Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga menurut Suprajitno (2004) yang mengutip pendapat
para ahli:
a. Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
b. Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas
dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendiri dengan atau
tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga.
c. Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya.
Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga
terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap

(serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Tujuan Dasar Keluarga
Menurut Padila (2012), Karena keluarga merupakan unit dasar dari
masyarakat. Unit dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap
perkembagan individu-individu yang dapat menentukan keberhasilan kehidupan
individu tersebut. Keluarga berfungsi sebagai buffer atau sebagai perantara antara
masyarakat dan individu, yakni mewujudkan semua harapan dan kewajiban
masyarakat dengan memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga serta menyiapkan
peran anggotanya menerima peran di masyarakat.
2.1.3 Struktur Keluarga
Menurut Padila (2012), Struktur keluarga menggambarkan bagaimana
keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat. Ada beberapa struktur
keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
adalah :
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun dari jalur ayah.

b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun dari jalur ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.

Universitas Sumatera Utara

d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah.
e. Keluarga Kawin
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi bagi pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
2.1.4 Fungsi Keluarga
Menurut Padila (2012), berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda,
yakni satu sisi keluarga berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain
keluarga harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat, maka selanjutnya akan
dibahas tentang fungsi keluarga sebagai berikut :
Friedman (1998) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yakni:

a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang
bahagia. Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang positif, rasa dimiliki
dan memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber kasih sayang. Reiforcement dan
support dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi
afektif adalah :

Universitas Sumatera Utara

1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan mendukung.
Setiap anggota keluarga yang mendapat kasih sayang dan dukungan, maka
kemampuannya untuk memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan
yang sangat dan saling mendukung. Hubungan yang baik dalam keluarga
tersebut akan menjadi dasar dalam membina hubungan dengan orang lain diluar
keluarga.
2) Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim yang positif dimana setiap
anggota keluarga baik orang tua maupun anak diakui dan dihargai keberadaan

dan haknya.
3) Ikatan dan identifikasi, ikatan ini mulai sejak pasangan sepakat hidup baru.
Kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan berbagai aspek kehidupan
dan keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai anak.
Hubungan selanjutnya akan dikembangkan menjadi hubungan orang tua anak
dan antar melalui proses identifikasi. Proses identifikasi merupakan inti ikatan
kasih sayang, oleh karena itu perlu diciptakan proses identifikasi yang positif
dimana anak meniru prilaku orangtua melalui hubungan interaksi mereka.
Fungi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagian
keluarga. Sering penceraian, kenalan anak atau masalah keluarga lainnya timbul
akibat fungsi afektif keluarga yang tidak terpenuhi.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dialami individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam linkungan social

Universitas Sumatera Utara

(Gegas,1979 dan Friedman, 1998), sedangkan Soekato (2000) mengemukakan
bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru
mempelajari norma-norma masyarakat dimana dia menjadi anggota.

Sosialisasi dimulai sejak individu dilahirkan dan berakhir setelah meninggal.
Keluarga merupakan tempat dimana individu dan keluarga akan dicapai melalui
interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga
belajar disiplin, memiliki nilai/norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dalam
keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga

berfungsi

untuk

meneruskan

kelangsungan

keturunan

dan


meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana,
maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran yang
tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru
dengan satu orang tua (single parent).
d. Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian dan
rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi
keluarga di bawah garis kemiskinan (Gakin ataupra keluarga sejahtera).
Perawat berkontribusi untuk mencari sumber-sumber di masyarakat yang
dapat dingunakan keluarga meningkat status kesehatan mereka.

Universitas Sumatera Utara

e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi lain keluarga adalah fungsi keperawatan kesehatan. Selain keluarga
menyediakan makanan pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi melakukan
asuhan kesehatan terhadap anggotanya baik untu mencegah terjadinya gangguan
maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan kapan anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan memerlukan bantuan atau
pertolongan tenaga professional. Kemampuan ini sangat mempengaruhi status

kesehatan individu dan keluarga.
Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap
anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas
kesehatan keluarga tersebut adalah (Frieman, 1998) : mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana rumah
yang sehat, dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Kelima tugas kesehatan tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh
keluarga. Perawat perlu melakukan pengkajian untuk mengetahuisejauh mana
keluarga dapat melaksanakan kelima tugas tersebut dengan baik, selanjutnya
memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas
kesehatan keluarga tersebut.
2.1.5 Tugas Keluarga
Menurut Jhonson dan Leny (2010), pada dasarnya tugas keluarga ada tujuh
tugas pokok sebagai berikut : Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya,

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga, pembagian tugas
masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing, sosialisasi

antar anggota keluarga, pengaturan jumlah anggota keluarga, pemeliharaan ketertiban
anggota keluarga dan membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.
2.1.6 Ciri-ciri Struktur Keluarga
Menurut Effendi & Makhfudli (2009), ciri-ciri struktur keluarga adalah:
a. Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan sebuah organisasi dimana setiap anggota keluarga
memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat
tercapai. Organisasi yang ditandai dengan adanya hubungan yang kuat antara
anggota sebagai bentuk saling ketergantungan dalam mencapai tujuan.
b. Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung
jawab masing-masing sehingga dalam berinteraksi

setiap anggota tidak bisa

semena-mena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab
masing-masing anggota keluarga.
c. Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan bahwa masingmasing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda-beda dan
khas seperti halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama dan peran ibu yang

merawat anak-anak.

Universitas Sumatera Utara

2.1.7 Tipe Keluarga
Menurut Suprajitno (2004), pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks
keilmuan

dan

orang

yang

mengelompokkan.

Secara

tradisional


keluarga

dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Keluarga inti (nuclear family)
keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya
atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family)
Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan
darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatkannya rasa
individualism, pengelompokan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang
menjadi:
a. Keluarga bentukan kembali (dynadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk
dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya. Keadaan ini di
Indonesia juga menjadi tren karena adanya pengaruh gaya hidup barat yang pada
zaman dahulu jarang sekali ditemui sehingga seorang yang telah cerai atau
ditinggal pasangannya cenderung hidup sendiri untuk membesarkan anak-anaknya.
b. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
c. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)


Universitas Sumatera Utara

d. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone). Kecendurungan di Indonesia juga
meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan oleh pasangan atau anaknya kelak
jika telah menikah.
e. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital beterosexual
cobabiting family). Biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh perkotaan
(besar), tetapi

pada akhirnya mereka dinikahkan oleh pemerintah daerah

(Kabupaten atau Kota) meskipun usia pasangan tersebut telah tua demi status
anak-anaknya.
f. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family).
2.1.8 Peranan Keluarga
Menurut Jhonson dan

Leny (2010), peranan keluarga menggambarkan

seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi
dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan
yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Peranan Ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

b. Peranan Ibu
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya pelindung
sebagai dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peranan Anak
Anak-anaknya

melaksanakan

peranan

psikosial

sesuai

dengan

tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
2.1.9 Bentuk Keluarga
Menurut Jhonson dan Leny (2010), ada dua macam bentuk keluarga dilihat
dari bagaimana keputusan diambil, yaitu berdasarkan lokasi dan berdasarkan pola
otoritas.
a. Berdasarkan lokasi
1) Adat utrolokal, yaitu adat yang memberi kebebasan kepada sepasang suami istri
untuk memilih tempat tinggal, baik itu sekitar kediaman kaum kerabat suami
ataupun di sekitar kediaman kaum kerabat istri;
2) Adat Virilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri
diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami;
3) Adat uxurilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus
tinggal di sekitar kediaman kaum kerabat istri;

Universitas Sumatera Utara

4) Adat bilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat
tinggal di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa tertentu pula
(bergantian);
5) Adat neolokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat
menempati tempat yang baru, dalam arti kata tidak berkelompok bersama kaum
kerabat suami maupun istri;
6) Adat avunkulokal, yaitu adat yang mengharuskan sepasang suami istri untuk
menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak
suami;
7) Adat natalokal, yaitu adat yang menentukan bahwa suami dan istri masingmasing hidup terpisah, dan masing-masing dari mereka juga tinggal di sekitar
pusat kaum kerabatnya sendiri.
b. Berdasarkan pola otoritas
1) Patriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh laki-laki (laki-laki
tertua, umumnya ayah).
2) Matriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh perempuan
(perempuan tertua, umumnya ibu)
3) Equalitarian, suami dan istri berbagi otoritas secara seimbang.
2.1.10 Ciri-ciri Keluarga Indonesia
Menurut Jhonson dan Leny (2010), Ciri-ciri keluarga Indonesia adalah
sebagai berikut: Suami sebagai pengambil keputusan, merupakan suatu kesatuan yang

Universitas Sumatera Utara

utuh, berbentuk monogram, bertanggung jawab, meneruskan nilai-nilai budaya
bangsa, ikatan kekeluargaan sangat erat dan mempunyai semangat gotong royong.
2.1.11 Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Cohen & Syme (1996),
dukungan sosial adalah suatu keadaan, yang berrnanfaat bagi individu yang diperoleh
dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang
lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya.
Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Friedman (1998),
dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga
dengan lingkungan sosial.
Dalam sernua tahapan, dukungan keluarga menjadikan keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sehingga akan rneningkatkan
kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.
Jenis dukungan keluarga ada empat menurut Prasetyawati (2011) yang
mengutip pendapat Friedman (1998), yakni:
a. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis
dan konkrit.
b. Dukungan Informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
diseminator (penyebar informasi).
c. Dukungan Penilaian (Appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan
balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas keluarga.

Universitas Sumatera Utara

d. Dukungan Emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai
untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Menurut prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat House (Smet, 1994),
setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunvai ciri-ciri antara lain :
a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh
seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi
pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan
dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi
persoalan yang sama atau hampir sama.
b. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang
lain. Dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan
penghargaan. Dengan demikian, seseorang yang menghadapi persoalan merasa
dirinya tidak menanggung beban sendiri, tetapi masih ada orang lain yang
memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati
terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan rnau membantu memecahkan
masalah yang dihadapinya.
c. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah
seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan, persoalan-persoalan
yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya..
4) Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang
kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa
positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga, maka penilaian yang sangat
membantu adalah penilaian yang positif.

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial dari Keluarga
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial dari keluarga atau
tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia
tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang
lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak
cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan
dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak
mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain
menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang
lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain,
atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang
sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain
membutuhkan dukungan darinya.
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

Universitas Sumatera Utara

sosial dari keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas
sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua
dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu
hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga
kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang
tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.
2.1.12 Defenisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat skiner (1938), Perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dengan

demikian

perilaku

manusia

terjadi

melalui

proses:

StimulusOrganismeRespon, sehingga teori skiner disebut teori “S-O-R”
(Stimulus-Organisme-Respon).
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behaviour” atau “covert
behaviour” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

Universitas Sumatera Utara

Contoh : ibu tahu pentingnya imunisasi untuk kesehatan bayi adalah merupakan
pengetahuan (knowledge). Kemudian ibu

bertanya tentang tempat pelayanan

imunisasi adalah sebuah kecendrungan untuk melakukan imunisasi yang disebut
sikap (attitude).
b. Perilaku terbuka
Perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan
atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behaviour”.
Contoh: ibu membawa bayi untuk diimunisasi ke tenaga kesehatan.
2.1.13 Domain Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Bloom (1908),
membagi perilaku manusia itu kedalam tiga domain, sesuai dengan tujuan
pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive),
b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
a. Pengetahuan (Knowledge)
1) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetauan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Universitas Sumatera Utara

2) Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Universitas Sumatera Utara

d) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu stuktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. misalnya, dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan.
Dan sebagainya terhadap suatu materi dan rumusan-rumusan yang telah ada.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

Universitas Sumatera Utara

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
b. Sikap (Attitude)
1) Pengertian Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. beberapa batasan
lain tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut.
“An individual’s social attitude is a syndrome of rensponse consistency
with regard to social object” (Campbell,1950)
“Attitude entails an existing predisposition to response to social objecs
which in interation with situational and other dispositional variables,guides
and direct the overt behavior of the individual” (Cardno, 1955)
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan merupakan reaksi yang bersifat emisional terhadap stimulus sosial.
Newcomb, salah seorang psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reasik terbuka atau tingkah laku

Universitas Sumatera Utara

yang terbuka.Sikap suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
2) Komponen Pokok Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012) mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.
a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketika komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu cotoh misalnya,
seorang ibu telah mendengar tentang penyakit campak (penyebabnya,
akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya).
3) Tingkatan Sikap
a) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap imunisasi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramahceramah tentang imunisasi.
b) Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

Universitas Sumatera Utara

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berati bahwa orang
menerima ide tersebut.
c) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang
mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk
pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang
imunisasi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap
positif terhadap kesehatan anak.
d) Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu
mengimunisasi anaknya, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau
orang tuanya sendiri.
c. Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari
suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasikan anaknya.

Universitas Sumatera Utara

Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari
pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain.
Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan.
1) Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang
ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan
memotong-motongnya, dan segalanya
2) Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat kedua. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan
bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang
lain.
3) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya,

tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.
2.3.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

Universitas Sumatera Utara

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.3.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun
( Aditama, 2002).
2.3.3 Diagnosis TB Paru
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa pemberian 3 tube penampung dahak yang diambil pagi ketika baru
bangun tidur dan sewaktu siang setelah makan dan sewaktu sore Sewaktu-PagiSewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
2.3.4 Cara Penularan dan Risiko Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang
kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan

Universitas Sumatera Utara

lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap
tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%,
berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di
Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
tuberkulin negative menjadi positif (Depkes, 2007).
2.3.5 Penemuan Penderita TB Paru
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan
terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga
anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif
(Depkes,2007).

Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Pengobatan TB Paru
Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat,
bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap
lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2.3.7 Panduan OAT yang Digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:


Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.



Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.



Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)



Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Universitas Sumatera Utara

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
penderita. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu penderita. Paket kombipak
adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan penderita yang mengalami efek samping OAT
KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa
pengobatan. Paduan Obat Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007).

2.4 Kepatuhan
Sackett (1976) dalam Niven (2000) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai
sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
professional kesehatan. Sedangkan menurut Sarafino dalam Bart Smet (1994)
kepatuhan atau ketaatan (complience atau andherance) adalah tingkat pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau

Universitas Sumatera Utara

oleh orang lain.
Menurut Feuerstein et al (1986) dalam Niven (2000), faktor-faktor yang
mendukung kepatuhan pasien antara lain :
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan
buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan social
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.
Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan
program-program pengobatan.
d. Perubahan model terapi
Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien
terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
e. Meningkatkan Interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah
memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan informasi tentang
kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan
kondisi seperti itu.

Universitas Sumatera Utara

Menurut skiner ( 1938 ) dalam Notoatmojo ( 2007 ) bahwa kepatuhan minum
obat pada penderita merupakan suatu perilaku terbuka (overt behaviour ). Perilaku
tersebut muncul akibat adanya operant respont atau instrumental respon yaitu respon
yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Kepatuhan minum obat (medication compliance) adalah mengkonsumsi
obatobatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan
hanya akan efektif apabila penderita mematuhi aturan dalam penggunaan obat
(Kusbiyantoro, 2002).

2.5. Pengawas Makan Obat (PMO)
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Depkes
RI, 2002).
PMO adalah seseorang yang bertugas untuk mengawasi, memberikan
dorongan dan memastikan penderita TBC menelan OAT secara teratur sampai selesai
(Depkes, 2004).
2.5.1. Persyaratan PMO

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihonnati oleh penderita.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.

Universitas Sumatera Utara

4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita
(Depkes RI, 2002).
2.5.2. Siapa yang Dapat Menjadi PMO
Semua orang dapat menjadi PMO antara lain : Keluarga penderita, Kader
kesehatan, Petugas kesehatan (bidan desa, perawat, sanitarian, juru imunisasi, dan
lain-lain), Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, dan lain-lain (Depkes RI, 2001).
2.5.3. Tugas PMO

1. Mengawasi dan memberi dorongan serta memastikan kepada penderita TBC agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatannya.

2. Mengingatkan kepada penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.

3. Memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC dan menyarankan anggota
keluarga penderita yang mempunyai gejala sama termasuk setiap anak balita di
keluarga tersebut periksa ke petugas kesehatan.

4. Melihat atau mengawasi gejala samping obat, yaitu adanya tanda-tanda atau
keluhan yang timbul setelah minum obat dan mengirimkan penderita ke petugas
kesehatan bila timbul gejala samping obat (Depkes RI, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.5.4. Perlu Diketahui oleh PMO

1. Penyakit TB Paru
Diharapkan yang menjadi PMO bagi penderita TB

Para mengetahui

dan

memahami penyakit penderita TB Para maupun gejala yang dialami. Penularan
TB paru dapat terjadi dengan :

a.

Sumber penularan adalah dahak penderita TB Paru yang didalamnya
mengandung kuman Tuberkulosis.

b.

Jika dalam dahak seseorang ditemukan adanya kuman Tuberkulosis, berarti
orang tersebut pasti menderita penyakit TB Paru yang sangat menular.

c.

Bila penderita batuk atau bersin, kuman yang ada dalam paru-parunya akan
menyebar keudara.

d.

Penularan terjadi jika seseorang menghirap udara yang mengandung kuman
Tuberkulosis.

e.

Penularan penyakit TB Para terjadi dari satu orang keorang lain bukan
melalui serangga, transfusi darah, air susu ibu ataupun melalui alat makan
minum penderita.

f.

TB Para dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,
miskin, kaya) meskipun golongan darahnya berbeda dengan penderita.

2. Pemeriksaan Penderita TB Paru
Penderita dengan pemeriksaan dahak BTA positif tetap dilakukan pemeriksaan
ulang dahak, dilakukan selama 3 kali.

Universitas Sumatera Utara

a. Pertama, setelah selesai tahap awal pengobatan.
b. Kedua, sebulan sebelum akhir pengobatan.
c. Ketiga, pada akhir pengobatan.
Setiap kali pemeriksaan diambil 2 dahak pagi dan sewaktu (Depkes RI, 2001).

3. Pengobatan Penderita TB Paru
Pengobatan penderita diberikan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
Pengobatan dilakukan 2 tahap yaitu tahap awal dan lanjutan. Dalam masa
pengobatan, PMO dianjurkan memperhatikan menelan obat yang benar dan
perubahan dalam masa pengobatan.

4. Pencegahan Penyakit TB Paru
Untuk mencegah terjadinya penularan dari penderita ke orang lain maka dapat
dilakukan dengan cara:

a. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tisu.
b. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada 2 minggu pertama pengobatan.
c. Tidak meludah disembarang tempat, tetapi diwadahnya diberi air sabun atau
lisol kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dengan tanah.

d. Membuka jendela pada pagi hari agar rumah mendapat udara bersih, cahaya
matahari yang cukup seMngga kuman Tuberkulosis yang tertinggal di dalam
rumah mati (Depkes RI, 2002).

5. Akibat dari Menelan Obat yang tidak Teratur
a. Tidak sembuh atau menjadi lebih berat penyakitnya bahkan meninggal

Universitas Sumatera Utara

b. Sukar diobati karena kemungkinan kuman menjadi kebal sehingga diperlukan
obat yang lebih ampuh dan mahal harganya.

c. Obat untuk kuman yang kebal tidak tersedia disemua fasilitas kesehatan.
d. Menularkan kuman yang sudah kebal obat kepada orang lain (Depkes RI,
2001)

2.6 Landasan Teori
Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan Informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi
tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang
dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
b. Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota
keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

Universitas Sumatera Utara

c. Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya:
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan Emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam
3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan
tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku tersebut, yang
terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif (affective domain) dan
ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya dan
untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari
pengetahuan (Knowledge), Sikap dan tanggapan (attitude), praktek dan tindakan
(Practice).

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teoritis, maka yang menjadi
kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Independen
Dukungan Sosial Keluarga :
a. Dukungan Informasional
b. Dukungan Penilaian
c. Dukungan Instrumental
d. Dukungan Emosional

Variabel Dependen
Kepatuhan
Minum Obat
Penderita TB
Paru

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat diketahui bahwa
variabel independen pada penelitian ini adalah dukungan sosial keluarga sebagai
pemantau minum obat (PMO), sedangkan variabel dependennya kepatuhan minum
obat penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

7 97 155

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 18

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 9

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 1 32

Pengaruh Pengawas Menelan Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat Kota Medan Tahun 2014

0 0 4

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 18

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 2

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 8

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Kecamatan Medan Teladan Kota Medan Tahun 2013

0 0 3