Angkatan Bersenjata Sebagai Instrumen Pe

ANGKATAN BERSENJATA SEBAGAI INSTRUMEN PENYALUR
KEPENTINGAN KEKUASAAN OLEH PEMERINTAH DAN KELOMPOK
OPOSISI DALAM KONFLIK SURIAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Militer dan Politik

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Yahya Muhaimin
Gita Kharisma, S.IP

Oleh:
Nadia Sarah Azani
0801511002
HI A 2011

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA
2013
Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 0

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Pergolakan yang terjadi di Suriah selama dua tahun terakhir ini menjadikannya sebagai
perhatian dunia internasional. Awal mula pergolakan tersebut terjadi saat demonstrasi
menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad pada awal 2011. Salah satu yang menjadi
pemicu pergolakan tersebut ialah, keberhasilan masyarakat Timur Tengah lainnya dalam
menggulingkan pemerintahan setempat, seperti yang terjadi di Tunisia, Mesir, dan Libya,
fenomena yang seringkali disebut sebagai Arab Spring atau upaya demokratisasi negaranegara di wilayah Timur Tengah.
Pada saat aksi protes rakyat sipil atas pemerintahan rezimnya tersebut, Bashar al-Assad
menggerakkan pasukan militer untuk menumpas gerakan demonstrasi dan diperkirakan aksi
militer tersebut telah menewaskan 8000 para demonstran (warga sipil). 1 Peristiwa ini
kemudian membangkitkan perlawanan bersenjata pula dari pihak oposisi, yang tidak hanya
berasal dari sipil, tetapi juga beberapa oknum militer yang menentang rezim Bashar al-Assad.
Pecahnya dua kubu antara pro-Assad yang diwakili oleh Tentara Suriah (Syrian Arab
Army) dan oposisi yang diwakili oleh Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army) terus
diwarnai dengan aksi perlawanan senjata.2 Meski telah terjadi perlawanan yang merugikan,
disebabkan sebagian besar korban merupakan warga sipil, akan tetapi tidak membuat Bashar

al-Assad tergerak untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden. Tindakan tersebut seolah
menyatakan bahwa Suriah tidak terpengaruh dengan gerakan revolusi yang berhasil
dilakukan di beberapa negara Timur-Tengah. Fenomena Arab Spring nampaknya tidak
berdampak bagi pemerintahan rezim Bashar al-Assad.

1

Prayitno Ramelan, Konflik Suriah, Sebuah Pelajaran dalam Berbangsa dan Bernegara, 9 Agustus 2012, dikutip dari
http://politik.kompasiana.com/2012/08/10/konflik-suriah-sebuah-pelajaran-dalam-berbangsa-dan-bernegara484775.html, diakses 30 Maret 2013
2
Ibid.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 1

Bashar al-Assad menjabat sebagai Presiden Suriah sejak tahun 2000, menggantikan
ayahnya Hafez al-Assad yang menjadi Presiden setelah kudeta militer pada 16 November
1970.3 Hafez al-Assad dikenal sebagai seorang pemimpin diktator pada masanya. Peralihan
kekuasaan secara aklamasi tersebut menandakan bahwa rezim pemerintahan Suriah modern
merupakan rezim al-Assad. Salah satu yang diterapkan oleh rezim tersebut ialah mengontrol
penuh kekuatan militer dan intelijen. Rezim ini menerapkan sistem darurat militer yang

bertujuan untuk menumpas

gerakan perlawanan oposisi terhadap rezim dengan

mengatasnamakan stabilitas politik dan keamanan nasional.4

1.2.

Rumusan Masalah
Mengapa angkatan bersenjata dijadikan instrumen oleh kedua belah pihak, yakni
pemerintah dan oposisi, sebagai jalur kepentingan kekuasaan, sehingga konflik Suriah tidak
terhindarkan dari aksi perlawanan bersenjata?

1.3.
Kerangka Teori
1.3.1. Profesionalisme Militer Baru
Dalam pandangan “new professionalism” (profesionalisme baru) yang telah dianalisa
oleh Alfred Stepan dan O’Donnell, menyatakan bahwa militer sebagai alat pertahanan
negara harus mampu mewaspadai bentuk-bentuk ancaman baik yang bersifat eksternal
maupun internal. Pergeseran orientasi profesionalisme ini dilatarbelakangi oleh

keterlibatan negara- negara non-komunis maupun negara komunis dalam “total war”.
Dalam perang ini, ancaman yang dihadapi bukanlah berupa ancaman eksternal,
melainkan ancaman perang melawan gerakan komunisme revolusioner yang berkembang
karena keterpurukan sistem sosial, ekonomi, dan politik di negara-negara berkembang.
Dalam paradigma new professionalism ini, strategi yang diperlukan untuk memenangkan

3

Zuhairi
Misrawi,
Drama
Musim
Semi
di
Suriah,
13
Januari
2013,
dikutip
dari

http://internasional.kompas.com/read/2013/01/13/0321582/Drama.Musim.Semi.di.Suriah, diakses 30 Maret
2013.
4
Ibid.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 2

peperangan berkaitan erat dengan national security dan national development yang
melahirkan “tentara profesional baru” yang dilatih dalam menjalankan “total war”.5
Profesionalisme konvensional merespon tantangan keamanan eksternal dan sangat
terspesialisasi dengan batasan yang jelas, sosialisasi militer bersifat netral, dan bersikap
apolitis. Alfred Stepan menyebut profesionalisme baru sebagai bentuk profesionalisme
yang diarahkan menuju pertahanan eksternal dan penggunaan militer sebagai alat
kebijakan luar negeri ditinggalkan demi membangun profesionalisme baru, yang
berkaitan dengan keamanan dalam negeri maupun pembangunan nasional.6
Pada dasarnya, ancaman lingkungan yang dihadapi suatu negara sangat menentukan
misi yang dijalankan militer, sebagai tugas utama yang diemban militer dalam
pengertian: pertama, sifat dari ancaman (militer atau non- militer) yang harus ditangani,
dan kedua, lokasi dari ancaman tersebut (internal atau eksternal). Orientasi militer pada
ancaman eksternal akan mengurangi kecenderungan militer untuk mencampuri politik

domestik. Hal ini didukung oleh pernyataan Harold Lasswell yang mengatakan bahwa
pengaruh militer akan sangat kuat ketika ada ancaman dari lingkungan internasional dan
sebaliknya, akan sangat lemah jika lingkungannya relatif aman. Michael C. Desch
menambahkan bahwa cara terbaik untuk mengidentifikasi misi militer adalah melalui
doktrin militer, yaitu sebagai software yang berperan untuk menjalankan hardware
militer.7
1.3.2. Level Intervensi S.E. Finer
Menurut Samuel E. Finer ada empat level intervensi golongan militer terhadap
perpolitikan suatu negara, yakni influence, pressures atau blackmail, displacement, dan
supplantment. Di budaya politik yang matang, hanya akan ditemui intervensi pada level
influence yang biasanya sangat terlihat respektasi militer terhadap hak-hak politik
masyarakat sipil. Sementara, di sistem budaya politik yang rendah, dapat ditemui
5

A. Stepan, ‘The New Professionalism of International Warfare and Military Role Expansion,’ dalam Abraham F.
Lowenthal (ed.), Armies and Politics in Latin America, Holmes & Meier, New Yo rk, 1976, hal. 244-260; G. O’Donnell,
‘Modernization and Military Coups: Theory, Comparisons and the Argentine Case,’ dalam Abraham F. Lowenthal
(ed.), Armies and Politics in Latin America, Holmes & Meier, New York, 1976, hal. 208-213
6
Ibid.

7
M.C. Desch, ‘Ancaman Lingkungan dan Misi Militer,’ dalam L. Diamond & M.F. Plattner, (eds.), op.cit., hal. 17-18,

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 3

intervensi pada level pressures atau blackmail, displacement, dan supplantment.
Influence adalah usaha utuk meyakinkan otoritas sipil dengan menunjukkan alasan atau
emosinya. Sementara itu, pressures atau blackmail adalah usaha untuk meyakinkan
otoritas sipil dengan menggunakan ancaman atau sebentuk sanksi. Cakupan dari
pressures sendiri cukup luas. Mulai dari petunjuk atau aksi yang konstitusional hingga
intimidasi

dan

ancaman

yang

inkonstitusional.


Level

displacement

adalah

pergerseran/penghapusan satu kabinet atau penguasa untuk kabinet atau penguasa lain.
Hal ini dicapai dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Tujuannya adalah
untuk mengganti politisi sipil dengan yang lebih sesuai. Namun rezim sipil tersebut tidak
digulingkan hanya oknum-oknum tertentu dari politisi sipil. Level terakhir, yaitu
supplantment, yaitu menghapuskan rezim sipil dan menetapkan militer di tempatnya
dengan mendirikan rezim dari kalangan militer.8

8

S.E. Finer, The Man on Horseback, The Role of The Military in Politics, Frederick A. Praeger, Inc., Publisher, New
York, 1962, hal. 86-87

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 4


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sekilas Mengenai Negara Suriah
Suriah terdahulu merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah yang mencakup
beberapa negara yang berada di Timur Mediterania antara lain: Yordania, Lebanon, Israel,
dan Propinsi Turki Hatay, tetapi akibat imperialis Eropa menyebabkan Suriah kehilangan
wilayahnya yaitu Yordania dan Israel dipisahkan dengan berada di bawah mandat Inggris.
Lebanon diambil untuk melindungi minoritas Kristennya dan Hatay dikembalikan kepada
Turki demi pertimbangan politik untuk Perancis.9 Perancis dengan politik devide et imperanya berhasil membagi suriah sendiri menjadi empat wilayah antara lain: Damaskus,
Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Pada tahun 1925 Damaskus dan Allepo dikembalikan
kepada Suriah.10
Negara Suriah modern didirikan usai Perang Dunia Pertama, yaitu setelah mendapatkan
kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1946. Pasca meraih kemerdekaannya, Suriah
kerap diguncang oleh gejolak serta kudeta militer, yang sebagian besar terjadi antara periode
1949-1971. Kemudian antara periode 1958-1961, Suriah bergabung dengan Mesir
membentuk perserikatan yang dikenal dengan RPA (Republik Persatuan Arab). Perserikatan
itu berakhir karena terjadinya kudeta militer di Suriah. 11 Suriah pun akhirnya memisahkan
diri dan bangkit kembali sebagai Negara Republik Suriah.
Dari tahun 1940 sampai awal 1960-an gambaran politik Suriah dibentuk oleh kekuatan

politik yang saling bersaing. Tentara memainkan peran penting di negeri itu. Di mana
perubahan kekuasaan yang ada selalu diwarnai campur tangan militer. Tidak ada perubahan
di Suriah yang tanpa campur tangan militer. Hakikatnya perubahan politik di Suriah adalah
9

Harwanto Dahlan, Politik dan Pemerintahan Timur Tengah, Diklat Kuliah, UMY, 1995, hal 109
George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1992, hal 199
11
Masykur A. Baddal, Miris, Mengapa Arab Ramai-ramai Memusuhi Suriah?, 12 Februari 2012, dikutip dari
http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/02/11/miris-mengapa-arab-ramai-ramai-memusuhi-suriah-438416.html
diakses 30 Juni 2013
10

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 5

perebutan kekuasaan antara elite militer di negeri itu. Setidaknya terjadi tiga kali kudeta
militer yaitu pada tahun 1949, kemudian tahun 1954, serta kudeta yang dipimpin Partai
Baath tahun 1963 dan 1966.12
Pada 8 Maret 1963, lewat sebuah kudeta militer, Partai Ba’ath berkuasa di Suriah.
Kabinet baru pun dibentuk di bawah bayang-bayang Partai Ba’ath. 13 Partai Ba’ath tersebut

merupakan partai sosialis campuran ideologi Nasionalisme-Arab, pan-Arabisme, Sosialisme
Arab dan kepentingan-kepentingan anti-penjajahan Barat.14
Sejak tahun 1963 hingga 2011, Suriah terus memberlakukan UU Darurat Militer,
sehingga dengan demikian sistem pemerintahannya pun dianggap oleh pihak barat tidak
demokratis.15

2.2. Angkatan Bersenjata Suriah (Syrian Armed Force)
Angkatan Bersenjata Suriah (Syrian Armed Force) adalah pasukan militer Suriah yang
terdiri dari Angkatan Darat (Syrian Arab Army), Angkatan Laut (Syrian Arab Navy),
Angkatan Udara (Syrian Arab Air Force), Pertahanan Udara (Syrian Arab Air Defense
Force), dan beberapa pasukan paramiliter. Menurut Konstitusi Suriah, Presiden Suriah
adalah Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata Suriah.16
Warga Laki-laki Suriah setelah mencapai usia 18 diwajibkan untuk mengabdi di
kemiliteran, Sebelum awal perang sipil Suriah, masa dinas wajib militer menurun seiring

12

Mashadi, Sejarah Pembrontakan Terhadap Rezim Alawiyin Suriah, 19 April 2011, dikutip dari
http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/sejarah-pembrontakan-terhadap-rezim-alawiyin-suriah.htm
diakses 2 Juli 2013
13
Khairisa
Feirida,
Sejarah
Awal
Suriah,
18
Agustus
2012
dikutip
dari
http://international.okezone.com/read/2012/08/16/412/678735/sejarah-awal-suriah diakses 30 Juni 2013
14
Cholis Akbar, Lembar Putih Suriah: Lembar Fakta Krisis Kemanusiaan, 27 Februari 2013, dikutip dari
http://www.hidayatullah.com/read/27458/27/02/2013/lembar-putih-suriah:-lembar-fakta-krisis-kemanusiaansuriah.html diakses 30 Juni 2013
15
Masykur A. Baddal, Op.Cit.
16
Hendrajit, Analis Senior Eksekutif Global Future Institute, Membaca Langkah Terbaru Amerika dan Inggris di
Suriah, 17 Juni 2013 dikutip dari:
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=12339&type=101 diakses 30 Juni 2013

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 6

waktu. Pada tahun 2005, berkurang dari dua setengah tahun sampai dua tahun, pada tahun
2008 menjadi 21 bulan dan pada tahun 2011 menjadi 18 bulan.17
Dengan berkantor pusat di Damaskus, militer Suriah terdiri dari Angakatan Darat, Laut,
dan Udara. Personil aktif diperkirakan sebanyak 295.000 personil pada tahun 2011, dengan
tambahan 314.000 personil cadangan. Pasukan paramiliter diperkirakan mencapai 108.000
personil pada tahun 2011.18
2.2.1. Angkatan Darat Suriah
Pada tahun 1987, Joshua Sinai dari Library of Congress menulis bahwa Tentara
Arab Suriah adalah layanan militer yang dominan, mengendalikan pos-pos paling
senior di angkatan bersenjata, dan memiliki paling banyak personil, sekitar 80 persen
dari layanan gabungan. Pada tahun 1987, Sinai menulis bahwa perkembangan utama
dalam kekuatan organisasi adalah pembentukan kerangka divisi tambahan
berdasarkan pasukan khusus dan organisasi formasi darat menjadi dua kesatuan.19
Pada tahun 2010, Institut Internasional untuk Studi Strategis memperkirakan
tentara regular berjumlah 220.000 personil, dengan tambahan 280.000 tentara
cadangan. Angka itu tidak berubah dalam edisi Military Balance tahun 2011, tetapi
dalam edisi 2013, di tengah-tengah perang, IISS memperkirakan bahwa kekuatan
militer Suriah adalah 110.000. Tentara yang aktif bertugas di ketiga kesatuan tentara
bersenjata, delapan divisi lapis baja dengan satu brigade lapis baja independen, tiga
divisi mekanik, satu divisi pasukan lapis baja khusus, dan sepuluh brigade pasukan
khusus udara independen.20
Tentara Suriah memiliki sebelas formasi divisi dilaporkan pada tahun 2011, dan
turun dari 8 menjadi 7 divisi pada divisi lapis baja pada tahun 2010, brigade lapis baja
independen telah digantikan oleh resimen tank independen. Mantan perusahaan
Pertahanan digabungkan ke dalam Tentara Suriah sebagai Divisi Lapis Baja ke-4 dan

17

Ibid.
Ibid.
19
Ibid.
20
Ibid.
18

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 7

Garda Republik. Di mana Divisi Lapis Baja ke-4 menjadi salah satu pasukan
keamanan terbesar pemerintah Assad.21
2.2.2. Angkatan Laut Suriah
Pada tahun 1950, Angkatan Laut Suriah didirikan mengikuti beberapa pengadaan
angkatan laut dari Perancis. Personil awal terdiri dari tentara yang telah dikirim ke
akademi pelatihan angkatan laut Perancis. Pada tahun 1985, angkatan laut terdiri dari
sekitar 4.000 petugas regular dan 2.500 dari cadangan. Angkatan laut berada di bawah
komando tentara regional Latakia. Armada berbasis di pelabuhan Latakia, Baniyas,
Minat al Bayda, dan Tartus. Terdapat 41 armada kapal di antaranya 2 frigat, 22
kerajinan serangan rudal (termasuk 10 kapal rudal Osa II yang canggih), 2 pemburu
kapal selam, 4 kapal perang tambang, 8 kapal meriam, 6 kapal patroli, 4 rudal korvet,
3 kapal pendarat, 1 kapal pemulihan torpedo, dan sebagai bagian dari sistem
pertahanan pesisir terdapat rudal Sepal dengan jangkauan 300 kilometer.22
2.2.3. Angkatan Udara Suriah
Angkatan Udara Suriah didirikan pada tahun 1948 dan melakukan pertempuran
pada tahun 1948, 1967, 1973 dan tahun 1982 melawan Israel dan melawan kelompok
militan di tanah Suriah pada tahun 2011-2012 selama perang sipil Suriah. Saat ini,
setidaknya ada 15 pangkalan Angkatan Udara Suriah di seluruh negeri.23
Pada tahun 1987, menurut The Library of Congress Country Studies, Komando
Pertahanan Udara termasuk Komando Angkatan Darat yang terdiri dari personil
Angkatan Udara, berjumlah kurang lebih 60.000 Personil. Pada tahun 1987, terdapat
dua puluh brigade pertahanan udara dengan sekitar sembilan puluh lima baterai SAM
dan dua resimen pertahanan udara. Komando Pertahanan Udara memiliki akses
perintah untuk interseptor pesawat dan fasilitas radar.24

21

Ibid.
Ibid.
23
Ibid.
24
Ibid.
22

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 8

2.3. Rezim al-Assad: Rezim Pemerintahan Suriah
Sejak merdeka dari Prancis pada 1946, keadaan politik di Suriah terus bergejolak. Telah
disebutkan di atas, serangkaian kudeta militer terjadi hingga awal 1970. Sejak berkuasanya
Partai Ba’ath mendominasi pemerintahan di Suriah pasca kudeta 8 Maret 1963, rezim yang
berkuasa di Suriah merupakan rezim militer yang berkiblat kepada Partai Ba’ath. 25 Struktur
kekuasaan berubah dari kaum elite perkotaan Sunni yang menguasai kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial, berpindah ke tangan Partai Ba’ath.26
Sebuah kudeta tidak berdarah yang disebut “Gerakan Koreksionis” dilancarkan pada
1970 oleh Hafez al-Assad, yang merupakan perdana menteri sekaligus menteri pertahanan
Suriah dan merupakan tokoh Partai Ba’ath. Hafez al-Assad memanfaatkan situasi yang
tengah menegang antara Suriah dan Yordania dengan melancarkan kudeta tersebut. 27 Lewat
referendum pada 12 Maret 1971, Hafez al-Assad terpilih menjadi Presiden Republik Arab
Suriah. Terpilihnya Hafez al-Assad sebagai presiden disusul sidang pertama Komando
Regional Partai Sosialis Arab Ba’ath. Dalam sidang itu, Presiden Hafez al-Assad dipilih
menjadi Sekretaris Regional Partai. Hal itu membuka kesempatan baginya untuk
memerintah dengan kendaraan Partai Ba’ath.28
2.3.1. Pemerintahan Hafez al-Assad
Kiprah Hafez al-Assad di dunia politik dibarengi dengan kiprahnya di bidang
militer. Lahir pada 1930 dari sebuah keluarga miskin di Desa Qardaha, dekat
Latakiya, dan menjadi orang pertama di desanya yang meninggalkan kampung
halaman untuk mendapat pendidikan di Latakiya. Di Latakiya, ia bergabung dengan

25

Partai Ba’ath Sosialis Arab atau Partai Renaisans Sosialis Arab didirikan oleh Michel Aflak, Salah al-Din al-Bitar, dan
Zaki Arsuzi di Damaskus pada 1943, oleh Michel Aflak Partai Ba’ath dibawa pula ke Irak pada 1951. Prinsip dasar
Partai Ba’ath adalah persatuan dan kebebasan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangsa Arab tunggal yang
anti imperialisme dan Zionisme. Kaum Ba’athisme meyakini jika bangsa Arab dibebaskan dan bersatu, konflikkonflik sosial dalam negara-negara Arab atau di kawasan-kawasan Arab akan lenyap. Selebihnya lihat Trias
Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Sekolah Penyulut Revolusi, Penerbit Buku Kompas, 2012.
26
Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Sekolah Penyulut Revolusi, Penerbit Buku Kompas, 2012, hal.
43
27
Ibid.
28
Ibid. hal. 44

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 9

kelompok perdebatan yang berisi orang-orang komunis, kaum nasionalis Arab, dan
fundamentalis. Pada 1946, ia bergabung dengan Partai Ba’ath.29
Tahun 1952, Hafez al-Assad masuk Akademi Militer Angkatan Udara di Kolase
Angkatan Udara di Aleppo dan di akhir 1950-an, ia dikirim ke Uni Soviet untuk
belajar menerbangkan pesawat MiG-15 dan MiG-17. Pada 1963, ia menjadi salah
satu pemimpin Revolusi 8 Maret yang menjadikannya dipercaya menduduki pos
utama baik di Komando Partai Ba’ath Nasional maupun Regional. 30 Ia turut berperan
besar dalam Gerakan 23 Februari 1966, yakni suatu gerakan dalam tubuh Partai
Ba’ath untuk mengakhiri konflik di dalam tubuh partai. Hafez al-Assad menjabat
sebagai menteri pertahanan sekaligus perdana menteri sewaktu kekalahan Suriah
dalam Perang Arab-Israel 1967, dan konflik antara Suriah dan Yordania pada 1970.
Dari situasi tersebut ia mengambil celah untuk melakukan kudeta militer tak berdarah
dan menjabat sebagai Presiden Republik Arab Suriah.31
Di masa pemerintahannya, Hafez al-Assad menggunakan Partai Ba’ath sebagai
mesin politik dan menempatkan orang-orang dari kelompok alirannya yaitu sekte
Alawite32 untuk menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan terutama dalam
militer. Hafez al-Assad membangun sebuah sistem politik yang menempatkan tentara
sebagai simbol kekuasaan maupun alat untuk mengontrol negara. Dalam beberapa
kesempatan, tentara digunakan untuk menekan atau menghadapi rakyat dengan
kekerasan demi mempertahankan dan menjaga kekuasaannya. Di masanya juga
terdapat sekitar 15 dinas intelijen dengan ribuan anggota yang terselubung dan
berbaur di masyarakat, guna mengamankan dan keefektifan stabilitas politik.33
Tahun 1973, Hafez al-Assad mengubah Konstitusi Suriah di antaranya
membolehkan non-Muslim menjadi Presiden. Sesuatu yang kemudian memulai
perlawanan resmi kelompok oposisi Ikhwanul Muslimin terhadap rezim Hafez al29

Ibid. hal. 42
Ibid. hal. 42-43
31
Ibid. hal. 43-44
32
Sekte Alawite/Alawiyah adalah sekte minoritas di Suriah yaitu sekitar 12 persen dari 26 juta penduduknya.
Alawiyah atau juga bisa disebut Nussairiyah merupakan pecahan Syiah-Ismailiyah. Islam Alawiyah tidak memiliki
masjid, tidak shalat lima waktu, dan tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Keluarga al-Assad ini berasal dari
Islam Alawiyah.
33
Op.Cit.
30

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 10

Assad pada 1976. Klimaksnya adalah penumpasan Ikhwanul Muslimin yang
diselesaikan dengan operasi militer dan intelijen besar-besaran atas kota Hama pada
tahun 1982 yang memakan korban antara 10 ribu sampai 25 ribu Muslimin Sunni. 34
Dari peristiwa ini, dikeluarkan Undang-Undang Pidana Nomor 49 yang melarang
keanggotaan Ikhwanul Muslimin dengan ancaman hukuman mati.35
Selama berkuasa, Hafez al-Assad terus berusaha melawan dominasi Israel dan
menghukum negara-negara Arab moderat karena pro-Barat. Ketika Perang Irak-Iran
pada 1980-1988, tak seperti negara-negara Arab lainnya yang mendukung Irak, ia
berbalik mendukung Iran sehingga hubungan keduanya semakin erat.36 Pun ketika
Perang Dingin, ia melawan arus dengan mendukung Uni Soviet karena anti-imperialis
Barat. Tindakan ini membuahkan banyak bantuan persenjataan dari Uni Soviet ke
Suriah, serta didatangkannya para profesional dalam bidang militer ke Suriah untuk
melatih angkatan bersenjata Suriah. Tidak hanya itu, Uni Soviet pun membangun
satu-satunya pangkalan militer di Laut Tengah yaitu di Pelabuhan Tartus, Suriah.37
Rezim Hafez al-Assad dibangun di atas empat pilar: pertama, kekuasaan di
tangan klan al-Assad; kedua, mempersatukan kaum minoritas Alawite; ketiga,
mengontrol seluruh aparatur militer-intelijen; dan keempat, monopoli Partai Ba’ath
atas sistem politik. Empat pilar itu diperkokoh dengan diberlakukannya undangundang darurat yang ditujukan untuk meredam dan menekan kekuatan-kekuatan lain
terutama kekuatan politik yang akan muncul.38
Kepemimpinan Hafez al-Assad yang cenderung otoriter membuat beberapa
kelompok oposisi yang menentang rezimnya bermunculan. Terdapat pula usaha
perlawanan terhadap rezimnya dari kalangan keluarga sendiri. Perlawanan tersebut
dilancarkan pada 1983, oleh saudara laki-laki Hafez al-Assad, yaitu Rifaat al-Assad,
ketika Hafez al-Assad menderita serangan jantung. Situasi itu dimanfaatkan oleh

34

Cholis Akbar, Op.Cit.
Trias Kuncahyono, Log.Cit.
36
Ibid. hal. 188
37
Ibid. hal. 180
38
Ibid. hal. 78
35

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 11

Rifaat untuk melakukan kudeta dengan dukungan militer. Akan tetapi aksi perebutan
kekuasaan tersebut berhasil digagalkan dan Rifaat diasingkan ke Prancis.39
Hafez al-Assad menjabat sebagai Presiden Suriah selama 29 tahun. Pada 10 Juni
2000, ia meninggal karena penyakit jantung yang telah lama diderita, serta penyakit
limfoma dan ginjal.40
2.3.2. Pemerintahan Bashar al-Assad
Jauh sebelum Hafez al-Assad meninggal dunia, yaitu ketika kondisi kesehatannya
mulai merosot, Hafez al-Assad telah mempersiapkan Basil al-Assad, anak laki-laki
tertuanya sebagai calon penggantinya. Akan tetapi, Basil al-Assad meninggal dalam
kecelakaan mobil pada tahun 1994.41 Kematian Basil al-Assad membuat Bashar alAssad, dokter ahli opthalmologi yang tengah mengambil studi postgraduate di
Western Eye Hospital, London, Inggris dipanggil pulang.42 Bashar al-Assad kemudian
ditunjuk untuk menggantikan posisi Basil al-Assad. Ia kemudian dilibatkan dalam
kepengurusan Partai Ba’ath dan diberi kekuasaan. Selain itu, ia diangkat menjadi
Komandan Divisi Kendaraan Lapis Baja Angkatan Darat Suriah. 43 Kariernya di
militer melaju cepat, masuk akademi militer di Homs pada 1994, dan pada tahun
1999 sudah berpangkat kolonel. Dan dalam waktu singkat pangkatnya naik menjadi
setara dengan brigadier jenderal pada 2000.44
Pada 1998, ia telah dipercaya menduduki jabatan penting dalam menangani
semua masalah Lebanon, negara tetangga yang telah lama diintervensi oleh Suriah.
Dengan jabatan itu, Bashar al-Assad mulai membangun basis kekuatan baik di
pemerintah, Partai Ba’ath, maupun di militer.45 Penunjukan Bashar al-Assad sebagai
calon pengganti Hafez al-Assad menuai banyak kritikan oleh sejumlah tokoh senior
di pemerintahan yang memiliki kapabilitas sebagai pengganti Hafez al-Assad. Selain
itu juga bertentangan dengan sistem Suriah yang berupa negara republik, dan bukan
39

Ibid. hal. 79
Ibid. hal. 49
41
Ibid. hal. 53
42
Ibid.
43
Ibid. hal. 55
44
Ibid.
45
Ibid. hal. 56
40

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 12

negara monarki. Sejumlah tokoh yang loyal terhadap Hafez al-Assad dan sebetulnya
cukup pantas menggantikannya sebagai presiden terbentur oleh suatu hal, yaitu
mereka beraliran Sunni dan bukan Alawite.46
Sehari setelah meninggalnya Hafez al-Assad, Partai Ba’ath yang berkuasa
mengunggulkan Bashar al-Assad sebagai satu-satunya calon presiden, karena tidak
ada kandidat lain. Majelis Nasional pun telah mengamandemen Pasal 83 dalam
Konstitusi Suriah untuk memberikan jalan bagi Bashar al-Assad menjadi presiden.
Konstitusi menetapkan bahwa usia minimum seseorang yang dicalonkan untuk
menjadi presiden adalah 40 tahun. Usia Bashar al-Assad yang saat itu baru berumur
34 tahun bertentangan dengan konstitusi. Karenanya, para anggota parlemen
mengamandemen konstitusi tersebut dengan mengubah batas minimum usia kandidat
presiden menjadi 34 tahun.47
Pada 24 Juni 2000, Partai Ba’ath mengadakan Kongres Nasional Kesembilan
yang beragendakan pemilihan Sekretaris Jenderal Partai Ba’ath yang baru.
Kandidatnya hanya satu yaitu Bashar al-Assad dan ia pun terpilih sebagai Sekretaris
Jenderal. Dengan demikian, langkah untuk menuju kursi tertinggi dan terkuasa di
Suriah tercapai.48
Tampilnya Bashar al-Assad sebagai pemimpin baru Suriah, yang semula
diragukan kemampuannya terlebih karena kurang memiliki pengalaman politik, justru
kemudian diharapkan membawa perubahan besar bagi kehidupan di Suriah. Hal ini
disebabkan oleh latar belakang pendidikan Barat serta pandangan-pandangan
independen yang dimiliki oleh Bashar. Ia melancarkan pembaharuan dalam wajib
militer, melancarkan reformasi politik dengan membebaskan para tahanan politik dan
para pemimpin Ikhwanul Muslimin, serta secara bertahap memulihkan kebebasan
berbicara.49
Gagasan mengenai kebebasan berbicara kemudian mendorong munculnya
kelompok-kelompok intelektual yang mendesak perlunya reformasi demokratik.
46

Ibid. hal. 57
Ibid. hal. 59
48
Ibid.
49
Ibid. hal. 69-70
47

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 13

Forum-forum sosial, politik, dan budaya mulai menjamur dan mengusung agenda
perubahan demokratik dan liberal. Gerakan ini kemudian disebut dengan “Damascus
Spring”.50
Akan tetapi, semangat Damascus Spring ini terputus pada 2001, dengan
ditutupnya kembali kebebasan berbicara tersebut oleh Bashar al-Assad dengan alasan
yang tidak jelas. Salah satu kemungkinan alasan diakhirinya Damascus Spring
dengan singkat, karena pada saat bersamaan, pecah gerakan Intifadha di Palestina.
Usulan yang diusung oleh para intelektual dalam Damascus Spring adalah gagasangagasan Barat, suatu hal yang bertentangan dengan rezim al-Assad yang anti-Barat
dan anti-Israel.51
Tahun 2005, Bashar memperkenalkan reformasi ekonomi yang disebut “ekonomi
pasar sosial” yang mengalihkan perekonomian yang dikelola oleh pemerintah
menjadi perekonomian yang liberal. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang
sejak 1980-an mengalami penurunan dan stagnasi pada 1990-an. Liberalisasi ekonomi
memang memberikan perubahan, akan tetapi kemakmuran hanya dirasakan oleh
sejumlah kota besar seperti Damaskus dan Aleppo, tidak merata ke kota-kota lain.52
Citra Bashar al-Assad yang semula diyakini akan membawa perubahan bergeser
menjadi sosok kepanjangan tangan ayahnya yang otoriter. Empat pilar yang
menopang kekuasaan Hafez al-Assad pada masa pemerintahannya tetap menetap
pada pemerintahan Bashar al-Assad. Seperti ayahnya, Bashar al-Assad tetap
memberlakukan undang-undang darurat, meskipun menjanjikan pembaharuan dalam
politik maupun ekonomi.53 Bashar al-Assad pun turut menekan dan menindas
kelompok-kelompok yang berseberangan dengannya. Setelah ditutupnya semangat
Damascus Spring, rezim memerintahkan agar forum-forum di seluruh Suriah ditutup.
Bahkan sejumlah aktivis dari kubu reformis yang bersuara lantang mengkritik

50

Ibid. hal. 71
Ibid. hal. 72-73
52
Ibid. hal. 93
53
Ibid. hal. 80
51

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 14

pemerintah dipenjara.54 Pada 2004, Bashar al-Assad mengerahkan kekuatan militer
untuk menumpas protes kelompok oposisi dari etnis Kurdi.55

2.4. Gejolak di Suriah
Kejadian bakar diri yang dilakukan oleh Hasan Ali Akhleh, seorang penduduk al-Hasaka,
Suriah timur-laut pada 26 Januari 2011, yang disebabkan oleh keputusasaan akan tekanan
hidup, belum bisa menyalakan api revolusi seperti yang dilakukan oleh Mohammed
Bouazizi, seorang pedagang buah dan sayur di Tunisia, yang tindakan bakar dirinya mampu
memicu lahirnya perlawanan rakyat yang berakhir dengan tumbangnya pemerintahan Ben
Ali di Tunisia.56
Awal Februari 2011, situs-situs sosial media baik di dalam maupun di luar Suriah
menyerukan dilakukannya “Day of Rage”, demonstrasi besar-besaran di seluruh Suriah
untuk menuntut pemerintah melakukan reformasi. Mereka berharap bahwa seruan Day of
Rage akan berdampak seperti di Tunisia dan Mesir. Akan tetapi upaya ini diredam oleh
aparat keamanan yang mengancam untuk tidak melakukan tindakan demonstrasi.57
Maret 2011 menjadi titik awal merebaknya musim semi yang tengah melanda Timur
Tengah dan merembet ke Suriah. Musim semi itu dimulai di awal bulan Maret, ketika lima
belas anak sekolah di Dara’a berusia remaja melakukan aksi membuat graffiti di dinding
sekolah. Mereka menuliskan slogan revolusi yang diteriakkan oleh rakyat di Tunisia, Mesir,
dan Libya, yaitu “Ashaab yoreed eskaat el nizam!”.58 Aksi anak-anak itu membuat
mukhabarat59 naik darah. Anak-anak tersebut kemudian dijebloskan ke dalam penjara dan
mendapat perlakuan yang tidak manusiawi.60

54

Ibid. hal. 72
Ibid. hal. 81
56
Ibid. hal. 96
57
Ibid. hal. 97
58
“Rakyat ingin menumbangkan rezim!”
59
Mukhabarat adalah salah satu dinas intelijen dan keamanan Suriah yang bertugas untuk mengontrol, mengawasi
penduduk, dan mempertahankan rezim dari ancaman-ancaman yang muncul baik dari internal maupun eksternal
Suriah.
60
Trias Kuncahyono, Op.Cit. hal. 114-116
55

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 15

Masyarakat Dara’a merespon kejadian penangkapan anak-anak itu dengan mendatangi
rumah Gubernur Dara’a, Faisal Khaltoum, yang kemudian disambut dengan aparat
keamanan yang menembakkan gas air mata. Sejumlah aparat keamanan juga menembaki
para pemrotes.61 Akibat dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan,
jumlah massa yang memprotes semakin meluas dan berasal dari seluruh pelosok Dara’a.62
Aksi demonstrasi massa tersebut semakin berlanjut, dan tuntutan bukan hanya sebatas
pembebasan anak-anak tersebut saja, tetapi juga tuntutan untuk menindak korupsi serta
tuntutan untuk kebebasan berpolitik. Demonstrasi tersebut terjadi pada 18 Maret 2011 di
Dara’a yang seperti demonstrasi pertama, disambut dengan tembakan oleh aparat keamanan.
Dari demonstrasi tersebut, tiga korban jatuh dan berdampak kepada semakin membesarnya
volume demonstrasi massa.63
Demonstrasi tersebut kemudian mendapat respon dari pemerintah dan berujung kepada
pembebasan lima belas anak tersebut. Akan tetapi, setelah anak-anak tersebut dipulangkan,
para keluarga dan pimpinan suku kecewa dengan kondisi anak-anak dengan tubuh penuh
bekas luka-luka. Kemarahan keluarga dan pemimpin suku mengobarkan demonstrasi yang
lebih besar.64
Demonstrasi kemudian semakin meluas tidak hanya di Dara’a, tetapi juga di Homs,
Banias, Damaskus, Douma, Mouddamiyeh, Nawa, Al-Tall, Hama, Aleppo, Idlib, Latakiya,
Deir er-Zor, dan Qamishly. 65 Masyarakat mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh aparat keamanan terhadap para demonstran, mereka juga menuntut pencabutan undangundang darurat. Pemerintah Suriah akhirnya menyetujui untuk mencabut Undang-Undang
Keadaan Darurat pada April 2011. Pemerintah juga menghapuskan Mahkamah Keamanan
Negara. Selama ini, mahkamah tersebut bekerja dalam menangani tahanan politik. Tak
hanya itu, pemerintah juga menyetujui undang-undang baru yang memungkinkan hak untuk
menggelar aksi protes damai. Namun, pihak Kementerian Dalam Negeri juga mengesahkan

61

Ibid. hal. 117
Ibid.
63
Ibid. hal. 118
64
Ibid. hal. 119
65
Ibid. hal. 124
62

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 16

undang-undang yang berisi tentang warga negara harus memperoleh izin pihak berwenang
untuk menggelar demonstrasi.66
Meski undang-undang darurat telah dicabut, akan tetapi tindakan kekerasan yang
dilakukan aparat keamanan, baik polisi maupun militer, tetap saja terjadi. Ratusan korban
dari para demonstran telah jatuh. Mereka menuntut Presiden Bashar al-Assad untuk turun
dari jabatannya.67

2.5. Antara Syrian Arab Army (SAA) dan Kelompok Oposisi
Telah dikemukakan di atas bahwasanya rezim al-Assad menempatkan orang-orang dari
sekte Alawite___yang merupakan sekte yang diikuti oleh keluarga al-Assad___untuk
memegang posisi dan jabatan-jabatan penting baik di pemerintahan maupun militer. Kaum
Alawite menguasai militer di Suriah secara menyeluruh. Dari 200.000 tentara karier di
militer Suriah, sekitar 70 persen adalah Alawite. Sekitar 80 persen perwira dalam tubuh
militer adalah Alawite.68
Divisi paling elit di militer Suriah, yaitu Garda Republik, dipimpin oleh adik laki-laki
Bashar al-Assad, yakni Maher al-Assad. Semua anggota di Garda Republik merupakan
Alawite.69 Meski sebagian besar tentara merupakan orang-orang Sunni, tetapi kaum Alawite
yang berkuasa memegang komando. Sehingga militer Suriah berada dalam hegemoni kaum
minoritas Alawite.
Syrian Arab Army (SAA) merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata Suriah, yang
merupakan kubu militer pro-rezim, yang ketika aksi demonstrasi marak terjadi di Suriah,

66

Jaenal Abidin, Suriah Umumkan Pencabutan UU Keadaan Darurat, 20 April 2011, dikutip dari
http://news.liputan6.com/read/330612/suriah-umumkan-pencabutan-uu-keadaan-darurat diakses 2 Juli 2013
67
Jumat, 6 Mei 2011, pecah demonstrasi di seluruh Suriah yang disebut sebagai “Friday of Defiance”. Sekitar 30.000
orang mengikuti demonstrasi di Damaskus, 3.000 orang di Qamishly, 5000 orang di Deir Ez-Zor, 10.000 orang di
Homs. Mereka menolak intervensi pasukan keamanan (polisi dan militer) serta menginginkan intervensi dari
komunitas internasional untuk menghentikan pertumpahan darah. Organisasi Nasional Urusan Hak-Hak Asasi
Manusia di Suriah pada 23 Mei 2011 mencatat korban demonstrasi diperkirakan 1.100 orang tewas dan hampir
4000 orang cacat permanen. Selebihnya lihat Trias Kuncahyono, Op.Cit. hal. 124-130
68
Ibid. hal. 85
69
Menurut Reva Bhalla dalam Making Sense of the Syrian Crisis, Geopolitical Weekly, dalam Trias Kuncahyono, Ibid.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 17

bertugas untuk meredam perlawanan kelompok oposisi dari pihak masyarakat maupun
organisasi-organisai pro-reformasi.
Sementara kelompok oposisi terdiri dari berbagai macam kalangan, antara lain kalangan
massa yang secara spontanitas melakukan demonstrasi, para aktivis bibit-bibit dari
Damascus Spring yang ditutup pada 2001, kelompok-kelompok pro-demokrasi, pro-hak
asasi manusia, dan kelompok-kelompok media, serta kalangan oposisi tradisional, yaitu dari
kalangan etnis Kurdi, para pemimpin suku, para politisi yang membelot, dan Ikhwanul
Muslimin___meski tidak secara langsung turun ke lapangan karena merupakan kelompok
atau partai yang terlarang di Suriah.70
Terdapat pula kelompok-kelompok dan individu-individu sekular yang terasing yaitu
Dewan Nasional Suriah (Syrian National Council) dan berubah namanya pada tahun 2012
menjadi Koalisi Nasional Suriah (Syrian National Coalition), yang didukung oleh Barat.
Koalisi ini diakui sebagai perwakilan resmi oposisi Suriah.71
Selain itu, banyak pula para tentara yang membelot dari Syrian Arab Army dan berbalik
menyerang rezim al-Assad. Mereka ini kemudian membentuk Tentara Pembebasan Suriah
(Free Syrian Army). Pemimpin entitas ini adalah pembelot pertama dari tentara Suriah,
yakni Kolonel Riad Assad.72 Antara Free Syrian Army dan Syrian National Coalition telah
ada kesepakatan dalam koordinasi gerakan. FSA telah setuju untuk mengikuti jalur
perjuangan politik yang ditentukan SNC, serta sepakat menjalankan fungsi pertahanan dan
perlindungan warga sipil. Tugas FSA adalah melindungi rakyat dan mencegah kemungkinan
terjadinya konflik di antara faksi dengan mengirimkan tentara ke wilayah konflik.73

70

James L Gevlin, The Arab Uprisings, What Everyone Needs to Know, Oxford University Press, 2012, dalam Trias
Kuncahyono, Ibid. hal. 158-160
71
NN, Siapakah Oposisi Suriah?, 6 April 2013, dikutip dari http://detikislam.com/tsaqofah/analisis/siapakah-oposisisuriah/ diakses 2 Juli 2013
72
Ibid.
73
NN,
Oposisi
dan
Tentara
Pembelot
Bersatu,
2
Desember
2011,
dikutip
dari
http://tekno.kompas.com/read/2011/12/02/03071783/.oposisi.dan.tentara.pembelot.bersatu diakses 2 Juli 2013

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 18

BAB III
ANALISA
Terdapat beberapa hal menarik yang perlu dikaji dari keadaan politik di Suriah, antara
lain peran suatu partai yang sangat dominan dan menjadi suatu kekuasaan tertinggi di Suriah.
Partai tersebut adalah Partai Ba’ath, yang mendominasi kekuasaan di Suriah sejak kudeta tahun
1963. Dari partai tersebut, barulah dapat dirunut posisi-posisi penting lain dalam pemerintahan
Suriah.
Dalam paparan di atas, telah pula dijelaskan bahwa tentara memiliki peranan penting
dalam pemerintahan, maupun dalam setiap perubahan pemerintahan. Hal ini dapat dimaknai
bahwasanya ada intervensi militer yang sangat jelas dalam pemerintahan Suriah. Rezim Hafez
al-Assad sejak kudeta 1970, merupakan sebuah rezim yang dibayang-bayangi oleh hegemoni
Partai Ba’ath dan juga militer. Latar belakang Hafez al-Assad sebagai seorang militer tulen yang
terjun ke dunia politik melalui Partai Ba’ath, dengan demikian ia adalah orang partai sekaligus
militer.
Sebuah hal yang patut diperhitungkan dari Hafez al-Assad dalam menjalankan
pemerintahnnya, tak hanya melalui Partai Ba’ath, ia menjadikan militer sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaan. Lebih dari pada itu, keselamatan rezimnya juga dibantu oleh peranperan kaum Alawite, yang ditunjuk sebagai pemegang roda-roda pemerintahan. Fenomena ini
sama dengan pemerintahan Irak era Saddam Hussein, yang menempatkan orang-orang sekte
Sunni___yaitu sekte alirannya ___di tempat-tempat strategis kekuasaan. Hal ini menjadi suatu upaya
yang cukup cerdik untuk meminimalisir oknum-oknum yang akan membelot dari rezimnya.
Lebih dari pada itu, pengangkatan Bashar al-Assad secara aklamasi sebagai pengganti Hafez alAssad juga sebuah upaya agar rezim militer, dengan ditopang oleh Partai Ba’ath dan juga sekte
Alawite, tidak tergoyahkan. Rezim militer yang berjalan di Suriah merupakan cerminan dari
level intervensi militer supplantment, salah satu level intervensi militer yang dikemukakan oleh
S.E. Finer.
Barangkali harapan Hafez al-Assad agar rezim militer al-Assad tetap berdiri tegak tidak
dapat selamanya terwujud. Musim semi yang melanda negara-negara di Timur Tengah,
khususnya negara-negara dengan rezim pemerintahan otoriter, mulai merembet dan melanda
Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 19

Suriah. Apa yang tengah terjadi di Tunisia, Mesir, dan Libya perlahan-lahan memunculkan
keberanian dalam rakyat Suriah untuk berusaha keluar dari kekangan rezim yang telah beberapa
dekade berkuasa serta memberlakukan undang-undang darurat yang mempersempit ruang
demokrasi rakyat. Apa yang terjadi di Suriah bukan sebatas dampak dari efek domino musim
semi yang melanda Timur Tengah, tetapi lebih kepada faktor sempitnya kebebasan politik dan
sosial yang menekan rakyat Suriah selama puluhan tahun. Tindakan penumpasan Ikhwanul
Muslimin pada 1982 tidak memberangus upaya rakyat untuk menuntut perubahan dalam tubuh
rezim, tetapi menjadi sebuah bom waktu yang suatu saat akan meledak. Dan ledakan tersebut
telah dimulai sejak 2011 lalu.
Sebagai sebuah negara dengan rezim pemerintahan militer, angkatan bersenjata Suriah
dikenal sebagai salah satu angkatan bersenjata yang patut diperhitungkan. Militer Suriah pun
memenuhi karakteristik sebagai militer modern yang dikemukakan S.E. Finer. Posisi tentara
Suriah jelas berada di bawah komando Bashar al-Assad, sebagai Komandan Tertinggi Angkatan
Bersenjata Suriah dan ada di bawah hegemoni kaum Alawite. Kedisiplinan militer Suriah
tercermin oleh kesetiaan Syrian Arab Army sebagai angkatan bersenjata pro-rezim. Selain itu,
ikatan kuat yang yang terjalin disebabkan oleh kesamaan ideologi Alawite bagi para penguasa
militer, meski tidak menampik ada pula sejumlah tentara yang membelot dari rezim dan
berafiliasi membentuk tentara perlawanan yang dinamakan Free Syrian Army.
Militer di Suriah juga menerapkan profesionalisme militer baru, yang tidak lagi bersifat
konvensional yang dibuktikan dengan kurangnya supremasi sipil di Suriah, oleh karena rezim
militer yang dijalankan selama beberapa dekade. Militer sebagai alat pertahanan negara yang
mewaspadai bentuk-bentuk ancaman baik yang bersifat eksternal maupun internal. Hal ini juga
dibuktikan dengan respon yang diberikan oleh militer atas gerakan demonstrasi menentang
pemerintah. Suatu hal yang menarik bahwasanya tingkat kesetiaan kepada rezim dengan
hegemoni Alawite ini yang menjadi pembeda antara Suriah dengan Tunisia, Mesir, dan Libya.
Menilik kembali rumusan masalah yang diajukan di atas, yaitu mengapa militer dijadikan
instrumen penyalur kepentingan, baik oleh pemerintah maupun kelompok oposisi dalam konflik
Suriah sejak 2011 lalu, disebabkan karena sejarah militer di Suriah yang telah lama
mengintervensi politik pemerintahan. Paparan di bab-bab sebelumnya, bahwa tentara tidak
pernah lepas dari setiap pergolakan politik yang terjadi. Adapun pada rezim al-Assad, militer
Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 20

bukan hanya sebagai alat penopang kelanggengan dan kepentingan rezim, tetapi sudah menyatu
dengan rezim itu sendiri. Hafez al-Assad adalah seorang militer tulen yang kemudian larut dalam
masalah politik. Dan meski Bashar al-Assad bukan seorang militer tulen, tetapi terdapat di Garda
Republik, sebuah divisi elite di militer, adik laki-lakinya memegang kekuasaan di sana. Dengan
demikian, bukan tidak mungkin militer dijadikan sebagai instrumen kelanggengan rezim
penguasa, yaitu rezim al-Assad dan rezim Alawite.
Ideologi Pan-Arabisme yang tercermin dari Partai Ba’ath sebagai suatu bentuk
nasionalisme Arab juga amat dijaga oleh rezim al-Assad. Tekad al-Assad maupun Partai Ba’ath
menjadikan Suriah sebagai kiblat nasionalisme Arab yang tidak tunduk kepada imperialisme
Barat maupun Zionisme Israel kemudian menjadi alasan lain dibutuhkannya peran militer dalam
upaya realisasi tekad tersebut. Untuk itulah, militer dijadikan sebagai gerbang utama penjaga
rezim___dan juga partai___agar keduanya tidak mudah digulingkan.
Lain halnya dengan Free Syrian Army, sebagai bentuk tentara perlawanan dari kelompok
oposisi, hal yang mendasar ialah tak jauh dari kepentingan sekte. Kelompok oposisi rezim alAssad sebagian besar berasal dari sekte Sunni, yang merupakan mayoritas di Suriah.
Membelotnya tentara-tentara dari angkatan bersenjata Suriah juga sebagian besar karena faktor
“keluarga”. Selain karena kepentingan sekte, juga terdapat kepentingan politik disebabkan
tuntutan perubahan rezim ke arah demokratis dan liberal. Kelompok-kelompok oposisi ini yang
berasal dari kalangan intelektual dan penggiat demokrasi yang mendapat dukungan dari Barat.
Telah terjalinnya koordinasi antara Free Syrian Army dan Syrian National Coalition merupakan
sebuah upaya untuk pencapaian kepentingan-kepentingan kaum yang tertindas oleh rezim.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 21

BAB IV
KESIMPULAN
Rezim al-Assad yang telah berlangsung sejak 1970 hingga sekarang, ditopang oleh tiga
kekuatan besar: Partai Ba’ath, militer, dan sekte Alawite (meski berjumlah minoritas tetapi
menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan maupun militer). Kepemimpinan tangan
besi oleh rezim al-Assad telah lama menimbulkan pertentangan. Hambatan pertama terjadi pada
1976, di mana perlawanan Ikhwanul Muslimin akan rezim hingga akhirnya dapat dilumpuhkan
pada 1982. Sementara hambatan kali ini, bukan saja merupakan efek domino atas musim semi
yang melanda Tunisia, Mesir, dan Libya, tetapi juga bom waktu yang telah sekian lama
tersimpan akibat sempitnya kebebasan berbicara dan politik rakyat Suriah.
Militer dijadikan sebuah alat untuk menopang kelanggengan rezim, bukan hanya karena
rezim militer yang dijalankan al-Assad, tetapi juga untuk penjaga ideologi nasionalisme Arab
agar tidak goyah oleh Barat. Selain itu, keberhasilan hegemoni Alawite dalam komando militer
menjadikan Syrian Arab Army sebagai suatu angkatan bersenjata yang loyal terhadap rezim.
Meski demikian, tidak selamanya rezim al-Assad berjaya. Kelompok-kelompok oposisi
dari kalangan intelektual dan aktivis demokrasi yang lahir sejak era Damascus Spring pada tahun
2000, menjadi salah satu penggerak dalam pergolakan Suriah yang telah terjadi sejak 2011 lalu.
Selain itu, adanya tentara-tentara yang membelot dari angkatan bersenjata Suriah dan berbalik
melawan rezim al-Assad sehingga membentuk Free Syrian Army menjadi sebuah jalan penyalur
kepentingan para kelompok oposisi yang banyak berasal dari sekte Sunni maupun para penggiat
demokrasi yang telah bertahun-tahun lamanya terpenjara oleh rezim yang otoriter.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 22

DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Abraham F. Lowenthal (ed.), Armies and Politics in Latin America, Holmes & Meier, New York,
1976,
George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo, Bandung,
1992
Harwanto Dahlan, Politik dan Pemerintahan Timur Tengah, Diklat Kuliah, UMY, 1995, hal 109
James L Gevlin, The Arab Uprisings, What Everyone Needs to Know, Oxford University Press,
2012
S.E. Finer, The Man on Horseback, The Role of The Military in Politics, Frederick A. Praeger,
Inc., Publisher, New York, 1962
Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Sekolah Penyulut Revolusi, Penerbit Buku
Kompas, 2012

Internet:
Cholis Akbar, Lembar Putih Suriah: Lembar Fakta Krisis Kemanusiaan, 27 Februari 2013,
dikutip dari http://www.hidayatullah.com/read/27458/27/02/2013/lembar-putih-suriah:-lembarfakta-krisis-kemanusiaan-suriah.html diakses 30 Juni 2013
Hendrajit, Analis Senior Eksekutif Global Future Institute, Membaca Langkah Terbaru Amerika
dan

Inggris

di

Suriah,

17

Juni

2013

dikutip

dari:http://www.theglobal-

review.com/content_detail.php?lang=id&id=12339&type=101 diakses 30 Juni 2013
Jaenal Abidin, Suriah Umumkan Pencabutan UU Keadaan Darurat, 20 April 2011, dikutip dari
http://news.liputan6.com/read/330612/suriah-umumkan-pencabutan-uu-keadaan-darurat diakses
2 Juli 2013

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 23

Khairisa

Feirida,

Sejarah

Awal

Suriah,

18

Agustus

2012

dikutip

http://international.okezone.com/read/2012/08/16/412/678735/sejarah-awal-suriah

diakses

dari
30

Juni 2013
Mashadi, Sejarah Pembrontakan Terhadap Rezim Alawiyin Suriah, 19 April 2011, dikutip dari
http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/sejarah-pembrontakan-terhadap-rezim-alawiyinsuriah.htm diakses 2 Juli 2013
Masykur A. Baddal, Miris, Mengapa Arab Ramai-ramai Memusuhi Suriah?, 12 Februari 2012,
dikutip

dari

http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/02/11/miris-mengapa-arab-ramai-ramai-

memusuhi-suriah-438416.html diakses 30 Juni 2013
NN,

Oposisi

dan

Tentara

Pembelot

Bersatu,

2

Desember

2011,

dikutip

dari

http://tekno.kompas.com/read/2011/12/02/03071783/.oposisi.dan.tentara.pembelot.bersatu
diakses 2 Juli 2013
NN,

Siapakah

Oposisi

Suriah?,

6

April

2013,

dikutip

dari

http://detikislam.com/tsaqofah/analisis/siapakah-oposisi-suriah/ diakses 2 Juli 2013
Prayitno Ramelan, Konflik Suriah, Sebuah Pelajaran dalam Berbangsa dan Bernegara, 9 Agustus
2012, dikutip dari http://politik.kompasiana.com/2012/08/10/konflik-suriah-sebuah-pelajarandalam-berbangsa-dan-bernegara-484775.html, diakses 30 Maret 2013
Zuhairi Misrawi, Drama Musim Semi di Suriah, 13 Januari 2013, dikutip dari
http://internasional.kompas.com/read/2013/01/13/0321582/Drama.Musim.Semi.di.Suriah,
diakses 30 Maret 2013.

Tugas Akhir Mata Kuliah Militer dan Politik | 24