Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,
angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2011).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC menyerang
paru. TB Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan
penyakit kronis (menahun) yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti
karena menular. Penyakit ini menjadi tidak terkendali pada sebagian besar dunia, dan
salah satu penyebab utama kematian di Indonesia serta negara-negara berkembang
lainnya (Depkes, 2009).
Berdasarkan Global Report WHO (2010) jumlah penderita tuberkulosis paru
di dunia sebanyak 14,4 juta kasus. Wilayah Asia Tenggara menanggung bagian yang
terberat dari beban tuberkulosis paru global yakni sekitar 38% dari kasus tuberkulosis
paru dunia. Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar


Universitas Sumatera Utara

setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan merupakan
nomor satu terbesar penyebab kematian dalam kelompok penyakit infeksi.
Di Indonesia, prevalensi penderita tuberkulosis paru sebesar 102 per 100.000
penduduk atau sekitar 236.029 kasus tuberkulosis paru dengan BTA positif, dari
jumlah tersebut terdapat pada gambar peta wilayah berikut ini:

Gambar 1.1 Prevalensi TB Paru di Dunia Tahun 2010 (WHO, 2010)
Menurut Depkes (2011), TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting
di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah
penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah penderita TB di
Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah penderita TB dunia. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar
91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per

Universitas Sumatera Utara

100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam keadaan

itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.

Gambar 1.2 Prevalensi TB Paru di Dunia Tahun 2010 (Depkes RI, 2010)
Tujuan dari program penanggulangan tuberkulosis nasional, yaitu angka
penemuan kasus minimal 80% dan angka kesembuhan minimal 88%, dimana
penatalaksanaan penyakit TB merupakan hal penting yang harus diperhatikan yaitu
tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi
juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang
terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.
Sehingga dalam jangka waktu 5 tahun kedepan angka prevalensi TB di Indonesia
dapat diturunkan sebesar 50% (Depkes, 2009).
Mengingat besarnya kasus WHO menetapkan strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course).
Hasil evaluasi pada pelaksanaan strategi DOTS pada strategi peningkatan sistem

Universitas Sumatera Utara

kesehatan salah satu yang menjadi kelemahan adalah bagian informasi (termasuk
monitoring dan evaluasi), yaitu a) rendahnya kualitas statistik vital dan informasi
demografi; b) lemahnya sistem surveilans penyakit dan rendahnya sistim pencatatan

penyakit; c) kurangnya pola data pemanfaatan pelayanan kesehatan; d) terbatasnya
ketrampilan untuk menganalisis data
Pelayanan pada tingkat supervisor, dan d) terbatasnya kapasitas penelitian
system pelayanan kesehatan dan operasi riset (WHO, 2008). Rendahnya kualitas
informasi didukung dengan penelitian yang berkaitan dengan adanya ketidak
lengkapan dalam pelaporan TB menyebabkan informasi tidak akurat (Hest, 2007;
Cojocaru et al, 2009). Penelitian lain yaitu penelitian Probandari tahun 2007 dengan
menggunakan data sekunder dari 92 rumah sakit dan 24 klinik (116 rumah sakit
DOTS dan klinik DOTS) hasilnya adalah ada perbedaan di dalam diagnosis pada
perawatan pasien TB melalui Strategi DOTS, dimana pasien TB yang di rawat
menggunakan DOTS (TB 03) dibandingkan pada laporan pasien baru rumah sakit
(RL) hanya 12,9 % 23,7% dan 67,9% dari pasien TB yang di rawat dengan DOTS
pada RS Umum, RS Paru dan Klinik (Probandari et al, 2008).
Di Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 14.158 orang
penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar
penderita TB Paru tersebut berusia 17 – 54 tahun (kelompok usia produktif) dengan
persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan BTA positif dapat
menularkan kepada 10 – 15 orang setiap tahunnya. Kondisi ini menyebabkan
tingginya angka penderita TB Paru di Sumatera Utara (Depkes, 2009).


Universitas Sumatera Utara

Kasus tuberkulosis paru di Kota Medan tahun 2010 tercatat sebanyak 918
orang dengan prevalensi 45,9 per 100.000 penduduk. Dibandingkan seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penderita tuberkulosis paru di
Kota Medan cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti
perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah (Dinkes
Prop.Sumatera Utara, 2010).
Pada tahun 2012 kasus tuberkolosis di kota Medan yang paling tinggi dalam 3
besar pada wilayah kerja puskesmas di kota medan adalah :
1. Wilayah kerja puskesmas Medan teladan =45 orang
2. Wilayah kerja puskesmas Medan Helvetia=33 orang
3. Wilayah kerja Medan Belawan =30 orang
4. Wilayah kerja Medan Deli=26 orang
5. Wilayah kerja Medan Amplas=24 orang
Sedangkan yang paling terkecil adalah :
1. Wilayah kerja Medan brayan =0
2. Wilayah kerja Medan labuhan =1 orang
3. Wilayah kerja Medan glugur kota=1 orang
4. Wilayah kerja Medan simalingkar=3 orang

5. Wilayah kerja medan selayang =3 orang
Menurut Nukman (Permatasari, 2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pengobatan TB paru adalah : 1) Faktor sarana yang meliputi tersedianya
obat yang cukup dan kontinyu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian OAT yang

Universitas Sumatera Utara

adekuat; 2) Faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran dan tekad untuk
sembuh, dan kebersihan diri; 3) Faktor keluarga dan lingkungan masyarakat.
Kepatuhan minum obat TB di Indonesia terbukti masih belum maksimal.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Indonesia tahun 2011, terlihat masih adanya
penderita TB yang masih belum patuh untuk minum obat atau drop out. Program
DOTS yang memiliki target, yaitu menyembuhkan 85% penderita TB di Indonesia
ternyata masih belum tercapai secara maksimal. Hasil surveilans memberikan hasil
bahwa telah terjadi resistensi kuman terhadap OAT pada penderita TB untuk satu
jenis OAT (DR-TB, Drug Resistant-TB) sebesar 12,6%. Hal ini nyata menunjukkan
adanya ketidakpatuhan minum obat TB di Indonesia (Ditjen P2M, 2011).
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara juga melaporkan bahwa tingkat
kepatuhan minum obat di wilayah kerjanya juga belum mencapai 100%. Pada tahun
2011, kesembuhan penderita memang telah mencapai target nasional. Namun, tingkat

kepatuhan minum obatnya belum mencapai 85%. Hal ini terbukti mulai
ditemukannya resistensi kuman TB terhadap satu jenis OAT, terutama yang terjadi di
Kota Medan. Hasil survey awal di Puskesmas Medan Teladan memperlihatkan bahwa
dari 45 pasien TB yang mengikuti program pengobatan TB selama 8 bulan terakhir,
ditemukan ada 6 orang yang mengulang kembali dari awal, dan ada 2 orang yang
tidak pernah datang kembali untuk mengambil obat ke puskesmas (drop out), berarti
ada 8 orang yang tidak patuh sesuai program penyembuhan penyakit TBC di wilayah
kerja Puskesmas Medan Teladan, maka hal ini harusnya menjadi perhatian penuh,
karena telah diketahui bahwa penderita TB yang mengikuti program pengobatan TB,

Universitas Sumatera Utara

pasti ada PMO nya. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
dukungan sosial keluarga sebagai pemantau minum obat (PMO) terhadap kepatuhan
minum obat penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan.
Berdasarkan hasil penelitian silalahi tahun 2007 menunjukkan dalam hal
pengawasan kepatuhan berobat sebanyak 55.3% dengan pengawasan tidak baik,ini
menunjukkan kurangnya perhatian atau dukungan keluarga terhadap pengawasan
minum obat pada penderita TB paru


1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita ketahui bahwa permasalahan
dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya pengaruh dukungan sosial keluarga
(dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan
emosional) sebagai pemantau minum obat (PMO) terhadap kepatuhan minum obat
penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan
sosial

keluarga

(dukungan

informasional,

dukungan

penilaian,


dukungan

instrumental, dan dukungan emosional) sebagai pemantau minum obat (PMO)
terhadap kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan
Kota Medan Tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh dukungan sosial keluarga
(dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan
emosional) sebagai pemantau minum obat (PMO) terhadap kepatuhan minum obat
penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan masukan bagi Puskesmas Medan Teladan dalam menentukan
alternative pemecahan masalah kesehatan, khususnya masalaha TB Paru di
wilayah kerjanya.

b. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam memilih
kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB Paru
sehingga angka TB paru dapat ditekan.
c. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai
kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan
pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

7 97 155

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 18

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 9

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 1 32

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 4

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 18

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 2

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 35

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 3