Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

(1)

KEPUASAN PENDERITA TB PARU TENTANG

PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM

PENANGGULANGAN TB PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN JOHOR

SKRIPSI

Oleh Amri Gaja Putra

071101035

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

(3)

Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Nama : Amri Gaja Putra

NIM : 071101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan dalam pembuatan skripsi ini kepada :

1. Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing

akademik yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, waktu, bimbingan, serta bantuan selama penulisan skripsi ini.

4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS dan Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Staf dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.


(5)

6. Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Medan Johor.

7. Kedua orang tua dan adik-adik yang saya sayangi yang telah memberi motivasi,dan dukungan moral maupun materil selama pendidikan hingga penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman Fakultas Keperawatan angkatan 2007 atas segala doa, dukungan, dan kerjasama yang baik dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 21 Mei 2011 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Halaman Pengesahan ……….…. ii

Abstrak ……… iii

Kata Pengantar …………...……… iv

Daftar Isi ……….… vi

Daftar Tabel ……… viii

Daftar Skema ………. ix

Bab 1. Pendahuluan ……… 1

1. Latar Belakang ………..……… 1

2. Pertanyaan Penelitian ………. 5

3. Tujuan Penelitian ……… 5

4. Manfaat Penelitian ……… 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka ………. 7

1. Tuberkulosis ………... 7

1.1.Pengertian ……… 7

1.2.Etiologi ……… 7

1.3.Diagnostik TB Paru………..…… 8

1.4.Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru ……….. 8

1.5.Penemuan Penderita TB Paru ……….. 9

1.6.Pengobatan TB Paru ……… 10

2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas ………. 13

2.1.Strategi DOTS ……… 14

2.2.Penyuluhan Kesehatan ……… 18

3. Kepuasan ……… 19

3.1.Pengertian ……… 19

3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan ………. 20

3.3.Klasifikasi Kepuasan ……….. 22

Bab 3. Kerangka Konseptual ………...……… 24

1. Kerangka Konsep ………... 24

2. Definisi Operasional ……….. 26

Bab 4. Metodologi Penelitian………. 27

1. Desain Penelitian ……… 27

2. Populasi dan Sampel ……….. 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 28

4. Pertimbangan Etik ……….. 28

5. Instrument Penelitian dan Pengukuran Validitas Reliabilitas ……… 29

6. Rencana Pengumpulan Data ……….. 31

7. Analisa Data ………... 32

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……… 33

1. Hasil Penelitian ……….. 33


(7)

Bab 6. Kesimpulan dan Saran……….. 44

1. Kesimpulan ………. 44

2. Saran……… 44

Daftar Pustaka ……… 46

Lampiran-lampiran ………..…………. 49

1. Lembar Persetujuan Responden ……… 49

2. Instrumen Penelitian ……… 50

3. Uji Reliabilitas………. 53

4. Table Distribusi Frekuensi……….. 55

5. Daftar Konsul Skripsi ………. 58

6. Jadwal Penelitian ……… 59

7. Taksasi Dana……… 60

8. Surat Izin Penelitian……… 61


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Paduan OAT ……….. 11

Tabel 3.1. Definisi Operasional ……….. 26 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru 34 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kepuasan Penderita TB Paru ……….. 35 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kepuasan Penderita TB Paru ……….. 37


(9)

DAFTAR SKEMA


(10)

Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Nama : Amri Gaja Putra

NIM : 071101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC menyerang paru. TB Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit kronis (menahun) yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena menular. Penyakit ini menjadi tidak terkendali pada sebagian besar dunia, dan salah satu penyebab utama kematian di Indonesia serta negara-negara berkembang lainnya (Depkes, 2002).

Menurut Depkes (2010), TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah penderita TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah penderita TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam keadaan itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.

Di Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 14.158 orang penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar penderita TB Paru tersebut berusia 17 – 54 tahun (kelompok usia produktif) dengan persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan BTA positif dapat menularkan kepada 10 – 15 orang setiap tahunnya. Kondisi ini


(12)

menyebabkan tingginya angka penderita TB Paru di Sumatera Utara (Depkes, 2009).

Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia bertepatan dengan peringatan hari TB Paru sedunia, Menteri Kesehatan Indonesia pada tanggal 24 Maret 1999 mencanangkan dimulainya Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB) sebagai wahana untuk pemberantasan TB Paru. Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan strategi Directly Observed

Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung menelan obat, yang

dilaksanakan di puskesmas juga melibatkan rumah sakit. DOTS adalah strategi program pemberantasan tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO tahun 1995. (Depkes, 2007; Santa, 2009).

Strategi DOTS mempunyai lima komitmen penting yaitu: komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana, penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Depkes,2007; Aditama, 2002).

Tujuan dari program penanggulangan tuberkulosis nasional, yaitu angka penemuan kasus minimal 70% dan angka kesembuhan minimal 85%, dimana


(13)

penatalaksanaan penyakit TB merupakan hal penting yang harus diperhatikan yaitu tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya. Sehingga dalam jangka waktu 5 tahun kedepan angka prevalensi TB di Indonesia dapat diturunkan sebesar 50% (Depkes, 2007).

Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB. Pohan (2007) menyatakan bahwa pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak merasakan kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti dokter atau pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya.

Menurut Pohan (2007) kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap kemampuan pasien/keluarga, terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan kebutuhan pasien.


(14)

Layanan kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebagai suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh klien (individu) ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yaitu kesembuhan, kebersihan, informasi yang lengkap tentang penyakit, memberi jawaban yang dimengerti, memberi kesempatan untuk bertanya, ketersediaan obat, privasi, waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, dan biaya layanan kesehatan (Ferry, 2009; Pohan, 2007).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di puskesmas Medan Johor dengan jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas sebanyak 83.106 orang. Diperoleh data mengenai jumlah penderita TB Paru pada periode bulan Januari sampai Oktober 2010 sebanyak 55 orang dengan hasil pemeriksaan kultur BTA positif dan yang sedang menjalani pengobatan sebanyak 32 orang, kebanyakan usia penderita adalah usia produktif. Data ini menggambarkan bahwa masih terdapat penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor setiap bulannya, walaupun telah dilakukan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS. Untuk melihat pelaksanaan program tersebut maka perlu dilakukan pengukuran yang dinilai dari sudut pandang penderita TB Paru tentang kepuasannya dalam menjalani program pengobatan TB Paru. Bila penderita TB Paru tidak puas / kecewa harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan koreksi atau perbaikan karena apabila tidak segera ditangani dan berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan menurunnya jumlah kunjungan penderita TB Paru ke puskesmas untuk berobat.


(15)

Berdasarkan penjelasan dan fakta di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan masukan bagi praktek keperawatan, khususnya keperawatan komunitas dalam memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS di puskesmas.

4.2. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran bagi keperawatan komunitas mengenai kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas.


(16)

4.3. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas kesehatan puskesmas untuk memantau dan meningkatkan program penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS.

4.4. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya, dalam ruang lingkup yang sama.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).

Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

1.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).


(18)

1.3. Diagnostik TB Paru

Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).

1.4. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.


(19)

Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu

tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes, 2007).

1.5. Penemuan penderita TB Paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,


(20)

untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif (Depkes,2007).

1.6. Pengobatan TB Paru

Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

1.6.1. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:


(21)

• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

• Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) • Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan penderita. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu penderita. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan penderita yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan.

Tabel 2.1. Paduan OAT

Katagori Rumus Indikasi Tahap

intensif

Tahap lanjutan

I 2HRZE/

4H3R3

• Penderita baru TB paru BTA positif. • Penderita TB paru

BTA negatif foto toraks positif • Penderita TB ekstra

paru Selama 2 bulan, frekuensi 1 kali sehari menelan obat, jumlah 60 kali menelan obat Selama 4 bulan, frekuensi 3 kali seminggu, jumlah 54 kali menelan obat.


(22)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

II 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3

• Penderita kambuh (relaps)

• Penderita gagal • Penderita dengan

pengobatan setelah putus berobat (default) Selama 2 bulan pertama frekuensi 1 kali sehari, jumlah 60 kali menelan obat. Satu bulan berikutnya selama 1 bulan, 1 kali sehari, jumlah 30 kali menelan obat. Selama 5 bulan, 3kali seminggu, jumlah total 66 kali menelan obat.

Anak 2RHZ/ 4RH

Prinsip dasar

pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Selama 2 bulan setiap hari Selama 4 bulan setiap hari

Paduan OAT Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007).

1.6.2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan: sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah (Transfer Out), default (lalai)/ Drop Out


(23)

dan gagal. Sembuh yaitu penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya. Pengobatan Lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal adalah penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) adalah penderita yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Gagal adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas menjalankan beberapa program pokok salah satunya adalah program pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti program penanggulangan TB Paru yang dilakukan dengan strategi DOTS dan Penyuluhan Kesehatan. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Muninjaya, 2004; Depkes, 2007).


(24)

2.1. Strategi DOTS

Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan kepada penderita TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Depkes, 2007).

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu:

a. Komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana. b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara keseluruhan.

Komponen pertama yaitu komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana. Komitmen ini dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas utama dalam program kesehatan dan adanya dukungan dana dari jajaran pemerintahan atau pengambil keputusan


(25)

terhadap penanggulangan TB Paru atau dukungan dana operasional. Satu hal penting lain adalah penempatan program penanggulangan TB Paru dalam reformasi sektor kesehatan secara umum, setidaknya meliputi dua hal penting, yaitu memperkuat dan memberdayakan kegiatan dan kemampuan pengambilan keputusan di tingkat kabupaten serta peningkatan cost effectiveness dan efisiensi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Program penanggulangan TB Paru harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi sektor kesehatan.

Komponen kedua yaitu penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Utamanya dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan. Pendekatan ini disebut sebagai

passive case finding. Hal ini dipilih mengingat secara umum pemeriksaan

mikroskopis merupakan cara yang paling cost effective dalam menemukan kasus TB Paru. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, seperti rontgen dan kultur dapat dilaksanakan pada unit pelayanan kesehatan yang memilikinya.

Komponen ketiga yaitu pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Penderita diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, obat yang diberikan harus sesuai standar dan diberikan seyogiyanya secara gratis pada seluruh penderita tuberkulosis yang menular dan yang kambuh. Pengobatan tuberkulosis memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat dua atau tiga bulan tidak jarang keluhan penderita menghilang, ia merasa dirinya telah sehat, dan menghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang menjamin penderita mau menyelesaikan seluruh masa pengobatannya sampai selesai. Harus


(26)

ada yang melihat penderita TB Paru menelan obatnya, ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, oleh pemuka masyarakat setempat, oleh tetangga penderita atau keluarganya sendiri.

Komponen keempat yaitu jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin. Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat daerah. Untuk ini diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani dalam waktu yang lalu (untuk forecasting), data akurat stok dimasing-masing gudang yang ada.

Komponen kelima yaitu sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru. Setiap penderita TB Paru yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas penderita yang kemudian tercatat di catatan TB Paru yang ada di kabupaten. Kemanapun penderita ini pergi dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatan dan tidak sampai tercatat dua kali (Depkes RI, 2007; Aditama, 2002).

2.1.1. Pengawas Minum Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO. Untuk menjamin kesembuhan dan keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

Persyaratan untuk menjadi PMO yaitu seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus


(27)

disegani dan dihormati oleh penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI (Perkumpulan Pemberantasan TB Indonesia), PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Seorang PMO mempunyai tugas untuk mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

Petugas kesehatan harus memberikan informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada penderita dan keluarganya bahwa TB disebabkan kuman bukan penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya, cara pemberian pengobatan penderita (tahap intensif dan lanjutan), pentingnya pengawasan supaya penderita berobat secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK (Depkes, 2007).


(28)

2.2. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian dari rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsif-prinsif belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI, 2002;Effendy, 1998).

Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB Paru.

Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung dapat dilakukan dengan perorangan atau kelompok. Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media seperti: bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk, sedangkan bentuk media massa dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi (Depkes RI, 2002).

Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan langsung perorangan dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO. Pada kunjungan pertama ada beberapa informasi


(29)

penting tentang TB Paru yang dapat disampaikan pada penderita, antara lain: pengertian atau arti TB Paru, penyebab TB Paru, cara penularan TB Paru dan resiko penularan TB Paru, riwayat pengobatan sebelumnya, cara pengobatan TB Paru, pentingnya pengawasan menelan obat.

Sedangkan pada kunjungan berikutnya informasi yang dapat disampaikan adalah cara menelan obat, jumlah obat dan frekuensi menelan obat, efek samping dari OAT, pentingnya jadwal pemeriksaan ulang dahak, apa yang dapat terjadi bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap. Penyuluhan ini selain ditujukan kepada penderita, tetapi juga disampaikan kepada keluarganya. Tujuannya supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh dan bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru.

Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif (Depkes RI, 2002).

3. Kepuasan 3.1. Pengertian

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih


(30)

dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama (Sudibyo, 2008).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya sedangkan ketidakpuasan pasien timbul karena terjadinya kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja layanan kesehatan yang dirasakannya sewaktu menggunakan layanan kesehatan. Pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak merasakan kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti dokter atau pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya. (Pohan, 2007).

3.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan

Menurut Muninjaya (2004) Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance).


(31)

c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli

(ignorance) pasien dan keluarga menyebabkan mereka menerima saja jenis

perawatan dan tehnologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya, biaya perawatn menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak klien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan klien. Sistem asuransi kesehatan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.

d. Penampilan fisik meliputi kerapian petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).

e. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.

f. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.

g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan klien

(responsiveness).

Pohan (2007) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu kesembuhan, kebersihan, informasi yang lengkap tentang penyakit, memberi jawaban yang dimengerti, memberi kesempatan untuk bertanya, ketersediaan obat, privasi atau keleluasaan pribadi dalam kamar periksa, waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, tersedianya toilet, biaya layanan kesehatan, dan tersedianya tempat duduk di ruang tunggu.


(32)

3.3. Klasifikasi kepuasan

Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

a) Sangat Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.

b) Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c) Tidak Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah

d) Sangat Tidak Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau


(33)

keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Strategi DOTS merupakan strategi pengobatan dalam penanggulangan Tuberkulosis nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO, mempunyai lima komponen yaitu: komitmen politisi, penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan OAT dengan pengawasan langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat), jaminan tersedianya OAT (Obat Anti Tuberkulosis) secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin serta sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara keseluruhan.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007). Dalam penelitian ini kepuasan penderita TB Paru dapat dilihat dari pemahaman pengguna jasa terhadap pelayanan yang akan diberikan, sikap peduli yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan, penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan petugas kesehatan, dan kecepatan petugas memberikan tanggapan atas keluhan klien (Muninjaya, 2004).

Berdasarkan konsep di atas maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dijabarkan dengan menggunakan skema berikut ini:


(35)

Variable yang diteliti Variable yang tidak diteliti

Skema 3.1 kerangka konseptual penelitian Pelaksanaan Strategi

DOTS: - Komitmen politik - Pemeriksaan dahak

secara mikroskopis - Pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan PMO - Ketersediaan OAT - Pencatatan dan

pelaporan

Kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanan strategi DOTS:

- Pemahaman pengguna jasa. - Empati (sikap

peduli)

- Penampilan fisik - Jaminan keamanan - Keandalan dan

keterampilan - Kecepatan petugas

Kategori kepuasan - Sangat memuaskan - Memuaskan - Tidak memuaskan - Sangat tidak memuaskan


(36)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS

No Variabel Definisi

Operasional Alat dan Cara Hasil Ukur Skala 1. Kepuasan

penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS. Perasaan senang karena keinginan dan kebutuhan telah terpenuhi selama menjalani program pengobatan dengan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor. Kepuasan penderita TB Paru dilihat dari aspek : pemahaman pengguna jasa, empati (sikap peduli), penampilan fisik, jaminan keamanan, keandalan dan keterampilan, dan kecepatan petugas Dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 20 pernyataan. Dengan 4 pilihan

jawaban yaitu: Sangat puas= 3 Puas = 2

Tidak puas = 1 Sangat tidak puas = 0

Dengan skor penilaian

- 0-15 = sangat tidak memuaskan - 16-30 =

tidak

memuaskan - 31-45 =

memuaskan - 46-60 =

sangat memuaskan


(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah penderita TB Paru yang sedang dalam program pengobatan TB Paru di Puskesmas Medan Johor. Dari data Puskesmas Medan Johor mulai bulan Mei - Oktober 2010 jumlah penderita TB Paru yang sedang berobat adalah sebanyak 32 orang.

2.2. Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang. Menurut Arikunto (2006), apabila dalam penelitian jumlah subjek kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua. Dalam hal ini penelitian merupakan penelitian populasi dimana semua populasi menjadi subjek penelitian (total sampling). Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah: penderita TB Paru yang baru pertama kali menjalani program pengobatan TB Paru dan sudah menjalani pengobatan di atas 2 minggu serta bersedia berpartisipasi dalam penelitian.


(38)

3. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Johor, dengan pertimbangan masih ditemukan kasus TB Paru setiap bulannya dan puskesmas tersebut menjalankan program pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS serta terdapat jumlah penderita TB Paru yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian dilakukan bulan September 2010 - Juni 2011 dan pengumpulan data dilakukan bulan April 2011- Mei 2011.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas Medan Johor agar penelitian dapat dilaksanakan.

Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada responden. Apabila responden setuju maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah disediakan oleh peneliti. Bila responden tidak bersedia atau menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(39)

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 5.1. Kuesioner Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan berpedoman kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka tentang faktor kepuasan (Muninjaya, 2004) dan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS.

Instrumen Penelitian ini dibagi dua yaitu: kuesioner pertama tentang data demografi yang berisi: usia responden, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, penghasilan dan waktu pengobatan.

Kuesioner kedua mengenai kepuasan penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS. Kuesioner penelitian ini terdiri dari 20 pernyataan meliputi pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diberikan (1–4), empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (5–8), penampilan fisik (9–11), jaminan keamanan (12–14), keandalan dan keterampilan petugas (15–17), dan kecepatan petugas (18–20). Kuesioner penelitian ini dinilai dengan menggunakan skala likert yang dapat dijawab dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas. Semua pernyataan diberi skor 3 untuk jawaban sangat puas, 2 untuk jawaban puas, 1 untuk jawaban tidak puas dan 0 untuk jawaban sangat tidak puas.

Untuk menentukan katagori tingkat kepuasan penderita TB Paru dilihat dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007) yaitu:


(40)

dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah). Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60 dan nilai terendah adalah 0 yang dibagi dalam 4 katagori banyak kelas sehingga panjang kelas yang diperoleh 15. Dengan demikian data tentang kepuasan penderita TB Paru dikategorikan atas interval kelas sebagai berikut:

0 - 15 = sangat tidak memuaskan 16 - 30 = tidak memuaskan 31 - 45 = memuaskan 46 - 60 = sangat memuaskan

5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini untuk menguji validitas instrumen yaitu dengan melakukan uji kuesioner kepada ahli dari Departemen Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan USU.

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel. Dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan (Arikunto, 2006).


(41)

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpa terhadap 32 orang responden analisa dilakukan dengan teknik komputerisasi program SPSS, dimana nilai alpha harus > 0,70 baru dianggap reliable (Polit & Hungler, 1999). Hasil uji reabilitas untuk kuesioner ini diperoleh nilai 0,914.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari Kepala Puskesmas Medan Johor.

Pada saat pengumpulan data peneliti terlebih dahulu menemui satu persatu responden kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan responden, peneliti membagikan kuesioner dan diminta untuk mengisi kuesioner dengan memberikan waktu sekitar 30 menit dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya mengenai pernyataan yang kurang dimengerti. Pengumpulan data dilakukan pada saat penderita TB Paru datang ke puskesmas Medan Johor untuk mengambil obat yaitu setiap 7 hari sekali. Apabila pada saat jadwal pengambilan obat ada penderita TB Paru yang tidak datang ke puskesmas maka peneliti akan melakukan kunjungan ke rumah penderita untuk melakukan pengumpulan data.

Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar kuesioner yang tidak lengkap atau pernyataan yang tidak diisi seluruhnya oleh responden. Jika ada yang tidak lengkap maka responden diminta untuk melengkapi. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan analisa atau pengolahan data.


(42)

7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka data dianalisa secara deskriptif. Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan data hasil kuesioner kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS terlebih dahulu akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Editing, memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh atau dikumpulkan. (2) Coding, pemberian kode terhadap data. (3) Entering, memasukkan data yang telah dikumpulkan. (4) Kemudian data diolah dengan menggunakan komputerisasi, lalu data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 32 orang responden Penderita TB Paru di Puskesmas Medan Johor pada bulan April - Mei 2011. Penyajian hasil penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden dan kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS.

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian terhadap 32 orang responden Penderita TB Paru didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berusia 20-29 tahun yaitu sebanyak 10 orang (31,3%), sebagian besar responden berjenis kelamin laki laki sebanyak 17 orang (53,1%), sebagian besar responden beragama Islam sebanyak 19 orang (59,4%), sebagian besar bersuku Batak sebanyak 16 orang (50%), sebagian besar responden berpendidikan SMU sebanyak 15 orang (46,9%), sebagian besar responden bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 14 orang (43,8%), sebagian besar status perkawinannya menikah sebanyak 24 orang (75%), serta sebagian besar pasien berpenghasilan < Rp.750.000 sebanyak 18 orang (56,3%) dan sebagian besar waktu pengobatannya pada tahap lanjutan sebanyak 17 orang (53,1 %).


(44)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru di Puskesmas Medan Johor

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Usia Responden 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun > 60 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Agama Islam Kristen Suku Batak Melayu Jawa Pendidikan Terakhir SD SLTP SMU Perguruan Tinggi Pekerjaan Wiraswasta Buruh/Tani PNS Tidak bekerja Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Janda 10 9 6 4 3 17 15 19 13 16 3 13 3 6 15 8 14 8 2 8 7 24 1 31,3 28,1 18,8 12,5 9,4 53,1 46,9 59,4 40,6 50 9,4 40,6 9,4 18,8 46,9 25 43,8 25 6,3 25 21,9 75 3,1


(45)

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Karateristik Frekuensi Persentase (%) 8.

9.

Penghasilan Perbulan

< Rp 750.000,-

Rp 750.000,- – Rp 1.500.000,- > Rp 1.500.000,-

Waktu Pengobatan

Tahap Awal (intensif) Tahap Lanjutan

18 8 6

15 17

56,3 25 18,8

46,9 53,1

1.2. Kepuasan Penderita TB Paru

Dari hasil penelitian diperoleh data yaitu sebagian besar tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 19 orang (59,4%) dan sangat memuaskan sebanyak 13 orang (40,6%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak memuaskan - -

Tidak memuaskan - -

Memuaskan 19 59,4

Sangat memuaskan 13 40,6

Tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dilihat dari beberapa aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan, empati (sikap peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru, penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan, dan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB Paru (Muninjaya, 2004).


(46)

Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan menunjukan bahwa 20 orang (62,5%) penderita TB Paru merasa puas dengan penjelasan tentang program pengobatan TB Paru dan informasi penyakit TB Paru, 19 orang (59,4) merasa puas dengan pemberitahuan pengawas minum obat (PMO), 18 orang (56,3%) merasa puas dengan penjelasan cara minum obat anti tuberkulosis (OAT).

Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) menunjukan bahwa 20 orang (62,5%) merasa puas dengan sikap petugas kesehatan yang ramah pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 19 orang (59,4%) merasa puas dengan nasehat yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk teratur minum obat TB paru sampai selesai, 18 orang (56,3%) merasa puas dengan bantuan petugas kesehatan dalam mengatasi keluhan selama pengobatan TB Paru, 17 orang (53,1%) merasa puas dengan petugas kesehatan yang selalu mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak.

Berdasarkan aspek penampilan fisik menunjukkan bahwa 21 orang (65,6%) merasa puas dengan ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih dan nyaman, 20 orang (62,3%) merasa puas dengan penampilan Petugas kesehatan yang bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 19 orang (59,4%) merasa puas dengan peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.

Berdasarkan aspek jaminan menunjukkan bahwa 18 orang (56,3%) puas dengan obat selalu tersedia pada saat datang untuk mengambil obat TB Paru, 21 orang (65,6%) merasa puas dengan kondisi dan keadaan obat TB Paru dalam


(47)

keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan, 23 orang (71,9%) merasa puas dengan PMO yang selalu mengawasi pada saat minum obat TB Paru.

Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan menunjukkan bahwa 24 orang (75%) merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 16 orang (50%) merasa sangat puas dengan petugas kesehatan yang selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan baik, 25 orang (78,1%) bantuan petugas kesehatan dalam menentukan PMO.

Berdasarkan aspek kecepatan menunjukkan bahwa 20 orang (62,5%) merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan saat pengambilan obat TB Paru, 16 orang (50%) merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan untuk memberitahukan hasil pemeriksaan dahak, 22 orang (68,8%) merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam merespon keluhan dari efek samping obat TB Paru.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

A. Pemahaman tentang pelayanan yang diberikan

1. Petugas kesehatan menjelaskan tentang program pengobatan TB Paru dengan baik.

12 37,5 20 62,5 - - - - 2. Petugas kesehatan

memberikan informasi penyakit TB Paru dengan jelas.

12 37,5 20 62,5 - - - -

3. Petugas kesehatan memberitahu tentang pengawas minum obat (PMO) dengan baik.


(48)

Tabel 5.3. (Lanjutan)

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

4. Petugas kesehatan menjelaskan cara minum obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jelas.

13 40,6 18 56,3 1 3,1 - -

B. Empati (sikap peduli)

5. Petugas kesehatan bersikap ramah pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

11 34,4 20 62,5 1 3,1 - -

6. Petugas kesehatan memberikan nasehat untuk teratur minum obat TB Paru sampai selesai.

13 40,6 19 59,4 - - - - 7. Petugas kesehatan

membantu mengatasi keluhan anda selama pengobatan TB Paru.

14 43,8 18 56,3 - - - -

8. Petugas kesehatan mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan jadwal.

14 43,8 17 53,1 1 3,1 - -

C. Penampilan fisik

9. Ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih dan nyaman.

9 28,1 21 65,6 2 6,3 - - 10. Petugas kesehatan

berpenampilan bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

10 31,3 20 62,5 2 6,3 - -

11. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.

13 40,6 19 59,4 - - - -

D. Jaminan keamanan

12. Obat selalu tersedia pada saat anda datang untuk mengambil obat TB Paru.

14 43,8 18 56,3 - - - - 13. Kondisi dan keadaan

obat TB Paru dalam keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan kepada anda.


(49)

Tabel 5.3. (Lanjutan)

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

14. PMO selalu mengawasi anda pada saat minum obat TB Paru.

8 25 23 71,9 1 3,1 - -

E. Keandalan dan keterampilan

15. Petugas kesehatan memiliki keterampilan yang baik saat

memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

8 25 24 75 - - - -

16. Petugas kesehatan selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan baik.

16 50 16 50 - - - -

17. Petugas kesehatan membantu anda dalam menentukan siapa yang menjadi PMO.

7 21,9 25 78,1 - - - -

F. Kecepatan

18. Petugas kesehatan cepat memberikan pelayanan pada saat pengambilan obat TB Paru.

7 21,9 20 62,5 5 15,6 - - 19. Petugas kesehatan cepat

memberitahukan hasil pemeriksaan dahak.

10 31,3 16 50 6 18,8 - - 20. Petugas kesehatan cepat

merespon keluhan dari efek samping obat TB Paru.

10 31,3 22 68,8 - - - -

2. Pembahasan

2.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia 20 – 29 tahun (31,3%) dan usia 30 – 39 tahun (28,1%). Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyimpulkan penyakit TB Paru terutama ditemukan pada usia produktif (Kariani, 2006; Mairinadiah, 2009; Nurainun 2009). Kemudian lebih dari setengah responden berjenis kelamin laki-laki (53,1%), ini


(50)

terjadi karena perbedaan gaya hidup antara laki dan perempuan, dimana laki-laki punya kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok, minum alkohol dan begadang yang mengakibatkan daya tahan tubuh menjadi lemah (Aditama, 2002). Kurang dari setengah responden berpendidikan SMU (46,9%), dengan relatif tingginya pendidikan responden kesadaran untuk menjalani pengobatan TB Paru secara teratur dan lengkap juga relatif tinggi hal ini sesuai dengan penelitian Gitawati (2002) dengan judul penelitian studi kasus hasil pengobatan tuberkulosis paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999.

Kurang dari setengah responden bekerja sebagai wiraswasta (43,8%) dan lebih dari setengah responden berpenghasilan kurang dari Rp.750.000,- per bulan (56,3%), pada umumnya TB paru menyerang kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah, penyakit ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan daya tahan tubuh lemah (Aditama, 2002). Diperkirakan seorang penderita TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun (Depkes, 2007). Mayoritas responden telah menjalani pengobatan pada tahap lanjutan (53,1%) dan sisanya pada tahap awal (46,9%).

2.2. Kepuasan Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori memuaskan (59,4%). Hal ini menggambarkan bahwa keinginan dan kebutuhan penderita TB Paru telah terpenuhi dan secara keseluruhan pelaksanaan strategi


(51)

DOTS sudah dijalankan dengan baik serta optimal sehingga dapat meningkatkan kepuasan Penderita TB paru, hal ini sejalan dengan penelitian Nurainun (2009) bahwa pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aek Kanopan Labuhanbatu Utara adalah optimal. Meskipun demikian tingkat kepuasan pada setiap individu berbeda dan bervariasi.

Tingkat kepuasan penderita TB Paru dipengaruhi oleh kinerja pelayanan kesehatan dalam melaksanakan strategi DOTS yang dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan, empati (sikap peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru, penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan, dan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB Paru (Muninjaya, 2004).

Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan informasi dan penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan seperti penjelasan tentang program pengobatan TB Paru, pengawas minum obat (PMO), cara minum obat anti tuberkulosis (OAT), dan informasi tentang penyakit TB Paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakan faktor yang dominan untuk menentukan seseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatu pelayanan. Betapa pentingnya peran petugas kesehatan sebagai konsultan yang menjadi sumber informasi (tempat bertanya) bagi klien dan keluarga tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) petugas kesehatan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan sikap peduli petugas kesehatan yang


(52)

ramah pada saat memberikan pelayanan, memberikan nasehat untuk teratur minum obat, membantu mengatasi keluhan dan mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan dahak. Hal ini sejalan dengan pendapat Suryani (2005) seorang petugas kesehatan yang bersikap empati pada klien akan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena sekalipun ia turut merasakan permasalahan kliennya tetapi ia tidak larut dalam masalah tersebut sehingga petugas kesehatan dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.

Berdasarkan aspek penampilan fisik, mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan keadaan ruang dan peralatan pengobatan TB Paru yang bersih serta penampilan petugas kesehatan yang rapi. Hal ini sesuai pendapat Harianto (2005) yang menyatakan bahwa sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pelanggan dalam pelayanan seperti kecukupan tempat duduk di ruang tunggu, kenyamanan ruang tunggu dan penampilan fisik petugas yang melayani termasuk menjamin mutu pelayanan. Mardaleta (2005) mengatakan bahwa klien akan merasa senang, nyaman dan puas jika penampilan jasa pelayanan enak dipandang. Namun ada responden yang tidak puas sebanyak 4 orang (12,6%) dengan keadaan ruangan dan penampilan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil survei tentang kepuasan pasien di puskesmas Kartasura bahwa aspek kebersihan merupakan aspek yang belum memuaskan bagi pasien (Hertiana, 2009).

Berdasarkan aspek jaminan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan jaminan yang diberikan terdiri dari ketersediaan obat, kondisi dan keadaan obat serta peran PMO yang mengawasi sewaktu minum obat. Pramitasari (2007) mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan akan menimbulkan rasa aman dan


(53)

nyaman apabila peralatan yang ada dan pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar.

Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat memberikan pelayanan, melakukan pengisian kartu berobat TB paru, dan membantu dalam menentukan pengawas minum obat (PMO). Hal ini sesuai dengan pendapat Hendriani (2006) salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan adalah kemampuan teknis atau ketrampilan seseorang dalam menyelesaikan tugasnya sesuai dengan prosedur pelayanan atau Standard Operating Procedure (SOP).

Berdasarkan aspek kecepatan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu mengambil obat, memberitahu hasil pemeriksaan dahak dan kecepatan untuk merespon keluhan efek samping obat TB Paru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gatushanti (2003) dengan judul tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan jasa pada Rumah Sakit Islam Surakarta menunjukkan bahwa responden menyatakan puas (25,93%), menurut pendapatnya bahwa kecepatan petugas kesehatan pada saat pasien membutuhkan, pemberian informasi kepada pasien dengan jelas dan mudah dipahami, kemampuan petugas kesehatan dalam menyelesaikan keluhan atau masalah pasien berhubungan langsung dengan mutu pelayanan yang diberikan dan sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi sebanyak 5 orang (15,6%) menyatakan tidak puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu mengambil obat dan 6 orang (18,8%) menyatakan tidak puas dengan kecepatan petugas kesehatan untuk


(54)

memberitahu hasil pemeriksaan dahak. Hal ini menggambarkan bahwa petugas kesehatan masih lambat memberikan pelayanan kepada penderita TB paru, ini disebabkan karena keterbatasan jumlah petugas kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru. Penelitian Nursini (2010) dengan judul analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Teras Boyolali tahun 2010 menyatakan bahwa ada pengaruh dimensi kecepatan terhadap kepuasan pasien, dimana sebanyak 40% pasien mengeluh mengenai kecepatan pelayanan oleh petugas puskesmas yang kurang efektif.


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2011 di Puskesmas Medan Johor maka diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut :

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor, sebanyak 19 orang (59,4%) berada pada kategori memuaskan, sebanyak 13 orang (40,6%) berada pada kategori sangat memuaskan serta tidak ada responden yang berada pada kategori tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada kategori memuaskan (59,4%).

2. Saran

2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada kategori memuaskan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan komunitas.


(56)

2.2. Bagi Puskesmas Medan Johor

Dari hasil penelitian ini disarankan supaya Puskesmas Medan Johor lebih meningkatkan lagi pelayanan pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS khususnya dalam aspek kecepatan memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dan meningkatkan kebersihan ruangan pengobatan TB Paru agar kepuasan penderita TB Paru dapat meningkat dan menyelesaikan program pengobatan sampai selesai/tuntas.

2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan menggunakan desain yang berbeda seperti desain deskriptif korelasi dengan tujuan untuk menggambarkan hubungan antara kepuasan penderita TB Paru dengan aspek yang ada pada pelaksanaan strategi DOTS.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Edisi 4. Jakarta: IDI.

Arikunto, S. (2006). Manajemen Penelitian, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Depkes. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Depkes. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta.

Depkes. (2010). Pengendalian TB di Indonesia mendekati target Millenium

Development Goals (MDGs). Diambil tanggal 30 September 2010 dari

Effendi, N & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

Effendi, N. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Gatushanti. (2003). Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa

pada Rumah Sakit Islam Surakarta. Diakses 27 Maret 2011 dari

http://fatur.staff.ugm.ac.id.

Gerson, R.F (2004). Mengukur kepuasan pelanggan. Jakarta : PPM.

Gitawati, R, et all. (2002). Studi Kasus Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru di 10

Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999, Jakarta: Cermin Dunia

Kedokteran No.137

Harianto, (2005). Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keluarga

Berencana di Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Diakses 20 Mei 2011 dari


(58)

Hertiana, S. (2009). Analisis harapan dan kepuasan pasien terhadap mutu

Pelayanan kesehatan dengan metode ipa (importance Performance analysis) di puskesmas kartasura Tahun 2009. Surakarta: FKM

Universitas Muhammadiyah.

Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Hendriani, C . (2006). Analisis harapan dan kepuasan pasien Terhadap mutu

pelayanan persalinan Rumah sakit panti wilasa “citarum” semarang Tahun 2006. Semarang : Program Pascasarjana UNDIP.

Heriandi. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepuasan

Pasien di Instalasi Rawat Jalan RSOB Tahun 2005. Diambil tanggal 8

Oktober 2010 dari

Iqbal M.W & Chayatin, N. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan

Teori. Jakarta: Salemba Medika.

Kariani P, H. (2006). Persepsi Penderita TB Paru Terhadap Pengobatan dengan

Strategi DOTS di Puskesmas Kesatria Pematang Siantar. Medan: Fakultas

Keperawatan USU.

Mairinadiah, (2009). Hambatan pelaksanaan program pemberantasan Penyakit

TB paru di puskesmas Aek Torop Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Mardaleta. (2005). Anallisis Hubungan Kinerja Pelayanan dengan Kepuasan

Pasien Rawat Inap BPK RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Tesis

diterbitkan. Medan, Indonesia

Muninjaya, A.A. (2004). Manajemen Kesehatan. Edisi: 2. Jakarta. EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarata: Salemba Medika.

Nurainun. (2009). Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Aek Kanopan Labuhan Batu Utara. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


(59)

Nursini, R. (2010). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan

Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Teras Boyolali Tahun 2010. Surakarta:

FKM Universitas Muhammadiyah.

Paramitasari, A. (2007). Upaya Peningkatan Mutu dan Pelayanan Rumah Sakit. Dibuka tanggal 20 Mei 2011 dari http://dpublichealth.blog.com.

Pohan, I.S. (2007). Jaminan Mutu layanan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Polit, D.F & Hungler, B.P. (1999). Nursing Research: Principles and Methods (6 th ed). Philadelphia: Lippincott.

Santa, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan

Akibat Infeksi. Jakarta: TIM.

Sudibyo, dkk. (2008). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kepuasan Pasien

Rawat Jalan dan Rawat Inap di Puskesmas. Diambil tanggal 12 Oktober

2010 dari

Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : teori dan praktik. Jakarta : EGC

Toto, P.I. (2008). Tingkat Kepuasan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Dalam

Pelayanan Keperawatan di unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Keperawatan USU

Supranto. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Rineka Cipta.

WHO-Indonesia. (2007). Program Pemberantasan Tuberculosis. Diambil Tanggal 25 Oktober 2010 dari

WHO. (2008). Country Profile Indonesia. Diambil tanggal 7 Mei 2011 dari


(60)

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Saya Amri Gaja Putra NIM 071101035, saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Saya akan menjamin identitas dan kerahasiaan jawaban yang Bapak/Ibu berikan. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan saya simpan di tempat yang aman dan semua berkas hanya digunakan untuk keperluan pengolahan data saja. Bapak/Ibu bebas menanyakan tentang penelitian ini, jika Bapak/Ibu bersedia maka saya akan memberi lembar kuesioner ini untuk diisi.

Terima kasih atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu responden dalam penelitian ini.

Medan, Mei 2011

Peneliti, Responden


(61)

KUESIONER PENELITIAN

Kode* : Tanggal* : Petunjuk pengisian:

1. Berilah tanda checklist (√) pada pilihan yang menurut anda benar.

2. Bila ada pernyataan yang kurang dimengerti, dapat menanyakannya pada peneliti.

Bagian I. Data Demografi

1. Umur :……… tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Agama : Islam Kristen Katolik

Hindu Budha

4. Suku : Batak Melayu Jawa Minang Lain-lain

5. Pendidikan Terakhir : SD Perguruan Tinggi SLTP Tidak sekolah SMU

6. Pekerjaan : Wiraswasta Buruh/Tani PNS Tidak bekerja 7. Status Perkawinan : Belum Menikah Janda/Duda

Menikah 8. Penghasilan Perbulan : < Rp 750.000,-

Rp 750.000,- – Rp 1.500.000,- > Rp 1.500.000,-

9. Waktu Pengobatan* : Tahap Awal (intensif) : …….… bulan Tahap Lanjutan : …….… bulan


(62)

Bagian II. Kuesioner Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS Dalam Penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda checklist (√) pada salah satu kolom yang tersedia dari setiap pernyataan dengan pilihan : SP (Sangat Puas), P (Puas), TP (Tidak Puas), dan STP (Sangat Tidak Puas) sesuai dengan pelayanan yang bapak/ibu rasakan.

:

NO PERNYATAAN SP P TP STP

A. Pemahaman tentang pelayanan yang diberikan

1. Petugas kesehatan menjelaskan tentang program pengobatan TB Paru dengan baik. 2. Petugas kesehatan memberikan informasi

penyakit TB Paru dengan jelas.

3. Petugas kesehatan memberitahu tentang pengawas minum obat (PMO) dengan baik. 4. Petugas kesehatan menjelaskan cara minum

obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jelas.

B. Empati (sikap peduli)

5. Petugas kesehatan bersikap ramah pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru. 6. Petugas kesehatan memberikan nasehat untuk

teratur minum obat TB Paru sampai selesai. 7. Petugas kesehatan membantu mengatasi

keluhan anda selama pengobatan TB Paru. 8. Petugas kesehatan mengingatkan untuk

melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan jadwal.


(63)

C. Penampilan fisik

9. Ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih dan nyaman.

10. Petugas kesehatan berpenampilan bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

11. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.

D. Jaminan keamanan

12. Obat selalu tersedia pada saat anda datang untuk mengambil obat TB Paru.

13. Kondisi dan keadaan obat TB Paru dalam keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan kepada anda.

14. PMO selalu mengawasi anda pada saat minum obat TB Paru.

E. Keandalan dan keterampilan

15. Petugas kesehatan memiliki keterampilan yang baik saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

16. Petugas kesehatan selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan baik.

17. Petugas kesehatan membantu anda dalam menentukan siapa yang menjadi PMO.

F. Kecepatan

18. Petugas kesehatan cepat memberikan pelayanan pada saat pengambilan obat TB Paru.

19. Petugas kesehatan cepat memberitahukan hasil pemeriksaan dahak.

20. Petugas kesehatan cepat merespon keluhan dari efek samping obat TB Paru.


(64)

Uji Reliabilitas

Scale: ALL VARIABLES

Ca se P rocessing Sum ma ry

32 100.0

0 .0

32 100.0

Valid Ex cludeda

Total Cases

N %

Lis twis e deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.914 20

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

2.3750 .49187 32

2.3750 .49187 32

2.4063 .49899 32

2.3750 .55358 32

2.3125 .53506 32

2.4063 .49899 32

2.4375 .50402 32

2.4063 .55992 32

2.2188 .55267 32

2.2500 .56796 32

2.4063 .49899 32

2.4375 .50402 32

2.3438 .48256 32

2.2188 .49084 32

2.2500 .43994 32

2.5000 .50800 32

2.2188 .42001 32

2.0625 .61892 32

2.1250 .70711 32

2.3125 .47093 32

VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020


(65)

Item-Total Statistics

44.0625 36.706 .782 .905

44.0625 37.544 .634 .908

44.0313 37.193 .685 .907

44.0625 38.060 .475 .912

44.1250 38.565 .415 .913

44.0313 38.483 .465 .912

44.0000 37.161 .682 .907

44.0313 37.128 .611 .909

44.2188 37.789 .517 .911

44.1875 37.060 .611 .909

44.0313 37.838 .574 .910

44.0000 38.000 .540 .910

44.0938 38.926 .407 .913

44.2188 40.241 .181 .918

44.1875 37.448 .737 .907

43.9375 38.254 .493 .911

44.2188 39.402 .385 .913

44.3750 37.403 .505 .912

44.3125 34.544 .790 .903

44.1250 36.694 .823 .904

VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted

Scale Sta tisti cs

46.4375 41.609 6.45049 20


(66)

Tabel Distribusi Frekuensi

umur

10 31.3 31.3 31.3

9 28.1 28.1 59.4

6 18.8 18.8 78.1

4 12.5 12.5 90.6

3 9.4 9.4 100.0

32 100.0 100.0

20-29 30-39 40-49 50-59 > 60 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

jeniskelamin

17 53.1 53.1 53.1

15 46.9 46.9 100.0

32 100.0 100.0

laki-laki perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

agama

19 59.4 59.4 59.4

13 40.6 40.6 100.0

32 100.0 100.0

islam kristen Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

suku

16 50.0 50.0 50.0

2 6.3 6.3 56.3

13 40.6 40.6 96.9

1 3.1 3.1 100.0

32 100.0 100.0

batak melayu jawa minang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(1)

pendidikanterakhir

3 9.4 9.4 9.4

6 18.8 18.8 28.1

15 46.9 46.9 75.0

8 25.0 25.0 100.0

32 100.0 100.0

SD SLTP SMU Perguruan Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pekerjaan

14 43.8 43.8 43.8

2 6.3 6.3 50.0

8 25.0 25.0 75.0

8 25.0 25.0 100.0

32 100.0 100.0

wiraswasta PNS buruh/tani tidak bekerja Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

sta tusperkaw inan

7 21.9 21.9 21.9

24 75.0 75.0 96.9

1 3.1 3.1 100.0

32 100.0 100.0

belum menikah menikah janda/duda Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent

penghasilanperbulan

18 56.3 56.3 56.3

8 25.0 25.0 81.3

6 18.8 18.8 100.0

32 100.0 100.0

< Rp 750.000,Rp 750.000 -Rp 1.500.000 > Rp 1.500.000 Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

waktupengobatan

15 46.9 46.9 46.9

17 53.1 53.1 100.0

32 100.0 100.0

Tahap awal (intensif) tahap lanjutan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

KepuasanPenderitaTBParu

19 59.4 59.4 59.4

13 40.6 40.6 100.0

32 100.0 100.0

memuaskan sangat memuaskan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

DAFTAR KONSUL SKRIPSI Nama : Amri Gaja Putra

NIM : 071101035

Dosen Pembimbing : Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS

Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

No. Tanggal Topik Komentar Paraf 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 01-09-2010 15-09-2010 11-10-2010 08-11-2010 16-11-2010 23-11-2010 27-11-2010 Pengajuan Judul Pengajuan Judul BAB 1 BAB 1 BAB 2

BAB 3 dan BAB 4

BAB 3 dan BAB 4 Lampiran

Ganti judul ACC

Lanjutan BAB 1 Revisi BAB 1

Perbaiki Latar Belakang Perbaiki Manfaat

Penelitian Survey awal ACC

Lanjutkan BAB 2 Penulisan disusun sesuai dengan acuan pada buku pedoman penulisan proposal dan skripsi. ACC

Lanjutkan BAB 3 dan BAB 4

Lengkapi definisi konseptual Lengkapi definisi operasional Revisi BAB 4

Cantumkan Lampiran yang diperlukan Perbaiki sesuai diskusi ACC untuk sidang proposal


(4)

8.

9.

10.

11.

12-01-2011

09-05-2011

17-06-2011

21-06-2011

Revisi Proposal

BAB 5

BAB 5

BAB 6

Daftar Pustaka Abstrak

Lanjutkan pengumpulan data

Revisi

Perbaiki sesuai diskusi Tambahkan teori dan sumber

Lanjut BAB 6 Daftar Pustaka Abstrak

Perbaiki abstrak

Perbaiki daftar Pustaka ACC sidang skripsi


(5)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

a. Fotocopy materi untuk tinjauan literatur Rp. 20.000,- b. Biaya print dan kertas proposal Rp. 80.000,- c. Biaya survey awal Rp. 50.000,- d. Penggandaan dan penjilidan proposal Rp. 70.000,- e. Sidang proposal Rp. 60.000,- 2. Pengumpulan Data

a. Transportasi Rp. 100.000,- b. Biaya penggandaan kuesioner Rp. 50.000,- c. Biaya izin penelitian Rp. 50.000,- 3. Analisa data dan Penyusunan Laporan penelitian

a. Biaya print dan kertas laporan penelitian Rp. 100.000,- b. Penggandaan dan penjilidan laporan penelitian Rp. 200.000,- c. Biaya sidang skripsi Rp. 150.000,- d. Biaya pelaksanaan sidang skripsi Rp. 60.000,- 4. Biaya tak terduga Rp. 100.000,-

Jumlah Rp.1.090.000,-


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amri Gaja Putra

Tempat/ tanggal lahir : Bebesen / 9 November 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mersah Ujung Bebesen Takengon Aceh Tengah Jl. Terompet No.48 Pasar 1 Padang Bulan Medan

Riwayat pendidikan

1. 1994-2000 : MIN 1 Bebesen

2. 2000-2003 : SLTP Negeri 3 Takengon 3. 2003-2006 : SMA Negeri 2 Takengon