Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Plus Pada Program Penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian. Salah satunya adalah penyakit TB
paru yang penyebarannya sangat mudah karena penularan penyakit tersebut hanya
melalui droplet yang disebarkan lewat udara oleh penderita TB paru (Depkes RI,
2002).
Sampai saat ini belum ada satu negara pun yang dinyatakan bebas TB
(Aditama, 2001). Berdasarkan laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report
2014, Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia sebagai penyumbang
penderita TB setelah negara India, Cina, Nigeria, dan Pakistan. Tingkat resiko
terkena penyakit TB di Indonesia berkisar antara 1,7% hingga 4,4%. Secara
nasional, TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183
orang meninggal akibat penyakit TB di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
Secara klinis kasus TB Paru di Kota Medan tahun 2013 mengalami
peningkatan dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar
21.079 kasus dengan 3.037 kasus TB Paru BTA (+), sedangkan pada tahun 2013
ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB Paru BTA (+) dimana
seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163
orang (74,74%), serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu

dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB Paru
BTA (+) dan diantaranya sebanyak 1.616 penderita (87,67%) diberikan

1
Universitas Sumatera Utara

2

pengobatan (Profil Dinkes Kota Medan, 2014).
Sejak ditemukan dan berkembangnya obat anti tuberkulosis (OAT) yang
cukup efektif, TB dapat ditekan jumlahnya. Akan tetapi sejak tahun 1989-1992
timbul kembali peningkatan penyakit ini, yang dikaitkan dengan peningkatan
epidemi HIV/AIDS, urbanisasi, dan migrasi akibat resesi yang melanda dunia.
Bersamaan dengan peningkatan penyakit ini timbul masalah baru yaitu TB dengan
resitensi ganda (Multidrug Resistant Tuberculosis/MDR TB) (Syahrini, 2008).
Multi drug resistance (MDR) merupakan suatu kondisi dimana obat
rifampisin dan isoniazid sudah tidak efektif dalam membunuh kuman
Mycobacterium tuberculosis (M.tb) dikarenakan kuman telah resistensi terhadap
dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama tersebut. Kasus TB yang resistensi
terhadap obat menjadi tantangan baru dalam penanggulangan TB. Pencegahan

meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.
Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6.800 kasus
baru TB dengan TB MDR setiap tahun. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan
12% dari kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB MDR. Diperkirakan
pula lebih dari 55% pasien TB MDR belum terdiagnosis atau mendapatkan
pengobatan yang baik dan benar. (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
Indonesia menduduki rangking ke 8 dari 27 negara-negara yang
mempunyai beban tinggi dan prioritas kegiatan untuk TB MDR/

XDR

(Extensively drug-resistant). Beban TB MDR di 27 negara ini menyumbang 85%
dari beban TB MDR global. Di negara-negara yang termasuk dalam daftar ini

Universitas Sumatera Utara

3

minimal diperkirakan terdapat 4000 kasus TB MDR atau sekurang - kurangnya
10% dari seluruh kasus baru TB MDR. (Kemenkes RI, 2011)

Di Sumatera Utara terdapat kasus TB MDR pada pasien baru sebanyak
2,07 % serta sebanyak 16,3 % ditemui pada pasien yang pernah diobati. Kota
Medan yang menjadi pusat Sumatera Utara terdapat sebanyak 42 kasus TB MDR
pada tahun 2014 ( Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 ).
Resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) sangat erat hubungannya dengan
riwayat pengobatan sebelumnya. Pasien yang pernah diobati sebelumnya
mempunyai kemungkinan resisten 4 kali lebih tinggi dan untuk resistensi
berganda atau MDR TB 10 kali lebih tinggi daripada pasien yang belum pernah
menjalani pengobatan (WHO, 2008).
Faktor terjadinya TB MDR yang terus meningkat dapat disebabkan karena
fasilitas pelayanan pengobatan yang belum memadai, belum merata RS rujukan
TB MDR, serta belum semua pelayanan kesehatan yang memilki program
Directly Observed Treatment, short- course ( DOTS ) yang bagus. Dan faktor
lainnya dapat disebabkan karena rendahnya kepatuhan pasien dalam meminum
obat dan kurangnya dukungan Pengawas Menelan Obat ( PMO ) terhadap pasien (
Kemenkes RI, 2011).
Awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD ( International Union Againts TB
and Lung Disease) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai strategi DOTS dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan

dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical-trials), pengalaman-pengalaman

Universitas Sumatera Utara

4

terbaik (best-practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB
selama lebih dari dua decade. Penerapan strategi DOTS secara baik, di samping
secara cepat menekan penularanan juga mencegah berkembangnya MDR-TB
(Depkes RI 2007)
Penanggulangan kasus TB MDR dilakukan dengan menggunakan strategi
DOTS Plus dimana “S” adalah strategi bukan Short course therapy sedangkan
“plus” berarti menggunakan OAT lini kedua dan melakukan kontrol infeksi
(Permenkes RI No 13 tahun 2013).
Strategi DOTS Plus sebagai strategi yang direkomendasikan WHO untuk
menanggulangi TB MDR, mempunyai lima hal yang diutamakan yaitu: komitmen
politis yang berkesinambungan dalam masalah MDR, strategi penemuan kasus
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT lini kedua secara teratur,

menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta sistem pencatatan dan
pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program
penanggulangan TB MDR (Kemenkes RI, 2013).
Strategi DOTS plus memiliki kerangka kerja yang sama dengan strategi
DOTS pada penanggulangan TB Paru. Perbedaannya terdapat pada jangka
pengobatan dan penggunaan OAT

lini kedua serta penderitanya. Jangka

pengobatan TB paru dengan strategi DOTS dilakukan selama 6 bulan sedangkan
untuk TB MDR dengan strategi DOTS Plus dilakukan selama 2 tahun.
Penggunaan OAT dalam strategi DOTS menggunakan lini pertama yang terdiri

Universitas Sumatera Utara

5

dari : INH, rifampicin, pirazinamin, etambutol dan streptomycin sedangkan OAT
pada strategi DOTS plus menggunakan lini kedua yang terdiri dari: kanamisin,
kapreomisin, amikasin, kuinolon, sikloserin, setinamid (PDPI, 2011). Serta

strategi DOTS diberikan pada penderita TB Paru sedangkan strategi DOTS Plus
pada penderita TB paru yang resisten obat atau TB MDR.
Masalah resistensi OAT pada pengobatan TB perlu segera ditanggulangi
karena angka kejadian resistensi selalu mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu. Hasil survei secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap
Mycobacterium tuberculosis sudah menyebar dan mengancam kegiatan program
pemberantasan dan penanggulangan tuberkulosis di berbagai negara di seluruh
dunia (Ducati dkk, 2006)
Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja dan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu kepada masyarakat. Puskesmas Teladan adalah salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyediakan program penanggulangan TB MDR di
kota Medan. Program penanggulangan TB MDR ini didukung dengan adanya
pelaksanaan strategi DOTS untuk meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dan
angka penemuan kasus di wilayah kerja puskesmas Teladan. Selain itu juga dapat
bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati
pasien.
Penanggungjawab program penanggulangan TB di puskesmas Teladan ada
satu orang petugas dan satu dokter umum menangangi kasus TB MDR. Pasien


Universitas Sumatera Utara

6

yang terduga TB MDR dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik untuk diperiksa dan
dinyatakan positif TB MDR. Setiap pasien yang menderita TB MDR akan
melanjutkan pengobatan di fayankes yang memiliki program penanggulangan TB
MDR .
Pada Tahun 2014 – 2015 pasien yang menderita TB MDR di puskesmas
Teladan berjumlah empat orang dimana tiga pasien dalam masa pengobatan, dan
satu orang meninggal dunia. Riwayat pasien TB MDR yang sedang diobati
bukanlah pasien yang tidak patuh ataupun gagal dari kasus TB paru yang
ditangani oleh puskesmas Teladan, akan tetapi pasien yang pengobatannya tidak
tuntas pada satu dokter dan memilih berpindah dokter dalam mendapatkan
pengobatan ke pelayanan kesehatan milik negeri maupun swasta. Selain
melakukan pengobatan, puskesmas Teladan juga melakukan kegiatan penemuan
kasus, pemeriksaan BTA positif, pemantauan dan penyuluhan kepada pasien.
Berdasarkan survei awal melalui wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti kepada Ibu Minar sebagai pemegang program TB Paru sekaligus TB

MDR tentang hal-hal yang berkaitan dengan progam TB MDR didapatkan bahwa
pelaksanaan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS Plus di
Puskesmas Teladan masih belum optimal. Hal ini terjadi karena masih banyak
kendala yang didapatkan dari penatalaksanaan program penanggulangan TB MDR
dan pasien TB MDR itu sendiri seperti ; petugas hanya mengikuti arahan dari
atasan tanpa ada buku panduan sebagai pegangan petugas untuk memberikan
pelayanan kepada pasien sehingga adanya kemungkinan petugas kurang
memahami prosedur pelaksanaan strategi DOTS plus pada TB MDR Selain itu,

Universitas Sumatera Utara

7

Petugas dalam pengelolaan pasien TB MDR kurang tegas karena membiarkan
pasien tinggal berbeda kota dalam pengobatan yang dimana seharusnya pasien
meminum obat di depan petugas. Dari sisi pasien TB MDR dalam menggunakan
masker khusus penderita merasa tidak nyaman atau sesak sehingga kadangkadang tidak mau memakai alat pelindung kesehatan.
Hasil penelitian Arifin nawas dkk (2010) didapatkan 92% pasien TBMDR telah memiliki riwayat pengobatan TB lebih dari satu kali sebelumnya.
Sebagian besar kasus merupakan kasus kronik/gagal pengobatan kategori dua.
Lebih dari separuh pasien tidak mendapatkan pengobatan TB secqra benar

walaupun telah memiliki komunikasi yang baik, informasi, dan edukasi tentang
TB dari doher mereka. Pasien TB sangat membutuhkan edukasi secara dini
tentang

pengobatannya

serta

faktor-faktor

yang

akan

mempengaruhi

keberhasilan/kegagalan terapi. Data menunjukkan bahwa pelaksanaan program
nasional TB yang baik dan penggunaan obat secara efisien dapat menunda dan
mengatasi epidemi TB MDR.
Penelitian Tirtana (2011) tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pengobatan TB Resisten Obat di wilayah Jawa Tengah menunjukkan
bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB resisten
obat meliputi keteraturan berobat, lama pengobatan,serta karakteristik pasien TB
resisten obat yang terdiri dari pekerjaan,pendapatan,prilaku, dan status gizi.
Hasil penelitian Syaidatul (2015) menunjukkan bahwa penatalaksanaan
program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Helvetia belum terlaksana
secara maksimal. Hal ini dilihat dari kualitas petugas dalam penemuan kasus yang

Universitas Sumatera Utara

8

dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien yang datang ke puskesmas,
kurangnya tersedia sarana dan prasarana yang mendukung, tidak adanya
pemantauan hasil pengobatan yang diberikan, serta tidak adanya penyuluhan yang
diberikan oleh petugas TB kepada pasien, PMO, dan masyarakat.
Pelaksanaan program dengan strategi DOTS haruslah dilakukan secara
efektif dan efesien agar dapat tercapai tujuan untuk menemukan kasus, mengobati
dan memutuskan rantai penularan kepada orang lain. Hubungan kerjasama antara
lintas sektoral juga haruslah baik agar dapat melakukan pemantauan yang tepat

kepada pasien dan pencatatan dan pelaporan yang lengkap. Selain itu dalam
melaksanakan pengobatan TB MDR memerlukan biaya yang mahal, waktu yang
cukup lama dan efek samping yang banyak pada penderita. Apabila pengobatan
TB MDR tidak sungguh-sungguh dilakukan maka akan menimbulkan penularan
kepada masyarakat sehingga meningkatnya angka kasus TB MDR.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan mendorong peneliti
untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis pelaksanaan strategi DOTS
Plus pada program penanggulangan TB MDR di puskesmas Teladan Medan
dengan melihat proses penggunaan komponen Strategi DOTS Plus pada program
penangulangan TB MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan peneliti ingin
mengidentifikasi proses penggunaan komponen

strategi DOTS Plus pada

Universitas Sumatera Utara

9

program penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016
yang meliputi ;
1. Bagaimana Komitmen Politis dalam penanggulangan kasus TB MDR?
2. Bagaimana strategi penemuan pasien dalam penanggulangan kasus TB
MDR?
3. Bagaimana pengelolaan pasien dengan strategi pengobatan yang tepat
dalam penanggulangan kasus TB MDR?
4. Bagaimana jaminan ketersediaan OAT lini kedua dalam penanggulangan
kasus TB MDR?
5. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan dalam penanggulangan kasus
TB MDR?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses penggunaan
komponen

strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB-MDR di

Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016 yang meliputi :
1. Komitmen politis yang berkesinambungan dalam penanggulangan kasus
TB MDR.
2. Strategi penemuan kasus

yang akurat dan tepat waktu dalam

penanggulangan kasus TB MDR.
3. Pengelolaan pasien dengan strategi pengobatan yang tepat dengan
menggunakan OAT lini kedua dalam penanggulangan kasus TB MDR.
4. Jaminan

ketersediaan

OAT

lini

kedua

yang

bermutu

dalam

penanggulangan kasus TB MDR.

Universitas Sumatera Utara

10

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku dalam penanggulangan kasus
TB MDR.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan
a. Sebagai Informasi terkait dengan pelaksanaan strategi DOTS Plus pada
program penanggulangan TB MDR.
b. Membantu pemerintah dalam mengontrol pelaksanaan srategi DOTS Plus
pada program penanggulangan TB MDR di puskesmas.
2. Bagi Puskesmas
a. Sebagai bahan masukan dalam menerapkan strategi DOTS Plus pada
program penanggulangan TB MDR.
b. Sebagai

informasi

dalam

mengembangkan

kualitas

pelayanaan

penanggulangan TB MDR.
3. Bagi Kampus
Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
4. Bagi Peneliti
Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam mengembangkan pengetahuan yang
didapatkan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara