Deskripsi dan Makna Upacara Tradisi Cue Lak pada Perayaan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa di Selatpanjang, Riau

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sejumlah kecil orang India, Arab, dan Tionghoa telah datang dan menghuni

beberapa tempat di Nusantara sejak dahulu kala pada zaman kerajaan kuno. Akan
tetapi gelombang imigrasi semakin pesat pada masa kolonial. Terbentuklah
kelompok suku bangsa pendatang yang terutama tinggal di perkotaan dan
terbentuk pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu digolongkan dalam kelompok
Timur Asing; seperti keturunan Tionghoa, India dan Arab; serta golongan Eurasia,
yaitu orang percampuran Indonesia dan Eropa.
Dari sejumlah kecil kelompok suku bangsa pendatang, salah satu suku yang
sekarang diakui sebagai masyarakat di Indonesia adalah Suku Tionghoa. Menurut
Vasanty (dalam Koentjaraningrat, 2007), orang Tionghoa adalah kelompok orang
yang berasal dari berbagai suku bangsa di daerah negara Cina yang salah satunya
berasal dari dua Provinsi, yaitu Fukien dan Kwangtung. Suku-suku bangsa dari
daerah tersebut adalah Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Tionghoa adalah suku
bangsa perantau yang berasal di daerah negara Cina yang datang ke Indonesia

dengan tujuan bermigrasi ataupun berdagang.
Orang Tionghoa sudah datang ke kepulauan Nusantara ini, jauh sebelum
orang kulit putih lain menginjakkan kakinya. Permukiman mereka di pesisir utara
pulau Jawa sudah ada pada abad ke-14 yaitu pada masa jaman Majapahit,
demikian ditulis oleh Ma Huan dalam bukunya Ying Ya Sheng Lan, yang

1
Universitas Sumatera Utara

merupakan catatan penting tentang perjalanan Zheng He ke Lautan Selatan dan
singgah di Jawa pada masa itu (Setiawan, 1990:11). Leluhur orang Tiongkok
bermigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan
perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam Sejarah Indonesia, bahkan
sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Berdasarkan cerita
dalam Dinasti Han, pemerintah Kaisar Wang Ming (1-6 SM) telah mengenal
Nusantara dengan sebutan Huang Tse.Waktu perjalanan yang dibutuhkan pulang
pergi Nusantara dan Tiongkok adalah satu tahun, sehingga tidak sedikit orang
Tionghoa memilih untuk menetap sementara selama kurang-lebih enam bulan,
atau memilih untuk menetap selamanya (Setiono, 2008:20).
Kedatangan para perantau dari Tiongkok ini kemudian mendorong

terjadinya perkawinan campur antara para perantau Tiongkok dengan masyarakat
asli Nusantara. Perkawinan campur ini memunculkan ras yang sering disebut
golongan masyarakat keturunan Tionghoa. Perjalanan waktu yang cukup lama di
Indonesia menyebabkan pola hidup masyarakat Tionghoa keturunan menjadi
salah satu warna dalam ragam kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya
material, seperti peralatan-peralatan kerja dan teknologi, maupun yang nonmaterial, seperti nilai-nilai kehidupan dan seni tertentu. Kebudayaan memiliki 7
unsur-unsur universal, yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang
ada di dunia ini, yaitu: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian
hidup, sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 2004:2).

2
Universitas Sumatera Utara

Bersamaan dengan kedatangan para imigran itu, banyak kebudayaan
Tionghoa mengalir masuk, terutama kebudayaan spiritual seperti adat-istiadat,
upacara-upacara, dan agama, walaupun tak sedikit pula yang langsung menganut
agama penduduk setempat. Seiring dengan makin mapannya kehidupan di tanah
perantauan, kebutuhan akan tempat beribadah sebagai tanda terima kasih kepada

Yang maha Kuasa, pun mulai dirasakan. Maka berdirilah kelenteng-kelenteng
ditempat permukiman mereka sebagai tempat dilakukannya kegiatan rohani dan
sosial. Kelenteng yang pada mulanya didirikan tentunya bercorak khas Tionghoa,
tapi dalam perkembangannya kemudian banyak juga yang dipengaruhi oleh
kebudayaan setempat, terutama setelah banyaknya tukang-tukang dan ahli pahat
pribumi diikutsertakan dalam pembangunannya (Setiawan, 1990:11).
Masyarakat Tionghoa dikenal sebagai masyarakat yang memandang penting
tradisi mereka, tradisi tersebut berupa kegiatan masyarakat yang berhubungan
dengan perayaan-perayaanatau kepercayaan yang mereka anut. Tradisi merupakan
peninggalan nenek moyang yang sudah terbentuk di dalam kebudayaan
masyarakat Tionghoa dan sudah menjadi identitas mereka.
Dalam kebudayaan Tionghoa terdapat macam-macam tradisi, namun hingga
saat ini hanya beberapa tradisi saja yang masih dilakukan orang Tionghoa.
Beberapa tradisi itu seperti: Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Festival Duan Wu,
Festival Qixi, Festival Kue Bulan, Perayaan Cheng Beng, Sembahyang Rebutan
(Cioko), Perayaan Bakar Tongkang, dan lain-lain. Salah satu tradisi masyarakat
Tionghoa yang paling dikenal sejak dahulu hingga sekarang, dan sudah dijadikan
penanggalan tetap di Indonesia adalah perayaan tahun baru Imlek.

3

Universitas Sumatera Utara

Tahun

Baru

Imlek merupakan

perayaan

terpenting

orang Tionghoa.

Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama di penanggalan
Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat
bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chunxi yang berarti
“malam pergantian tahun”. Tahun baru dimaknai sebagai suatu awal di mana
masyarakat dalam suatu budaya mengawali atau memasuki tahap baru dengan
harapan baru. Harapan yang dipanjatkan pada saat Imlek adalah rejeki,

kebahagiaan atau kesuksesan di tahun yang baru. Memasuki tahap baru ini pada
umumnya dilaksanakan atau dirayakan dengan ritual-ritual yang dianggap dapat
mewakili harapan mereka. Ritual-ritual untuk memanjatkan doa dan pengharapan
berbentuk upacara sembahyang atau pemberian benda kepada sosok yang dipuja
sebagai simbol doa atau harapan.
Pada saat menjelang perayaan Imlek, biasanya masyarakat Tionghoa mulai
mendekorasi rumah mereka dengan kain atau lampion dan nuansa serba merah,
mempersiapkan angpao, mempersiapkan kue dan makanan untuk Imlek.
Kemudian ketika pada hari Imlek masyarakat Tionghoa biasanya makan bersama
keluarga, membakar petasan, sembahyang kepada leluhur, membagikan angpao,
menyaksikan atau mengadakan kesenian barongsai dan masih banyak lagi.
Namun, jika kegiatan-kegiatan tersebut biasa dilakukan masyarakat Tionghoa di
Indonesia pada saat perayaan Imlek, rangkaian kemeriahan perayaan Imlek di
sebuah kota Selatpanjang yang berada di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau
mempunyai tradisi Imlek yang sedikit berbeda dibandingkan daerah lain, seperti
Pontianak, Singkawang, Palembang, Pangkal Pinang, Medan, Binjai, Semarang
dan Bagansiapiapi, dimana di daerah lain kemeriahan Imlek cuma berlangsung

4
Universitas Sumatera Utara


satu, dua, atau tiga hari saja yaitu hari ke-1 (pertama) dan dihari ke-15 (Cap Go
Meh), tetapi kemeriahan Imlek di Selatpanjang berlangsung selama 6 hari
berturut-turut yaitu dari hari awal menjelang Imlek sampai hari ke-6 (Cue Lak).
Hal ini menjadikan Selatpanjang sebagai kota yang mempunyai rangkaian acara
kemeriahan Imlek terlama diseluruh Indonesia.
Sebagai daerah yang jumlah komunitas Tionghoanya cukup besar, suasana
perayaan Imlek di kota Selatpanjang setiap tahunnya selalu terasa meriah. Hal itu
terlihat dalam kesibukan masyarakat Tionghoa melakukan sembahyang, baik di
rumah ataupun di vihara. Perayaan Imlek merupakan momen yang selalu ditunggu
setiap tahunnya oleh masyarakat Tionghoa karena perayaan Imlek dari hari
pertama di Selatpanjang sampai hari ke enam setiap sore dari mulai pukul 15:00 –
18:00 WIB, masyarakat Tionghoa di Selatpanjang yang membaur dengan
penduduk Melayu setempat mengadakan Cian Cui (Perang Air) seperti Songkran
di Thailand. Adanya kegiatan perang air tersebut menambah tradisi unik dari
Masyarakat Tionghoa di kota ini dibandingkan di daerah lainnya pada saat
perayaan Imlek.
Penyambutan tahun baru imlek di Selatpanjang biasanya dipusatkan di
Vihara Sejahtera Sakti. Selain menggelarkan sembahyang, yang paling unik di
daerah ini adalah warga yang merayakan juga berkeliling kota pada waktu sore

hari dengan mengunakan Betor (Becak Motor) biasanya berlansung selama 6 hari.
Sebelum puncak acara imlek biasa diawali Festival Kembang Api pada hari Ke 5,
durasi kembang api biasa berlangsung cukup lama kurang lebih sampai 3 jam
lamanya tanpa henti. Puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang
berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya

5
Universitas Sumatera Utara

disebut Cue Lak, tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari ke-7 yaitu seminggu
sebelum jatuhnya perayaan Imlek.
Perayaan Cue Lak merupakan hari ulang tahun salah satu dewa warga
Tionghoa, yakni Dewa Qing Shui Zu Shi atau biasa disebut oleh warga setempat
yakni, Dewa Co Su Kong yang merupakan dewa dari cadas air jernih. Co Su Kong
adalah seorang Rahib Buddha yang berasal dari Provinsi Hokkian, Kabupaten
Yong Chun. Beliau lahir pada tanggal 6 bulan 11 Imlek, tahun 1044 M, pada
zaman Dinasti Song [960-1279 M], masa pemerintahan Kaisar Ren Zhong tahun
keempat. Co Su Kong pada usia kanak-kanak telah mencukur rambut untuk
menjadi Bhikkhu. Beliau pergi ke Gunung Da Jing Shan untuk berguru kepada
Guru Zen Ming Song Chan Shi. Setelah membina diri dengan tekun selama 3

tahun, beliau mencapai kesempurnaan, lalu berpamitan kepada gurunya. Sebelum
berangkat gurunya mewariskan jubah dan patra kepada Co Su Kong, dan berpesan
kepadanya agar berpegang teguh pada semangat cinta kasih Buddhisme, serta
memberikan manfaat kepada makhluk hidup dan dunia sebagai misi luhur seumur
hidup (Setiawan, 1990:281).
Co Su Kong sering membantu penduduk yang miskin dalam hal pengobatan
dan menolong orang-orang membangun jembatan. Di dekat gua tempat beliau
bertapa terdapat sumber air yang jernih, yang bernama Qing Shui Yan yang berarti
cadas air jernih. Dengan air jernih dan meditasi di gua ini Co Su Kong mengobati
orang-orang yang meminta pertolongannya. Karena itu beliau mendapat sebutan
Qing Shui Zu Shi yang berarti Dewa dari Cadas Air Jernih (Setiawan, 1990:282).
Co Su Kong wafat pada saat bersemedi tanggal 6 bulan 6 Imlek tahun 1143 M
pada masa pemerintahan Kaisar Wei Zhong dari Dinasti Song tahun ke sembilan.

6
Universitas Sumatera Utara

Pada hari ke enam perayaan Imlek warga Tionghoa di Selatpanjang
mempercayai bahwa sang dewa sedang turun ke bumi dengan maksud untuk
mengusir unsur unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran dan ketentraman

bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan
menggotong tandu patung Dewa Co Su Kong yang diikuti dua temannya, yaitu
Dewa Li Lo Cia dan Dewa Tian Dou Yuan Shuai dan diarak berkeliling kota
mengunjungi sekitar 26 kelenteng di Selatpanjang untuk berdoa. Sementara itu,
setiap ketiga dewa ini melintas di depan rumah orang Tionghoa, maka masyarakat
Tionghoa akan menyalakan petasan yang sudah digantung di depan rumah. Bunyi
petasan dipercaya sebagai pengusir energi negatif dan mendatangkan energi
positif. Arak-arakan atau pawai disertai menggelar atraksi tarian Liong (naga),
dan atraksi Barongsai (singa) dan diiringi seni budaya Jawa Reog Ponorogo yang
berasal dari Jawa Timur.

Gambar 1: Tandu Dewa Co Su Kong
(Dokumentasi: Sausan Tsurayya, 2 Februari 2017)

7
Universitas Sumatera Utara

Cue Lak dimulai malam pukul 00.00 WIB. Karena pada masa itu dianggap
sebagai waktu Dewa Co Su Kong turun ke bumi. Setiap tahun, peringatan Cue Lak
dilaksanakan di Kelenteng Sejahtera Sakti yang merupakan kelenteng tertua di

Selat Panjang. Setiap tahun malam penyambutan Cue Lak dimeriahkan dengan
pesta kembang api dan pembakaran petasan. Paginya, ribuan warga Tionghoa
akan memadati jalan sekitar kelenteng Sejahtera Sakti untuk berdoa atau
sembahyang. Di tengah klenteng digelar meja altar besar tempat warga
meletakkan sesajian. Ritual ini tak hanya disaksikan warga Tionghoa, tapi juga
masyarakat Selatpanjang lainnya.
Upacara tradisi Cue Lak tersebut juga diiringi oleh para tetua atau orang
yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangkie yaitu
dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara
roh dewa tersebut, hal itu ada kesamaan di kota singkawang (Kalimantan Barat)
yang biasa dikenal Tatung. Di sekujur tubuh Thangkie terdapat tusukan-tusukan
senjata tajam. Aksi Thangkie juga menjadi salah satu yang dinanti-nanti warga,
terutama saat dan tempat tertentu. Dimaka Thangkie akan bertingkah laku aneh
sebagaimana orang yang sedang dirasuki roh atau makhluk gaib.

8
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2: Thangkie
(Dokumentasi: Harliyanto dan Sausan Tsurayya, 3 Februari 2017)


Konon, perayaan Imlek di Selatpanjang dapat juga diartikan sebagai sebuah
rezeki bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila masyarakat yang non masyarakat Tionghoa biasanya juga
turut ikut meramaikan perayaan Imlek dengan iring-iringan reog Ponorogo (bagi
masyarakat Jawa) dan atraksi-atraksi kesenian lain yang merupakan tradisi dari
daerah setempat.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis proses dan makna upacara
tradisi Cue Lak bagi Masyarakat Tionghoa pada perayaan Imlek di kota
Selatpanjang. Kota Selatpanjang tidaklah begitu besar. Namun mayoritas
penduduk kota dipenuhi masyarakat Tionghoa yang sudah lebih 170 tahun
keberadaanya di sana. Dari jumlah penduduk 248 ribu jiwa, sekitar 30 persen

9
Universitas Sumatera Utara

merupakan warga Tionghoa sisanya Tamil, Jawa, dan Bugis. Tionghoa di
Selatpanjang berbahasa Hokkian, mereka bukan datangan sepuluh dua puluh
tahun yang lalu, usia tionghoa di sini hampir sama dengan usia Selatpanjang
sendiri. Sejak didirikan tahun 1807 oleh Kesultanan Siak, generasi yang tinggal di
Bandar ini, konon sudah berusia lebih dari 170 tahun. Zaman yang panjang inilah
yang sangat mempengaruhi pola hidup dan demografi Melayu – Tionghoa di
Bandar tua ini.
Masyarakat Tionghoa di kota Selatpanjang sangat menjunjung tinggi tradisi
dan kebudayaan mereka. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat
Tionghoa dalam mengikuti setiap upacara budaya, tak terkecuali upacara tradisi
Cue Lak. Setiap tahunnya masyarakat Tionghoa di kota Selatpanjang biasanya
melakukan upacara tradisi Cue lak di Vihara Sejahtera Sakti/ Klenteng Hoo Ann
Kiong, sebuah vihara bagi masyarakat Tionghoa beragama Buddha dan
Konghuchu di kota Selatpanjang.
Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap upacara tradisi
Cue lak ini. Alasan Penulis untuk meneliti tradisi upacara Cue Lak karena Penulis
merasa bahwa tradisi upacara Cue lak di kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Riauini adalah salah satu kebudayaan masyarakat Tionghoa yang sangat
unik dalam perayaan Imlek, dibandingkan tradisi Imlek yang dilakukan oleh
kebanyakan mayarakat Tionghoa dilain tempat dan juga masyarakat Tionghoa di
kota Selatpanjang masih sangat menjungjung tinggi nilai-nilai kebudayaan
mereka. Penulis ingin secara langsung mengetahui tahapan proses upacara dan
makna upacara tradisi Cue Lak pada perayaan Imlekbagi masyarakat Tionghoa di

10
Universitas Sumatera Utara

kota Selatpanjang. Penulis melihat masyarakat Tionghoa di kota Selatpanjang
masih melakukan upacara tradisi Cue lak setiap tahunnya.

1.2

Batasan Masalah
Untuk menghindari batasan yang terlalu luas yang dapat mengaburkan

penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada
proses dan makna upacara tradisi Cue lak masyarakat Tionghoa di kota
Selatpanjang kabupaten Kepulauan Meranti. Proses perayaan Cue lak meliputi
tahap persiapan, upacara dan penutupan (akhir upacara) serta akan menganalisis
makna dari setiap tahapan-tahapan perayaan Cue lak tersebut.

1.3

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses upacara tradisi Cue lak masyarakat Tionghoa di
Selatpanjang ?
2. Apa saja makna upacara tradisi Cue lak bagi masyarakat Tionghoa di
Selatpanjang ?

1.4

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu,

maka penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan rangkaian upacara tradisi Cue lak masyarakat Tionghoa
di Selatpanjang.
2. Menguraikan makna upacara tradisi Cue lak bagi masyarakat Tionghoa
di Selatpanjang.

11
Universitas Sumatera Utara

1.5

Manfaat Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian yang

telah penulis uraikan sebelumnya maka manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang kebudayaan
dan menambah kajian ilmu kebudayaan agar dapat mengetahui bahwa adanya
budaya Tionghoa yang berbeda di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan rujukan bagi peneliti yang ingin mengkaji bidang serupa, dan
memberikan manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia.

1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian deskripsi dan
makna upacara tradisi Cue Lak masyarakat Tionghoa di Selatpanjang adalah
diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menambah wawasan
pengetahuan dan pemahaman tentang deskripsi dan makna upacara tradisi Cue
Lak bagi masyarakat luas khususnya masyarakat Tionghoa yang pada umumnya
belum mengetahui deskripsi dan makna upacara tradisi Cue Lak sehingga
diharapkan mereka dapat lebih memahami makna dan deskripsi upacara tradisi
Cue Lak secara mendalam, dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan
bacaan untuk menambah pengetahuan bagi masyarakat yang gemar mempelajari
kebudayaan.

12
Universitas Sumatera Utara