Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015

(1)

ANALISIS PENATALAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS MULTI DRUGS RESISTEN (TB-MDR)

DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH:

SYAIDHATUL FITRI NIM. 111000015

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS PENATALAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS MULTI DRUGS RESISTEN (TB-MDR)

DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

SYAIDHATUL FITRI NIM. 111000015

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahw skripsi yang berjudul “ANALISIS

PENATALAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN

TUBERKULOSIS MULTI DRUGS RESISTEN (TB-MDR) DI

PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015” beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidal melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2015 Yang membuat pernyataan


(4)

ANALISIS PENATALAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS MULTI DRUGS RESISTEN (TB-MDR)

DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015

Yang disiapkan dan dipertahankan oleh: SYAIDHATUL FITRI

NIM. 111000015

Disahkan oleh: Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Juanita,SE, M.Kes dr. Fauzi,SKM

Nip.19621223 199103 2 002 Nip.140052649

Medan, 22 Oktober 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S Nip.19610831 198903 1 001


(5)

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu dilaksanakan program penanggulangan secara berkesinambungan. Namun dengan berkembangnya zaman dan munculnya permasalahan lain yang terkait dengan TB di Indonesia pada saat ini yaitu meningkatnya kasus TB-MDR (Multi Drugs Resisten). Penanggulangan TB-MDR diakukan dengan menggunakann Strategi “DOTs PLUS” dengan pendekatan program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO). Puskesmas Helvetia merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melakukan progrm penanggulangan TB-MDR di Kota Medan. Pasien TB-MDR yang terdata sejak tahun 2010-2015 sebanyak 8 orang yang diantaranya 2 orang meninggal, 3 orang hilang (mangkir) dan 3 orang masih dalam menjalankan pengobatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancaraa mendalam dan observasi terhadap 9 informan yang terdiri dari Staf Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Helvetia, Petugas TB, 3 orang penderita TB-MDR, dan 3 orang PMO. Analisaa data dengan metode Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia belum terlaksana secara maksimal. Hal ini dilihat dari kualitas petugas dalam penemuan kasus yang dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien yang datang ke puskesmas, kurangnya tersedia sarana dan prasarana yang mendukung, tidak adanya pemantauan hasil pengobatan yang diberikan, serta tidak adanya penyuluhan yang diberikan oleh petugas TB kepada pasien, PMO, dan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar menyediakan alokasi dana dan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, kepada petugas TB agar lebih aktif daam penemuan kasus, memberikan penyuluhan dan melakukan pemantauan hasil pengobatan kepada pasien TB-MDR, PMO, dan masyarakat.


(6)

ABSTRACK

Tuberculosis is a contagious disease as a main health issue aand one of causal factor of mortality. Therefore it need a treatment program sustainably. By the age development and the raise of other problem related to the tuberculosis in Indonesia, i.e. the increasing of TB-MDR (Tuberculosis - Multi Drugs Resistance), the treatment of TB-MDR is by using DOTs PLUS strategy by approach of Control Integrated Management of Tuberculosis Multi Drugs Resistance (MTPTRO). Puskesmas Helvetia is one of health facility in primary level in treatment program of MDR in Medan. The number of patient with TB-MDR in 2010-2015 is 8 patients and 2 of them were dead, 3 were lost, and 3 patient still in treatment.

This research was qualitative study aims to study clearly and in depth about the implementation of treatment program of TB-MDR in Puskesmas Helvetia. The method of data collecting is a depth interview and observation to 9 informant that consist of Staff of Health Seevice of Medan, Head of Puskesmas Helvetia, Tuberulosis unit staff, 3 patients with TB-MDR and 3 PMO. The data was analyzed by Miles and Huberman method.

The results of research indicated thet the implementation of treatment program of TB-MDR in Puskesmas Helvetia has not yet maimally. Thi is indicated by the quality of staff in find the case pasively who wait the patient visit the Puskesmas, the lack of facilities and infrastructure, there is not observation of the result of treatment and there is not health extention to the patient with TB, also to the PMO and society.

Based on the result oof research, it hope that the Health Office of Medan supplies fund allocation and to increase the performance of health staff, and the staff of TB must find the case actively and provide the patient with TB-MDR, PMO,and society with health extension.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syaidhatul Fitri

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru / 27 Maret 1993

Agama : Islam

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. H. Imam Munandar No.216 Kel. Tangkerang Selatan Kec. Bukit Raya Pekanbaru Riau

Nama Ayah : Afrino Anthon (alm) Suku Bangsa Ayah : Minang

Nama Ibu : Elvi Rampengan

Suka Bangsa Ibu : Jawa Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 057 Bukit Raya Pekanbaru 2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 10 Pekanbaru

3. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 10 Pekanbaru

4. Tahun 2011-2015 : Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S-1) peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara da memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dukungan, saran dan kritik dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materil. Oleh Karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Penguji I, yang telah memberikan kritik, saran, masukan dan penghargaan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Juanita S.E., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan, dukungan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

4. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberi bimbingan, pengarahan, masukan , dukungan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran, masukan, dan penghargaan untuk kesempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing

Akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf FKM-USU terutama Departemen AKK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan wawasan kepada penulis selama proses perkuliahan.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Diana Harahap, SKM selaku Staf Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah membantu penulis dalam melakuan penelitian.

10.Bapak dr. Zulheri selaku Kepala Puskesmas, ibu Siti Nurjayani Siagian,S.Kep selaku pegawai Tata Usaha dan ibu N.Daysi Pane,S.Kep,Ns selaku petugas TB di Puskesmas Helvetia Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

11.Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Almarhum Papa Afrino Anthon dan Mama tercinta Elvi Rampengan yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat,motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini.


(10)

12.Ketiga saudara yang sangat penulis sayangi, Dewi Lestari Amd, Ocva Revianthy Amd.Keb, dan Rama Hidayat Putra, yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta dukungan kepada penulis.

13.Carvani Ardi, S.Pd yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Sahabat-sahabat terdekat penulis yang selalu senantiasa ada selama ini Eka Aryani Afifah, Revina Syah Dewi Pratiwi, Alfenny S Yombo, Riri Oktiviolien, Ivory Inderani, Putri Wella Suresty, Wilda Zulihartika, Legia Asrina, Shofia Khairani Nasution yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

15.Teman-teman seperjuangan di FKM USU stambuk 2011 terkhususnya Departemen AKK 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

16.Semua pihak yang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2015


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRAC ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tuberkulosis (TB) ... 10

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis (TB) ... 10

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis (TB) ... 10

2.1.3 Penularan Tuberkulosis (TB) ... 11

2.1.4 Manifesti Klinis ... 11

2.1.5 Penemuan Kasus Tuberkulosis (TB)... 12

2.1.6 Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis ... 13

2.1.7 Diagnosa Tuberkulosis (TB) ... 14

2.1.8 Pengobatan Tuberkulosis (TB) ... 14

2.2 Multi Drugs Resisten TB (TB-MDR) ... 15

2.2.1 Pengertian Multi Drugs Resisten TB (TB-MDR) ... 15

2.2.2 Penyebab Multi Drugs Resisten TB (TB-MDR) ... 16

2.2.3 Suspek TB-MDR ... 17

2.2.4 Kriteria Suspek Pasien TB-MDR ... 18


(12)

2.2.6 Pengobatan TB-MDR ... 19

2.3 Jejaring Penatalaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR ... 21

2.4 Penatalaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR ... 24

2.4.1 Penemuan Kasus TB-MDR ... 24

2.4.2 Penegakan Diagnosis TB-MDR ... 26

2.4.3 Mekanisme Rujukan Pasien Terduga TB-MDR ... 29

2.4.4 Pengobatan TB-MDR ... 30

2.4.5 Pemantauan dan Evaluasi Hasil Pengobatan ... 36

2.5 Strategi DOTs Plus ... 40

2.6 Puskesmas ... 41

2.6.1 Pengertian Puskesmas ... 41

2.6.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas ... 42

2.6.3 Tugas Fungsi dan Wewenang Puskesmas ... 43

2.6.4 Puskesmas dalam Program Penanggulangan TB ... 45

2.6.5 Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 45

2.7 Kerangka Pikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Jenis Penelitian ... 49

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.3 Informan Penelitian ... 50

3.4 Metode Pengambilan Data ... 50

3.5 Triangulasi ... 51

3.6 Teknik Analisa Data ... 51

3.7 Instrumen Pengumpulan Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 52

4.1.1 Letak Geografis ... 52

4.1.2 Demografis ... 53

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan ... 53

4.2 Karakteristik Informan ... 55

4.3 Wawancara Informan Tentang Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia Tahun 2015 ... 56

4.3.1 Pernyataan Informan tentang Komitmen dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR ... 56

4.3.2 Pernyataan Informan tentang Kerjasama dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 57 4.3.3 Pernyataan Informan tentang Jumlah dan Pekerjaan Petugas


(13)

4.3.4 Pernyataan Informan tentang Pelatihan Petugas dalam Pelaksanaan Program penanggulangan TB-MDR di

Puskesmas Helvetia ... 59

4.3.5 Pernyataan Informan tentang Pelayanan yang Dilakukan oleh Petugas Kesehatan dalam Penanganan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 60

4.3.6 Pernyataan Informan tentang Penyuluhan Progam Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia... 60

4.3.7 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana yang diperlukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 61

4.3.8 Pernyataan Informan tentang Alur Pemeriksaan Penderita TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 63

4.3.9 Pernyataan Informan tentang Diagnosa TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 65

4.3.10 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB-MDR dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) TB-MDR yang Diawasi oleh PMO di Puskesmas Helvetia ... 66

4.3.11 Pernyataan Informan tentang Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) di Puskesmas Helvetia ... 67

4.3.12 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di Puskesmas Helvetia ... 68

4.3.13 Pernyataan Informan tentang Hambatan dalam Penanggulangan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 69

4.3.14 Pernyataan Informan tentang Pemantauan Hasil Pengobatan Pada Pasien TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 70

4.4 Rangkuman Hasil Wawancara Informan Tentang Penatalaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia Tahun 2015 ... 70

BAB V PEMBAHASAN ... 73

5.1 Masukan ( Input ) ... 73

5.1.1 Pasien TB-MDR ... 73

5.1.2 Tenaga Kesehatan ... 74

5.1.3 PMO TB-MDR ... 75

5.1.4 Ketersediaan OAT, Sarana dan Prasarana ... 77

5.2 Proses ( Procces ) ... 80

5.2.1 Penegakan Diagnosis TB-MDR... 80


(14)

5.2.4 KIE TB-MDR ... 87

5.3 Keluaran ( Output ) ... 89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1 Kesimpulan ... 90

6.2 Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN Pedoman Wawancara

Surat Izin Permohonan Penelitian dari FKM USU Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fungsi Setiap Institusi yang Terkait Pada Jejaring Eksternal

Pelayanan Manajemen Terpadu Pengendalian TB-MDR ... 23

Tabel 2.2 Kriteria Untuk Penetapan Pasien TB-MDR yang Akan Diobati ... 33

Tabel 2.3 Pengelompokan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) TB-MDR ... 34

Tabel 2.4 Perhitungan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) TB-MDR ... 35

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kec. Medan Helvetia Tahun 2014 ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Tahun 2014 ... 54

Tabel 4.3 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Tahun 2014 ... 54

Tabel 4.4 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Helvetia Tahun 2014 ... 54

Tabel 4.5 Karakteristik Informan ... 55

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Komitmen dalam Pelaksanaan Program penanggulangan TB-MDR ... 56

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama dalam Pelaksanaan Program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 57

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Jumlah dan Pekerjaan Petugas TB yang Menangani TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 58

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan Petugas dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 59

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelayanan yang Dilakukan oleh Petugas Kesehatan dalam Penanganan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 60

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Penyuluhan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 60

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana yang diperlukan dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 61

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Alur Pemeriksaan Penderita TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 63

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Diagnosa TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 65

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB-MDR dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) TB-MDR yang Diawasi oleh PMO di Puskesmas Helvetia ... 66

Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan tentang Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) di Puskesmas Helvetia ... 67

Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di Puskesmas Helvetia ... 68

Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan tentang Hambatan dalam Penanggulangan Program TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 69


(16)

Tabel 4.19 Matriks Pernyataan Informan tentang Pemantauan Hasil Pengobatan Pada Pasien TB-MDR di Puskesmas Helvetia ... 70 Tabel 4.20 Matriks Rangkuman Hasil Wawancara Informan Tentang


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengorganisasian TAK di Fasyankes Rujukan TB-MDR ... 22 Gambar 2.2 Jejaring Eksternal Pelayanan Manajemen Terpadu Pengendalian

TB-MDR... 23 Gambar 2.3 Alur Diagnosis TB Resisten Obat ... 28 Gambar 2.4 Mekanisme Alur Rujukan Pasien Terduga TB-MDR dari

Fasyankes ke Fasyankes Rujukan ... 30 Gambar 2.6 Kerangka Pikir ... 46


(18)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari TAK : Tim Ahli Klinis BTA : Basil Tahan Asam Depkes : Departemen Kesehatan

DOTS : Directly Observerd Treatment Shortcourse DOTs : Directly Observed Treatment Strategy Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kemenkes : Kementrian Kesehatan Kepmenkes : Keputusan Mentri Kesehatan KIE : Komunikasi Informasi Edukasi OAT : Obat Anti Tuberkulosis

Permenkes : Peraturan Mentri Kesehatan PMO : Pengawas Menelan Obat Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

TB : Tuberkulosis

TB-MDR : Tuberkulosis Multi Drugs Resisten/ Multi Drugs Resisten Tuberkulosis


(19)

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu dilaksanakan program penanggulangan secara berkesinambungan. Namun dengan berkembangnya zaman dan munculnya permasalahan lain yang terkait dengan TB di Indonesia pada saat ini yaitu meningkatnya kasus TB-MDR (Multi Drugs Resisten). Penanggulangan TB-MDR diakukan dengan menggunakann Strategi “DOTs PLUS” dengan pendekatan program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO). Puskesmas Helvetia merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melakukan progrm penanggulangan TB-MDR di Kota Medan. Pasien TB-MDR yang terdata sejak tahun 2010-2015 sebanyak 8 orang yang diantaranya 2 orang meninggal, 3 orang hilang (mangkir) dan 3 orang masih dalam menjalankan pengobatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancaraa mendalam dan observasi terhadap 9 informan yang terdiri dari Staf Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Helvetia, Petugas TB, 3 orang penderita TB-MDR, dan 3 orang PMO. Analisaa data dengan metode Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia belum terlaksana secara maksimal. Hal ini dilihat dari kualitas petugas dalam penemuan kasus yang dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien yang datang ke puskesmas, kurangnya tersedia sarana dan prasarana yang mendukung, tidak adanya pemantauan hasil pengobatan yang diberikan, serta tidak adanya penyuluhan yang diberikan oleh petugas TB kepada pasien, PMO, dan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar menyediakan alokasi dana dan meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, kepada petugas TB agar lebih aktif daam penemuan kasus, memberikan penyuluhan dan melakukan pemantauan hasil pengobatan kepada pasien TB-MDR, PMO, dan masyarakat.


(20)

ABSTRACK

Tuberculosis is a contagious disease as a main health issue aand one of causal factor of mortality. Therefore it need a treatment program sustainably. By the age development and the raise of other problem related to the tuberculosis in Indonesia, i.e. the increasing of TB-MDR (Tuberculosis - Multi Drugs Resistance), the treatment of TB-MDR is by using DOTs PLUS strategy by approach of Control Integrated Management of Tuberculosis Multi Drugs Resistance (MTPTRO). Puskesmas Helvetia is one of health facility in primary level in treatment program of MDR in Medan. The number of patient with TB-MDR in 2010-2015 is 8 patients and 2 of them were dead, 3 were lost, and 3 patient still in treatment.

This research was qualitative study aims to study clearly and in depth about the implementation of treatment program of TB-MDR in Puskesmas Helvetia. The method of data collecting is a depth interview and observation to 9 informant that consist of Staff of Health Seevice of Medan, Head of Puskesmas Helvetia, Tuberulosis unit staff, 3 patients with TB-MDR and 3 PMO. The data was analyzed by Miles and Huberman method.

The results of research indicated thet the implementation of treatment program of TB-MDR in Puskesmas Helvetia has not yet maimally. Thi is indicated by the quality of staff in find the case pasively who wait the patient visit the Puskesmas, the lack of facilities and infrastructure, there is not observation of the result of treatment and there is not health extention to the patient with TB, also to the PMO and society.

Based on the result oof research, it hope that the Health Office of Medan supplies fund allocation and to increase the performance of health staff, and the staff of TB must find the case actively and provide the patient with TB-MDR, PMO,and society with health extension.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, sangat membahayakan dan menjadi salah satu penyebab kematian, sehingga perlu dilaksanakan program penanggulangan secara berkesinambungan (Kepmenkes RI No. 364 tahun 2009). Penularan kuman Tuberkulosis (TB) melalui perantara udara yang berasal dari droplet batuk ataupun bersin penderita yang mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan Tuberkulosis (TB) yang sangat cepat menjadikan TB menjadi salah satu masalah global yang perlu diperhatikan. Pada tahun 1993 Organisasi Kesehatan Dunia WHO telah menetapkan TB merupakan salah satu penyakit kegawatdarurat dunia yang harus segera ditangani (Kemenkes,2012).

Dalam upaya penanggulan kasus TB , pemerintah telah membuat strategi dan program dalam menangani kasus TB yang penyebarannya semakin meningkat. Salah satunya adalah dengan menggunakan strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse ). Namun dengan berkembangnya zaman dan munculnya permasalahan lain yang terkait dengan TB di Indonesia pada saat ini yaitu meningkatnya kasus TB-MDR (Multi Drugs Resisten) (Depkes,2008).

TB-MDR adalah resistensinya kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang terdiri dari isoniazid dan rifampisin (Depkes, 2010). TB-MDR merupakan penyakit yang telah mengalami resisten


(22)

terhadap isoniazid (INH) dan rifampisin dengan atau tanpa OAT lainnya berdasarkan pemeriksaan laboratorium yang terstandar. TB-MDR dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer adalah resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapatkan OAT sebelumnya, sedangkan resistensi sekunder adalah resistensi yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitif obat (Syahrini,2008).

TB-MDR merupakan masalah terbesar dalam pencegahan dan penanggulangan masalah TB di dunia. TB-MDR merupakan suatu fenomena buatan manusia akibat pengobatan pasien TB yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat diakibatkan oleh regimen, dosis, cara pemakaian yang tidak benar, kepatuhan dan ketidakteraturan pasien dalam minum obat, serta ketersediaan dan kualitas obat (Burhan,2010).

WHO memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab kematian kedua yang diakibatkan oleh infeksi. Berdasarkan data WHO pada tahun 2013 terdapat sebanyak 9 juta penderita TB dan terdapat sebanyak 1.5 juta orang meninggal akibat TB (WHO,2013). Laporan WHO tahun 2013 terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana sebanyak 1,1 juta orang atau sekitar 13% diantaranya adalah penderita TB dengan HIV positif (Kemenkes,2014).

Indonesia menduduki peringkat kelima terbesar dari negara dengan kasus TB setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria, hal ini terbukti pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru TB sebanyak 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013,


(23)

prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk indonesia, sehingga rata-rata tiap 100.000 penduduk terdapat 400 orang yang terdiagnosis TB paru (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013).

Sedangkan untuk TB-MDR berdasarkan laporan WHO pada tahun 2011 telah terjadi kasus TB MDR sebanyak 500.000 kasus dengan angka kematian sekitar 150.000 kasus dan baru sekitar 15% yang dapat ditemukan dan di obati(Kemenkes,2013). WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun (Kemenkes,2013). Di negara berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2%. TB- MDR rendah pada kasus baru (1-2%), tetapi meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya (15%) (WHO,2014). Sedangkan pada tahun 2013 berdasarkan hasil survelen TB terdapat sebanyak 460.000 orang termasuk penderita TB MDR dan sebanyak 210.000 orang yang meninggal dunia (WHO,2014). Dan terdapat sebanyak 27 negara yang termasuk “high burden countries for TB MDR”yang mempresentasikan sekitar 85% beban TB MDR dunia (WHO,2011). Indonesia berada di peringkat delapan dari 27 negara “high burden countries for TB MDR” di dunia. Sementara berdasarkan laporan WHO pada tahun 2013 terdapat sebanyak 6.800 kasus TB-MDR di Indonesia dengan proporsi TB-TB-MDR terbanyak terjadi pada pasien pengobatan ulang atau dengan kata lain pernah menjalankan pengobatan yaitu sebanyak 12 % dan sedikit pada kasus baru yaitu sebanyak 2% (Kemenkes,2014).

Di wilayah Sumatera Utara diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat jumlah penderita TB sebanyak 21.322 jiwa dengan penemuan kasus BTA(+) sebanyak 15.414 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013). Jumlah penderita TB yang ditemukan pada tahun 2013 mengalami peningkatan


(24)

bila dibandingakan pada tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 19.879 orang penderita TB (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012) Sementara untuk di Kota Medan terdapat sebanyak 26.330 jiwa penderita TB dengan penemuan kasus BTA(+) sebanyak 2.570 kasus, dengan angka kesembuhan sebesar 79,03% dari 2.894 kasus BTA(+) yang telah diobati (Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013).

Sementara di Sumatra Utara terdapat kasus TB MDR pada pasien baru sbanyak 2,07% serta sebanyak 16,3% ditemui pada pasien yang pernah diobati. Dan untuk di Kota Medan sendiri terdapat sebanyak 42 kasus TB-MDR pada tahun 2014 yang terdata (Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013).

Dalam penanggulangan TB-MDR diakukan dengan menggunakann Strategi “DOTs PLUS” dengan arti “S” adalah strategi bukan Short course theraphy sedangkan “Plus” adalah menggunakan OAT lini kedua dan melakukan kontrol infeksi. Dimana seluruh komponen yang terdapat pada strategi DOTs Plus lebih ditekankan pada penatalaksanaan dengan pendekatan program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) yang digunakan sebagai acuan tenaga kesehatan atau pelaksana program dalam penyelenggaraan pengendalian TB Resisten Obat (Permenkes RI No.13 tahun 2013).

Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) merupakan suatu upaya tatalaksana pasien TB resisten obat yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2009 dengan suatu kegiatan uji pendahuluan di dua kota yaitu Jakarta Timur dan Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari sistem manajemen yang tepat untuk digunakan dalam pelaksanaan manajemen penatalaksanaan pasien TB-MDR khususnya di Indonesia, termasuk


(25)

untuk menilai jejaring internal dan eksternal, aspek manejemen klinis,serta pelaksanaan program yang terkait (Kemenkes,2013).

Puskesmas Helvetia merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Medan Helvetia yang menyediakan program pengobatan TB-MDR di Kota Medan. Berdasarkan survei awal dan wawancara dengan penanggung jawab program penanggulangan TB di Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia bahwa program penanggulangan TB-MDR dilakukan dengan menggunakan DOTs Plus dengan menekakan pendekatan Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat (MTPTRO). Puskesmas Helvetia memiliki 1 orang petugas program TB paru dan 1 orang dokter umum dan terdapat pasien TB-MDR yang terdata sejak tahun 2010-2015 sebanyak 8 orang yang diantaranya 2 orang meninggal, 3 orang hilang(tidak datang lagi untuk pengobatan) dan 3 orang masih dalam menjalankan pengobatan. Selain menjalankan program penanggulan TB-MDR, puskesmas ini juga telah menjalankan program DOTS dalam penanggulangan TB dengan jumlah pasien TB sebanyak 117 orang tercatat sejak 1 januari 2015 hingga Agustus 2015.

Dalam pelaksanaan program penanggulangan TB-MDR Puskesmas Helvetia memberikan pengobatan kepada penderita TB-MDR yang datang untuk berobat, baik itu pasien yang menjalankan pengobatan dari tahap awal dan di diagnosa positif TB kemudian menjadi TB-MDR di puskesmas maupun yang telah didiagnosa di fasilitas kesehatan lainnya seperti dokter spesialis ataupun lainnya yang kemudian di rujuk ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan TB-MDR. Selain memberikan pengobatan pada penderita TB-MDR puskesmas juga melaksanakan kegiatan penemuan kasus, pemeriksaan BTA positif,


(26)

pemantauan, serta penyuluhan KIE. Alur Diagnosis TB-MDR untuk pemeriksaan tahap awal pada pasien TB yang terduga positif TB-MDR yaitu dengan melakukan uji spesifik sputum dahak penderita, kemudian diberikan obat untuk menguji resisten riwayat obat sebelumnya selama dua minggu setelah itu di periksa kembali, jika positif selanjutnya dilakukan fototorak dan bila hasil positif barulah penderita ataupun regimen di rujuk ke laboratorium rujukan guna mengetahui positif TB-MDR dan kemudian hasil diagnosa diumpanbalik ke puskesmas agar diberikan pengobatan sesuai dengan hasil diagnosis.

Pelaksanaan program tersebut belum optimal karena masih dijumpainya kendala seperti petugas TB paru hanya menunggu penderita datang ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan dan diagnosis, dan kurangnya komunikasi, informasi dan edukasi kepada penderita, hal ini kemungkinan terjadi karena petugas TB paru kurang memahami prosedur pelaksanaan program pengendalian TB-MDR baik itu dari penemuan kasus dan diagnosa.

Menurut Penelitian Syahrini (2008), faktor yang menyebabkan timbulnya resistensi obat anti tuberkulosis (TB-MDR) adalah pengobatan TB sebelumnya yang tidak adekuat, kesalahan penegakan diagnosa dan mutasi baru dalam pertumbuhan populasi basil disebabkan oleh mutasi genetik yang menimbulkan resistensi.

Penelitian Tirtana (2011) tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB Resisten Obat di wilayah Jawa Tengah menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB resisten obat meliputi keteraturan berobat, lama pengobatan,serta karakteristik pasien TB resisten obat yang terdiri dari pekerjaan,pendapatan,prilaku, dan status gizi.


(27)

Penanggulangan dan Pengobatan TB-MDR perlu ditangani secara cepat, karena TB merupakan penyakit infeksi yang penularannya sangat cepat. Sehingga jika diperlukannya penanganan kasus secara cepat dan tepat guna untuk mengurangi timbulnya penularan pada penderita baru. Selain itu dalam pengobatan TB-MDR membutuhkan pengobatan yang mahal biila dibandingkan pengobatan TB bukan MDR dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Namun jika TB-MDR tidak diobati maka secara tidak langsung dapat mempengaruhi semakin tingginya kasus TB dan kasus perekonomian dikarenakan jumlah biaya untuk pengobatan yang dikeluarkan cukup besar.

Berdasarkan masalah tersebut mendorong peneliti untuk meneliti bagaimana proses penatalaksanaan program Penanggulangan TB-MDR dengan Strategi DOTs PLUS yang menggunakan pendekatan Program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) yang meliputi penegakan diagnosis, pengobatan, KIE dari petugas hingga pencatatan dan evaluasi program yang dilakukan kepada pasien TB-MDR dalam upaya pengobatan dan penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Proses penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR dengan menggunakan Strategi DOTs PLUS dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Program Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015?


(28)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR dengan menggunakan Strategi DOTs PLUS dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Program Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi terkait permasalahan penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR.

2. Sebagai informasi dan materi yang dapat dikembangkan dalam penelitian bidang kesehatan terutama mengenai TB dalam penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan masukan kepada institusi kesehatan terutama dinas kesehatan dan Puskesmas Helvetia dalam upaya penanggulangan TB-MDR.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk melalui udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Sebagian besar kuman tersebut menyerang paru-paru tetapi dapat menyerang organ lainnya di dalam tubuh. TB paru pada manusia dapat dijumpai dalam dua bentuk yaitu:

1. Tuberkulosis primer yaitu bila penyakit TB terjadi pada infeksi pertama kali. 2. Tuberkulosis pasca primer yaitu bila penyakit TB timbul setelah beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Pada bentuk ini sering ditemukan karena penderita merupakan sumber penularan dikarenakan dalam dahak penderita terdapat kuman Mycobacterium tuberculosis (Notoatmodjo,2011).

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan langsung oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar menyerang paru-paru namun dapat menyerang organ tubuh lainnya (Kemenkes,2014).

Kuman Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batang (basil) dan memiliki sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada saat pewarnaan sehingga disebut dengan Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini dapat mati jika mendapat paparan langsung sinar ultraviolet dalam waktu beberapa menit dan dapat bertahan pada tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat


(30)

tertidur/tidak berkembang selama beberapa tahun yang disebut dormant (Kemenkes,2014).

2.1.3 Penularan Tuberkulosis (TB)

Sumber penularan Tuberkulosis adalah pasien TB BTA positif melalui percikan dahak (droplet) pada saat batuk atau bersin sehingga menyebarkan kuman ke udara. Sekali batuk/bersin dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (droplet). Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara beberapa jam pada suhu kamar. Infeksi terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung droplet dan masuk kedalam saluran pernapasan yang selanjutnya akan menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya. (Kemenkes,2014).

Kuman Mycobacterium tuberculosis pada penderita TB paru dengan sediaan dahak BTA positif (sangat infeksius) dapat terlihat langsung dengan menggunakan mikroskop, sedangkan pada penderita dengan BTA negatif (sangat kurang menular) kuman tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop (Notoatmodjo,2011).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada penyakit Tuberkulosis ini sangat bervariasi pada masing-masing penderita, mulai dari tanpa gejala hingga gejala akut dan hanya beberapa bulan setelah diketahui sehat hingga beberapa tahun tidak ada hubungan antara lama sakit dan luasnya penyakit.

Tanda-tanda dan gejala pada penderita TB paru meliputi:


(31)

b. Akut meliputi: demam tinggi, flu, menggigil, demam akut, sesak nafas.

c. Respiratorik meliputi: batuk-batuk lebih dari 2 minggu, riak yang mukoid, nyeri dada, batuk darah, sesak napas, nyeri kepala, kaku kuduk dan lain-lain (Notoadmodjo,2011).

2.1.5 Penemuan Kasus Tuberkulosis (TB)

Penemuan penderita tuberkulosis didasarkan pada gejala umum yaitu, batuk terus menerus dan berdahak kurang lebih 3 minggu, batuk darah,sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam, demam meriang lebih dari sebulan. Setiap orang yang datang ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) dengan gejala yang tersebut di atas, dapat dianggap sebagai suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis secara langsung (Depkes,2008).

Penemuan penderita TB paru secara pasif yaitu penjaringan tersangka TB yang hanya dilaksanakan pada orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan. Sementara itu penemuan penderita TB paru secara aktif yaitu penjaringan tersangka TB paru dilakukan dengan mengunjungi rumah yang dianggap sebagai tersangka TB paru. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:

a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien HIV, malnutrisi, dan diabetes melitus.

b. Kelompok yang rentan dan beresiko tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga permasyarakatan, mereka yang berdomisili di tempat kumuh, tempat pengungsian.


(32)

d. Keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka dengan TB BTA positif (Kemenkes,2014).

2.1.6 Pemeriksaan Dahak Secara Mikroskopis

Dalam diagnosis TB paru dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat spesifik dan cukup sensitif, serta paling efisisen, mudah dan murah, karena hampir semua laboratorium dapat melaksanakannya. Adapun tujuan pemeriksaan dahak yaitu: sebagai penegakan diagnosis dan menentukan klasifikasi, menilai kemajuan pengobatan dan menentukan tingkat penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga conth uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)

a. S (Sewaktu): dahak yang dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, suspek membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b. P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan kepada petugas di fasyankes. c. S (Sewaktu): dahak yang dikumpulkan di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi (Kemenkes,2014). 2.1.7 Diagnosis Tuberkulosis (TB)

Diagnosis TB paru dapat di tegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis, dan hasil pemeriksaaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positf. Apabila hanya satu spesimen yang positif maka perlu dilakukan pemeriksaan lebh lanjut yaitu


(33)

melakukan fototoraks, bila hasil rontgen mendukung TB maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif, namun jika hasil rontgen tidak mendukung maka dilakukan pemeriksaan dahak ulang.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka perlu diberikan antibiotik (Kotrimoksasol atau Amoksilin) selama 1-2 minggu, jika tidak ada perubahan namun gejala klinis TB tetap mencurigakan maka pemeriksaan dahak SPS diulang. Jika hasil pemeriksaan SPS positif maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif, jika hasil SPS negatif dilakukan fototoraks untuk mendukung diagnosis, jika hasil rontgen mendukung TB maka didiagnosis penderita TB BTA rontgen positif namun jika rontgen tidak mendukung berarti bukan penderita TB (Kemenkes,2014).

2.1.8 Pengobatan Tuberkulosis (TB)

Dalam pengobatan Tuberkulosis (TB) terdapat dua tahapan meliputi pengobatan tahap awal dan pengobatan tahap lanjutan, dimana maksut dari tahap awal dan tahap lanjutan pengobatan yaitu:

a. Tahap awal yaitu pengobatan yang diberikan kepada penderita setiap hari dengan syarat penderita harus makan obat tiap hari selama 2 bulan. Pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisis pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin telah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.

b. Tahap lanjutan yaitu pengobatan yang diberikan setelah pengobatan tahap awal dengan syarat penderita harus minum obat sejak bulan ketiga sampai bulan keenam dengan cara minum obat berjarak satu hari. Pada pengobatan


(34)

tahap lanjutan ini merupakan tahap penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh (Kemenkes,2014).

2.2 Multi Drugs Resisten Tuberkulosis (TB-MDR)

2.2.1 Pengertian Multi Drugs Resisten Tuberkulosis (TB-MDR)

Resistensi ganda adalah kuman basil Mycobacterium tuberculosis yang tahan atau resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) (Depkes,2008). Multi Drugs Resisten TB (TB-MDR) is caused by bacteria that are resistant to at least isoniazid andrifampicin, the most effective anti-TB drugs(WHO,2013). Resisten nya kuman TB dikarenakan penderita TB tidak menjalankan pengobatan yang lengkap.

Resisten kuman TB terdiri dari dua bagian yaitu: a. Resistensi Primer

Resistensi ini terjadi apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapatkan pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau telah mendapatkan pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.

b. Resistensi Sekunder

Resistensi sekunder atau initial ini terjadi apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien telah memiliki riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah resisten.

2.2.2 Penyebab Multi Drugs Resisten TB (TB-MDR)

TB-MDR disebabkan karena tejadinya kegagalan dalam pengobatan TB. Kegagalan pengobatan ini dapat merugikan penderita (pasien) seperti kematian. Tidak hanya kematian, masalah TB-MDR ini merupakan masalah yang serius yang perlu diperhatikan karena TB-MDR dapat menular di dalam suatu komunitas


(35)

atau masyarakat. Semakin banyaknya orang yang terkena TB-MDR akan menimbulkan XDR- TB yang pengobatannya lebih lama dibandingkan TB-MDR serta membutuhkan biaya yang lebih besar.

Menurut WHO(2008) faktor penyebab terjadinya resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis, meliputi :

a. Faktor Mikrobiologik

Secara genetik basil mengalami resisten terhadap jenis obat yang diberikan. Selanjutnya basil mengalami mutasi gen terhadap satu jenis obat dan mendapatkan terapi OAT tertentu yang tidak adekuat. Terapi ini dapat disebabkan oleh konsumsi satu jenis obat atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya satu yang sensitif terhadap kuman basil.

b. Faktor Klinik

Dalam terjadinya TB-MDR faktor klinik juga berkontribusi. Faktor ini menyebabkan terjadinya Mycobacterium tuberculosis yang awalnya sensitif terhadap OAT berubah menjadi resisten. Kejadian ini sering terjadi pada penderita yang pengobatannya tidak adekuat. Selain itu faktor dari pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan yang tidak adekuat serta tidak berdasarkan panduan juga dapat menyebabkan pasien menjadi resisten terhadap OAT. Selain itu juga terjadinya malabsorbsi OAT yang di minum oleh penderita.

c. Faktor Ketidakpatuhan Pasien

Ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan menjadi faktor pendukung terbesar terjadinya TB-MDR. Adapun alasan pasien tidak patuh menjalankan pengobatan yaitu kurangnya motivasi pasien dalam


(36)

berobat, merasa bosan mengkonsumsi obat karna waktu yang lama serta kurangnya informasi mengenai TB serta rendahnya pengawasan minum obat.

2.2.3 Suspek TB-MDR

Menurut WHO(2008) klien yang dianggap menjadi suspek TB-MDR adalah klien yang tidak menjalani pengobatan secara teratur atau pengobatannya terputus. Selain itu yang dapat menjadi suspek TB-MDR adalah kasus TB yang kronik dan kasus TB yang kambuh lagi. Dalam melakukan diagnosis atau prediksi seseorang dalam risiko TB-MDR yaitu dengan cara melakukan uji resistensi obat, hal ini digunakan agar mengetahui apakah pasien TB ini mengalami TB-MDR atau tidak. Dan sebelumnya harus juga diketahui riwayat pengobatannya yang telah dijalankan.

2.2.4 Kriteria Pasien Suspek TB-MDR

Terdapat delapan kriteria pasien yang diduga menjadi suspek TB-MDR yang meliputi :

1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan

2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ke 3 dengan kategori 2

3. Pasien yang pernah menjalani pengobatan TB termasuk obat lini ke dua

4. Pasien gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1


(37)

6. Kasus TB kambuh

7. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatanyang bertugas di bangsal TB-MDR

2.1.5 Kategori TB-MDR

Resistensi terhadap OAT dikarenakan kegagalan dalam pengobatan tuberkulosis. Resistensi OAT yang terjadi tidak hanya dikarenakan resisten terhadap satu jenis OAT tetapi bisa lebih dari dua jenis OAT.

Drug Resisten TB dapat dikategorikan menjadi empat jenis (WHO,2008) yaitu:

a. Mono-resistance adalah kekebalan terhadap salah satu OAT

b. Poly-resistance adalah kekebalan terhadap lebih dari satu jenis OAT, selain kombinasi antara isoniazid dan rifampisin

c. Multidrug-resistance (MDR) adalah kekebalan sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampisin

d. Extensive drug-resistance (XDR) adalah TB-MDR ditambah kekebalan salah satu obat golongan flurokuinolon, dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua.

2.1.6 Pengobatan TB-MDR

Pengobatan TB-MDR berdasarkan panduan WHO (2008) membagi menjadi lima kelompok sebagai dasar regimen pengobatan TB-MDR yaitu sebagai berikut:


(38)

a. Kelompok pertama, terdiri dari pirazinamid dan enthambutol karena paling efektif. Dan dapat ditolerensi dengan baik. Pengguaan obat lini pertama yang telah terbukti penyembuhannya, dengan digunakan dengan dosis yang maksimal.

b. Kelompok kedua, terdiri dari obat injeksi bersifat bakterisidal, kenamisin (amikasin), jika alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Seluruh pasien TB-MDR diberikan injeksi sampai jumlah kuman menurun atau rendah. Selanjutnya dibuktikan dengan pemeriksaan labaoratorium dengan hasil kultur negatif.

c. Kelompok ketiga, terdiri dari fluorokuinolon, obat bakterisidal tinggi. Seluruh pasien yang sensitif terhadap kelompok ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya.

d. Kelompok empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS(paraaminocallicilic acid), ethionamid dan sikloserin.

e. Kelompok ke lima, obat yang belum jelas efikasinya, terdiri dari amoksilin, asam klavulanat, dan makrolid baru.

Terdapat beberapa hal yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam pengobatan TB-MDR di antaranya :

a. Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah dimium penderita

b. Dalam pemilihan obat mempertimbangkan prevalensi resistensi obat lini pertama dan kedua

c. Regimen minimal berisi empat obat yang jelas dan diketahui efektifitasnya


(39)

d. Dosis yang diberikan berdasarkan berat badan

e. Sekurang-kurangnya obat yang diberikan enam hari dalam seminggu f. Lama pengobatan minimal 18 bulan

g. Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan program TB-MDR. Pengobatan pasien TB-MDR terdiri dari tahap awal dan tahap lanjutan (WHO,2008).

2.3 Jejaring Penatalaksanaan Program Penanggulangan TB-MDR

Dalam penatalaksanaan program penanggulangan TB-MDR rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang mempunyai potensi besar dalam penemuan dan penegakan diagnosis pasien TB-MDR,namun rumah sakit juga memilki keterbatasan dalam tahap pengobatan serta pengawasan keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien TB-MDR bila dibandingkan dengan puskesmas. Maka dalam melaksanakan upaya program penanggulangan TB-MDR dikembangkan jejaring baik dari internal maupun eksternal.

1. Jejaring Internal, merupakan jejaring antar semua unit yang ada di dalam rumah sakit yang terkait dalam menangani semua kasus TB dan termasuk kasus TB-MDR. Dengan sistem setiap fasyankes rujukan harus mengembangkan suatu clinical pathway yang dituangkan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP). Untuk mencapai keberhasilan jejaring internal dibentuknya suatu Tim Ahli Klinis (TAK) yang merupakan bagian dari Tim DOTS rumah sakit yang khusus melaksanakan penatalaksanaan untuk pasien TB-MDR. Dapat dilihat pada gambar bagan dibawah ini yang merupakan model TAK di fasyankes rujukan TB-MDR.


(40)

Gambar 2.1 Pengorganisasian TAK di Fasyankes Rujukan TB-MDR

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

2. Jejaring Eksternal, merupakan jejaring yang dibangun antara fasyankes rujukan dengan semua fasyankes dan institusi yang terkait dalam pengendalian dan penatalaksanaan pasien TB-MDR dan difasilitas oleh Dinas Kesehatan. Adapun tujuan dikembangkannya jejaring eksternal ini yaitu; agar semua pasien TB-MDR mendapatkan akses pelayanan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) yang bermutu dimulai dari diagnosis, pengobatan,pemeriksaan dan pemantauan hasil serta tindak lanjut hasil pengobatan. Dan menjamin keberlangsngan dan keteraturan pengobatan pasien sampai tuntas (Kemenkes,2013).

Fasyankes Rujukan TB-MDR

Tim DOTS Tim Ahli Klinis (TAK) TB-MDR

Unit pelayanan TB-MDR (Rawat jalan-Rawat Inap)


(41)

Gambar 2.2 Jejaring Eksternal Pelayanan Manajemen Terpadu Pengendalian TB-MDR

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

Setiap institusi yang terkait dalam jejaring eksternal memiliki fungsi masing-masing dalam pengendalian TB-MDR. Seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Fungsi Setiap Institusi yang Terkait Pada Jejaring Eksternal Pelayanan Manajemen Terpadu Pengendalian TB-MDR

Lab Rujukan TB-MDR Rujukan TB-MDR Sub Rujukan TB-MDR Satelit TB-MDR Dinkes Kab/Kota Dinkes Provinsi Diagnostik biakan/uji kepekaan Pemeriksaan pemantauan pengobatan (follow up) biakan Pencatatan dan pelaporan Penemuan suspek Penetapan suspek Inisiasi pengobatan KIE, inform

consent TAK Pemeriksaan penunjang Rawat Penemuan suspek Penetapan suspek Inisiasi pengobatn KIE,inform consent TAK Pemeriksaan penunjang Rawat Penemuan suspek Merujuk suspek Meneruskan pengobatan (rawat jalan) MonitoringE SO KIE PMO Pencatatan Verifikasi Pelacakan pasien Logistik Pencatatn dan pelaporan Monev Koordin asi Logistik Pencatat

an dan pelapora n


(42)

inap/jalan Manajemen

ESO

(menyeluru) Evaluai

pengobatan Penatatan

dan pelaporan

jalan/inap Manajemen

ESO Evaluasi

pengobatan Pencatatan

dan pelaporan

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

2.4 Penatalaksanaan Program Penanggulangan TB – MDR

Penatalaksanaan penanggulangan TB-MDR didasarkan standart meliputi : 1. Pasien TB yang disebabkan kuman resisten obat (TB-MDR) harus

diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis (OAT) lini kedua.

2. Pengguanaan obat yang terdiri dari sekurang-kurangnya empat jenis obat yang masih efektif dan pengobatan dilakukan sekurang-kurngnya selama 18 bulan.

3. Cara-cara yang berpihak kepada pasien merupakan syarat untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap menjalankan pengobatan. 4. Harus adanya konsultasi antara pasien dan penyelenggara pelayanan

yang berpengalaman dalam pengobatan pasien TB-MDR (Kemenkes,2013).

2.4.1 Penemun Kasus TB – MDR

Penemuan pasien TB Resisten Obat atau TB-MDR adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dari penemuan suspek TB Resisten Obat dengan menggunakan alur penemuan baku, kemudian dilanjutkan penegakan diagnosis


(43)

TB-MDR dengan pemeriksaan dahak, kemudian pemberian informasi kepada pasien dan keluarga agar mengetahui upaya pencegahan penularan penyakit.

Pasien terduga TB resistan obat (TB-MDR) adalah pasien yang mempunyai gejala TB dengan satu atau lebih kriteria di bawah ini yaitu:

1. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 1.

2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.

3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan.

4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal.

5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi. 6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2.

7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default).

8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB-MDR.

9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun bakteriologis terhadap pemberian OAT (bila penegakan diagnosis awal tidak menggunakan GeneXpert).

Pasien yang memenuhi salah satu kriteria terduga TB resistan obat di atas harus segera dirujuk secara sistematik ke fasilitas pelayanan kesehatan Rujukan TB-MDR untuk dilakukan pemeriksaan metode cepat (rapid test) dan dilanjutkan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, biakan dan uji kepekaan


(44)

Mycobacterium tuberculosis di laboratorium rujukan TB-MDR. Selain 9 kriteria di atas, kasus TB-MDR juga bisa berasal dari kasus baru, terutama pada kelompok-kelompok tertentu seperti pasien TB pada ODHA dan pasien TB pada populasi rentan lainnya seperti TB pada ibu hamil,TB Anak, TB DM, TB pada kasus malnutrisi, gangguan sistem kekebalan tubuh, pasien TB BTA (+) baru, Pasien TB BTA negatif dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya, TB Ekstra paru (Kemenkes,2013).

2.4.2 Penegakan Diagnosis TB MDR

Penegakan diagnosis TB Resisten (TB-MDR) menggunakan uji kepekaan obat dengan menggunakan metode standart yang telah ditetapkan. Uji kepekaan obat ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Uji kepekaan obat dilakukan di laboratorium rujukan yang telah tersertifikasi, sehingga laboratorium rujukan ini mampu melakukan pemeriksaan biakan, identifikasi kuman serta melakukan uji kepekaan obat sesuai standart.

Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis yang resisten dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dilakukan di laboratorium rujukan dengan menggunakan metode standart yang tersedia yaitu :

a. Metode Konvensional yaitu metode uji dengan menggunakan media padat (Lwenstein/LJ) atau media cair (MGIT) yang digunakan untuk uji kepekaan terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama dan lini kedua.

b. Tes cepat (Rapid Test) yaitu metode uji yang menggunakan Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan GeneXpert. Metode ini merupakan tes


(45)

amplifikasi asam nukleat sebagai sarana deteksi TB dan Uji kepekaan terhadap rifampisin. Pemeriksaan ini dikatakan cepat karena hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam kurun waktu kurang lebih 2 jam. Selain menggunakan GeneXpert, uji kepekaan ini juga dapat menggunakan Line Probe assay (LPA) yang lebih dikenal sebagai hain test/Genotype MTB DR Plus, yang digunakan untuk uji kepekaan terhadap rifampisisn dan isoniazid, hasil pemeriksaan tergantung dengan ketersedian sarana dan sumber daya serta hasil pemeriksan dapat diketahui dalam kurun waktu 24-48 jam (Kemenkes,2013).

Menurut Sjahrurachman (2010) diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB Resisten OAT ( TB-MDR) haruslah didukung oleh pengenalan faktor resiko untuk TB Resisten OAT (TB-MDR), adanya pengenalan dini kegagalan obat yang meliputi : penderita yang batuk yang kunjung tidak membaik dalam waktu 2 minggu pertama setelah pengobatan, dengan tanda kegagalan setelah melakukan uji tes yaitu sputum tidak konversi , batuk yang tidak berkurang, demam, berat badan menurun.


(46)

Gambar 2.3 Alur Diagnosis TB Resistan Obat                       

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

Terduga TB Resisten Obat

Tes cepat dengan GenXpert  M.tb negatif M.tb resisten rifampisin M.tb sensitif rifampisin

Biakan dan identifikasi kuman M.tb

M.tb tumbuh M.tb tidak tumbuh

Uji kepekaan OAT lini-1 dan lini-2

TB MDR ( jika ada tambahan resistensi terhadap INH), lanjutkan pengobatan

OAT standar

Pre XDR ( jika ada tambahan resistensi terhadap

ofloxsasin/kinamisisn/amikasin), sesuaikan paduanOAT MDR TB XDR ( jika ada tambahan resistensi terhadap INH), ganti paduan OAT XDR TB Resisten Rifampisin (TB

RR) obati dengan OAT MDR standar


(47)

2.4.3 Mekanisme Rujukan Pasien Terduga TB-MDR

Mekanisme rujukan adalah tatacara, urutan, langkah yang dilakukan dalam merujuk pasien terduga TB-MDR yang ditemui di fasyankes yang dirujuk ke fasyankes rujukan atau laboratorium rujukan. Dalam penegakan diagnosis pada pasien TB-MDR dilakukan di fasyankes rujukan TB-MDR ataupun di laboratorium rujukan. Sehingga fasyankes satelit dan fasyankes sub rujukan bila terdapat penemuan pasien terduga TB-MDR melakukan mekanisme rujukan ke fasyankes rujukan ataupun laboratorium rujukan untuk melakukan diagnosis.

Rujukan terduga TB-MDR ke fasyankes rujukan atau laboratorium rujukan dapat berupa rujukan pasien yang datang langsung ke fasyankes rujukan ataupun rujukan spesimen dahak pasien terduga TB-MDR yang dirujuk oleh fasyankes untuk dilakukan diagnosa dan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan GentXpert MTB/RIF. Selanjutnya hasil pemeriksaan di umpan balikkan ke fasyankes pengirim rujukan untuk melakukan pengobatan. Mekanisme rujukan pasien terduga TB-MDR dapat dlihat pada gambar alur dibawah ini.


(48)

Gambar 2.4 Mekanisme Alur Rujukan Pasien Terduga TB-MDR dari Fasyankes ke Fasyankes Rujukan.

Sumber :Kemenkes,2012 Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB

2.4.4 Pengobatan TB-MDR ( Multi Drugs Resisten TB ) 2.4.4.1 Strategi Pengobatan TB-MDR

Strategi pengobatan TB-MDR pada dasarnya mengacu pada strategi DOTS yaitu:

a. Berdasarkan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis baik dengan metode tes cepat ataupun metode tes konvesional yang menyatakan bahwa semua pasien sudah terbukti sebagai penderita TB-MDR ataupun resisten dengan rifampisin dapat mengakses pengobatan TB-MDR yang bermutu. Fasyankes

(Puskesmas)

Pasien terduga TB-MDR di periksa dengan pemeriksaan

GenXpert MTB/RF di Laboratorium Hasil

pemeriksaan (+) TB-MDR Di kembalikan ke Fasyankes untuk di lakukan pengobatan


(49)

b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan untuk Pasien TB-MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT lini pertama dan OAT lini kedua.

c. Paduan OAT dapat disesuaikan atau diganti apabila terjadi perubahan dari hasil uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis dengan paduan baru yang telah ditetapkan Tenaga Ahli Klinis (TAK).

Sebelum melakukan pengobatan TB-MDR langkah awal yang dilakukan setelah adanya penegakan diagnosa yang menyatakan positf TB-MDR yaitu melakukan beberapa persiapan awal dan pemeriksaan penunjang ,yang meliputi:

Persiapan awal sebelum melakukan pengobatan meliputi:

a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti hepatitis, diabetes melitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.

b. Pemeriksaan penimbangan berat badan, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran.

c. Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan strategi konseling dan harus dilaksanakan sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai. Bila perlu bandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai pasien terduga TB-MDR.

d. Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem pencatatan yang digunakan (eTB manager dan pencatatan manual).


(50)

e. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan wilayah untuk memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal.

Sedangkan untuk pemeriksaan awal sebelum melakukan pengobatan pasien TB-MDR meliputi :

a. Pemeriksaan darah lengkap

b. Pemeriksaan kimia darah meliputi : Faal ginjal (ureum, kreatinin), Faal hati (SGOT, SGPT), Serum elektrolit (Kalium, Natrium, Chlorida), Asam Urat , Gula Darah(Sewaktu dan 2 jam sesudah makan).

c. Pemeriksaan thyroid stimulating hormon (TSH).

d. Tes pendengaran(audiometri), tes EKG, dan tes kehamilan untuk wanita usia subur.

e. Fototorak dan Tes HIV bila status HIV belum diketahui (Kemenkes,2013). Pada prinsipnya semua pasien TB-RR/TB-MDR harus mendapatkan pengobatan dengan mempertimbangkan kondisi klinis awal. Penetapan pasien TB-MDR sebelum mendapatkan pengobatan haruslah melihat beberapa kriteria yang akan dilakukan oleh Tim Ahli Klinis (TAK) yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Tidak ada kriteria klinis tertentu yang menyebabkan pasien TB- RR/TB-MDR harus dieksklusi dari pengobatan.


(51)

Tabel 2.2 : Kriteria untuk Penetapan Pasien TB MDR yang Akan Diobati

No. Kriteria Keterangan

1. Kasus TB-RR/ TB-MDR Pasien terbukti TB-MDR berdasarkan hasil uji kepekaan di lab

Pasien terbukti resisten terhadap rifampisin berdasarkan tes cepat/konvensional

2. Penduduk dengan alamat jelas Dapat dinyatakan dengan KTP ataupun dokumen pengenal lainnya

3. Bersedia menjalani pengobatan dengan menandatangani informed consent serta bersedia untuk datang setiap hari ke fasyankes TB-MDR

Pasien dan keluarga menandatangani informed consent setelah mendapat penjelasan yang cukup dari TAK

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

2.4.4.2 Pengelompokan Paduan obat TB-MDR

Dalam standar pengobatan TB-MDR setiap pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Regimen pengobatan ini disusun berdasarkan data Drug Resistancy Survey (DRS) dari populasi yang representatif yang digunakan sebagai dasar regimen pengobatan. Standar regimen yang ada di Indonesia yaitu 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs, dengan penjabaran selama 6 bulan menggunakan 5 atau 6 jenis obat kemudian dilanjutkan 18 bulan menggunakan 4 atau 5 jenis obat yang meliputi : Z(pirazinamid), Kn(kanamisin), Lfx(levofloxacin), Eto(etionamide), Cs(sikloserin).

Pengobatan penderita TB-MDR meggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) MDR yang terdiri dari OAT lini pertama dan OAT lini kedua, yang dibagi kedalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya yaitu:


(52)

a. Kelompok 1 : merupakan kelompok obat yang paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Keseluruhan obat di dalam kelompok ini harus digunakan bila masih terbukti efektif.

b. Kelompok 2 : terdiri dari kanamisin atau amikasin yang merupakan pilihan pertama dengan tingginya angka resistensi terhadap streptomisin. Kelompok obat ini memiliki efek samping ototoksik yang rendah dan biaya yang lebih murah.

c. Kelmpok 3 : terdiri dari golongan fluoroquinolon yang direkomendasikan adalah levoflaxacin atau moxifloxacin.

d. Kelompok 4 : terdiri dari obat yang bersifat bakteriostatik tinggi seperti ethionamide, paraaminosalisilic acid (PAS).

e. Kelompok 5 : kelompok obat ini tidak direkomendasi oleh WHO untuk digunakan secara rutin karena efikasinya dalam manajemen TB-MDR belum jelas (Kemenkes,2013).

Tabel 2.3 Pengelompokan Obat Anti Tuberkulosis(OAT) TB-MDR

Kelompok Jenis Obat

Kelompok-1 Obat lini pertama Isoniazid (H) Rifampisisin (R) Pirazinamid (Z) Streptomisin (S) Kelompok-2 Obat suntik lini kedua Kanamisin (Km)

Amikasin (Am) Kapreomisin (Cm) Kelompok-3 Golongan florokuinolon Levofloksasin (Lfx)

Moksifloksasin (Mfx) Ofloksasin (Ofx) Kelompok-4 Obat bakteriostatik lini

kedua

Etionamid (Eto) Protionamid (Pto) Sikloserin (Cs) Terizidon (Trd) Para amino salisilat (PAS)


(53)

efikasinya untuk pengobatan TB-MDR

Linezolid (Lzd) Amoksilin/Asam Klavulanat (Amx/Clv) Klaritromisin (Clr) Imipenem (Ipm) Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

Penetapan dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) MDR ditetapkan oleh TAK sesuai standar yang berlaku dan pemberian dilakukan berdasarkan kelompok berat badan pasien TB-MDR yang telah diperiksa pada tahap awal.

Tabel 2.4Perhitungan Dosis OAT TB-MDR

OAT Berat Badan Pasien

< 33 kg 33 – 50 kg 51 – 70 kg >70 kg Pirazinamid 20-30 mg/kg/hari 750-1500 mg 1500-1750 mg 1750-2000 mg Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg Etambutol 20-30 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg Kepreomisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg Levofloksasin

(dosis standar)

7,5-10 mg/kg/hari 750 mg 750 mg 750-1000 mg Levofloksasin

(dosis tinggi)

1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg

Moksifloksasin 7,5-10 mg/kg/hari 400 mg 400 mg 400 mg Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg

PAS 150 mg/kg/hari 8 gr 8 gr 8 gr

Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat


(54)

Lama waktu pengobatan TB MDR terjadi paling sedikit 18 bulan setelah terjadi nya konversi biakan. Lama pengobatan ini terdiri dari 2 tahap yaitu awal dan tahap lanjutan. Dimana tahap awal merupakan tahap pengobatan yang menggunakan suntikan (injeksi) yang terdiri dari kanamisin atau kapreomisin yang diberikan dengan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya selama 4 atau 6 bulan setelah terjadi konversi biakan. Dengan maksut satuan bulan merupakan jumlah dosis yang diberikan kepada pasien yaitu dalam 1 bulan pengobatan pasien mendapatkan 28 dosis pengobatan. Sedangkan tahap lanjutan merupakan tahap pengobatan yang diberikan setelah tahap awal yang memberikan obat oral dan penghentian pengobatan suntik.

Pemberian obat pada tahap awal yaitu suntikan yang diberikan 5 hari dalam seminggu ( Senin-Jumat) oleh tenaga kesehatan, dan dilanjutkan dengan pemberian obat oral yang harus di konsumsi(ditelan) 7 hari dalam seminggu (Senin-Minggu) yang harus dilakukan di depan PMO dengan jumlah dosis obat yang ditelan sebanyak 168 dosis dan suntikan sebanyak 120 dosis. Sementara untuk tahap lanjutan pemberian obat oral selama 6 hari (Senin-Sabtu) dalam seminggu dilakukan di depan PMO (Kemenkes,2013).

2.4.5 Pemantauan Pengobatan dan Evaluasi Hasil Pengobatan TB-MDR 2.4.5.1 Pemantauan Pengobatan TB-MDR

Pemantauan pengobatan TB-MDR dilakukan selama menjalankan pengobatan. Pemantauan utama dalam pengobatan TB-MDR adalah pemeriksaan apusan dan biakan dahak yang dilakukan setiap bulan pada tahap awal pengobatan dan setiap 2 bulan sekali pada tahap lanjutan. Pemeriksaan apusan dan biakan ini yang menjadi indikator utama dalam penilaian pemantauan


(55)

pengobatan TB-MDR. Terjadinya konversi biakan apabila hasil pemeriksaan biakan dahak menunjukkan hasil negatif setelah 2 kali pemeriksaan secara berurutan dalam jangka waktu 30 hari. Dalam hal ini tanggal pertama pengambilan dahak pertama untuk biakan dengan hasil negatif yang menjadi acuan lamanya pengobatan pada tahap awal dan tahap selanjutnya (Nawas,2010).

Pemantauan penunjang lainnya dalam pemantauan pengobatan TB-MDR diantaranya :

1. Pemantauan terhadap munculnya efek samping obat yang dilakukan setiap hari oleh PMO setelah mendampingi minum obat.

2. Pemantauan terhadap penurunan ataupun penambahan berat badan, keluahan dan gejala klinis yang dilakukan setiap bulan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan TB-MDR.

3. Melakukan fototoraks bila terjadi komplikasi seperti: batuk darah, dilakukan setiap 6 bulan sekali.

4. Pemantauan pemberian kreatinin dan kalium serum setiap bulan pada saat mendapatkan pengobatan suntik (injeksi).

5. Pemantauan Thyroid Stimulating Hormon (TSH) bila muncul gejala hipotiroidisme yang dilakukan pada bulan ke 6 pengobatan dan diulangi setiap 6 bulan sekali bila muncul gejala.

6. Pemantauan enzim hati (SGOT,SGPT) setiap 3 bulan atau jika timbul gejala Drug Induced Hepatitis (DIH).

7. Pemeriksaan tes kehamilan jika ada indikasi (Kemenkes,2013). 2.4.5.2 Evaluasi dan Hasil Pengobatan TB-MDR


(56)

Evaluasi yang dilakukan pada pasiean TB-MDR yang telah mendapatkan pengobatan baik pada tahap awal dan tahap akhir meliputi :

1. Penilaian klinis meliputi berat badan pasien 2. Penilaian sejak dini jika ada efek samping

3. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan

4. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan 5. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan

kegagalan pengobatan

Hasil pengobatan TB-MDR dapat dilihat setelah pasien mendapatkan pengobatan TB-MDR yang meliputi:

1. Pasien sembuh yaitu pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan pedoman pengobatan TB-MDR tanpa bukti kegagalan pengobatan dan telah mengalami sekurang-kurangnya 3 kultur negatif berturut-turut dari sampel dahak yang diambil berselang waktu 30 hari dalam 12 bulan pengobatan terakhir.

2. Pasien dengan pengobatan lengkap yaitu pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan pengobatan TB-MDR tetapi tidak memenuhi defenisis sembuh atau gagal.

3. Pasien meninggal yaitu pasien TB-MDR yang meninggal karena sebab apapun dalam masa pengobatan TB-MDR.

4. Pasien dengan pengobatan gagal yaitu pasien yang pengobatannya dianggap gagal atau dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan


(57)

pengobatan TB-MDR secara permanen terhadap 2 atau lebih OAT MDR yang disebabkan oleh:

a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan tahap awal.

b. Terjadi reversi pada tahap lanjutan , yaitu biakan dahak menjadi positif pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut setelah tercapai konversi biakan.

c. Terbukti terjadi resistensi tambahan terhadap obat TB-MDR golongan fluorokuinolon atau obat injeksi lini kedua.

d. Terjadi efek samping obat yang berat yang mengharuskan pengobatan dihentikan.

5. “Lost to follow-up” / lalai yaitu pasien yang terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih tanpa persetujuan medis. 6. Pasien pindah, yaitu pasien yang belum ada hasil akhir pengobatan

yang pada saat pelaporan dikarenakan pasien pindah ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan hasil pelaporan tidak diketahui (Kemenkes,2013).

Meskipun pengobatan telah dinyatakan lengkap dan pasien dinyatakan sembuh namun pemantauan serta evaluasi harus tetap dilakukan. Evaluasi lanjutan setelah pasien sembuh dengan pengobatan lengkap ini meliputi :

1. Membuat jadwal kunjungan untuk evaluasi pasca pengobatan TB-MDR.


(58)

2. Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 2 tahun terkecuali timbul gejala dan keluahan TB seperti: batuk berdahak, demam, penurunan berat badan dan tidak ada nafsu makan.

3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengikuti jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.

4. Melakukan pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesis lengkap, pemeriksaan fisis, pemeriksaan dahak, biakan dan fototoraks. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat atau memastikan terdapatnya kekambuhan

5. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan PHBS seperti olah raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat dan tidak mengkonsumsi alkohol.

2.5 Strategi DOTs Plus

Strategi DOTs Plus merupakan strategi yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR. Dimana penerapan strategi DOTs Plus ini menggunakan kerangka yang sama dengan strategi DOTS hanya saja menggunakan OAT lini kedua dan setiap komponen pengobatan lebih ditekankan kepada penanganan TB-MDR dengan menggunakan pendekatan program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO) atau lebih dikenal dengan pendekatan Programmatic Management of Drug Resistant TB (PMDT) (Permenkes RI No.13 tahun 2013).

Lima komponen kunci dalam strategi DOTs Plus ini dalam pengobatan TB-MDR, diantaranya:


(59)

2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu menggunakan pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua dengan pengawasan yang ketat oleh PMO.

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.

2.6 Puskesmas

2.6.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No.75 tahun 2014).

Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana fungsional yang memiliki sebagai pusat pengembangan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar,2012).

2.6.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi: a. Paradigma sehat


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia Medan dapat disimpulkan bahwa:

1. Program penanggulangan TB-MDR dengan menggunakan strategi DOTs Plus yang menekankan pada pendekatan Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat (MTPTRO) di Puskesmas Helvetia Medan telah terlaksana dengan baik, hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan program telah tercukupinya ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang dalam program pengobatan TB-MDR, ketersediaan OAT sudah memenuhi kebutuhan. Hanya masih kurangnya alat-alat seperti masker, aquades karena hanya sekali diberikan kepada puskesmas, sementara untuk spuit(alat suntik) yang digunakan untuk pengobatan injeksi TB-MDR mengalami kekurangan dikarenakan spuit tersebut sering digunakan untuk pengobatan lain.

2. Dalam program penanggulangan TB-MDR Puskesmas Helvetia hanya menangani pasien TB yang telah jelas sebagai pasien TB-MDR berdasarkan hasil diagnosa oleh RS Adam Malik. Dalam penanganan yang


(2)

setelah pemeriksaan pasien dikirim kembali ke puskesmas, dan puskesmas memberi pengobatan berdasarkan hasil pemeriksaan .

3. Pemantauan hasil pengobatan yang belum terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan petugas tidak melaksanankan pemantauan hasil pengobatan kepada pasien, petugas hanya melakukan penimbangan berat badan kepada pasien setiap datang untuk mengambil obat. Sedangkan untuk pemeriksaan efek samping obat tidak pernah dilakukan dan petugas juga tidak pernah menganjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan.

4. Rendahnya angka keberhasilan program pengobatan TB-MDR di Puskesmas Helvetia dapat dilihat dari jumlah pasien yang terdata masih terdapat pasien yang mangkir dalam pengobatan. Kurangnya maksimalnya pelayanan yang diberikan oleh puskesmas dapat dilihat dari angka penemuan kasus di puskesmas masih rendah dikarenakan petugas dalam penemuan kasus hanya bersifat pasif yaitu menunggu pasien yang datang ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan dan tidak adanya penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan mengenai TB kepada masyarakat, sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengetahui gejala dan tanda TB dan TB-MDR yang mengakibatkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.


(3)

6.2 Saran

A. Dinas Kesehatan Kota Medan

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar:

1. Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Helvetia dengan memberikan pelatihan secara kontiniu terhadap petugas yang menangani TB.

B. Puskesmas Helvetia

Diharapkan kepada Puskesmas Helvetia agar:

1. Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan program dengan baik untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan TB-MDR. 2. Menjalin kerjasama dengan bidang promosi kesehatan puskesmas

dalam melakukan penyuluhan secara aktif kepada masyarakat sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan dalam mencegah penyakit terutama TB.

3. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada agar dapat meningkatkan manajemen dalam pelaksanaan program.

4. Tidak menggunakan peralatan yang dibutuhkan dalam program pengobatan TB-MDR seperti spuit, aquades, untuk pengobatan penyakit lainnya.


(4)

2. Memberikan penyuluhan kepada pasien , PMO, dan masyarakat mengenai TB-MDR, agar paien dapat patuh dalam menjalankan pengobatan, dan PMO mengerti akan tugas yang harus dilakukan, serta masyarakat dapat berperan aktif dalam mencegah penularan kasus TB-MDR.

3. Memanfaatkan sarana dan prasarana yang mendukung dalam melaksanakan program penanggulangan TB-MDR.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T.Y, dkk., 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perpari, Jakarta.

Azwar, Azrul., 2012. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ketiga. Bina Rupa Aksara , Jakarta.

Burhan, Erlina., 2010. Tuberkulosis Multi Drugs Resisten. Majalah Kedokteran

Indonesia Vol.60: 12.

Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. . 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. . 2010. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Pasien TB-MDR. Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Medan.2013. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013.

Medan

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.2012. Profil Kesehatan Proviinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan

.2013. Profil Kesehatan Proviinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan Gunawan, Imam. 2013.Metode Penelitian Kualitatif : Teori & Praktik. Bumi

Aksara. Jakarta.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial.Salemba Humanika.Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2010. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

. 2012. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB, Jakarta. . 2013. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis


(6)

Nawas, Arifin., 2010. Penatalaksanaan TB-MDR dan Strategi DOTs Plus. Jurnal

Tuberkulosis Indonesia Vol.7 :1-7.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu & Seni. Rineka Cipta. Jakarta.

Peraturan Mentri Kesehatan RI. 2013. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat.

. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Salim, I. 2002. Persepsi Penderita TB Paru Terhadap Pelaksanaan Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sjahrurachman, Agus., 2010. Diagnosis Multi Drugs Resisten Mycobacterium Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis IndonesiaVol.7 : 8-10.

Syahrini, Heny., 2008. Tuberkulosis Resisten Ganda. Tesis, Universitas Sumatera Utara. Medan.

World Health Organization. 2008. Gidelines For Programatic Management Drug Resisten Tuberculosis. Emergency Edition, Geneve.

. 2013. Global Tuberculosis Report 2013, WHO. . 2014. Global Tuberculosis Report 2014, WHO.

Zuliana, Imelda. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru dalam Pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan. Skripsi, FKM USU.Medan.