Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian utama dari misi pemerintah dalam dimensi pembangunan manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia - manusia Indonesia unggul dengan meningkatkan kecerdasan otak dan kesehatan fisik melalui pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi serta merupakan misi kelima untuk mencapai pembangunan kesehatan yang berkeadilan. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dalam RPJMN tersebut, salah satu misi pemerintah adalah mewujudkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera (BPPN, 2014).

Status derajat kesehatan dan asupan gizi masyarakat sebagai sasaran pembangunan kesehatan yang pertama menggambarkan prioritas yang akan dicapai dalam pembangunan kesehatan. Sasaran tersebut dikembangkan menjadi sasaran-sasaran yang lebih spesifik, termasuk sasaran angka kesembuhan penyakit Tuberkulosis (TB) (Kemenkes RI, 2011).

TB merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih tinggi kasusnya di masyarakat. TB berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB dapat diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai seluruh


(2)

organ tubuh kita, walaupun yang banyak diserang adalah organ paru (WHO, 2014).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini. Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta dan 990.000 orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia Tenggara, Afrika dan wilayah pasifik barat.

Berdasarkan laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2014, Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia sebagai penyumbang penderita TB setelah negara India, Cina, Nigeria, dan Pakistan. Tingkat resiko terkena penyakit TB di Indonesia berkisar antara 1,7% hingga 4,4%. Secara nasional, TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183 orang meninggal akibat penyakit TB di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).

Dilihat dari kondisi tersebut, diperlukan adanya upaya program penanggulangan penyakit TB. Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan TB telah dilaksanakan secara bertahap di Puskesmas dengan penerapan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Kemudian berkembang seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional


(3)

(GERDUNAS) TB yang dibentuk oleh pemerintah pada tanggal 24 maret 1999, maka pemberantasan penyakit TB telah berubah menjadi program penanggulangan TB Paru. Ada lima komponen dalam strategi DOTS yaitu:

1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB nasional. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

4. Kesinambungan persediaan OAT.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru (Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi DOTS yang mampu mengendalikan penyakit TB karena dapat memutuskan rantai penularan penyakitnya. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan TB di sebagian besar puskesmas, rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi DOTS dan penerapan standar pelayanan berdasarkan International Standards for Tubercolusis Care (ISTC) (Kemenkes RI, 2013).

Jumlah penemuan kasus yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini mengalami penurunan. Angka penemuan kasus baru TB paru BTA (+) pada tahun 2013 yang ditemukan sebanyak 196.310 kasus (81%), pada tahun sebelumnya kasus baru TB paru BTA (+) yang ditemukan sebesar 202.301 kasus (84%). Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Kasus baru


(4)

BTA (+) di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah kasus di Indonesia. Keberhasilan pengobatan TB pada tahun 2013 meningkat menjadi 90,5% dibandingkan pada tahun 2012 yaitu sebesar 90,2% pada kelompok penderita TB (Kemenkes RI, 2014).

Kesuksesan dalam penanggulangan TB adalah dengan menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target global Case Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70% dan Cure Rate (CR) atau angka kesembuhan pengobatan sebesar 85%. Angka kesembuhan menunjukkan persentasi pasien TB paru BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan diantara pasien TB paru BTA (+) yang tercatat (Kemenkes RI, 2011).

Kesembuhan pengobatan TB dapat dicapai dengan keteraturan dan kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan obat anti tuberkulosis jangka pendek dan penerapan pengawasan minum obat merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita. Obat yang dikonsumsi baik tetapi bila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan. Selain itu, obat yang diberikan beberapa macam sekaligus serta pengobatannya memakan waktu lama setidaknya 6 bulan sehingga penderita banyak yang putus obat dan mengakibatkan resisten terhadap obat yang telah di konsumsi sebelumnya. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari berbagai pihak terkait, sehingga program penanggulangan TB di berbagai tempat menjadi sangat lemah (Dinkes Sumut, 2010).


(5)

Jumlah kasus TB paru BTA (+) di Sumatera Utara pada tahun 2008, kasus TB paru sekitar 14.158 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 17.026 kasus pada tahun 2009 (Dinkes Sumut, 2010). Pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan sebesar 17.459 kasus (82,57%) namun pada tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 15.414 kasus (72,29%) (Dinkes Sumut, 2014).

Kasus TB Paru di Kota Medan tahun 2013 secara klinis terjadi peningkatan dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar 21.079 kasus dengan 3.037 kasus TB Paru BTA (+), sedangkan pada tahun 2013 ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB Paru BTA (+) dimana seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163 orang (74,74%) serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu, dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB Paru BTA (+). Dari 1.729 penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 1.616 penderita (87,67%) diberikan pengobatan (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).

Dari data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2014, terdapat 11 Puskesmas yang mengalami kesembuhan di bawah 85% dari 39 Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan. Kesebelas puskesmas tersebut antaranya Puskesmas Desa Lalang dengan angka kesembuhan 59,52%, Puskesmas Sunggal dengan angka kesembuhan 73,53%, Puskesmas Simalingkar dengan angka kesembuhan 82,93%, Puskesmas Kedai Durian dengan angka kesembuhan 83,33%, Puskesmas Tegal Sari dengan angka kesembuhan 78,57%, Puskesmas Medan Denai dengan angka kesembuhan 78,72%, Puskesmas Bromo dengan angka kesembuhan 84%, Puskesmas Kota Matsum dengan angka kesembuhan


(6)

80,95%, Puskesmas Medan Area Selatan dengan angka kesembuhan 72,73%, Puskesmas Bestari dengan angka kesembuhan 76,92%, Puskesmas Rantang dengan angka kesembuhan 71,43%.

Adapun jumlah penderita TB Paru per Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di Kota Medan Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah Penderita TB Paru per wilayah Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di Kota Medan Tahun 2013

No. Puskesmas BTA (+) Diobati Kesembuhan %

1 Tuntungan 9 8 88,89

2 Simalingkar 41 34 82,93

3 Medan Johor 80 76 95

4 Kedai Durian 36 30 83,33

5 Amplas 69 68 98,55

6 Dea Binjei 26 26 100

7 Tegal Sari 28 22 78,57

8 Medan Denai 47 37 78,72

9 Bromo 25 21 84

10 Desa Lalang 42 25 59,52

11 Sunggal 34 25 73,53

12 Kota Matsum 21 17 80,95

13 Sukaramai 37 36 97,30

14 Medan Area Selatan 22 16 72,73

15 Teladan 143 143 100

16 Pasar Merah 43 43 100

17 Simpang Limun 43 42 97,67

18 Kampung Baru 52 50 96,15

19 Polonia 29 27 93,10

20 Padang Bulan 56 54 96,43

21 PB. Selayang 72 72 100

22 Helvetia 90 88 97,78

23 Bestari 13 10 76,92

24 Darussalam 30 30 100

25 Rantang 28 20 71,43

26 Glugur Kota 5 4 80

27 Pulo Brayan 3 3 100

28 Sei Agul 32 32 100

29 Glugur Darat 31 31 100

30 Sentosa Baru 66 66 100

31 Mandala 53 53 100


(7)

33 Medan Deli 82 78 95,12

34 Titi Papan 22 21 95,45

35 Medan Labuhan 5 4 80

36 Pekan Labuhan 33 30 90,91

37 Martubung 45 45 100

38 Terjun 64 62 96,88

39 Belawan 113 110 97,35

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2014

Data diatas menunjukkan bahwa angka kesembuhan penderita TB Paru terendah terdapat di Puskesmas Desa Lalang. Jumlah penderita TB Paru BTA (+) yang diobati di Puskesmas tersebut pada tahun 2014 sebanyak 42 penderita. Dari 42 penderita, jumlah penderita yang dinyatakan sembuh hanya 25 penderita (59,52%). Hal ini menunjukkan angka kesembuhan penderita TB belum mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Sedangkan angka penemuan kasus di Puskesmas Desa lalang pada tahun 2013 sekitar 92 kasus dengan BTA (+) sebesar 23 kasus (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).

Penelitian Simamora (2004), menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB adalah pengetahuan penderita tentang pengobatan TB, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak antara rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lainnya, Nukman (Permatasari, 2005), faktor yang memengaruhi keberhasilan TB paru adalah: a) faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontiniu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian obat yang adekuat, b) faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran dan tekad untuk sembuh, dan kebersihan diri, c) faktor keluarga dan lingkungan masyarakat.


(8)

Penelitian Hasibuan (2011), menunjukkan bahwa kepatuhan penderita, dukungan keluarga/PMO, dorongan petugas dan rasa tanggung jawab memiliki hubungan dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB paru. Penelitian Amiruddin (2006) menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang memengaruhi terjadinya kesembuhan dalam pengobatan penderita TB paru di Kota Ambon yakni Pengawas Minum Obat (PMO), kepatuhan berobat penderita TB paru dan efek samping obat.

Berdasarkan survei pendahuluan penulis di Puskesmas Desa Lalang dapat diketahui bahwa Puskesmas Desa Lalang merupakan kategori puskesmas satelit, artinya puskesmas tersebut tidak memiliki fasilitas laboratorium sendiri, dan hanya membuat sediaan apus dahak dan difiksasi saja, kemudian sampel dahak di kirim ke Puskesmas Helvetia sebagai Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM). Selain itu, petugas penyakit menular terutama bagian TB paru telah mendapatkan pelatihan penanggulangan TB paru dan telah menerapkan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS, namun angka penemuan suspek kasus TB paru masih kurang dan angka kesembuhan yang dicapai masih tidak sesuai target yang diharapkan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) juga selalu tersedia untuk pasien TB paru di puskesmas dan setiap penderita memiliki kartu identitas penderita agar penderita tidak mangkir ke tempat lain.

Diketahui juga dari pernyataan penderita TB yaitu kurangnya motivasi berobat baik motivasi yang berasal dari individu itu sendiri maupun dari luar dirinya. Salah satu penyebabnya adalah karena penderita merasa lelah dan bosan


(9)

dalam menjalani pengobatan serta kurangnya pengawasan dalam meminum obat TB paru sehingga penderita TB tidak tuntas dalam pengobatannya.

Untuk menanggulangi hal tersebut, maka program TB paru di prioritaskan terhadap peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk menuntaskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman Tuberkulosis di masyarakat dengan strategi DOTS atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari, terutama pada 2 atau 3 bulan pengobatan pertama.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu walaupun seluruh puskesmas di Wilayah Kota Medan telah melaksanakan program penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS, namun angka penemuan kasus masih rendah serta angka kesembuhan di Puskesmas Desa Lalang masih sangat rendah dan jauh dari capaian target yang telah di tetapkan oleh WHO.


(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru pada penderita dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai penanggulangan penyakit TB Paru.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Desa Lalang dalam melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB Paru.

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti lain, khususnya mengenai penanggulangan TB Paru.

4. Sebagai tambahan informasi dalam pengembangan kajian dan ilmu di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.


(1)

Jumlah kasus TB paru BTA (+) di Sumatera Utara pada tahun 2008, kasus TB paru sekitar 14.158 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 17.026 kasus pada tahun 2009 (Dinkes Sumut, 2010). Pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan sebesar 17.459 kasus (82,57%) namun pada tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 15.414 kasus (72,29%) (Dinkes Sumut, 2014).

Kasus TB Paru di Kota Medan tahun 2013 secara klinis terjadi peningkatan dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar 21.079 kasus dengan 3.037 kasus TB Paru BTA (+), sedangkan pada tahun 2013 ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB Paru BTA (+) dimana seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163 orang (74,74%) serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu, dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB Paru BTA (+). Dari 1.729 penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 1.616 penderita (87,67%) diberikan pengobatan (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).

Dari data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2014, terdapat 11 Puskesmas yang mengalami kesembuhan di bawah 85% dari 39 Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan. Kesebelas puskesmas tersebut antaranya Puskesmas Desa Lalang dengan angka kesembuhan 59,52%, Puskesmas Sunggal dengan angka kesembuhan 73,53%, Puskesmas Simalingkar dengan angka kesembuhan 82,93%, Puskesmas Kedai Durian dengan angka kesembuhan 83,33%, Puskesmas Tegal Sari dengan angka kesembuhan 78,57%, Puskesmas Medan Denai dengan angka kesembuhan 78,72%, Puskesmas Bromo dengan angka kesembuhan 84%, Puskesmas Kota Matsum dengan angka kesembuhan


(2)

80,95%, Puskesmas Medan Area Selatan dengan angka kesembuhan 72,73%, Puskesmas Bestari dengan angka kesembuhan 76,92%, Puskesmas Rantang dengan angka kesembuhan 71,43%.

Adapun jumlah penderita TB Paru per Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di Kota Medan Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah Penderita TB Paru per wilayah Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) di Kota Medan Tahun 2013

No. Puskesmas BTA (+) Diobati Kesembuhan %

1 Tuntungan 9 8 88,89

2 Simalingkar 41 34 82,93

3 Medan Johor 80 76 95

4 Kedai Durian 36 30 83,33

5 Amplas 69 68 98,55

6 Dea Binjei 26 26 100

7 Tegal Sari 28 22 78,57

8 Medan Denai 47 37 78,72

9 Bromo 25 21 84

10 Desa Lalang 42 25 59,52

11 Sunggal 34 25 73,53

12 Kota Matsum 21 17 80,95

13 Sukaramai 37 36 97,30

14 Medan Area Selatan 22 16 72,73

15 Teladan 143 143 100

16 Pasar Merah 43 43 100

17 Simpang Limun 43 42 97,67

18 Kampung Baru 52 50 96,15

19 Polonia 29 27 93,10

20 Padang Bulan 56 54 96,43

21 PB. Selayang 72 72 100

22 Helvetia 90 88 97,78

23 Bestari 13 10 76,92

24 Darussalam 30 30 100

25 Rantang 28 20 71,43

26 Glugur Kota 5 4 80

27 Pulo Brayan 3 3 100

28 Sei Agul 32 32 100

29 Glugur Darat 31 31 100

30 Sentosa Baru 66 66 100


(3)

33 Medan Deli 82 78 95,12

34 Titi Papan 22 21 95,45

35 Medan Labuhan 5 4 80

36 Pekan Labuhan 33 30 90,91

37 Martubung 45 45 100

38 Terjun 64 62 96,88

39 Belawan 113 110 97,35

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2014

Data diatas menunjukkan bahwa angka kesembuhan penderita TB Paru terendah terdapat di Puskesmas Desa Lalang. Jumlah penderita TB Paru BTA (+) yang diobati di Puskesmas tersebut pada tahun 2014 sebanyak 42 penderita. Dari 42 penderita, jumlah penderita yang dinyatakan sembuh hanya 25 penderita (59,52%). Hal ini menunjukkan angka kesembuhan penderita TB belum mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Sedangkan angka penemuan kasus di Puskesmas Desa lalang pada tahun 2013 sekitar 92 kasus dengan BTA (+) sebesar 23 kasus (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).

Penelitian Simamora (2004), menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB adalah pengetahuan penderita tentang pengobatan TB, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak antara rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lainnya, Nukman (Permatasari, 2005), faktor yang memengaruhi keberhasilan TB paru adalah: a) faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontiniu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian obat yang adekuat, b) faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran dan tekad untuk sembuh, dan kebersihan diri, c) faktor keluarga dan lingkungan masyarakat.


(4)

Penelitian Hasibuan (2011), menunjukkan bahwa kepatuhan penderita, dukungan keluarga/PMO, dorongan petugas dan rasa tanggung jawab memiliki hubungan dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB paru. Penelitian Amiruddin (2006) menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang memengaruhi terjadinya kesembuhan dalam pengobatan penderita TB paru di Kota Ambon yakni Pengawas Minum Obat (PMO), kepatuhan berobat penderita TB paru dan efek samping obat.

Berdasarkan survei pendahuluan penulis di Puskesmas Desa Lalang dapat diketahui bahwa Puskesmas Desa Lalang merupakan kategori puskesmas satelit, artinya puskesmas tersebut tidak memiliki fasilitas laboratorium sendiri, dan hanya membuat sediaan apus dahak dan difiksasi saja, kemudian sampel dahak di kirim ke Puskesmas Helvetia sebagai Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM). Selain itu, petugas penyakit menular terutama bagian TB paru telah mendapatkan pelatihan penanggulangan TB paru dan telah menerapkan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS, namun angka penemuan suspek kasus TB paru masih kurang dan angka kesembuhan yang dicapai masih tidak sesuai target yang diharapkan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) juga selalu tersedia untuk pasien TB paru di puskesmas dan setiap penderita memiliki kartu identitas penderita agar penderita tidak mangkir ke tempat lain.

Diketahui juga dari pernyataan penderita TB yaitu kurangnya motivasi berobat baik motivasi yang berasal dari individu itu sendiri maupun dari luar dirinya. Salah satu penyebabnya adalah karena penderita merasa lelah dan bosan


(5)

dalam menjalani pengobatan serta kurangnya pengawasan dalam meminum obat TB paru sehingga penderita TB tidak tuntas dalam pengobatannya.

Untuk menanggulangi hal tersebut, maka program TB paru di prioritaskan terhadap peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk menuntaskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman Tuberkulosis di masyarakat dengan strategi DOTS atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari, terutama pada 2 atau 3 bulan pengobatan pertama.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu walaupun seluruh puskesmas di Wilayah Kota Medan telah melaksanakan program penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS, namun angka penemuan kasus masih rendah serta angka kesembuhan di Puskesmas Desa Lalang masih sangat rendah dan jauh dari capaian target yang telah di tetapkan oleh WHO.


(6)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru pada penderita dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai penanggulangan penyakit TB Paru.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Desa Lalang dalam melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB Paru.

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti lain, khususnya mengenai penanggulangan TB Paru.

4. Sebagai tambahan informasi dalam pengembangan kajian dan ilmu di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.