Festival Mochitsuki Di Jepang Nihon De No Mochitsuki Matsuri

BAB II
MAKNA FESTIVAL DI JEPANG
2.1Menjaga Tradisi
Festival (matsuri) bagi orang Jepang dianggap sebagai salah satu simbol
dari kegiatan manusia untuk berkomunikasi dan melayani Dewa.Dengan kata lain
festival bagi orang Jepang dianggap sebagai jalan untuk bertemu dengan Dewa
dan itu memang sudah tradisi orang jepang melakukan berbagai macam festival.
Penyelenggaraan festival yang dilaksanakan oleh orang Jepang mengandung dua
makna, yaitu makna pertama seperti yang dinyatakan oleh Kunio Yanagita (1982 :
52) bahwa festival sebagai Nihon Jin Rashisa atau kekhasan orang Jepang dan
kokoro zuku koto atau kesadaran yang selalu ada dalam jiwa orang Jepang.
Maksud kekhasan dan kesadaran ini ada dalam diri orang Jepang karena dengan
berbagai kegiatan festival yang selalu mendampingi kehidupan orang Jepang yang
tampak dalam penyelenggaraan festival yang bersifat ritual dan periodik yang di
dalamnya mengandung unsur keagamaan, karena dilaksanakan dengan tujuan
menyembah Dewa dan juga untuk memohon kepada Dewa bagi kesejahteraan,
kebaikan dan dijauhkan dari marabahaya.
Salah satu dari makna pertama penyelenggaraan festival ini adalah masih
dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang menjadi persyaratan penyelenggaraan yang
terdiri dari sao dan mono imi sebagai dua persyaratan utama dan juga faktor yang
harus ada dalam penyelenggaraan festival: shinchi, shinya, kamiwaza, sekku, dan

saijitsu. Biasanya upacara yang dilakukan sesuai dengan makna pertama ini

4
Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan secara khidmat dan sederhana oleh anggota keluarga yang
berkumpul di desa pada salah satu festival yang khusus diselenggarakan oleh
keluarga itu, beberapa diantaranya adalah Mune-Age matsuri, hoji matsuri atau OBon matsuri, dan Ido no Kami Sama matsuri, yaitu upacara mengundang
Dewayang diselenggarakan karena keluarga yang mengalami kesulitan yang
berhubungan dengan usaha keluarga yang menurun. Biasanya matsuri-matsuri
yang di sebutkan di atas diselenggrakan di desa oleh anggota ie (sistem
kekerabatan dalam masayarakat Jepang yang bentuknya mengambil keluarga
besar yang anggotanya terdiri dari mereka yang masih mempunyai hubungan
darah). Namun, akhir-akhir ini dengan bentuk keluarga kecil dan mereka akan
tinggal terpencar, pelaksanaan festival dengan makna pertama ini mulai jarang
ditemukan dalam keluarga-keluarga Jepang, khususnya masyarakat yang tinggal
di kota-kota besar.
Makna kedua dari penyelenggaraan festival adalah sebagai hiburan. Jenis
festival ini berkembang di kota-kota besar maupun desa dan diselenggarakan oleh
orang Jepang yang tinggal di kota dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok

tertentu yang tinggal dekat kuil. Namun, Kunio Yanagita (1982 : 60) menjelaskan
bahwa festival yang bermakna hiburan ini tetap memiliki unsur ritual karena
dalam penyelenggarannya masih menegakkan umbul-umbul sebagai pengganti
sao yang mempunyai makna sebagai tangga tempat turun naiknya Dewa pada saat
festival berlangsung.
Ciri yang membedakan dengan penyelenggaraan festival bermakna hiburan yaitu
adanya kelompok penonton yang meramaikan penyelenggaraan festival itu.

5
Universitas Sumatera Utara

Menurut Kunio Yanagita (1982 : 62), kelompok penonton yang datang
meramaikan festival itu bukan untuk ikut berdoa, tetapi mereka hanya sekadar
ikut serta menjadi penonton dan memeriahkan festival tersebut. Mereka hanya
melihat keindahan dari hiasan-hiasan dan perlengkapan festival yang ditampilkan
dalam penyelenggaraan festival.
Festival dilaksanakan tidak hanya anggota keluarga yang mempunyai hubungan
darah dan tidak diselenggarakan pada malam hari, tetapi festival diselenggarakan
pada siang hari oleh kelompok tertentu yang tidak mempunyai hubungan darah,
bahkan tidak mempunyai hubungan kerabat.

Festival mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan Jepang. Festival dilaksanakan sebagai keinginan manusia untuk
memohon perlindungan dan berkat dari Dewa, tetapi festival juga dijadikan
sebagai wadah oleh anggota masyarakat yang menyelenggarakannya dan
menghadirinya untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lain.
Salah satu festival yang di lakukan saat menjelang tahun baru yaitu Mochitsuki.
Festival ini sangat bermakna bagi masyarakat jepang karena festival ini sering
dilakukan dalam kekeluargaan yang membuat semakin akrab.
Khususnya bagi kaum muda, festival dijadikan sebagai kesempatan untuk melatih
diri untuk terjun ke dalam masyarakat yang bermakna bahwa dengan turut
sertanya anak muda berpartisipasi dalam kegiatan itu merupakan kesempatan
untuk menempa diri dalamkelompok.Perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan
festival adalah akibat terjadinya perubahan struktur masyarakat dan pengaruh

6
Universitas Sumatera Utara

modernisasi dalam masyarakat Jepang. Namun penyelenggaraan festival yang
masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat Jepang merupakan tradisi yang
masih dilakukan oleh orang Jepang yang menunjukkan bahwa orang Jepang

sangat menaati unsur-unsur keagamaan. Festival inilah merupakan wajah lain
yang terselubung dalam wajah Jepang modern. (https://livejapan.com/id/article/)

2.2 Perkembangan Ekonomi
Negara jepang adalah Negara yang termasuk maju dalam perekonomian.
Perkembangan ekonomi di Jepang ada hubungan nya dengan adanya festival yang
wajib dilakukan setiap tahunnya. Dengan acara festival lah masyarakat Jepang
dapat berhubungan dengan Dewa.
Festival adalah istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual untuk Dewa.
Dalam pengertian sekuler, matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang.
Berbagai festival diselenggarakan sepanjang tahun di berbagai tempat di Jepang.
Sebagian besar penyelenggara festival adalah kuil Shinto atau kuil Buddha.
Walaupun demikian, ada pula berbagai festival yang bersifat sekuler dan tidak
berkaitan dengan institusi keagamaan.
Sebagian besar festival diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan
keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang,
jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap
penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah
berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Festival juga diadakan untuk


7
Universitas Sumatera Utara

merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan
arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan
festival beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan festival. Festival
yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual
yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Seperti yang dinyatakan oleh Kunio Yanagita (1982 :153) bahwa sebagian warga
Jepang berpendapat pelaksanaan festival ini dapat membawa rezeki dalam
kehidupan sehari-hari. Festival ini dilakukan saat menjelang Tahun Baru yang
artinya warga Jepang merasa hidup yang baru.
Jepang berhasil menyamai kedudukannya dalam bidang ekonomi dengan negaranegaraBarat.Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang kebudayaan
material yaitu dengan mengikuti beberapa kebudayaan barat dalam perilaku
kehidupannya sehari-hari, tetapi dalam budaya spiritual Jepang tidak mengalami
perubahan sehingga Jepang sering dikenal sebagai negara yang mempunyai
kebudayaan yang berwajah dua. Yang dimaksud dengan kebudayaan berwajah
dua yaitu pertama, wajah modern yang diartikan sebagai wajah barat dengan pola
hidup sehari-hari yang tampak mirip dengan bangsa barat.
Kedua, wajah tradisional, yaitu dengan masih banyaknya kegiatan masyarakat

Jepang yang tampak dalam bidang ritual yaitu dengan penyelenggaraan festival,
maupun berbagai kesenian yang masih dipertahankan sebagai bagian dari budaya
tradisional yang telah ada sejak zaman Kuno.Masyarakat Jepang dikenal sebagai
masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisionalnya. Jepang

8
Universitas Sumatera Utara

masih sering disebut sebagai negara yang mempunyai wajah tradisional, Yaitu
bangsa yang tetap menjalankan budaya-budaya tradisional, terutama tampak
dalam kegiatan ritual yang masih diselenggarakan oleh masyarakat pedesaan dan
perkotaan. Kegiatan tradisional dalam bentuk ritual menitikberatkan pada
kegiatan.
Istilah matsuri dalam bahasa Jepang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan festival dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan pesta rakyat
atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa bersejarah.
Jepang merupakan salah satu Negara paling maju di dunia. Saat ini
ekonomi pasar bebas dan industri Jepang merupakan yang ketiga terbesar di dunia
setelah Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina, dilihat dari segi varitas daya
beli internasional. Ekonomi jepang ini dibentuk dari semua elemen yang

membentuk ekonomi modern yaitu : industri, perdagangan, pertanian, dan lain
sebagainya. Kesemuanya ini disokong oleh sistem informasi dan transportasi serta
perbankan yang baik.
Faktor lain, yang juga mendukung perekonomian Jepang adalah hubungan baik
dengan berbagai banyak negara yang akhirnya membantu melancarkan
perdagangan luar negerinya. Ciri-ciri khas ekonomi Jepang di antaranya adalah
kerja sama yang erat diantara perusahaan yang bergerak di bidang pengilangan,
perbekalan, pengedaran, dan bank (kelompok kerja sama ini disebut keiretsu),
negosiasi upah antara perusahaan swasta dengan serikat buruh (shunto), hubungan
baik dengan birokrasi pemerintahan, dan jaminan karir sepanjang hayat (shushin

9
Universitas Sumatera Utara

koyo) untuk hampir sepertiga tenaga kerja di kota, serta jaminan kontrak kerja
bagi buruh.
Secara keseluruhan, selama tiga dekade, pertumbuhan ekonomi Jepang
sebenarnya amat mengagumkan: rata-rata 10% pada dekade 1960-an, rata-rata 5%
pada 1970-an, dan rata-rata 4% pada 1980-an. Hal itu didorong dari banyaknya
investasi di sektor-sektor industri dan juga tingginya tabungan rakyat pada saat itu

yang membantu pertumbuhan perbankan yang solid. Modal ini kemudian banyak
digunakan dalam hal pengenalan teknologi baru, kebanyakan dibawah lisensi
perusahaan asing.
Dalam pertumbuhan ekonominya, Jepang sering mengalami pasang surut.
Salah satu contoh penurunannya adalah pada tahun 1974, pertumbuhan ekonomi
jepang turun sampai –0.5%, sangat berbeda dari pertumbuhan ekonominya pada
tahun 1960-an hingga awal 1970-an yang bisa mencapai 11%. Ini disebabkan
karena terjadinya krisis minyak. Hal itu membuktikan kelemahan ekonomi Jepang
yang sangat tergantung pada impor minyak sebagai sumber energi dari negara lain.
Pertumbuhan ini pun kembali melesu pada dekade 1990-an, terutamanya
disebabkan dampak sampingan perburuhan secara berlebihan selepas tahun 1980an dan dasar-dasar ekonomi pengurangan inflasi yang bertujuan membebaskan
diri dari kelebihan spekulasi pasaran saham dan harga penjualan tanah.
Di awal tahun 2008 ini, pertumbuhan ekonomi Jepang kembali bergerak
lambat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya yaitu
merosotnya investasi perumahan. Menurunnya investasi di sektor perumahan

10
Universitas Sumatera Utara

tersebut disebabkan berkurangnya aktivitas konstruksi akibat pengetatan regulasi

Juni tahun lalu. Hal tersebut dilakukan menyusul skandal pemalsuan data
bangunan pendirian beberapa blok apartemen oleh seorang arsitek Jepang. Para
pengusaha di sektor perumahan juga mengaku kesulitan menyesuaikan diri
dengan kebijakan baru tersebut, sehingga mereka memilih untuk menahan dulu
investasi di sektor tersebut. Tantangan terbesar yang dihadapi Pemerintah Jepang,
menurut mereka, adalah membenahi sektor belanja konsumen yang mengalami
keterpurukan akibat menurunnya sentimen, lambatnya pertumbuhan upah, dan
melambungnya sejumlah harga komoditas.
(Yanagita, Kunio. 1982. Nihon no Festival Jepang)
2.3 Panjang Umur
Warga Jepang terkenal berumur panjang hingga hampir mencapai 100
tahun. Hal itu dikarenakan warga Jepang selalu mengkonsumsi makanan yang
sehat. Menurut kepercayaan orang Jepang umur panjang berhubungan dengan
penyelenggaraan festival, salah satunya yaitu Festival Mochitsuki. Festival ini
adalah perayaan menumbuk mochi dan memakan mochi dengan bersama teman
keluarga dan lainnya.
Festival ini dilakukan untuk memperpanjang umur orang Jepang agar dapat hidup
lebih lama dan sehat. Ini dapat dimaknakan karena mochi terbuat dari beras.
Setelah beras mulai masuk ke Negara Jepang, masyarakat Jepang mulai
mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Beras yang secara terusmenerusdikonsumsi akhirnya dapatdimanfaatkanmenjadi berbagai macam produk


11
Universitas Sumatera Utara

lainnya.Termasuk menjadi bahan penyelenggaraan festival Mochitsuki. Dengan
perkembangan beras seperti itu, budaya Jepang juga semakin berkembang. Dari
kata berkembang dapat dimaknai bahwa melakukan Festival Mochitsuki
membawa umur yang panjang bagi masyarakat Jepang. (Maria, Fransiska
Merinda.2015. Best of Japan)

12
Universitas Sumatera Utara