Kajian Ekologi Mangrove di Desa Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove
Umumnya

mangrove

dapat

ditemukan

di

seluruh

kepulauan

Indonesia.Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38 %),
Kalimantan 978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19 %) sedangkan luas

mangrove di Sumatera Utara 7300 ha.Di daerah-daerah ini dan juga daerah
lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang
memiliki sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di
sistim lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat
di daerah tersebut. (Noor dkk., 2006).
Pemanfaatan secara terus menerus tanpa mempertimbangkan kelestarian
dapat menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove yang selanjutnya berdampak
besar, baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial. Dampak ekologis akibat
berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies
flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka
panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan
ekosistem pesisir umumnya (Kordi, 2012).
Mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini
mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove
antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat, tempat
mencari makan (feedingground), tempat asuhan dan pembesaran (nurseryground),
tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai
pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil

Universitas Sumatera Utara


6

keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit
(Wiyanto dan Elok, 2010).
Mengingat

pentingnya

keberadaan

ekosistem

mangrove

untuk

mempertahankan fungsi ekologis suatu kawasan, maka perlu dilakukan
upayauntuk mempertahankan fungsi ekologis penting mangrove sebagai
pengendalikerusakan lingkungan di kawasan pesisir.Terkait dengan upaya

tersebut, upayamengatasi laju kerusakan lingkungan pesisir, berupa abrasi dan
intrusi air lautdengan pendekatakan ekosistem merupakan salah satu aspek
keseimbangan

yang

harus

dicapai

dan

dipertahankan

keberlanjutannya

(Prasetyo dkk, 2014).
Menurut Kusmana (2005), salah satu cara untuk mengembalikan fungsi
mangrove sesuai dengan fungsi semestinya adalah melakukan rehabilitasi
mangrove yaitu melakukan penanaman kembali. Namun, masyarakat pada

umumnya melakukan penanaman mangrove tanpa memperhatikan faktor
pembatas dari lingkungan sedangkan, faktor lingkungan sangat menentukan
penyebaran dan zonasi termasuk didalamnya adalah tingkat keasaman dan bahan
organik total yang terkandung pada sedimen.
Sebagian masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya telah
mengintervensi ekosistem mangrove, melalui alih fungsi lahan (mangrove)
menjadi tambak, permukiman, industri, dan penebangan oleh masyarakat untuk
berbagai kepentingan. Hal tersebut disebab-kan letak ekosistem mangrove yang
merupakan daerah peralihan antara laut dengan daratan, sehingga sering
mengalami gangguan untuk kepentingan manusia, dan akibatnya kawasan
mangrove mengalami kerusakan dan penyempitan lahan, dan penurunan keaneka-

Universitas Sumatera Utara

7

ragamannya. Pemanfaatan langsung dalam ekosistem mangrove dan penggunaan
lahan di sekitarnya secara nyata mempengaruhi kelestarian eko-sistem mangrove.
Beberapa aktivitas yang mempengaruhi kehidupan mangrove secara luas adalah
konversi habitat ke pertambakan (ikan atau udang dan garam), penebangan secara

berlebih untuk pelabuhan dan jalan raya (Alik dkk,2012).
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang dipengaruhi oleh kondisi
perairan yang berubah setiap saat. Hal ini memberikan pengaruh terhadap biota
perairan yang hidup berasosiasi dengan ekosistem mangrove tersebut. Wilayah
pesisir merupakan lingkungan bahari yang produktif yang dapat dimanfaatkan
secara langsung maupun tidak langsung.Potensi mangrove sebagai sumber nutrien
bagi biota yang hidup di dalamnya sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan
(feeding ground), tempat pengasuhan dan pembesaran (nursery ground) serta
tempat pemijahan (spawning ground) (Harahab, 2010).
Jenis-jenis Ekosistem Mangrove
Rahman (2014) menyatakan bahwa vegetasi mangrove mempunyai
morfologi dan anatomi tertentu sebagai respons fisiogenetik terhadap habitatnya.
Vegetasi mangrove yang bersifat halopitik menyukai tanah-tanah yang bergaram,
misalnya Avicennia sp., Bruguiera sp., Lumnitzera sp., Rhizophora sp., dan
Xylocarpus sp. Vegetasi tersebut menentukan ciri lahan mangrove berdasarkan
sebaran, dan sangat terikat pada habitat mangrove. Vegetasi yang tidak terikat
dengan habitat mangrove antara lain adalah Acanthus sp., Baringtonia sp.,
Callophyllum sp., Calotropis sp., Cerbera sp., Clerodendron sp., Derris sp.,
Finlaysonia sp., Hibiscus sp., Ipomoea sp., Pandanus sp., Pongamia sp., Scaevola
sp., Sesuvium sp., Spinifex sp., Stachytarpheta sp., Terminalia catappa, Thespesia


Universitas Sumatera Utara

8

sp., dan Vitex sp.
Keanekaragaman jenis dan pertumbuhan mangrove di antaranya
dipengaruhi oleh suplai air tawar dari sungai yang bermuara ke laut serta
kesesuaian habitat setiap jenis terhadap iklim dan kondisi geografis pesisir.
Keberadaan strata semai sangat mempengaruhi keberlanjutan proses suksesi dan
proses dinamika ekologi mangrove ke depannya. Mangrove mampu tumbuh
dengan baik pada muara sungai besar atau delta melalui proses sedimentasi
sehingga membantu kolonisasi mangrove baru. Berdasarkan pengamatan langsung
dan wawancara dengan penduduk yang telah lama tinggal di sekitar muarasungai,
habitat mangrove pada kawasan tersebut kini justru telah banyak beralih fungsi
menjadi lokasi budidayatambak atau permukiman (Mukhlisi dkk ., 2013).
Menurut Kusmana, dkk., (2005), bahwa untuk menghadapi habitatnya
berupa substrat lumpur dan selalu tergenang (reaksi anaerob), tumbuhan
mangrove beradaptasi dengan membentuk akar-akar :
(a) Akar Pasak (pneumatophore)

Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan
memanjang ke luar arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada
Avcennia spp.,Xylocarpus spp., dan Sonneratia spp.
(b) Akar Lutut (knee root)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya
tumbuh kearah permukaan substrat. Kemudian melengkung menuju ke substrat
lagi. Akar lutut ini terdapat pada Bruguiera spp.
(c) Akar Tunjang (stilt root)

Universitas Sumatera Utara

9

Akar tunjang merupakan akar (cabangcabang akar) yang keluar dari
batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.
(d) Akar Papan (buttress root)
Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar
menjadi bentuk lempeng mirip struktur silet. Akar ini tedapat pada Heritiera.
(e) Akar Gantung (aerial root)
Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang

atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung
terdapat pada Rizophora sp., Avicennia sp., dan Acanthus sp.

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar 2.Bentuk Spesifikasi Akar Pada Mangrove (Kusmana, dkk., 2005)(a)
Akar Papan (Heritiera sp.), (b) Akar Pasak atau Akar Napas
(Avicennia spp., Sonneratia spp. dan Xylocarpus spp.), (c) Akar
Tunjang (Rhizophora spp.) dan (d) Akar Lutut (Bruguiera spp.)

Universitas Sumatera Utara

10


Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti
promata, reptilia dan burung. Moluska juga banyak ditemukan pada areal
mangrove di Indonesia. Di Seram, Maluku tercatat 91 jenis moluska hanya dari
satu tempat saja di Seram, Maluku. Jumlah tersebut termasuk 33 jenis yang
biasanya terdapat pada karang akan tetapi juga sering mengunjungi daerah
mangrove. Beberapa dari 91 jenis kelompok moluska tersebut diketahui hidup di
dalam tanah, sementara yang lainnya ada yang hidup di permukaan dan ada yang
hidup menempel pada tumbuh-tumbuhan. Kepiting juga umumnya ditemukan di
daerah mangrove khususnya jenis-jenis penggali seperti jenis Cleistocoeloma,
Macrophthalamus, Metaplax, Iliyoplax, dan Ucha(Waryono, 2008).
Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Jenis mangrove yang
berbeda berdasarkan zonasi disebabkan sifat fisiologis mangrove yang berbedabeda untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keanekaragaman mangrove bukan
hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi tidak
terlepas

juga

adanya


campur

tangan

manusia

untuk

memelihara

(Darmadi dkk, 2010).
Waryono (2008) menjelaskan beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding
ground), tempat

berkembang biak berbagai

jenis


crustacea,

ikan,

burung,biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan
parasitseperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai
kehidupanlainnya;

Universitas Sumatera Utara

11

2. Sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan
sempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut;
3. Dapat

membantu

kesuburan

tanah,

sehingga

segala

macam

biota

perairandapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang
lautlainnya;
4. Dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik;
5. Dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting
mangrovedalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai
atau perairanyang melalui ekosistem mangrove;
6. Sebagai penghasil kayu dan non kayu;
7. Berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi .
Irwanto

(2007)

menegaskan

bahwa

manfaat

hutan

mangrove

dapatdikelompokan sebagai berikut :
1. Manfaat/Fungsi

Fisik

:

menjaga

agar

garis

pantai

tetap

stabil,

melindungipantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi, menahan
badai/angin kencangdari laut, menahan hasil proses penimbunan lumpur,
sehingga memungkinkanterbentuknya lahan baru, menjadi wilayah penyangga
dan berfungsimenyaring air laut menjadi air daratan yang tawar, mengolah
limbah beracun,penghasil O2 dan penyerap CO2.
2. Manfaat/Fungsi

Biologis

:

menghasilkan

bahan

pelapukan

yang

menjadisumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula
bagikeberlanjutan rantai makanan, tempat memijah dan berkembang biak ikan
-

ikan,kerang,

kepiting

dan

udang,

tempat

berlindung,

bersarang

Universitas Sumatera Utara

12

danberkembang biak burung dan satwa lain, sumber plasma nutfah &
sumbergenetik, merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
3.

Manfaat/Fungsi

Ekonomis

:

penghasil

kayu

(kayu

bakar,

arang,

bahanbangunan), penghasil bahan baku industri (pulp, tanin, kertas,
tekstil,makanan, obat-obatan, kosmetik), penghasil bibit ikan, nener,
kerang,kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery, tempat wisata,
penelitian& pendidikan.Ekosistem mangrove sangat peka terhadap gangguan.
Habitat paling ideal untuk berkembangnya mangrove khususnya semai dan
anakan. vegetasi mangrove terkonsentrasi tumbuh pada daerah muara dekat bibir
pantai dengan substrat berlumpur yang mengandung unsur hara tinggi,
mempunyai tingkat sirkulasi air lebih baik dan tidak terjadi arus yang kuat,
sehingga propagul yang jatuh ke substrat dapat tumbuh menjadi semai, anakan
kemudian pohon. Kerapatan vegetasi tersebut menggambarkan kemampuan
regenerasi pohon terhadap sumbangan penghasil biji sebagai calon kecambah
(semai) yang memiliki pola penyesuaian besar terhadap kondisi lingkungan
disekitarnya. Adanya pergerakan arus, gelombang, frekuensi pasang surut,
kedalaman air dan umur tanamandapat mempengaruhi kekuatan tegakan dan
pertumbuhan mangrove (Azkia dkk., 2013).
.Mangrove

mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi

biota perairan yang berasal dari pelapukan daun mangrove (serasah), sebagai
tempat pemijahan, dan asuhan bagi berbagai macam biota salah satunya kepiting
bakau. Mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan yang berasal dari pelapukan daun mangrove (serasah), sebagai tempat

Universitas Sumatera Utara

13

pemijahan, dan asuhan bagi berbagai macam biota salah satunya kepiting bakau
(Soviana,2004).
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (2004) menjelaskan bahwa status
kondisi mangrove adalah tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi
tertentudalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan
mangrove.Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan
dampakterhadap kerusakan mangrove, oleh karena itu perlu dilakukan
upayapengendalian, dimana salah satu upaya pengendalian untuk melindungi
mangrovedari kerusakan adalah dengan mengetahui adanya tingkat kerusakan
berdasarkankriteria baku kerusakannya. Kriteria baku kerusakan mangrove
untukmenentukan status kondisi mangrove diklasifikasikan dalam tiga tingkatan
yaitu :
1. Sangat baik (sangat padat) dengan penutupan ≥ 75% dan kerapatan ≥
1.500pohon/ha;
2.

Rusak ringan (baik) dengan penutupan antara ≥ 50% -