LAPORAN RESMI PRAKTIKUM RANSUM UNGGAS DA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
RANSUM UNGGAS DAN NON RUMINANSIA

Oleh :
Henny Br Bangun
Ika Nurul S.
Elisabeth Diona H.
Zakiyyatul Ulya
Pramudya M. Isnan

Judul

23010211060003
23010211060004
23010211060010
23010211060017
23010211060032

DIII MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM RANSUM UNGGAS
NON RUMINANSIA

Tanggal Pengesahan :

JUNI 2013

Mengetahui,
Dosen Praktikum
Ransum Unggas Non Ruminansia

Dr. Ir. Hanny Indrat Wahyuni, M.Sc.
NIP. 19590615 198703 2 006

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

Laporan Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia dengan baik.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan acara praktikum Ransum
Unggas Non Ruminansia. Penyusun berharap laporan ini dapat memberikan
tambahan pengetahuan mengenai dasar-dasar teknologi hasil ternak baik bagi
penyusun maupun pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hanny Indrat
Wahyuni, M.Sc. selaku dosen praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia yang
telah membantu dan membimbing untuk menyelesaikan laporan ini. Ucapan

terima kasih juga di sampaikan kepada teman-teman serta pihak-pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini.
Penyusunan laporan ini terdapat berbagai kekurangan yang tidak berkenan
di hati pembaca. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Semarang,

Juni 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
2
2.1. Kuda ..........................................................................................
2.2. Pemberian Ransum ....................................................................
2.3. Manajemen Perkandangan .........................................................
2.4. Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda .....................................
2.5. Produktivitas...............................................................................

BAB III METERI DAN METODE...........................................................
3.1. Materi.........................................................................................
3.2. Metode........................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................
4.1. Keadaan Umum..........................................................................
4.2. Pemberian Ransum ....................................................................
4.3. Manajemen Perkandangan..........................................................
4.4. Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda......................................
4.5. Produktivitas...............................................................................

BAB V PENUTUP......................................................................................
5.1. Simpulan....................................................................................
5.2. Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
LAMPIRAN................................................................................................ 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Konsumsi Ransum ...............................................................
Lampiran 2. Bahan Kering Ekskreta...........................................................
Lampiran 3. Protein Kasar Ekskreta...........................................................

Lampiran 4. Kecernaan Protein..................................................................
Lampiran 5. Konversi dan Efisiensi Pakan Ayam Broiler..........................

BAB I
PENDAHULUAN
Ransum merupakan faktor penentu terhadap pertumbuhan. Pertumbuhan
memerlukan ransum yang kualitas dan kuantitasnya cukup. Kelengkapan zat
makanan merupakan hal yang penting dalam penyusun ransum. Zat makanan
yang penting bagi pertumbuhan ternak adalah protein, bila ternak kekurangan
protein maka pertumbuhannya terganggu. Kecernaan bahan pakan dapat diamati
dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Kecernaan yang
rendah maka nilai manfaatnya akan tinggi. Pengukuran nilai kecernaan suatu

bahan pakan dilakukan secara langsung pada ternak unggas yaitu ayam broiler,
karena ayam broiler memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dalam waktu yang
singkat sehingga optimalisasi penyerapan zat-zat makanan dapat terlihat.
Pengukuran kecernaan merupakan usaha untuk menentukan jumlah zat yang dapat
diserap oleh saluran pencernaan, mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan
jumlah makanan yang dikeluarkan melalui feses.
Tujuan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia adalah untuk

mengetahui susunan ransum yang diberikan pada ternak non ruminansia yaitu
pada ternak kuda. Manfaat dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia
adalah dapat mengetahui susunan ransum yang diberikan pada ternak non
ruminansia yaitu pada ternak kuda dengan baik dan benar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Kuda
Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) adalah salah satu dari

sepuluh spesies modern mamalia dari genus Equus. Secara umum, kuda di dunia
terbagi dalam dua jenis yaitu jenis kuda dan poni, perbedaan antara keduanya
terletak pada tinggi badan. Kuda mempunyai tinggi badan di atas 125 cm
sedangkan poni di bawah 125 cm (Suparman, 2007). Berdasarkan fisiologisnya
kuda dibagi menjadi tiga yaitu cold blood, hot blood dan warm blood. Cold blood
adalah kuda berdarah dingin atau lebih sering dijumpai sebagai kuda beban. Kuda

ini cirinya berbadan besar, jalan lambat, punya tenaga kuat, dan cocok sebagai

kuda pekerja. Hot blood yaitu kuda berdarah panas dengan ciri-ciri kaki ramping,
tinggi, dan lari cepat. Contohnya seperti kuda thoroughbred (TB) dan kuda arab.
Warm blood atau berdarah hangat merupakan campuran antara cold blood dan hot
blood (Edward, 1994).
Nenek moyang kuda (Equus caballus) Indonesia adalah kuda Sandel
Wood dan kuda Batak (Yuriadi, 2012). Kuda-kuda tersebut tersebar di berbagai
daerah dan menjadi nama kuda lokal di daerah tertentu, yaitu kuda Makasar, kuda
Gorontalo, Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda
Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali, kuda
Lombok, dan kuda Kuningan. Kuda lokal Indonesia memiliki daya tahan hidup
kuat di daerah tanah yang tandus dan beriklim tropis, serta relatif tahan penyakit.
Pertumbuhan badan bagian depan lebih baik daripada tubuh bagian belakang.
Pada umumnya, kuda memiliki struktur kaki dan teracak yang kuat, tipe lari cepat
dan mempunyai ketahanan yang tinggi, memiliki temperamen labil, dan dapat
dilatih (Suparman, 2007). Ciri-ciri kuda indonesia adalah Tubuhnya kecil,
tingginya kurang dari 1,20 m. Perimbangan tubuhnya baik. Hidung dari kuda ini
besar, dan relatif panjang. Kepala sukar ditundukkan secara sempurna karena
tengkuknya yang pendek, ekor duduknya tinggi, warna bermacam-macam, tipe
kuda beban (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1982).


2.2.

Pemberian Ransum
Kuda membutuhkan makan rumput minimum 1% (satu persen) dari berat

badannya. Pemberian rerumputan yang berlebihan juga kurang baik karena akan

menyebabkan perut kuda buncit dan kurang atletis. Sumber energi yang
dibutuhkan kuda berasal dari carbohidrat pada tanaman forages (cellulosa)
rumput-rumputan, biji-bijian (grain), protein dan lemak. Rumput hijau memiliki
kandungan energi dan nutrisi lebih tinggi dibanding yang sudah tua dan kering
(Coumbe, 2001). Ransum kuda sehari-hari terdiri atas: Rumput hijau (forages)
bisa dari jenis Alfa-alfa (kandungan calsium tinggi) maupun Timothy (kandungan
calsium rendah). Biji-bijian (grain) bisa dari jagung giling, bekatul, bren, oats,
padi dll. Baik dalam bentuk pecah giling ataupun berupa pellete (Coumbe, 2001).
Mineral yang dibutuhkan adalah unsur Calsium (Ca), Phosphore (P) untuk
pertumbuhan tulang. Dua unsur Ca dan P ini harus berimbang agar perkembangan
pertulangan kuda serta otot tidak terganggu. Untuk kuda yang dipelihara dalam
kandang, makanan rumput hijau biasanya akan kurang, sehingga asupan unsur
Calsium (Ca) akan sedikit. Biasanya anda memberikan ransum biji-bijian (grain)

seperti: bren, jagung, bekatul, oats, padi dan lain-lain pada kuda. Biji-bijian ini
banyak mengandung unsur P, akibatnya Ca dan P tidak berimbang. Untuk itu perlu
ditambahkan Calsium pada ransum setiap hari. Kekurangan Calsium berakibat
pada kerusakan tulang-tulang kaki dan otot (Lawrence, 2010). Pakan tambahan
pada saat kuda harus bekerja berat seperti saat bermain polo, endurance, pacuan 2
hari, eventing 3 hari, jumping, cross country dan lain-lain. Kebutuhan energi
untuk kerja ini diambil dari karbohidrat yang tersimpan atau dari glikogen yang
diturunkan dari asupan makanan biji-bijian (grain). Pada kondisi seperti ini
kebutuhan energi itu tidak akan mencukupi apabila hanya disuplai dari makanan
rumput hijau yang diberikan saja. Oleh karena itulah harus berikan oats, jagung
atau campuran (mix), dan minyak bertenaga (Stewart, 2010).

Pada saat oto-otot kuda melakukan konstraksi, energy dibakar bersama
oxigen. Muncul unsur radikal bebas yang beracun sebagai akibat proses oksidasi
ini. Vitamin E adalah unsur yang diperlukan untuk membuang radikal bebas ini.
Kekurangan vitamin E kuda akan mengalami kram otot, kecapaian (fatigue),
ngilu, kejang,tandon dll. Vitamin E akan mengembalikan kesehatan otot setelah
berlatih ataupun bertanding. Vitamin B1 (thiamine) dibutuhkan untuk proses
metabolisme dalam merubah carbohidrat yang diperoleh dari makanan menjadi
tenaga untuk kerja otot. Biasanya diberikan lewat suntikan vitamin B complex

(Lawrence, 2010). Air bersih yang tidak terkontaminasi harus diberikan sebagai
asupan sehari-hari secara bebas sesuai kebutuhannya, kuda membutuhkan air
untuk proses metabolisme, sebagai pengganti keringat yang keluar saat bekerja
atau berlari. Namun pemberian air ini diatur setelah melalui proses pendinginan
badan, kira-kira 1 jam setelah kerja atau lari selesai. Berikan rumput setelah kuda
selesai berlari sampai suhu badan betul-betul dingin normal kembali baru
diperbolehkan minum air. Pemberian air setelah kerja keras dilakukan dapat
menyebabkan gangguan seperti munculnya cholic dsb (Stewart, 2010).
Pemberian Electrolytes yang berisi sodium, magnesium, potasium, cloride
dan calsium sangat baik setelah kuda berlomba atau kerja keras. Mineral seperti
sodium, magnesium, potasium, cloride dan calsium akan hilang bersama keringat
yang mengucur deras saat kuda bekerja ataupun lewat air seni. Namun kuda yang
diberikan makanan rumput hijau yang baik dan garam yang cukup akan bisa
memenuhi kebutuhan electrolyte tersebut kecuali bila keringat yang keluar sangat
berlebihan. Pemberian elektrolyte ini tidak boleh dicampurkan dengan air minum
sehari-hari yang disajikan. Hanya diberikan setelah kerja keras saja untuk

mengembalikan kondisi dengan cepat. Kuda sport dan pekerja berat sangat
sensitive terhadap cholic sebagai akibat perubahan pola makan yang cepat,
pemberian air minum dingin berlebihan saat kuda masih panas, rumput yang

masih basah, atau kuda tidak aktif. Oleh karena itu merubah ransum harus
dilakukan bertahap (Parakkasi, 2006).
Konsumsi yang diinginkan pada kuda dewasa yakni saat masa
pemeliharaan hijauan 1,5 – 2,0 % dari berat badan consentrat 0 – 0,5 % dari berat
badan, kuda dewasa dengan kerja ringan

hijauan 1,0 – 2,0 % dari berat badan

consentrat 0,5 – 1,0 % dari berat badan, kuda dewasa dengan kerja sedang hijauan
1,0 – 2,0 dari berat badan consentrat 0,75 – 1,5 % dari berat badan, kuda dewasa
kerja keras hijauan 0,75 – 1,5 % dari berat badan consentrat 1,0 – 2,0 % dari berat
badan. Sumber NRC 1989 Note: Air dry feed 90% dry matter. (Lawrence, 2010).
2.3.

Manajemen Perkandangan
Pembuatan kandang kuda pada daerah yang beriklim tropis harus

memenuhi syarat – syarat kandang yang baik untuk ternak sub tropis. Kandang
sebaiknya tidak tertutup rapat dan memiliki ventilasi yang cukup, sehingga
pertukaran udara bisa berjalan teratur dan tidak menimbulkan udara panas
didalamnya. Ventilasi yang baik adalah berbentuk puncak pada atapnya dan akan
sangat berpengaruh pada penangan masalah kuda. Jendela pada kuda juga harus
berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). Air hujan dicegah
agar jangan masuk ke dalam kandang. Untuk kuda yang akan beranak,
dipergunakan kandang yang agak tertutup (Jacoeb, 1994).

Menurut Robert (1994) , idealnya ukuran kandang kira-kira selitar 4,2 m ×
3,6 m untuk kuda. Bagian kandang harus tersedia air bersih. Air minum harus
diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda betina
tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan
berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang
baik dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas, dan lain sebagainya
(McBane, 1991).
Kuda betina dan anaknya yang ditempatkan dalam satu kandang harus
memiliki ukuran kandang lebar agar anak kuda dapat bergerak bebas, sedangkan
kandang pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau kandang anak.
Letak kandang jantan lebih jauh dari kandang betina agar kuda betina tidak
terganggu terutama saat merawat anaknya (Jacoebs, 1994). Alas kandang kuda
harus selalu dalam keadaan bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau
jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling,
memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda serta melindungi kaki kuda,
terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane, 1994).

2.4.

Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok

dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi ternak di pengaruhi oleh berbagai
faktor yang kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan dan
lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi,1999). Konsumsi
diperhitungkan sebagai jumlah pakan yang dimakan oleh ternak, zat makanan

yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok
maupun keperluan produksi ternak (Tillman et al., 1991). Konsumsi pakan
dipengaruhi oleh palatabilitas, level energi, protein dan konsentrasi asam amino,
komposisi hijauan, temperatur lingkungan, pertumbuhan dan laktasi dan ukuran
metabolik tubuh (Cheeke, 1999). Secara umum konsumsi dapat meningkat dengan
semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran
pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan sehingga
mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak (Tamminga dan Van
Vuuran, 1988).
Konsumsi ransum pada kuda berbeda antara anakan dan indukan bahkan
dengan yang sedang bunting. Konsumsi kuda bunting dengan otomatis pakannya
lebih dibanding pada mulanya atau sebelum bunting. Oleh dikarenakan itu
berikanlah makanan ekstra. Pemberian makanan tambah baik “pas” tidak “lebih”
tidak “kurang”, karena nyatanya memberikan jumlah makanan ektra justru dapat
menaikkan efek kuda alami kegemukan serta keguguran. Pemberian tambahan
ransum yang baik sehingga besar anak kuda tambah baik sesudah anak kuda lahir
bukan hanya waktu ada di dalam kandungan. kandungan yang berukuran besar
juga beresiko untuk induk, terlebih induk muda yang baru pertama melahirkan
anak, pemberian kalsium dengan rutine dengan takaran yang benar juga amat
mutlak untuk menolong perkembangan anak serta berikan ketahan tubuh yang
tambah baik buat induk (Kliksaya, 2012).
Konversi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak
untuk menghasilkan satuan bobot badan. Konversi ransum dapat digunakan untuk

mengetahui efisiensi suatu peternakan. Keefisienan ransum dapat dilihat dari nilai
konversi ransum, semakin rendah nilai konversi ransum maka efisiensi
penggunaan ransum makin tinggi. Faktor yang turut berperan dalam konversi
ransum adalah temperatur lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi
dan penyakit (Nesheim dan Card, 1972).

2.5.

Produktivitas
Beternak kuda sama seperti beternak sapi, kambing maupun ayam, setiap

saat penyakit bisa menjadi ancaman yang membahayakan bahkan mematikan.
Oleh karena itu diperlukan daya tahan tubuh dan fisik yang baik oleh ternak.
Selain manaejemen pakan dan pemeliharaan yang baik, salah satu faktor penting
dalam menjaga kesehatan ternak kuda adalah dengan melakukan excersise
(Yuriadi, 2012). Exesice sangat penting untuk kuda untuk menghidari dan
mengobati penyakit seperti perut kembung dan pilek. Perut kembung disebabkan
oleh pemberian pakan berupa hijauan yang masih segar, karena hijauan segar
masih banyak kandungan gas sebagai pemicu perut kembung atau memandikan
ternak sehabis pulang kerja yang mengakibatkan ternak mengalami masuk angin.
Gejala yang bisa diamati jika kuda Anda mengalami perut kembung adalah ternak
suka berguling-guling di tanah seperti perut melilit. Apabila ternak kuda
menderita penyakit perut kembung atau kholik, lakukan exercise seperti kuda
jalan-jalan dan kemudian lama kelamaan diajak lari lari sampai kuda terkencingkencing atau mengeluarkan kotoran. Berikanlah minuman berupa parutan buah
pepaya yang dikombinasikan dengan garam dan minyak goreng secukupnya.

Gejala flu/pilek adalah hidung berlendir dan nafas tidak teratur. Untuk mengobati
flu dapat lakukan exercise seperti kuda jalan-jalan, lama kelamaan diajak lari lari
dan memandikan kuda hanya sebatas kepala dan kakinya saja (Suparman, 2007).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia dilaksanakan pada
tanggal 10 Juni 2013 di Lapangan .
3.1.

Materi
Materi yang digunakan adalah alat tulis untuk mencatat data dan informasi

dari anak kandang, camera untuk mengambil dokumentasi, ternak kuda sebagai
bahan praktikum, sampel pakan untuk dianalisis proksimat.
3.2.

Metode
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan observasi pada

peternakan kuda yang meliputi wawancara, dan pengambilan sampel bahan pakan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Komoditas Ternak
Berdasarkan praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia yang telah dapat

diketahui bahwa jenis kuda yang dipelihara pada peternakan xxx adalah kuda pacu

dengan tinggi sekitar 1, 20 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Edwards (1994)
yang menyatakan bahwa tinggi badan kuda di Indonesia berkisar antara 1,151,35m, sehingga digolongkan dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar
dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ternak kuda
dimandikan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, serta melakukan
exercise pada lapangan peternakan. Pengaturan makanan di berikan pagi, siang
dan sore dan berdasarkan umur ternak. Induk kuda yang menyusui makan untuk 2
ekor (dia sendiri dan anaknya). Jika induk itu sudah bunting lagi maka dia makan
untuk 3 ekor. Dalam hal ini maka pemberian makanan harus tiga kali
lipat,khususnya pemberian multivitamin dan mineral. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa kekurangan multivitamin dan
mineral mengakibatkan pertumbuhan anaknya di luar dan di dalam kandungan
kurang sempurna di samping induknya juga akan menjadi lemah. Pemberian
kacang-kacangan dan bungkil membantu pembentukan air susu dalam jumlah
cukup.

4.2.

Pemberian Ransum
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kuda pacuan tersebut diberi ransum

berupa konsentrat dan rumput alfa-alfa dengan kandungan calsium yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Coumbe (2001) bahwa ransum kuda sehari-hari
terdiri atas: Rumput hijau (forages) bisa dari jenis Alfa-alfa (kandungan calsium
tinggi). Biji-bijian (grain) bisa dari jagung giling, bekatul, bren, oats, padi dll. baik

dalam bentuk pecah giling ataupun berupa pellete. Pemberian rumput diberikan
setelah kuda melakukan exercise atau berlari dan kemudian diberikan air minum.
Hal ini sesuai dengan pendapat Stewart (2010) yang menyatakan bahwa berikan
rumput setelah kuda selesai berlari sampai suhu badan betul-betul dingin normal
kembali baru diperbolehkan minum air. Pemberian air setelah kerja keras
dilakukan dapat menyebabkan gangguan seperti munculnya cholic dsb.
Pemberian air minum kuda pacu yakni air bersih yang diberikan secara terus
menerus (ad libitum) sebagai proses metabolisme. Hal ini sesuai dengan pendapat
Stewart (2010) yang menyatakan bahwa air minum bersih yang tidak
terkontaminasi harus diberikan sebagai asupan sehari-hari secara bebas sesuai
kebutuhannya, kuda membutuhkan air untuk proses metabolisme, sebagai
pengganti keringat yang keluar saat bekerja atau berlari. Namun pemberian air ini
diatur setelah melalui proses pendinginan badan, kira-kira 1 jam setelah kerja atau
lari selesai. Parakkasi (2006) menambahkan bahwa kuda sport dan pekerja berat
sangat sensitive terhadap cholic sebagai akibat perubahan pola makan yang cepat,
pemberian air minum dingin berlebihan saat kuda masih panas, rumput yang
masih basah, atau kuda tidak aktif. Oleh karena itu merubah ransum harus
dilakukan bertahap.
4.3.

Manajemen Perkandangan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kuda

yang berada dalam peternakan XXX telah ditempatkan pada kandnag yang telah
memenuhi syarat. Pada kandang kuda tersebut hanya diisi satu ekor kuda saja atau

tipe single stall. Selain itu, kandang tidak terlalu tertutup dan terdapat ventilasi
udara karena bertempat di daerah tropis. Ventilasi pada kandang berada di dekat
pintu masuk atau tepat di depan kuda. Hal ini baik karena pertukaran udara dapat
lancar dan udara didalam kandang tidak terlalu panas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Jendela pada kuda juga harus berada pada posisi sejajar dengan kepala
kuda (McBane, 1991). Teras kandang berjarak cukup jauh dari kandang, hal ini
bertujuan ketika hujan air hujan tidak lansung masuk ke kandang dan kuda akan
tetap merasa hangat. Selain teras kandang yang dibuat jauh, untuk menjaga kuda
tetap hangat dalam kandang diberi alas litter berupa serbuk gergaji dan sekam.
Pemberian alas ini agar lantai kandang lebih lunak dan hangat dan tidak melukai
tubuh kuda saat berguling. Hal ini sesuai dengan pendapat (McBane, 1994) yang
menyatakan bahwa alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang
berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda serta melindungi
kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu.
4.4.

Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa

konsumsi ransum kuda terdiri dari hijauan dan konsentrat. Ransum disusun
sendiri oleh peternak. Kuda anakan, dara dan yang sedang bunting terdapat
perbedaan banyak jumlah ransumnya. Khususnya yang sedang bunting lebih
banyak karena kebutuhan konsusmsi ransum tidak hanya untuk kebutuhan hidup
pokok tapi juga kebutuhan calon anak kuda. Pemberian ransum juga tidak boleh
terlalu banyak atau terlalu sedikit karena sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan calon anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kliksaya (2012) yang
menyatakan bahwa pemberian tambahan ransum yang baik sehingga besar anak
kuda tambah baik sesudah anak kuda lahir bukan hanya waktu ada di dalam
kandungan. kandungan yang berukuran besar juga beresiko untuk induk, terlebih
induk muda yang baru pertama melahirkan anak, pemberian kalsium dengan
rutine dengan takaran yang benar juga amat mutlak untuk menolong
perkembangan anak serta berikan ketahan tubuh yang tambah baik buat induk.
Ransum yang dikonsumsi oleh ternak kuda tersebut dapat selain berperan
dalam membantu pertubuhan dan perkembangan juga berfungsi untuk mengetahui
efisiensi pakan ransum. Banyak atau tidaknya ransum yang dikonsumsi dapat
dipengaruhi oleh suhu, nutrisi maupun nilai kesukaan terhadap ransum tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nesheim dan Card (1972) yang menyatakan
bahwa konversi ransum dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu
peternakan. Faktor yang turut berperan dalam konversi ransum adalah temperatur
lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit.

4.5.

Produktivitas
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kuda pacu di latih fisiknya dengan

melakukan exercise pada sore hari, agar daya tahan tubuh dan fisiknya lebih kuat
dan terhindar dari berbagai serangan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuriadi (2012) yang menyatakan bahwa beternak kuda sama seperti beternak sapi,
kambing maupun ayam, setiap saat penyakit bisa menjadi ancaman yang
membahayakan bahkan mematikan. Oleh karena itu diperlukan daya tahan tubuh

dan fisik yang baik oleh ternak. Selain manajemen pakan dan pemeliharaan yang
baik, salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan ternak kuda adalah
dengan melakukan excercise. Ditambahkan juga oleh Suparman (2007) yang
menjelaskan bahwa exersice sangat penting untuk kuda untuk menghidari dan
mengobati penyakit seperti perut kembung dan pilek. Perut kembung disebabkan
oleh pemberian pakan berupa hijauan yang masih segar, karena hijauan segar
masih banyak kandungan gas sebagai pemicu perut kembung atau memandikan
ternak sehabis pulang kerja yang mengakibatkan ternak mengalami masuk angin.
Gejala yang bisa diamati jika kuda Anda mengalami perut kembung adalah ternak
suka berguling-guling di tanah seperti perut melilit. Apabila ternak kuda
menderita penyakit perut kembung atau kholik, lakukan exercise seperti kuda
jalan-jalan dan kemudian lama kelamaan diajak lari lari sampai kuda terkencingkencing atau mengeluarkan kotoran. Berikanlah minuman berupa parutan buah
pepaya yang dikombinasikan dengan garam dan minyak goreng secukupnya.
Gejala flu/pilek adalah hidung berlendir dan nafas tidak teratur. Untuk mengobati
flu dapat lakukan exercise seperti kuda jalan-jalan, lama kelamaan diajak lari lari
dan memandikan kuda hanya sebatas kepala dan kakinya saja.

BAB V
PENUTUP
5.1.
5.2.

Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
Yuriadi. 2012. Profil Morfologis dan Fisiologis, serta Analisis Genetik Kuda
(Equus caballus) Lokal Indonesia Berdasarkan Sekuen Gen Cytochrome b
dan D-loop Mitokondria (Disertasi). Program Studi Doktor Ilmu Sain
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas gadjah mada,
Yogyakarta.
Suparman. 2007. Beternak Kuda. JP Books, Surabaya.
Edwards, E. H. 1994. The Encyclopedia of Horse. First Published in Great Britan,
London
Kliksaya.

2012. http://caraberternak.com/cara-beternak-kuda-pacu-sumbawa/.
Diakses pada hari sabtu, tanggal 15 juni 2013.

Cheeke, P. R. 1991. Applied Animal Nutrition. Feeds and Feeding. 2 nd Edition.
Departemen of Animal Science. Printice Hall, Inc. New Jersey. p: 265 –
275.

Nesheim, M. C and L. E. Card. 1972. Poultry Production. 11 th Edition. Lea and
Febiger, Philadelphia. p : 235 – 239.
Parakkasi , A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia. Jakarta. hlm. 23 – 48.
Tamminga, S. and A. M. Van Vuuran. 1988. Formation and utilization of end
products of lignocellulose degradation in ruminants. J. Anim. Feed Sci.
Tech. 21: 141-159.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo.1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke –V.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hlm: 249 – 267.
Coumbe, K.M. 2001. The Equine Veterinary Nursing Manual, Blackwell Science
Ltd, London.
Lawrence, L.A. 2001. Feeding The Performance Horse, former Extension Equine
Specialist at Washington State University, Washington State University
Press, USA.
Parakkasi, A.2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak: Monogastrik Vol Ib.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Stewart, J., Olive, L., and Gary, W. 2010. Big Head in Horse, The Australian
Equine Veterinarian Vol. 29, No.1, 2010.
Jacoebs, T. N. 1994. Budidaya Ternak Kuda. Kanisius. Yogyakarta.
McBane, S. 1991. Horse Care and Ridding a Thinking Approach. Paperback.
United Kingdom.
McBane, S. 1994. Modern Stables Management. Ward Lock. United Kingdom.
Roberts, P. 1994. The Complete Horse. Multimedia Books Publishing, ltd.
London.