Mengayunkan Anak di Desa Rumbio Kecamatan Penyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Setiap keluarga umumnya mendambakan seorang anak, karena anak adalah
karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat
dinantikan karena akan menjadi penerus keturunan manusia, dan menjadi salah
satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang
mengharapkan atau menjalin dua keluarga (kekerabatan) yang belum dikaruniai
anak. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat
manusia. Berapa jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu
sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya.
Dengan keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan,
yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai
suatu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Ternyata anak itu
memiliki nilai dalam keluarga,nilai anak bagi orang tua dalam kehidupan seharihari dapat diketahui dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat bagi orang
tua untuk mencurahkan kasih sayangnya, anak sebagai sumber kebahagiaan
keluarga, anak sebagai bahan pertimbangan pasangan suami-istri ketika ingin
bercerai, anak sebagai tempat untuk mensosialisasikan nilai-nilai dalam keluarga,
dan harta kekayaan keluarga diwariskan, serta anak sebagai tempat orang tua
dalam menggantungkan berbagai harapan. Karena pentingnya anak bagi setiap
keluarga, maka dari itu setiap masyarakat memiliki tradisi dalam penyambutan


1
Universitas Sumatera Utara

anak 1 seperti : Masyarakat Jepang meyakini dan percaya bahwa setelah anak
lahir, tali pusar bayi akan ditaruh di dalam kotak kayu bersama dengan boneka
kecil yang mewakili sosok bayi sedang tidur memakai kimono. Tali pusar bayi
biasanya ditempatkan di dalam kimono. Tradisi ini diyakini dapat menjaga
hubungan positif antara anak dan ibu. Kemudian satu minggu setelah anak lahir,
orang tua dan kerabat dekat akan mengadakan upacara penamaan bayi yang
disebut oshichiya, di mana anak menerima namanya resminya di depan butsudan (
altar rumah Buddha ).
Berbeda dengan kepercayaan masyarakat Mesir, mereka percaya setelah
tujuh hari kelahiran bayi, masyarakat Mesir akan mengadakan upacara penamaan
yang disebut sebooh. Dalam tradisi ini, seorang ibu akan menempatkan bayinya
ke dalam sebuah keranjang besar putih dan kemudian menggoyangnya dengan
lembut. Hal ini diyakini dapat membantu bayi yang baru lahir untuk menjadi
terbiasa dengan liku-liku kehidupan. Selanjutnya, bayi akan diletakkan di atas
selimut di lantai, dengan pisau yang ditaruh di sepanjang dadanya untuk mengusir
roh jahat, sementara para tamu menyebarkan biji-bijian, emas, dan hadiah lainnya

di sekelilingnya.
Dalam tradisi masyarakat China ketika usia bayi menginjak satu bulan,
orang tua dan kerabat akan mengadakan upacara Bulan Purnama. Upacara ini
diadakan untuk memperingati bulan penuh yang pertama untuk kehidupan
seorang bayi, dan ini menjadi peristiwa penting untuk anak yang baru lahir.

1

http://dodkop.blogspot.co.id/2014/07/tradisi-paling-unik-menyambut-kelahiran
bayi.html#ixzz41SCVrnK9 di akses pada tanggal 28 Februari 2016

2
Universitas Sumatera Utara

Dalam tradisi ini, para kerabat dan teman-teman akan berkumpul untuk
memberikan berkat dan hadiah untuk bayi. Uniknya, dalam tradisi ini, orangtua
bayi juga memberikan hadiah kepada kerabat dan teman-teman mereka.
Dalam tradisi menyambut anak di Jamaika, setelah ibu melahirkan tali pusar
bayi akan ditanam di sebuah lokasi khusus dan kemudian ditancapkan pohon di
atasnya. Pohon itu disediakan oleh orang tua, wali baptis, atau kerabat dan temanteman. Pohon itu adalah alat untuk mengajarkan kepada anak tentang cara

bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Pohon ini juga digunakan untuk
menunjukkan kepada anak bahwa ini awal dari hidupnya dan dia harus
mengurusnya.
Kepercayaan masyarakat Trinidad dan Tobago, ketika orang mengunjungi
bayi yang baru lahir, mereka biasanya menaruh uang di tangan bayi untuk
membawa kemakmuran dan berkah yang baik bagi bayi tersebut.Kebiasaan lain
dari negara ini adalah beberapa orang tua tidak mengizinkan orang lain untuk
datang ke rumah mereka setelah jam 18.00, karena diyakini embun malam akan
membuat bayi sakit.
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai sukuyang juga memiliki
berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan dalam menyambut datangnya seorang
anak yang akan menjadi penerus harapan orang tua. Ada beberapa tradisi suku
dalam menyambut anak seperti Tradisi Masyarakat Jawa 2 dalam menyambut
kelahiran bayi orang Jawa memiliki beberapa upacara penting yang biasa

2

Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Mayarakat
Pendukukungnya Masa Kini. (DIY : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan1994/1995) .


3
Universitas Sumatera Utara

dilakukan. Berbagai upacara ini bertujuan sebagai rasa syukur atas anugerah yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa momongan yang menjadi harapan
setiap keluarga.Selain sebagai satu bentuk rasa syukur, berbagai upacara tradisi
Jawa untuk menyambut kelahiran bayi biasanya juga dilangsungkan sebagai salah
satu bentuk doa agar si jabang bayi dan keluarganya selalu diberi kesehatan,
keselamatan dan kesejahteraan oleh Yang Kuasa.Berikut ini beberapa upacara
tradisi Jawa yang dilakukan saat kelahiran bayi, yaitu mengubur ari-ari. Ari-ari
secara medis merupakan sebuah organ yang berfungsi untuk menyalurkan
berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin di dalam rahim. Lewat ari-ari juga
zat-zat antibodi, berbagai hormon dan gizi disalurkan sehingga janin bisa tumbuh
dan berkembang menjadi bayi.
Bagi orang Jawa ari-ari memiliki “jasa” yang cukup besar sebagai batir bayi
(teman bayi) sejak dalam kandungan. Oleh karena itu sejak fungsi utama ari-ari
berakhir ketika bayi lahir, organ ini akan tetap dirawat dan dikubur sedemikian
rupa agar tidak dimakan binatang ataupun membusuk di tempat sampah. Upacara
mendhem ari-ari ini biasanya dilakukan oleh sang ayah, berada di dekat pintu
utama rumah, diberi pagar bambu dan penerangan berupa lampu minyak selama

35 hari (selapan).Brokohan merupakan salah satu upacara tradisi Jawa untuk
menyambut kelahiran bayi yang dilaksanakan sehari setelah bayi lahir. Kata
Brokohan sendiri berasal dari kata barokah-an, yang artinya memohon berkah dan
keselamatan atas kelahiran bayi. Dalam acara ini biasanya para tetangga dekat dan
sanak saudara berdatangan berkumpul sebagai tanda turut bahagia atas kelahiran
bayi yang dapat berjalan dengan lancar. Tak sedikit para tetangga yang membawa

4
Universitas Sumatera Utara

bermacam oleh-oleh berupa perlengkapan bayi dan makanan untuk keluarga yang
melahirkan. Sepasaran menjadi salah satu upacara adat Jawa yang dilakukan
setelah lima hari sejak kelahiran bayi.
Dalam acara ini pihak keluarga mengundang tetangga sekitar beserta
keluarga besar untuk ikut mendoakan atas bayi yang telah dilahirkan. Acara
sepasaran secara sederhana biasanya dilakukan dengan kenduri, bagi yang
memiliki rejeki yang lebih, biasanya dilaksanakan seperti orang punya hajat
(mantu). Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah upacara selamatan sekaligus
mengumumkan nama bayi yang telah lahir.
Upacara puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut

bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri memohon
pada Tuhan agar si anak yang telah puput puser selalu diberkahi, diberi
keselamatan dan kesehatan. Orang tua jaman dulu melaksanakan upacara puputan
dengan menyediakan berbagi macam sesaji, namun masyarakat Jawa modern
biasanya acara puputan dibuat bersamaan dengan upacara sepasaran ataupun
selapanan, hal ini tergantung kapan tali pusar putus dari pusar bayi. Akulturasi
budaya Jawa-Islam sangat terlihat dalam upacara Aqiqah.
Upacara yang dilakukan setelah tujuh hari kelahiran bayi ini biasanya
dilaksanakan dengan penyembelihan hewan kurban berupa domba/kambing. Jika
anak yang dilahirkan laki-laki biasanya menyembelih dua ekor kambing, dan bila
anak yang dilahirkan adalah perempuan maka akan menyembelih satu ekor
kambing.

5
Universitas Sumatera Utara

Upacara Selapanan dilakukan 35 hari (selapan) setelah kelahiran bayi.
Upacara selapanan ini dilangsungkan dengan rangkaian acara bancakan weton
(kenduri hari kelahiran), pemotongan rambut bayi hinngga gundul dan
pemotongan kuku bayi. Pemotongan rambut dan kuku ini bertujuan untuk

menjaga kesehatan bayi agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih. Sedangkan
bancakan selapanan dimaksudkan sebagai rasa syukur atas kelahiran bayi,
sekaligus sebuah doa agar kedepannya si jabang bayi selalu diberi kesehatan,
cepat besar, dan berbagai doa kebaikan lainnya.
Komunitas kampung Sasak yang tinggal di Bayan 3 , Barat laut Lombok,
Indonesia dikenal dengan Wetu Telu dan sering diperlawankan dengan waktu
lima. Masyarakat ini memiliki ritual buang au (upacara kelahiran/buang abu).saat
bayi dilahirkan, dukun beranak (balian) setelah menolong persalinan membakar
arang dan menempatkannya di bawah ranjang bayi dibaringkan. Ini dimaksud
untu menjaga agar sibayi merasa hangat dan dapat tidur nyenyak. Kira-kira satu
minggu kemudian barulah orangtua si bayi mengadakan upacara buang au yang
seacra harfiah membuang abu. Dalam upacara ini balian membuang abu yang
dihasilakan arang. Orang tua mengumumkan nama bayi yang baru dilahirkan.
Orang Bayan meyakini bahwa nama yang tidak cocok menyandangnya akan
mengundang nasib buruk. Karena alasan inilah orang tua biasnya berkonsultasi
dengan pemangku atau kiai mengenai nama yang cocok untuk anaknya. Dalam
memilih nama kiai dan pemangku menggunakan perhitungan astrologis
3

Budiwanti, Erni.. Islam Sasak, cetakan 1. (Yogyakarta : Lkis Yogyakarta bekerjasama dengan

yayasan IKAPI dan Ford Foundation 2000 )

6
Universitas Sumatera Utara

berdasarkan waktu, tanggal, bualan, dan tahun saat bayi dilahirkan. Meski begitu
berapa orangtua memakai nama kakek atau kakek buyut yang sudah meninggal
untuk bayi mereka demi mengenang asal usulnya.
Orang Bayan percaya bahwa bayi membawa dosa orangtua di masa lalu.
Oleh

karena

itu

dalam

upacara

buang


au

bayi

disucikan

dengan

menyelenggarakan bedak keramas dan doa kiai. Bedak keramas adalah campuran
santan kelapa, dara ayam dan sembek (ampas bekas kunyahan siruh) yang ditaruh
di tempurung kelapa. Ramuan ini dioleskan di kening bayi dan orangtuanya.
Bedak keramas adalah upacara pembersihan. Bedak keramas disusul dengan
makan bersama, paripaan buang au, yang dihadiri Kiai, Pemangku, Taoq Lokaq,
kerabat patrinelal ayah si bayi, dan beberapa pengawasan. Buang au adalah
praktek setempat sepertri upacara-upacara lainya sarat dengan ciri khas
menghubungi arwah dan kepercayaan bahwa mereka bisa memberikan berkah
bagi anak turun yang masih hidup. Pembacaan doa keselamatan berbahasa Arab.
Dalam upacara tersebut menunjukan bahwa tradisi lokal dipercayai untuk
menyerap pengaruh-pengaruh dari luar.

Tradisi Masyarakat Batak Toba dalam menyambut kelahiran seorang anak
hal pertama yang harus di lakukan adalah, upacara adat Mangirdak atau
Mangganje atau Mambosuri boru adalah upacara yang diterima oleh seorang ibu
yang usia kandungannya tujuh bulan. Dalam suku Batak apabila seorang putra
Batak menikah dengan dengan seorang perempuan baik dari suku yang sama
maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan yang harus dilaksanakan.
Sebagai contoh, seorang putra Batak yang bermarga Pardede menikah maka sudah

7
Universitas Sumatera Utara

merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum
kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya
ketika menjelang kelahiran, hal kunjungan ini disebut dengan istilah Mangirdak
(membangkitkan semangat). Makna spiritualitas yang terkandung adalah
kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari orangtua
si perempuan dalam memberikan semangat.
Pemberian Ulos Tondi merupakan kedatangan kerabat untuk melilitkan
selembar ulos yang dinamakan ulos tondi (ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si
putri dan suaminya). Pemberian ulos ini dilakukan setelah acara makan. Makna

spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian ulos ini
dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja
mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran. Setelah itu dilakukan acara
Martuaek. Pada hari ketujuh setelah bayi lahir, bayi tersebut dibawa ke pancur
saluran air dan dimandikan, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang
dikenal dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama saat itu
yaitu Ulu Punguan.
Hal ini telah ditentukan oleh sibaso tersebut dan dilakukan pada waktu pagipag,i waktu matahari terbit, kemudian sang ibu menggendong anaknya yang pergi
bersama-sama dengan rombongan para kerabatnya menuju ke suatu mata air dekat
kampung mereka. Setelah sampai disana, bayi dibaringkan dalam keadaan
telanjang dengan alaskan kain ulos. Kemudian Sibaso menceduk air lalu
menuangkannya ke tubuh si anak, yang terkejut karenanya dan menjerit tiba-tiba,
melalui ritus ini keluarga menyampaikan persembahan kepada dewa-dewa

8
Universitas Sumatera Utara

terutama dewi air Boru Saniang Naga yang merupakan representasi kuasa
Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur untuk menyucikan si bayi dan
menjauhkannya dari kuasa-kuasa jahat, sekaligus meminta agar semakin banyak
bayi yang dilahirkan. Upacara martutu aek biasanya dilanjutkan dengan
membawa si bayi ke pekan.
Kita tahu pada zaman dahulu Onan (pekan atau pasar) terjadi satu kali
seminggu. Onan adalah simbol pusat kehidupan dan keramaian sekaligus simbol
kedamaian. Orangtua si bayi akan membawa bayi ke tempat itu dan sengaja
membeli lepat atau pisang di pasar dan membagi-bagikan kepada orang yang
dikenalnya sebagai tanda syukur dan sukacitanya. Pada acara marhata sesudah
makan, maka diumumkanlah nama si bayi. Bila anak yang lahir ini adalah anak
pertama maka sudah biasa bila ada pemberian sawah oleh orangtua serta mertua
untuk modal kerja. Namun pada saat pemberian nama pada waktu itu, peran dari
sibaso sangat besar karena keluarga meminta rekomendasi Sibaso untuk sebuah
nama, jika Sibaso tidak menyetujui nama yang dianggapnya tidak baik maka
orangtua dari si bayi pun akan mengganti nama itu. Makna spiritualitas yang
terkandung adalah memberikan kekuatan kepada tubuh si anak yang lahir dimana
dengan adanya persembahan-persembahan kepada dewi air Boru sinaga sehingga
si anak kelak mempunyai daya tahan tubuh yang kuat dan tidak mudah terserang
penyakit.
Upacara adat mangharoan adalah upacara adat yang dilaksanakan setelah
dua minggu kelahiran bayi untuk menyambut kedatangan bayi. Ada kalanya
diadakan lagi makan bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu

9
Universitas Sumatera Utara

yang dikenal dengan istilah mengharoani (menyambut tibanya sang anak). Ada
juga yang menyebutnya dengan istilah mamboan aek si unte karena pihak hulahula membawa makanan yang akan memperlancar air susu sang ibu. Makna
spiritualitas yang terkandung adalah yaitu menunjukkan kedekatan dari hula-hula
terhadap si anak yang baru lahir dan juga terhadap si ibu maupun ayah dari si
anak itu.
Upacara maupun dalam penyambutan anak tidak terlepas dari nilai anak.
Anak memiliki nilai bagi orang tua, seperti halnya masayarakat Mandailing. Nilai
anak yang dimiliki masyarakat Mandailing sama persisnya dengan masyarakat
Batak Toba. Yang tercakup dalam nilai 3H (Hagabeon, Hamoraon,dan
Hasangapon) .
Hagabeon

(bahagia

ataupun sejahtera) adalah kebahagiaan dalam

halketurunan.Keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidupkarena
keturunanadalahkebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan
kerabatnya.
Hamoraon (kekayaan) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang
dimana kekayaan ini diidentikkan disamping harta kekayaan juga anak. Tanpa
anak

individu tidak akan merasa kaya meskipun banyak harta seperti yang

diungkapkan dalam ungkapan “Anakkonhi do hamoraon diahu” (anakku adalah
harta

yang

paling

berharga

bagi

saya).

Hasangapon

kehormatan)adalah merupakan kedudukan seseorang
masyarakat. Untuk mencapai

(kemuliaan

&

dalam lingkungan

hasangapon seseorang harus terlebih dahulu

berketurunan (gabe) dan memiliki kekayaan (mora). Diantara nilai hamoraon,

10
Universitas Sumatera Utara

hagabeon, dan, hasangapon, nilai

hagabeon merupakan nilai yang

paling

penting karena nilai hagabeon mengungkap makna bahwa orang Batak sangat
mendambakan kehadiran anak dalam keluarganya.
Nilai anak juga sebagai penerus keturunan dari ayah, dengan adanya anak
maka marga dari ayah ada yang meneruskan. 4Marga merupakan asal mula nenek
moyang yang terus dipakai dibelakang nama. Masyarakat Batak umumnya
mengartikan marga sebagai kelompok suku dan suku induk yang berasal dari
rahim yang sama. Keyakinan ini disebabkan oleh penetapan struktur garis
keturunan mereka yang menganut garis keturunan laki-laki patrilineal yang berarti
bahwa garis marga orang Batak diteruskan oleh anak laki-laki. Jika orang Batak
tidak memiliki anak laki-laki maka marga tersebut akan punah. Adapun posisi
perempuan dalam budaya Batak adalah sebagai pencipta hubungan besan karena
perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain.
Jika seorang anak lahir baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya saja
sebagai penerus marga ataupun pencipta hubungan besan, tetapi dalam partuturon
juga berubah. Partuturon adalah aturan hubungan antar perorangan dalam
bertutur. Dengan adanya pertuturan dapat diketahu sedekat apakah hubungan
perseudaraan tersebut dan juga menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan.
Dengan menyebut tutur terhadap seseorang diketahuilah jalur hubungan

4

Orang Batak penenus garis patrilineal

11
Universitas Sumatera Utara

kekerabatan diantara mereka yang menggunakan tutur dan sekaligus menentukan
prilaku atau etika apa yang pantas dan tidak pantas diantara mereka yang bergaul 5.
Di desa Rumbio, Kec. Panyabungan Utara terdapat ritual dalam
penyambutan anak, meraka percaya anak yang baru lahir tidak diperbolehkan
dibawa keluar karena itu juga merpakan nilai dari seorang anak. Maka dari itu
mereka mengadakan ritual tersebut.Di Desa Rumbio, Kec. Panyabungan Utara
banyak terdapat ritual-ritual yang masih mereka lakukan yang berhubungan
dengan kepercayaan mereka terdahulu seperti kepercayaan Si pale begu.6 Setelah
Islam ke Mandailing melalui perang paderi tentu mempengaruhi adat istiadat etnik
Mandailing seperti kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dikenal pada zaman
animesme karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama islam berangsurangsur menghilang.
Setiap kegiatan yang ada di Desa Rumbio termasuk dalam mengayunkan
anak tidak lepas dari sistem kekerabatan yang terdapat di dalihan na tolu. Dalihan
Na Tolu secara harfiah diartikan sebagai tungku penyangganya terdiri dari tiga
agar tungku tersebut dapat seimbang. Secara etimologi berarti merupakan suatu
tumpuan yang komponen unsur nya terdiri dari 3 yaitu kelompok mora, kahanggi,
anak boru. Setiap kegiatan upacara, ritual, ataupun yang lainnya Dalihan Na Tolu
selalu ikut serta

karena itu merupakan dari sistemkekerbatan yang dimiliki

masyarakat Mandailing. Inilah dasar peneliti untuk mendeskripsikan tentang
5

Askolani, Ali Fikri, dkk. Seni Budaya Mandailing Natal. (Medan:Penerbit Mata Pribumi Media),

Hal 11
6

Kepercayaan kepada mahluk halus yang memiliki kekuatan mempengaruhi kehidupan
(Animisme).

12
Universitas Sumatera Utara

mengayunkan anak di Desa rumbio yang tidak terlepasa dari nilai anak dan sistem
kekerabatan dalihan na tolu yang berhubungan dengan mengayunkan anak di
Desa Rumbio.
1.2. Tinjauan Pusataka
Di

dalam

buku

“Fungsi

Upacara

Tradisional

Bagi

Masyarakat

Pendukungnya Masa Kini” 7 yang berisikan tentang Upacara Kehamilan dan
Kelahiran di Jawa, si peneliti melihat adanya permasalahan disini. Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, nilai-nilai lama yang
semula menjadi acuan suatu kelompok masyarakat menjadi goyah akibat
masuknya nilai-nilai baru dari luar. Orang cendurung bertindak rasional dan
sepraktis mungkin. Akibatnya nilai-nilai yang terkandung dalam pranata sosial
dan nilai-nilai lama dalam kehidupan kultural masyarakat pendukungnya lambat
laun akan terkikis oleh pengaruh moderen dan nilai-nilai baru tersebut. Dengan
kata lain mungkin upacara tradisional megalami perubahan atau pergeseran akibat
pengaruh moderen tersebut.

Dengan ini si peniliti melihat faktor apa yang

menyebakan upacara tradisional mengalami perubahan.Islam Sasak dalam
bukunya menjelaskan tentang kominitas kampung Sasak yang tinggal di
Bayan,Barat laut Lombok, Indonesia. 8 Komunitas ini dikenal sebagai penganut
Wetu Telu dan sering diperlawankan dengan Waktu Lima. Wertu telu adalah orang

7

Rostiyati, Ani, Endah Susilantini, dkk, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Mayarakat
Pendukukungnya Masa Kini. (DIY : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan 1994/1995).
8

Budiwanti, Erni, Islam Sasak, cetakan 1. (Yogyakarta : Lkis Yogyakarta bekerjasama dengan
yayasan IKAPI dan Ford Foundation 2000)

13
Universitas Sumatera Utara

Sasak yang meskipun mengakui sebagai Muslim, masih sangat memepercayai
kekuatan animistik leluhur (ancestral animistik deites) maupun benda-benda
antropomorfis (antropomorphised inanimate objects). Sedangkan Waktu Lima
adalah orang Muslim Sasak yang mengikuti ajaran syari‟ah secara lebih keras
sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur‟an dan Hadist.
Kendati Islam sudah lama masuk ke Pulau Lombok, namu pengikut Wetu
Telu melebihi bilangan penganut Waktu Lima hingga lima dekade awal abad ini.
Alasan mengapa si peneliti memilih tempat ini adalah karena orang Sasak asli
(indigenous) yang tinggal disanalah yang kini menjadi sasaran kegiatan-kegiatan
dakwah yang terus meningkat dari kalangan Muslim Waktu Lima. Banyak
kepercayaan dan praktek-praktek keagamaan Wetu Telu salah satunya ialah Buang
Au (upacara kelahiran/buang abu).
Buku ini menggambarkan watak Islam parokial di Lombok dan bagaimana
pembagian-pembagian sosial keagamaan di kalangan orang Sasak terjadi dan
berkembang sepanjang waktu, kemudian mengenai perkembangan misi dakwah
khususnya di Bayan, mengidentifikasi peran negara berkaitan dengan pelestarian
budaya Wetu Telu di satu sisi, dan promisi kegiatan-kegiatan dakwah Waktu Lima
ke daerah Wetu Telu di sisi lain. Yang terakhir untuk menganalisis karakteristik
konflik sosial yang melibatkan para pemimpin (tradisional) asli dan para
Da‟i.Inilah dasar yang membuat saya tertarik untuk mengkaji megenai
mengayunkan anak di Mandailing desa Rumbio Kec. Panyabungan Utara.
Ritus ataupun ritual selamatan atau upacara merupakan suatu upaya manusia
untuk mencari keselamatan, ketentraman dan sekaligus menjaga kelestarian

14
Universitas Sumatera Utara

kosmos. Keselamatan ini pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang
paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka
yang ikut hadir di dalamnya (Geertz, 1981:13).
1.3.

Rumusan Masalah
Berdasarakan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini mencoba

mendeskripsikan proses ritual mengayunkan anak di Mandailing pada masyarakat
Desa Rumbio Kec.Panyabungan Utara. Dengan peremusan masalah yang
mencakup :
1.

Bagaimana proses ritual mengayunkan anak di Mandailing khususnya di
Desa Rumbio Kec. Panyabungan Utara ?

1.3. Bagaimana nila-nilai anak yang ada di Desa Rumbio Kec. Panyabungan
Utara ?
2.

Bagaimana hubungannya mengayunkan anak di Desa Rumbio Kec.
Panyabungan Utara dalam sistem Dalihan Na Tolu?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat penting,
karena melalui tujuan dan manfaat itulah, maka suatu penelitian dapat di mengerti
dan di pahami. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk memenuhi
syarat dalam menyelesaikan kuliah S1 pada Departemen Antropologi FISIP USU.
Kemudian penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana proses dalam ritual
mengayunkan anak di Mandailing Desa Rumbio. Kec. Panyabungan Utara.
Mengetahui hubungan dalian na tolu terhadap mengayunkan anak di desa
Rumbio.

15
Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dan
mengembangkan

wawasan

keilmuan

khususnya

Antropologi.

Kemudian

penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat menambah pengetahuan
masyarakat mengenai budaya Mandailing termasuk peneliti dalam ritual
mengayunkan anak. Menjadi sebuah literatur tambahan dalam memahami
kebudayaan Mandailing dalam mengayunkan anak khususnya di desa Rumbio
Kec. Panyabungan Utara Kab. Mandailing Natal.
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah pembahasan
mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka
yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya
pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari
penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika
penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.
Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut gambaran umum tempat
lokasi penelitian di Mandailing.
Pada bab ketiga berisi tentangnilai Anak terhadap dalihan na tolu dan juga
partuturon etnis di desa Rumbio.
Pada bab keempat akan dibahas hal-hal mengenai ritual mengayunkan anak
dan juga hal-hal yang beruhubungan dengan ritual mengayunkan anak seperti
mangupa-upa dan religinya.
Bab terakhir atau bab kelima berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil
dari bab-bab sebelumnya mengenai hubungan ritual mengayunkan anak dengan

16
Universitas Sumatera Utara

sistem kekerabatan dalihan na tulu di desa Rumbio. Bab ini juga berisi saransaran yang diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang
berkepentingan terhadap penulisan skripsi ini.

1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian
Penelitian adalah suatu tindakan seseorang yang dilakukan sistematis dan
mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya: observasi, dikontrol dan
berdasarkan pada teori yang dapat diperkuat dengan gejala yang ada. Awalnya
peneliti mentukan informan yang dapat memberikan informasi dengan
pengetahuan yang dimiliki informan. Yang informasinya tersebut besangkutan
dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti.
Penelitian ini bersifat deksriptif dengan menggunakan metode kualitatif
bagaimana hubungan ritual mengayukan anak dengan dalihan na tolu di desa
Rumbio. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, penelitian yang
bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi
atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala
lain dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, tentunya bersifat etnografi pula, karena untuk
mendeskripsikan fenomena di lapangan, pastinya banyak hal yang dapat harus
dipahami dalam proses mendeskripsikannya. Etnografi merupakan pekerjaan
mendeskripsikan suatu kebudayaan. informasi yang dibutuhkan peneliti agar

17
Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan harapan, maka peneliti memberikan pertanyaan yang mendalam
tetapi tidak membuat informan kesulitan dalam mejawab pertanyaan tersebut.
Dengan begitu informan dapat mendeskripsikan hasil dari pertanyaan yang
diajukan peneliti ke informan. Dengan begitu hubungan antara informan tidak
seperti hubungan anatara peneliti dengan informanya, tetapi seperti percakapan
antar sahabat, tetapi peneliti masih menggunakan tutur maupun etika.
Di dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang digunakan yaitu data primer
dan data skunder.Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui
observasi dan juga melalui wawancara. Sedangkan pada data sekunder, hanyalah
sebagai pelengkap untuk melengkapi data primer yaitu data yang diperoleh dari
karangan-karangan ilimiah ataupun dokumen-dokumen yang berasal dari media
massa internet maupun buku budaya Mandailing.
1.6.2.Teknik Pengumpulan Data
Pada kesempatan ini peneliti menggunakan kombinasi tiga teknik
pengumpulan data, yaitu :
a.

Observasi Partisipasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan

terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Observasi yang dilakukan
peneliti di rumah Bapak Dirman nasution dan abang Kehek. Pada saat itu
informan tersebut mengadakan

acara mengyunkan anak. Bapak Diraman

mengayunkan anak pertamanya, yaitu perempuan. Sedangkan abang Kehek
mengayunkan anak ke enam dan juga perempuan. Banyak perbedaan yang terjadi,
dari bentuk upacara, keluarga yang hadir, dan dari acaranya. Keluarga Bapak

18
Universitas Sumatera Utara

Dirman membuat acara yang besar karena merupakan anak pertamnya dan juga
faktor ekonomi yang cukup.
Sedangkan abang kehek melakukan acara yang sederhana hanya
mengundang keluarga dekat saja, karena anak yang dilahirkan adalah anak
terakhir dan juga faktor ekonomi yang kurang. Sebab anak-anak dari abang Kehek
sudah bersekolah
b.

Wawancara Mendalam
Didalam penelitian ini, peneliti akan mencoba mengumpulkan data melalui

teknik wawancara. Wawancara ataupun interview adalah suatu percakapan yang
memiliki pertanyaan yang sudah terstruktur (formal) dan dengan maksud tertentu
antara pewawancara atau yang sering disebut dengan interviewer dengan informan
yaitu orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan.
Wawancara yang akan dilakukan yakni melakukan. Tanya jawab secara langsung
dan terbuka dengan individu ataupun kelompok yang akan diteliti.
Wawancara yang dilakukan peneliti ada delapan informan. Lima informan
yang peneliti wawancarai merupakan informan yang tinggal di desa Rumbio.
Sedangkan empat informan lainya di diluar desa Rumbio. Informan yang dipilih
peneliti untuk melakukan wawancara berbeda-beda. Nenen H. Muchtar
merupakan

informan

yang

dipilih

peneliti

untuk

mewawancarai

yang

berhubungan dengan anak, seperti nilai anak, pentinganya anak bagi keluarga.
Mangboru Herman sebagai orang yang mengetahi sejarah desa Rumbio. Nenek
Baginda Kasim sebagi orang yang mengetahui tentang mangupah, nilai dan arti
dari bahan dari pangupa. Tobang Hj. Asmi orang yang mengetahui bagaimana

19
Universitas Sumatera Utara

cara melakukan mengayunkan anak serta hal-hal apa saja yang dibutuhkan dalam
mengayunkan anak. Tobang Asmi selalu dipanggil masyarakat baik masyarakat
desa Rumbio maupun masyarakat luar yang masih berhubungan saudara dengan
tobang unuk melakukan maupun mempersiapakan acara mengayunkan anak.
Sedangkan informa yang berada diluar desa Rumbio merupakan pembuat
filim berbudaya Mandailing (Tympanum Novem) dan juga sebagai penulis seperti
cerpen, puisi, maupun buku Mandailing yang telah diterbitkan. Yang terdiri dari
Bapak Askolani yang juga sebagi sutradara di Tympanum Novem, Udak Ali fikri,
dan Udak Sukri. Sedangkan informan yang lain seperti abang Erwin sebagai
fotografer, penyshuting, sebagai penyeleksi peran dan sebagainya. Informan ini
memberikan infomasi seperti sejarah mandailing, pertuturan, acara mengayunkan
anak dan cerita Mandailing lainya.
c.

Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang

berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang
diperlukan peneliti berupa catatan, buku, jurnal, dan sebagainya. catatan seperti,
buku catatan yang ditulis tangan oleh nenek Muchta sendiri yang berisikan
tentang Mangupa, informan meminjamkanya langsung kepada peneleiti.
Sedangkan buku seperti, buku Antropologi yang sesuai dengan apa yang
dibutuhkan peneliti, dan jurnal Antropologi Indonesia.
1.6.3.Teknik Analisa Data
Untuk menjawab rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif
dengan pendekatan etnografis. Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul baik

20
Universitas Sumatera Utara

dari data obsevasi, wawancara dan pengumpulan data lainya maka data yang
sudah terkumpul diatur secara berurutan sesuai dengan apa yang dibutuhkan
peneliti. Misalnya data tempat yang menjadi fokus peneliti, kemudian sejarah dan
lain sebaginya. Kemudian diuraikan sehingga dapat menjelaskan ataupun
mendekripsikan fenomena yang dikaji.
Kemudian data yang sudah diperoleh dikonfirmasi menurut validitas,
sumber, dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data
dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal
demikian data tersebut akan dihapus atau dipotong. Seperti sebelum masuk dan
sesudah masuknya islam di Rumbio mengayunkan banyak anak terjadi perubahan.
Peneliti tidak mengumpulkan data secera mendalam mengenai perubahanperubahan apa yang terjadi, sebab akan mempersulit peneliti dalam memfokuskan
kajian yang diperlukan peneliti, karena membutuhkan data-data yang sudah lama.
Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan diinterpretasikan dan dinarasikan
sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data
yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat menjawab permasalahan tentang
gambaran mengayunkan anak di Desa Rumbio Kec. Penyabungan Utara.
1.7. Pengalaman Pribadi
Awalnya saya mengajukan judul judul skripsi saya mengenai strategi
pemenangan tender di perusahan PT. Titasta Abadi yang perusahan tersebut
merupakan tempat saya magang. Tetapi judul saya ditolak oleh ketua jurusan
Departemen Antropologi Fisip USU, sebab saat saya menegerjakan skripsi akan
bermasalah pada data, karena perusahan tersebut akan sulit memberikan data.

21
Universitas Sumatera Utara

Beberapa hari kemudian saya datang lagi untuk mengajukan judul saya yang baru
yaitu ritual mengayunkan anak di desa rumbio. Saya tertarik dengan judul ini
karena saya pernah menyaksikan proses maupun melihat persiapan ritual tersebut
di rumah adik laki-laki kandung ayah maka dari itu saya tertarik untuk
mengangkat judul ini.
Pada saat mengajukan judul saya mendapat pertanyaan dari ketua jurusan
Departemen Antropologi Sosial Fisip USU mengenai teori-teori apa yang saya
ketahui, kemudian ketua jurusan menyakan saya mengenai teori siknkritsme,
karena saya belum mengetahu banyak teori maupun teori sinkritesme judul saya
belum di Acc dan saya besoknya saya disuruh datang lagi.
Keesokan harinya saya datang lagi, ketua jurusan menayakan hal yang sama
kemudian saya jelaskan yang sudah saya baca, setelah saya jelaskan ketua jurusan
melihat buku-buku referensi saya dan hanya sedikit buku antropologi. Judul saya
belum di Acc juga, saya disuruh mencari buku yang disarankan oleh ketua
jurusan.
Setelah beberapa hari saya mencari buku yang disarankan oleh ketua
jurusan barusalah judul saya diterima dan di Acc ketua jurusan. Saya sangat
senang sekali. Kemudian saya memilih bapak Agustrisno sebagai dosen
pembimbing saya, ketua jurusan juga menyetujuinya. Setelah itu saya langsung
meminta tolong kepada kakak Nur sebagai administrasi di Departemen
Antropologi Fisip USU untuk memebuat surat SK dosen pimbing.
Setelah selesai urusan di kampus selesai barulah saya pulang kampung
kerena tempat penelitian saya di kampung halaman saya sendiri. Saat saya

22
Universitas Sumatera Utara

kelapangan saya lebih banyak ditemani oleh ayah saya, sebab saya takut salah
pertuturan saat saya menemui informan saya dan kesulitan untuk bertanya.
Ternyata tidak mudah mewawancarai tetangga saya dikampung karena banyak
yang kurang paham dan mengerti. Tetapi meskipun begitu masih ada masyarakat
desa Rumbio yang memahami tentang mengayunkan anak dalam mangupa.
Nenek Kasim menegetahu arti maupun makna dari ban upah-upah. Di desa
Rumbio saya mendapatkan 8 (delapan) informan termasuk ayah saya.ayah tidak
berhenti menemani saya mencari data maupun informasi.
Rasa suka yang saya rasakan pada saat mewanacarai informan, banyak
sekali memberikan doa kepada saya agar saya dapat menyelesaikan skripsi saya
dan cepat selesai kuliah dan juga ada informan yang rela mencari buku catatan
yang sudah lama tidak terlihat untuk meminjamkanya kepada saya yaitu nenek
Muchtar.Nenek Muchtar banyak memberikan saya nasihat agar tamat kuliah nanti
tidak tinggal di kampung halaman lagi, tetapi pergi merantau untuk terus mencari
pengalaman.
Selain di desa Rumbio saya mencari informan diluar yaitu bapak Askolani,
udak Syukri, udak Fikri dan abang Erwin. mereka bekerja di Tympanum Novem
sebagai pembuat film berbudaya mandailing. Teman abang saya yang
mengenalkan saya dengan informan-informan tersebut. Bapak, udak, abang
sebagai informan yang sangat baik. Mereka banyak memberikan informasi kepada
saya. Bukan itu saja, mereka juga banyak meminjamkan saya buku serta jurnajurnal menegenai Mandailing yang dibuat oleh Antropologi Amerika. Saya
ditawarkan bermain film di Tympanum Novem, tetapi saya menolaknya dengan

23
Universitas Sumatera Utara

baik. Saya tidak menerima tawaran bapak Askolani sebagai sutradara karena saya
harus menyelesaikan S1 saya dan bapak Askolani mengerti.
Setalah semua data yang saya butuhkan sudah terkumpul, saya kembali lagi
ke Medan untuk mengerjakan hasil data yang saya dapatkan. Rasa duka yang saya
rasakan tempat Tympanum Novem sangat jauh dari rumah saya, dan
menyebabkan saya banyak mengeluarkan ongkos untuk angkutan becak dan
angkutan umum. Tetapi meskipun begitu saya sangat mersa senang bisa
berkenalan dengan orang-orang hebatb seperti mereka.

24
Universitas Sumatera Utara