menunda awal atau memperlambat laju reaksi oksidasi lemak dalam sistem pangan atau membantu menetralisir radikal bebas [13].


(4)

8

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif [14].

Antioksidan adalah molekul yang mampu menghambat reaksi oksidasi pada molekul lain. Antioksidan berfungsi untuk mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas, dapat mengganggu proses oksidasi dengan bereaksi dengan radikal bebas dan juga bertindak sebagai penangkap oksigen reaktif. Radikal bebas mempengaruhi sel-sel hidup yang dapat menyebabkan banyak penyakit kronis pada manusia seperti aterosklerosis, parkinson, arthritis, penyakit alzheimer, stroke, penyakit radang kronis, kanker, dan penyakit degeneratif lainnya [15].

2.2.2 Sumber Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang jika dimasukkan ke dalam substrat pada konsentrasi rendah maka secara signifikan dapat menghambat oksidasi substrat tersebut. Antioksidan terdiri dari dua jenis yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik [16].

1. Antioksidan Sintetik

Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya ketengikan. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa persyaratan, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh dan ekonomis. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol [14].

1. BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada lemak hewan dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman.


(5)

9

BHA bersifat sangat larut dalam lemak dan tidak larut dalam air, berbentuk padat putih, dan dijual dalam bentuk tablet atau serpih.

2. BHT memiliki sifat serupa dengan BHA sehingga antioksidan ini dapat memberikan efek sinergis bila dimanfaatkan bersama dengan BHA, berbentuk kristal putih, dan digunakan secara luas karena harganya yang relatif murah.

3. TBHQ merupakan antioksidan paling efektif unuk lemak dan minyak khususnya minyak tanaman karena memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada penggorengan dan kurang baik pada pembakaran. TBHQ yang dikombinasikan dengan BHA akan memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan.

4. PG merupakan kristal putih yang mempunyai karakteristik sensitif terhadap panas dan terdekomposisi pada titik cair 148 oC, dapat membentuk kompleks warna dengan ion metal sehingga kemampuan antioksidannya rendah. Antioksidan ini memberikan efek sinergis dengan BHA dan BHT [17].

Saat ini, penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan, antioksidan sintetik seperti BHT ternyata dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik [12]. Selain itu, hasil uji yang telah dilakukan terhadap penggunaan BHT diperoleh bahwa BHT dapat menyebabkan pembengkakan organ hati dan mempengaruhi aktifitas enzim di dalam hati dan penggunaan BHA pada level tinggi diketahui mempunyai sifat toksik pada binatang percobaan [1].

2. Antioksidan Alami

Telah lama dikenal bahwa zat yang ada secara alami pada tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan. Saat ini, kepentingan antioksidan alami telah jauh meningkat untuk digunakan dalam produk makanan, kosmetik dan farmasi untuk mengganti antioksidan sintetik yang dibatasi karena sifat karsinogeniknya. Antioksidan yang ada dalam minyak merupakan hal penting dalam stabilisasi asam lemak bebas. Dalam konteks ini, banyak tanaman sedang dievaluasi untuk aktivitas antioksidannya karena mereka dibutuhkan dalam penggunaan yang luas seperti dalam industri makanan dan minuman [18].

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang


(6)

10

terbentuk dari reaksi-reaksi selama pengolahan dan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan. Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari. Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional [17].

Antioksidan bahan tanaman sangat tergantung pada sifat pelarut yang digunakan untuk ekstraksi zat aktif dan bagian tanaman yang digunakan. Selama ekstraksi bahan tanaman, pemilihan pelarut dan bagian tanaman adalah hal yang sangat penting untuk meminimalkan gangguan dari senyawa yang mungkin dapat mengganggu ekstrak dengan bahan kimia dan menghindari kontaminasi ekstrak. Pelarut seperti metanol, etanol, aseton, kloroform dan etil asetat telah banyak digunakan untuk ekstraksi senyawa antioksidan dari berbagai tanaman dan makanan berbasis tanaman dan obat-obatan [15].

2.2.3 Mekanisme Kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan secara umun adalah dengan menghambat oksidasi lemak. Mekanisme kerja antioksidan pada umumnya dapat dipahami setelah mekanisme proses oksidasi lemak dalam bahan makanan atau pada sistem biologis dipahami dengan baik. Oksidasi lemak terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan

hidroperoksida dan radikal asam lemak baru. Pada tahap terminasi terjadi reaksi


(7)

11

Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 mekanisme reaksi yaitu :

1. pelepasan hidrogen dari antioksidan. 2. pelepasan elektron dari antioksidan.

3. adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan.

4. pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan mekanisme reaksinya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.

Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenous atau enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.

Antioksidan sekunder disebut juga sebagai antioksidan eksogeneus atau non-enzimatis. Antioksidan kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif, yaitu terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya. Kerja antioksidan sekunder yaitu dengan cara memotong reaksi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Antioksidan

sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, β-karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin.

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang tereduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya struktur pada gugus non-basa maupun basa. Mekanisme kerja serta kemampuan antioksidan sangat bervariasi. Kombinasi beberapa antioksidan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap oksidasi dibandingkan satu jenis antioksidan saja [14].


(8)

12

Dalam penelitian ini, antioksidan yang paling berperan dalam mencegah radikal bebas adalah flavonoid.

2.2.4 Flavonoid

Daun katuk dapat bekerja sebagai antioksidan yang ditunjukkan oleh adanya senyawa golongan fenol yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam yang terbesar. Telah diketahui bahwa aktifitas antioksidan dari tumbuhan karena adanya senyawa fenol. Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan bekerja sebagai antiinflamasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa flavonoid dapat bekerja sebagai antioksidan [19].

Flavonoid merupakan kelompok besar fitokimia yang bersifat melindungi dan banyak terdapat pada buah dan sayuran. Flavonoid sering dikenal sebagai bioflavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid terdapat beberapa jenis dan masing-masing berperan dalam menjaga kesehatan. Flavonoid adalah bagian dari senyawa fenolik yang terdapat pada pigmen tumbuh-tumbuhan. Kesehatan manusia sangat tergantung pada flavonoid sebagai antioksidan untuk mencegah kanker. Manfaat utama flavonoid adalah untuk melindungi struktur sel, membantu memaksimalkan manfaat vitamin C, mencegah keropos tulang, sebagai antibiotik dan anti-inflamasi [14].

2.3 EKSTRAKSI

Secara sederhana ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen pembentuk suatu bahan berpindah dari bahan ke cairan (pelarut). Metode sederhana ekstraksi adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut [20].

Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Ekstraksi juga dapat diartikan sebagai proses penarikan komponen atau zat aktif menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen bioaktif. Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari


(9)

13

beberapa faktor, antara lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen-komponen yang akan diekstrak dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ekstraksi dengan pelarut,

supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan dan sublimasi. Metode yang

banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut [14].

Proses isolasi atau pemisahan komponen bioaktif yang terkandung dalam tumbuhan dapat dilakukan dengan metode ekstraksi dengan pelarut. Metode yang digunakan untuk melarutkan komponen yang dapat larut dari zat padat yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu disebut dengan leaching atau ekstraksi padat-cair. Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan, pemilihan jenis pelarut, perbandingan volume pelarut dan bahan serta pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekatraksi dan suhu ekstraksi [21].

2.4 MINYAK KELAPA

Selama ribuan tahun minyak kelapa digunakan sebagai minyak pangan oleh masyarakat di daerah tropis. Minyak kelapa digunakan sebagai minyak goreng, bahan margarin dan mentega putih, komponen dalam pembuatan sabun serta formulasi kosmetika. Selain digunakan untuk menggoreng, pada masyarakat pedesaan minyak kelapa juga digunakan sebagai minyak pijat, kerik, dan untuk minyak cem-ceman. Dalam bidang farmasi, minyak kelapa dewasa ini mulai meningkat penggunaannya, terutama dengan semakin banyaknya produk minyak telon yang salah satu komponennya adalah minyak kelapa, juga dengan diketahuinya beberapa khasiat minyak kelapa terhadap kesehatan [22].

Minyak kelapa penting bagi metabolisme tubuh karena mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Suatu riset yang dilakukan di India menunjukkan bahwa serangan kardiovaskular di Pulau Nikobar sangat rendah, karena penduduk yang bermukim di pulau tersebut mengonsumsi kelapa. Sama halnya dengan penduduk di Pulau Lashadeveep yang mengonsumsi


(10)

14

daging buah kelapa dan minyak kelapa sebagai minyak makan, ternyata kasus penyakit jantungnya sangat rendah [23].

Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dihasilkan dari daging buah kelapa atau daging buah kelapa yang dikeringkan (kopra). Kandungan minyak pada kopra umumnya 60 – 65%, sedangkan daging buah kelapa sekitar 43%. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, asam lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90% (dalam bentuk trigliserida) sebagian besar (sekitar 70%) adalah minyak dengan rantai lebih rendah yang dikenal sebagai alam lemak rantai menengah [24]. Tabel 2.2 berikut memperlihatkan komposisi asam lemak minyak kelapa.

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa [2]

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)

Asam lemak jenuh : Asam Kaproat Asam Kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Arachidat Asam lemak tak jenuh :

Asam Palmitoleat Asam Oleat Asam Linoleat

C5H11COOH C7H17COOH C9H19COOH C11H23COOH C13H27COOH C17H35COOH C19H39COOH C15H29COOH C17H33COOH C17H31COOH

0 – 0,8 5,5 – 9,5 4,5 – 9,5 44 – 52 7,5 – 10,5

1 – 3 0 – 0,4 0 – 1,3 5 – 8 1,5 – 2,5

Degradasi minyak dapat disebabkan oleh proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi dan pirolisis. Reaksi oksidatif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cahaya, panas, ionisasi dan logam, reaksi oksigen dengan lipid tak jenuh, reaksi kimia, dan mekanisme enzimatik seperti autoksidasi, foto oksidasi dan lipoksigenasi [25].

Oksidasi adalah faktor yang sangat penting sebab dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang menyumbangkan terjadinya off flavour dan kondisi ini lazim disebut tengik (rancid). Produk pangan olahan yang tengik dapat mengalami perubahan warna dan kehilangan nilai gizi karena oksidasi vitamin dan asam lemak tak jenuh. Selanjutnya mutu produk akan menurun, selain itu hasil oksidasi lipid akan menghasilkan senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat


(11)

15

membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya [1].

Bentuk minyak kelapa yang beredar di pasar ada tiga jenis yaitu

RBD-Coconut Oil (minyak kelapa RBD), Traditional RBD-Coconut Oil (minyak kelapa

tradisional) dan Virgin Coconut Oil (minyak kelapa murni). Minyak kelapa RBD merupakan minyak yang diproses dengan penambahan bahan kimia dalam pemurnian minyak (refined), pemutihan minyak (bleaching) dan penghilangan bau yang tidak sedap (deodorized). Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) adalah minyak kelapa yang diolah secara tradisional yang mulai dari penghancuran buah kelapa segar hingga pemanasan yang menghasilkan minyak dan ampas atau blondo [1].

2.5 KETENGIKAN

Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic

rancidity), dan ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity). Berbagai jenis

minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavour dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Minyak yang telah menjadi tengik akan menghasilkan flavour yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak atau lemak [26].

1. Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity)

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase [26].

Sumber oksigen dalam reaksi oksidasi adalah oksigen di atmosfer. Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif


(12)

16

akibat dari hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Pada tahap terminasi, radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru [1]. Reaksi oksidasi asam lemak dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Reaksi Oksidasi Asam Lemak [1]

2. Ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity)

Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo clastic yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu

energi panas + sinar

asam lemak tak jenuh

radikal

hidrogen yang labil + O2

peroksida akif


(13)

17

enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom β,

sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton [26]. 3. Ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity)

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi bermacam-macam asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak ini terjadi karena adanya kandungan air dalam minyak atau lemak, yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan dengan perubahan rasa dan bau pada minyak tersebut.

Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam minyak atau bahan pangan berlemak, atau kadang-kadang sengaja ditambahkan [26].

2.6 ANALISIS EKONOMI

Pada penelitian ini dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana, sehingga dapat diketahui biaya operasional pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk. Proses pembuatannya menggunakan proses ekstraksi. Berikut rincian biaya yang digunakan dengan menggunakan proses tersebut :

1. Biaya Bahan Baku

Adapun bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk antara lain, daun katuk, etanol 96% (C2H5OH), etil asetat (CH3COOC2H5), N-heksana (C6H14) dan aluminium klorida (AlCl3). Pada tabel 2.3 akan ditampilkan rincian biaya bahan baku.

Tabel 2.3 Rincian Biaya Bahan Baku

Bahan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Daun Katuk 18 kg 15.000 / kg 270.000

Etanol 96% (C2H5OH) 10 L 19.400 / L 194.000 Etil Asetat (CH3COOC2H5) 10 L 38.000 / L 380.000 N-Heksana (C6H14) 10 L 18.000 / L 180.000 Aluminium Klorida (AlCl3) 2 gr 28.500 / gr 57.000


(14)

18 2. Biaya Proses

Proses pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk terdiri dari proses ekstraksi. Pada tabel 2.4 akan ditampilkan rincian biaya proses.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Proses

Jumlah Waktu Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Listrik Oven 1900 watt 108 jam 1.224 / kwh 251.164,8 Listrik Blender 200 watt 54 jam 1.224 / kwh 13.219,2 Listrik Hot Plate 1500 watt 108 jam 1.224 / kwh 198.288 Pemekatan dengan

Rotary Evaporator

27 sampel - 10.000 / sampel 270.000 Analisa

Spektrofotom eter UV-Vis

27 sampel - - 120.000

Biaya Total 852.672

3. Total Biaya Operasional

Total biaya operasional merupakan biaya bahan baku ditambah dengan biaya proses pada pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk.

Total biaya operasional = biaya bahan baku + biaya proses = Rp 1.081.000 + Rp 852.672

= Rp 1.933.672

Jadi total biaya yang diperlukan untuk operasional pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk sebanyak 18 kg adalah Rp 1.933.672.

4. Total Penjualan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 18 kg daun katuk yang digunakan dapat dihasilkan ekstrak flavonoid sebanyak 330 gram atau 0,33 kg. Harga antioksidan untuk minyak di pasaran adalah Rp 25.000/kg . Jadi total penjualan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan yaitu :


(15)

19 Total penjualan = total ekstrak x harga

= 0,33 kg x Rp 25.000 = Rp 8.250

Jika dibandingkan dengan total biaya operasional maka diperoleh : Keuntungan/kerugian = Total penjualan – Total biaya operasional = Rp 8.250 – Rp 1.933.672


(1)

14

daging buah kelapa dan minyak kelapa sebagai minyak makan, ternyata kasus penyakit jantungnya sangat rendah [23].

Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dihasilkan dari daging buah kelapa atau daging buah kelapa yang dikeringkan (kopra). Kandungan minyak pada kopra umumnya 60 – 65%, sedangkan daging buah kelapa sekitar 43%. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, asam lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90% (dalam bentuk trigliserida) sebagian besar (sekitar 70%) adalah minyak dengan rantai lebih rendah yang dikenal sebagai alam lemak rantai menengah [24]. Tabel 2.2 berikut memperlihatkan komposisi asam lemak minyak kelapa.

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa [2]

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)

Asam lemak jenuh : Asam Kaproat Asam Kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Arachidat Asam lemak tak jenuh :

Asam Palmitoleat Asam Oleat Asam Linoleat

C5H11COOH C7H17COOH C9H19COOH C11H23COOH C13H27COOH C17H35COOH C19H39COOH C15H29COOH C17H33COOH C17H31COOH

0 – 0,8 5,5 – 9,5 4,5 – 9,5 44 – 52 7,5 – 10,5

1 – 3 0 – 0,4 0 – 1,3 5 – 8 1,5 – 2,5

Degradasi minyak dapat disebabkan oleh proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi dan pirolisis. Reaksi oksidatif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cahaya, panas, ionisasi dan logam, reaksi oksigen dengan lipid tak jenuh, reaksi kimia, dan mekanisme enzimatik seperti autoksidasi, foto oksidasi dan lipoksigenasi [25].

Oksidasi adalah faktor yang sangat penting sebab dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang menyumbangkan terjadinya off flavour dan kondisi ini lazim disebut tengik (rancid). Produk pangan olahan yang tengik dapat mengalami perubahan warna dan kehilangan nilai gizi karena oksidasi vitamin dan asam lemak tak jenuh. Selanjutnya mutu produk akan menurun, selain itu hasil oksidasi lipid akan menghasilkan senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat


(2)

15

membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya [1].

Bentuk minyak kelapa yang beredar di pasar ada tiga jenis yaitu RBD-Coconut Oil (minyak kelapa RBD), Traditional RBD-Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) dan Virgin Coconut Oil (minyak kelapa murni). Minyak kelapa RBD merupakan minyak yang diproses dengan penambahan bahan kimia dalam pemurnian minyak (refined), pemutihan minyak (bleaching) dan penghilangan bau yang tidak sedap (deodorized). Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) adalah minyak kelapa yang diolah secara tradisional yang mulai dari penghancuran buah kelapa segar hingga pemanasan yang menghasilkan minyak dan ampas atau blondo [1].

2.5 KETENGIKAN

Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity), ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity), dan ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity). Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavour dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Minyak yang telah menjadi tengik akan menghasilkan flavour yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak atau lemak [26].

1. Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity)

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase [26].

Sumber oksigen dalam reaksi oksidasi adalah oksigen di atmosfer. Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif


(3)

16

akibat dari hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Pada tahap terminasi, radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru [1]. Reaksi oksidasi asam lemak dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Reaksi Oksidasi Asam Lemak [1]

2. Ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity)

Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo clastic yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu

energi panas + sinar

asam lemak tak jenuh

radikal

hidrogen yang labil + O2

peroksida akif


(4)

17

enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom β, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton [26].

3. Ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity)

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi bermacam-macam asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak ini terjadi karena adanya kandungan air dalam minyak atau lemak, yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan dengan perubahan rasa dan bau pada minyak tersebut.

Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam minyak atau bahan pangan berlemak, atau kadang-kadang sengaja ditambahkan [26].

2.6 ANALISIS EKONOMI

Pada penelitian ini dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana, sehingga dapat diketahui biaya operasional pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk. Proses pembuatannya menggunakan proses ekstraksi. Berikut rincian biaya yang digunakan dengan menggunakan proses tersebut :

1. Biaya Bahan Baku

Adapun bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk antara lain, daun katuk, etanol 96% (C2H5OH), etil asetat (CH3COOC2H5), N-heksana (C6H14) dan aluminium klorida (AlCl3). Pada tabel 2.3 akan ditampilkan rincian biaya bahan baku.

Tabel 2.3 Rincian Biaya Bahan Baku

Bahan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Daun Katuk 18 kg 15.000 / kg 270.000

Etanol 96% (C2H5OH) 10 L 19.400 / L 194.000 Etil Asetat (CH3COOC2H5) 10 L 38.000 / L 380.000 N-Heksana (C6H14) 10 L 18.000 / L 180.000 Aluminium Klorida (AlCl3) 2 gr 28.500 / gr 57.000


(5)

18 2. Biaya Proses

Proses pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk terdiri dari proses ekstraksi. Pada tabel 2.4 akan ditampilkan rincian biaya proses.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Proses

Jumlah Waktu Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Listrik Oven 1900 watt 108 jam 1.224 / kwh 251.164,8 Listrik Blender 200 watt 54 jam 1.224 / kwh 13.219,2 Listrik Hot Plate 1500 watt 108 jam 1.224 / kwh 198.288 Pemekatan dengan

Rotary Evaporator

27 sampel - 10.000 / sampel 270.000 Analisa

Spektrofotom eter UV-Vis

27 sampel - - 120.000

Biaya Total 852.672

3. Total Biaya Operasional

Total biaya operasional merupakan biaya bahan baku ditambah dengan biaya proses pada pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk.

Total biaya operasional = biaya bahan baku + biaya proses = Rp 1.081.000 + Rp 852.672

= Rp 1.933.672

Jadi total biaya yang diperlukan untuk operasional pembuatan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan bahan baku daun katuk sebanyak 18 kg adalah Rp 1.933.672.

4. Total Penjualan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 18 kg daun katuk yang digunakan dapat dihasilkan ekstrak flavonoid sebanyak 330 gram atau 0,33 kg. Harga antioksidan untuk minyak di pasaran adalah Rp 25.000/kg . Jadi total penjualan ekstrak flavonoid sebagai antioksidan yaitu :


(6)

19 Total penjualan = total ekstrak x harga

= 0,33 kg x Rp 25.000 = Rp 8.250

Jika dibandingkan dengan total biaya operasional maka diperoleh : Keuntungan/kerugian = Total penjualan – Total biaya operasional = Rp 8.250 – Rp 1.933.672