Fungsi Dan Makna Teks Dendang Lebah Masyarakat Melayu Tamiang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang budaya, kita harus mau membuka pikiran untuk menerima
banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas dan abstrak. Dalam kehidupan
sehari-hari orang begitu sering membicarakan kebudayaan. Dalam kehidupan
seseorang tidak bisa terlepas dari budaya. Budaya terbentuk dan berkembang sesuai
dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat.
Budaya merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua suku kata, yaitu budi
dan daya, yang berarti cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi
yang berarti budi dan akal ( Koentjaraningrat, 1990).
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan menjadi pola
hidup (way of life) bermasyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dari
waktu ke waktu (Tylor dalam Soekanto, 1990).
1
Sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya, kerena sastra merupakan salah satu
unsur dari kebudayaan . Di samping itu sastra memiliki peran yang sangat penting
karena
sastra
menggunakan
bahasa,
bahasa
sendiri
merupakan
sarana
berlangsungnya suatu interaksi di dalam sastra. Sastra merupakan ungkapan dari apa
yang dilihat orang dalam kehidupan, apa yang dialami orang tentang kehidupan, apa
yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang
menarik minat secara langsung. Pada hakikatnya karya sastra adalah ungkapan
kehidupan. Sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai
manifestasi kehidupan manusia, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek
yang positif terhadap kehidupan manusia ( Esten, 1978 : 9).
Sastra dibagi menjadi tiga yaitu prosa, puisi dan drama. Prosa adalah karya
sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan
kaidah dan aturan tertentu. Drama adalah karya sastra yang menggambarkan
kehidupan manusia dengan gerak dan dialog yang dipentaskan. Sastra diwariskan
dengan dua cara, yaitu dengan tradisi tulis dan tradisi lisan.
Taradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan” atau “sistem
wacana yang bukan aksara”, yang mengungkapkan kegiatan kebudayaan suatu
komunitas (Sibarani, 2012:7). Tradisi lisan diturunkan dari mulut ke mulut yang
kemungkinan mengalami perubahan dari generasi ke generasi, diturunkan secara
turun temurun dan tidak diketahui lagi siapa penuturnya atau penciptanya (anonim).
Tradisi lisan terdiri dari (a) bahasa rakyat, (b) ungkapan tradisional, (c) pernyataan
tradisional, (d) puisi rakyat, (e) cerita prosa rakyat dan (f) nyanyian rakyat.
2
Puisi merupakan karya sastra yang paling tua. Puisi adalah karya sastra yang
menggunakan kata-kata, irama dan rima sebagai media penyampaian untuk
mengekspresikan perasaan dan pemikiran penyair, menciptakan ilusi dan imajinasi
serta dapat diubah dalam bentuk bahasa yang memiliki kesan yang mendalam.
Kandungan puisi tidak hanya kata-kata yang indah, namun juga kesatuan bentuk
pemikiran atau struktur makna yang hendak diucapkan oleh penyairnya. Puisi
dibangun oleh unsur fisik dan unsur batin, kedua unsur itu merupakan kesatuan yang
saling terjalin secara fungsional. Pada bagian ini akan dijelaskan bentuk tradisi lisan
berupa puisi dalam bentuk mantra.
Mantra merupakan bentuk puisi lama dan paling tua bentuknya. Mantra
adalah kata-kata atau ucapan yang digubah dalam bentuk bahasa berirama dan
menggunakan kata-kata pilihan yang dianggap sakti yang mengandung hikmah dan
kekuatan gaib untuk memohon sesuatu kepada Tuhan. Mantra ini dibacakan oleh
orang-orang tertentu atau disebut juga dengan sebutan pawang atau dukun.
Kekuatan mantra dianggap dapat menguntungkan dan juga mendatangkan
celaka. Mantra berbeda halnya dengan puisi dan pantun yang tidak memiliki konteks
penuturan atau bisa dibacakan dan dimana saja dan kapan saja, tetapi mantra sangat
bergantung pada waktu dan tempat penuturannya agar memiliki kekuatan magis.
Seperti yang diungkapkan Djamaris (dalam Maspuri, 2013) bahwa mantra tidak
dituturkan di sembarang tempat dan waktu namun memiliki konteks dan waktu
tertentu agar mantra memiliki kekuatan magis. Mantra memiliki kekuatan magis
yang dicapai dengan permainan bahasa , rayuan atau perintah yang harus dituruti
oleh hyang atau dewa, dan manjur ketika dituturkan dalam konteks yang tepat.
3
Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya
sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan.
Pada etnis Melayu dikenal berbagai jenis mantra seperti mantra untuk bertani,
mantra berburu, mantra pengobatan, mantra pengasih dan lain-lain. Keberadaan
mantra pada masyarakat tidak banyak diketahui atau keberadaannya sangat
tersembunyi karena mantra dianggap sebagai hal yang tabu dan hanya orang-orang
tertentu yang dapat menggunakannya.
Masyarakat Melayu Tamiang yang merupakan salah satu etnis Melayu yang
masih menggunakan mantra. Mantra berupa kata-kata pujaan yang merupakan media
bagi pawang. Mantra merupakan kata-kata pujaan yang bertujuan untuk
menaklukkan atau membuat tertarik yang mendengarnya. Menurut masyarakat
Melayu Tamiang pemujaan ini dilakukan untuk memuja arwah nenek moyang,
supaya mereka terhindar dari musibah yang mungkin saja terjadi.
Salah satu mantra yang masih digunakan oleh masyrakat Melayu Tamiang
adalah mantra dendang lebah, yaitu mantra yang digunakan untuk mengambil madu
lebah. Dendang lebah ini didendangkan oleh Pawang Tuhe untuk mengambil madu
lebah dari pohon Tualang. Mantra dendang lebah yang terdapat pada masyarakat
Melayu Tamiang ini sangat menarik, sehingga membuat penulis merasa tertarik
untuk menelitinya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah proses pengambilan madu lebah pada masyarakat
Melayu Tamiang?
2.
Bagaimana struktur teks dendang lebah masyarakat Melayu Tamiang?
3.
Apa fungsi teks dendang lebah pada masyarakat Melayu Tamiang?
4.
Apa makna teks dendang lebah pada masyarakat Melayu Tamiang?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui proses upacara pengambilan madu lebah pada
masyarakat Melayu Tamiang.
2.
Mengetahui struktur teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
3.
Mengetahui fungsi teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
4.
Mengetahui makna teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian hendaknya berguna dan bermanfaat bagi setiap kalangan.
Adapun manfaat dari penelitian tentang Fungsi dan Makna Teks Dendang Lebah
masyarakat Melayu Tamiang ini adalah sebagai berikut:
5
1.
Menambah wawasan pembaca mengenai fungsi dan makna teks
dendang lebah masyarakat Melayu Tamiang.
2.
Menambah pengetahuan semua kalangan tentang mantra.
3.
Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu dan menggali
lebih dalam tentang mantra melayu yang belum terungkap.
4.
Memunculkan rasa kepemilikan bagi masyarakat Melayu terhadap
budaya tersebut.
5.
Memberikan pandangan kepada generasi muda sekarang agar
melestarikan budaya tersebut.
6
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang budaya, kita harus mau membuka pikiran untuk menerima
banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas dan abstrak. Dalam kehidupan
sehari-hari orang begitu sering membicarakan kebudayaan. Dalam kehidupan
seseorang tidak bisa terlepas dari budaya. Budaya terbentuk dan berkembang sesuai
dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat.
Budaya merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua suku kata, yaitu budi
dan daya, yang berarti cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi
yang berarti budi dan akal ( Koentjaraningrat, 1990).
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan menjadi pola
hidup (way of life) bermasyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dari
waktu ke waktu (Tylor dalam Soekanto, 1990).
1
Sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya, kerena sastra merupakan salah satu
unsur dari kebudayaan . Di samping itu sastra memiliki peran yang sangat penting
karena
sastra
menggunakan
bahasa,
bahasa
sendiri
merupakan
sarana
berlangsungnya suatu interaksi di dalam sastra. Sastra merupakan ungkapan dari apa
yang dilihat orang dalam kehidupan, apa yang dialami orang tentang kehidupan, apa
yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang
menarik minat secara langsung. Pada hakikatnya karya sastra adalah ungkapan
kehidupan. Sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai
manifestasi kehidupan manusia, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek
yang positif terhadap kehidupan manusia ( Esten, 1978 : 9).
Sastra dibagi menjadi tiga yaitu prosa, puisi dan drama. Prosa adalah karya
sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan
kaidah dan aturan tertentu. Drama adalah karya sastra yang menggambarkan
kehidupan manusia dengan gerak dan dialog yang dipentaskan. Sastra diwariskan
dengan dua cara, yaitu dengan tradisi tulis dan tradisi lisan.
Taradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan” atau “sistem
wacana yang bukan aksara”, yang mengungkapkan kegiatan kebudayaan suatu
komunitas (Sibarani, 2012:7). Tradisi lisan diturunkan dari mulut ke mulut yang
kemungkinan mengalami perubahan dari generasi ke generasi, diturunkan secara
turun temurun dan tidak diketahui lagi siapa penuturnya atau penciptanya (anonim).
Tradisi lisan terdiri dari (a) bahasa rakyat, (b) ungkapan tradisional, (c) pernyataan
tradisional, (d) puisi rakyat, (e) cerita prosa rakyat dan (f) nyanyian rakyat.
2
Puisi merupakan karya sastra yang paling tua. Puisi adalah karya sastra yang
menggunakan kata-kata, irama dan rima sebagai media penyampaian untuk
mengekspresikan perasaan dan pemikiran penyair, menciptakan ilusi dan imajinasi
serta dapat diubah dalam bentuk bahasa yang memiliki kesan yang mendalam.
Kandungan puisi tidak hanya kata-kata yang indah, namun juga kesatuan bentuk
pemikiran atau struktur makna yang hendak diucapkan oleh penyairnya. Puisi
dibangun oleh unsur fisik dan unsur batin, kedua unsur itu merupakan kesatuan yang
saling terjalin secara fungsional. Pada bagian ini akan dijelaskan bentuk tradisi lisan
berupa puisi dalam bentuk mantra.
Mantra merupakan bentuk puisi lama dan paling tua bentuknya. Mantra
adalah kata-kata atau ucapan yang digubah dalam bentuk bahasa berirama dan
menggunakan kata-kata pilihan yang dianggap sakti yang mengandung hikmah dan
kekuatan gaib untuk memohon sesuatu kepada Tuhan. Mantra ini dibacakan oleh
orang-orang tertentu atau disebut juga dengan sebutan pawang atau dukun.
Kekuatan mantra dianggap dapat menguntungkan dan juga mendatangkan
celaka. Mantra berbeda halnya dengan puisi dan pantun yang tidak memiliki konteks
penuturan atau bisa dibacakan dan dimana saja dan kapan saja, tetapi mantra sangat
bergantung pada waktu dan tempat penuturannya agar memiliki kekuatan magis.
Seperti yang diungkapkan Djamaris (dalam Maspuri, 2013) bahwa mantra tidak
dituturkan di sembarang tempat dan waktu namun memiliki konteks dan waktu
tertentu agar mantra memiliki kekuatan magis. Mantra memiliki kekuatan magis
yang dicapai dengan permainan bahasa , rayuan atau perintah yang harus dituruti
oleh hyang atau dewa, dan manjur ketika dituturkan dalam konteks yang tepat.
3
Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya
sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan.
Pada etnis Melayu dikenal berbagai jenis mantra seperti mantra untuk bertani,
mantra berburu, mantra pengobatan, mantra pengasih dan lain-lain. Keberadaan
mantra pada masyarakat tidak banyak diketahui atau keberadaannya sangat
tersembunyi karena mantra dianggap sebagai hal yang tabu dan hanya orang-orang
tertentu yang dapat menggunakannya.
Masyarakat Melayu Tamiang yang merupakan salah satu etnis Melayu yang
masih menggunakan mantra. Mantra berupa kata-kata pujaan yang merupakan media
bagi pawang. Mantra merupakan kata-kata pujaan yang bertujuan untuk
menaklukkan atau membuat tertarik yang mendengarnya. Menurut masyarakat
Melayu Tamiang pemujaan ini dilakukan untuk memuja arwah nenek moyang,
supaya mereka terhindar dari musibah yang mungkin saja terjadi.
Salah satu mantra yang masih digunakan oleh masyrakat Melayu Tamiang
adalah mantra dendang lebah, yaitu mantra yang digunakan untuk mengambil madu
lebah. Dendang lebah ini didendangkan oleh Pawang Tuhe untuk mengambil madu
lebah dari pohon Tualang. Mantra dendang lebah yang terdapat pada masyarakat
Melayu Tamiang ini sangat menarik, sehingga membuat penulis merasa tertarik
untuk menelitinya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah proses pengambilan madu lebah pada masyarakat
Melayu Tamiang?
2.
Bagaimana struktur teks dendang lebah masyarakat Melayu Tamiang?
3.
Apa fungsi teks dendang lebah pada masyarakat Melayu Tamiang?
4.
Apa makna teks dendang lebah pada masyarakat Melayu Tamiang?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui proses upacara pengambilan madu lebah pada
masyarakat Melayu Tamiang.
2.
Mengetahui struktur teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
3.
Mengetahui fungsi teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
4.
Mengetahui makna teks dendang lebah pada masyarakat Melayu
Tamiang.
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian hendaknya berguna dan bermanfaat bagi setiap kalangan.
Adapun manfaat dari penelitian tentang Fungsi dan Makna Teks Dendang Lebah
masyarakat Melayu Tamiang ini adalah sebagai berikut:
5
1.
Menambah wawasan pembaca mengenai fungsi dan makna teks
dendang lebah masyarakat Melayu Tamiang.
2.
Menambah pengetahuan semua kalangan tentang mantra.
3.
Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu dan menggali
lebih dalam tentang mantra melayu yang belum terungkap.
4.
Memunculkan rasa kepemilikan bagi masyarakat Melayu terhadap
budaya tersebut.
5.
Memberikan pandangan kepada generasi muda sekarang agar
melestarikan budaya tersebut.
6