Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal

(1)

FENOMENA ANAK PUTUS SEKOLAH PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN PASAR II NATAL KECAMATAN NATAL

KABUPATEN MANDAILING NATAL

(Studi Kasus Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal,Kecamatan Natal,Kabupaten Mandailing Natal)

DISUSUN OLEH :

080901030 ZULFIKAR

080901030 ZULFIKAR

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal”, berawal dari ketertarikan penulis tehadap fenomena yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, khususnya di lingkungan masyarakat nelayannya yaitu banyaknya anak – anak yang putus sekolah di usia yang seharusnya masih berada di bangku sekolah untuk mengecap pendidikan. Fenomena anak putus sekolah ini menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah dan memilih bekerja seadanya. Dalam penelitian ini akan diketahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya fenomena anak putus sekolah yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor – faktor yang menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan penelitian kombinasi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dan juga sampel dalam penelitian ini adalah anak – anak putus sekolah di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal. Interpretasi dan analisis data dilakukan dengan menggunakan data – data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner yang diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena anak putus sekolah yang terjadi di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ada yang disebabkan oleh faktor ekonomi orang tua yang tidak mampu, dipecat atau diberhentikan dari sekolah karena berbagai hal seperti melanggar peraturan sekolah, memilih berhenti sekolah karena tidak naik kelas, dan juga karena keinginan dari anak – anak itu sendiri untuk tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih untuk bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Dari hasil penelitian ini faktor yang paling banyak menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah adalah karena berdasarkan keinginan mereka sendiri untuk berhenti sekolah sehingga mereka bisa total bekerja untuk menghasilkan uang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sehari – hari. Mereka memilih berhenti sekolah tanpa ada paksaan dari pihak manapun meskipun hal itu juga ditentang oleh orang tua mereka. Mereka juga memilih untuk berhenti sekolah karena di lingkungan sekitar mereka banyak juga teman sebayanya yang juga sudah putus sekolah lebih dulu.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak rahmat serta kemudahan dalanm penyusunan skripsi ini yang berjudul : “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal”, guna memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Kepada kedua orangtuaku Alm. Mifrahuddin dan Warnida terima kasih yang tidak terhingga untuk semua do’a, dukungan, serta pengorbanan. Kelima saudaraku semoga kita bisa memberikan kebahagiaan dan kebanggaan untuk kedua orang tua kita. Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta semoga menjadi kebanggaan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai dari penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin. M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Rosmiani MA selaku dosen pembimbing penulis yang selalu sabar dan selalu memberikan motivasi yang luar biasa, serta menyediakan waktu ditengah kesibukannya. 3. Seluruh dosen dan pegawai di jurusan Sosiologi FISIP USU yang telah memberikan ilmu

selama perkuliahan dan memudahkan urusan akademik penulis.

4. Seluruh teman-teman Sosiologi 2008 yang bersama-sama berjuang untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial.


(4)

5. Semua pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Masih banyak lagi tetapi tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu. Atas kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis mohon kritik dan saran dari pembaca. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, Juli 2014


(5)

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 9

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Defenisi Konsep ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Masyarakat Nelayan... 13

2.2 Pengertian Pendidikan ... 16

2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak ... 19

2.4 Teori Pilihan Rasional ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis Penelitian... 22

3.2 Lokasi Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 23


(6)

3.3.2 Sampel ... 23

3.4 Unit Analisis dan Informan ... 25

3.4.1 Unit Analisis ... 25

3.4.2 Informan ... 26

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data Primer ... 26

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 27

3.6 Analisis dan Interpretasi Data ... 27

3.6.1 Analisis Data ... 27

3.6.2 Interpretasi Data ... 28

3.7 Jadwal Kegiatan ... 29

3.8 Keterbatasan Penelitian ... 29

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH dan INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Natal ... 30

4.2 Kota Pemerintahan ... 31

4.3 Keadaan Penduduk ... 33

4.4 Kecamatan Natal ... 35

4.4.1 Tekstur Tanah ... 37

4.4.2 Hidrologi dan Kehutanan ... 37

4.5 Kelurahan Pasar II Natal ... 38


(7)

4.7 Profil Informan... 40

4.8 Temuan dan Interpretasi Data ... 76

4.8.1 Pandangan Orang Tua terhadap Pendidikan ... 76

4.8.2 Kondisi Pendidikan di Lingkungan Nelayan Kelurahan Pasar II Natal ... 78

4.8.3 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah ... 79

4.8.3.1 Kebudayaan ... 79

4.8.3.1.1 Anak Mulai Putus Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 79

4.8.3.1.2 Penyebab Anak Putus Sekolah ... 80

4.8.3.1.3 Persetujuan Orang Tua untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 82

4.8.3.1.4 Pemahaman tentang Pentingnya Pendidikan dalam Keluarga ... 83

4.8.3.1.5 Adanya Anggota Keluarga yang Juga Putus Sekolah ... 84

4.8.3.1.6 Pengaruh Teman untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 86

4.8.3.2 Ekonomi ... 88

4.8.3.2.1 Ketidakmampuan Orang Tua dalam Membiayai Sekolah Anak ... 88

4.8.3.2.2 Dorongan Orang Tua untuk Ikut Bekerja Mencari Nafkah ... 89

4.8.3.2.3 Penghasilan Orang Tua Anak Putus Sekolah per Bulan di Masyarakat Nelayan Pasar II Natal ... 91

4.8.3.2.4 Kecenderungan Anak dalam Membayar Uang Keperluan Sekolah ketika Masih Bersekolah ... 92

4.8.3.3 Infrastruktur ... 93


(8)

4.8.3.3.2 Tingkat Kepuasan terhadap Infrastruktur atau Fasilitas Sekolah .... 94

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perhitungan Sampel ... 25

Tabel 2. Jadwal Kegiatan ... 29

Tabel 3. Pertumbuhan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal ... 34

Tabel 4. Kepadatan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal ... 34

Tabel 5. Keadaan Tekstur Tanah di Kecamatan Natal ... 37

Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkatan Anak Mulai Putus Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 80

Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Penyebab Anak Putus Sekolah ... 81

Tabel 8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Persetujuan Orang Tua Untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 82

Tabel 9. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Atau Tidak Paham Tentang Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga ... 83

Tabel 10. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Atau Tidaknya Anggota Keluarga Yang Juga Putus Sekolah ... 85

Tabel 11. Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Rasa Keterasingan Karena Putus Sekolah ... 86

Tabel 12. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ada Atau Tidaknya Pengaruh Teman Untuk Tidak Melanjutkan Sekolah ... 87

Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden Tentang Keinginan Untuk Melanjutkan Sekolah ... 87

Tabel 14. Distribusi Jawaban Responden Tentang Penyebab Mereka Putus Sekolah, Apakah Karena Ketidakmampuan Orang Tua Dalam Membiayai Sekolah Atau Tidak ... 89

Tabel 15. Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Atau Tidaknya Dorongan Orang Tua Untuk Ikut Bekerja Mencari Nafkah ... 90


(10)

Tabel 16. Komposisi Responden Berdasarkan Penghasilan Orang Tua per Bulan di Masyarakat Nelayan Pasar II Natal ... 91

Tabel 17. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecenderungan Anak Menunggak Dalam Membayar Uang Keperluan Sekolah di Masyarakat Nelayan Kelurahan Pasar II Natal92

Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Bangunan Sekolah di Kelurahan Pasar II Natal ... 93

Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepuasan Anak Putus Sekolah Terhadap Infrastruktur Atau Fasilitas Sekolahnya Ketika Masih Bersekolah ... 94

Tabel 20. Distribusi Jawaban Responden Tentang Memadai Atau Tidaknya Ketersediaan Jumlah Tenaga Pengajar di Sekolah ... 95


(11)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal”, berawal dari ketertarikan penulis tehadap fenomena yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, khususnya di lingkungan masyarakat nelayannya yaitu banyaknya anak – anak yang putus sekolah di usia yang seharusnya masih berada di bangku sekolah untuk mengecap pendidikan. Fenomena anak putus sekolah ini menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah dan memilih bekerja seadanya. Dalam penelitian ini akan diketahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya fenomena anak putus sekolah yang terjadi di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor – faktor yang menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan penelitian kombinasi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dan juga sampel dalam penelitian ini adalah anak – anak putus sekolah di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal. Interpretasi dan analisis data dilakukan dengan menggunakan data – data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner yang diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena anak putus sekolah yang terjadi di lingkungan masyarakat nelayan Kelurahan Pasar II Natal disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ada yang disebabkan oleh faktor ekonomi orang tua yang tidak mampu, dipecat atau diberhentikan dari sekolah karena berbagai hal seperti melanggar peraturan sekolah, memilih berhenti sekolah karena tidak naik kelas, dan juga karena keinginan dari anak – anak itu sendiri untuk tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih untuk bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Dari hasil penelitian ini faktor yang paling banyak menyebabkan anak – anak menjadi putus sekolah adalah karena berdasarkan keinginan mereka sendiri untuk berhenti sekolah sehingga mereka bisa total bekerja untuk menghasilkan uang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sehari – hari. Mereka memilih berhenti sekolah tanpa ada paksaan dari pihak manapun meskipun hal itu juga ditentang oleh orang tua mereka. Mereka juga memilih untuk berhenti sekolah karena di lingkungan sekitar mereka banyak juga teman sebayanya yang juga sudah putus sekolah lebih dulu.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Fenomena anak putus sekolah menjadi suatu keprihatinan pada saat ini. Ketika kita mencari akar permasalahannya, kebanyakan adalah karena kemiskinan. Dengan kemiskinan itu pula banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berhenti menimba ilmu di sekolah dan memilih bekerja seadanya. Sayangnya, fenomena itu justru kurang direspon maksimal pihak pemerintah. Banyak sekolah atau lembaga pendidikan, justru menjadikan sekolah sebagai bidang usaha atau industri yang dapat dikomersialkan. Hal ini semakin mempersulit masyarakat miskin untuk menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi.

Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia bahwa pendidikan itu adalah suatu penentu agar bangsa kita dapat melangkah lebih maju dan dapat bersaing dengan negara–negara lainnya. Melihat kekayaan alam Indonesia yang melimpah, sangat disayangkan apabila semua kekayaan alam di Indonesia tidak dapat diolah dan dimanfaatkan oleh anak Indonesia sendiri. Hal ini terjadi karena kurangnya Sumber daya manusia yang berkualitas, di mana pendidikan menjadi titik tolak dari keberhasilan suatu negara. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan keterbatasan biaya bagi anak yang kurang mampu, membuat pendidikan di negara ini menjadi suatu masalah yang cukup kompleks. Dibutuhkannya peran dari pemerintah dalam membangun pendidikan.Gambaran ini tercermin dari banyaknya anak-anak usia sekolah belum mendapatkan pendidikan yang layak, atau bahkan tidak sama sekali. Jangankan di daerah pedalaman, di ibukota sekalipun kita masih dapat menemukan anak-anak yang tidak sekolah karena tuntutan ekonomi dan kesadaran akan pentingnya pendidikan.


(13)

Sumber daya manusia yang berkualitas, tercipta dari pendidikan yang bermutu dan terstruktur dengan baik. Karena dengan begitu, akan membangun pengetahuan, sikap tertib dan rasa disiplin anak dalam menjadi individu-individu yang bermutu dan beretika. Dengan demikian, akan terlahir pula anak bangsa yang dapat melanjutkan pembangunan dan perkembangan dari negara ini. Mengingat banyaknya penduduk dan luasnya negara Indonesia, hal ini memang bukan masalah yang mudah untuk dihadapi. Dengan peran pemerintah untuk lebih fokus dalam mementingkan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak, serta kecermatan pemerintah dalam mengembangkan potensi anak, karena tidak sedikit anak-anak yang berpotensi tidak mendapat perhatian dari negara, tetapi lebih mendapatkan perhatian dari negara lain. Bukan hal mustahil bagi Indonesia untuk menjadikan negara ini menjadi negara yang sudah siap bersaing dan menjadi negara yang lebih maju.

Dilihat dari usaha pemerintah, pemerintah juga tidak tinggal diam dalam meningkatkan mutu pendidikan di Negara ini, terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yakni salah satu nya dengan program Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Program yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1994 ini menunjukkan keberhasilan jika dilihat dari angka partisipasi sekolah di semua tingkatan. Angka partisipasi murni SD saat ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 60-an persen dengan tren membaik setiap tahun. Namun, keterbatasan kemampuan sebagian masyarakat mengelola pendidikan tampak dari masih relatif tingginya angka putus sekolah. Di tingkat pendidikan dasar, putus sekolah masih menjadi ”momok” upaya penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Anak yang putus sekolah sebagian besar (80 persen) adalah mereka yang masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Dilihat secara persentase, jumlah total siswa yang putus sekolah dari SD atau SMP memang hanya berkisar 2 hingga 3 persen dari total jumlah


(14)

siswa. Namun, persentase yang kecil tersebut menjadi besar jika dilihat angka sebenarnya. Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang.

Sumbe Kebijakan umum lain dari pemrintah dalam meningkatkan mutu pendidkan di Indonesia adalah memberikan peluang untuk mengikuti program penyamaan kepada penduduk usia dewasa yang tidak bisa mengikuti pendidikan formal dan memberikan lebih banyak kesempatan kepada sekolah swasta dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat untuk lebih banyak berperan serta menyelenggarakan pendidikan dasar.

Kondisi pendidikan di daerah juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi secara keseluruhan di Negara ini, khususnya di daerah Sumatera Utara berdasarkan data Komisi Penanggulangan Anak Indonesia (KPAID) Sumatera Utara, sekitar 500.000 lebih anak di Sumatera Utara relatif tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas.Umumnya disebabkan faktor kemiskinan, perhatian orang tua,budaya,dan perhatian dari pemerintah.Angka partisipasi sekolah tingkat SD sudah 100%, tapi SMP hanya 60% saja. Lalu, dari yang tamat SD yang tidak melanjutkan ke SMP ada 30% dan yang tamat SMP yang tidak melanjutkan ke SMA juga 30%. Di daerah Sumatera Utara, anak - anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas cenderung lebih banyak di daerah Nias, dan kawasan pantai barat seperti Mandailing Natal (Madina) yang mana dalam penelitian ini nantinya akan dijadikan sebagai lokasi penelitian, kemudian Tapanuli Tengah (Tapteng),Tapanuli Selatan (Tapsel).Begitu juga sebagian daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Dairi dan Karo. Masih banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan disebabkan sebagian orang tua di desa masih beranggapan


(15)

bahwa melanjutkan pendidikan itu tidak penting.Akibatnya anakanak berpikir lebih baik membantu orang tuanya bekerja. Selain itu,ada juga karena faktor budaya dimana orang tua beranggapan bahwa anak perempuan tidak penting bersekolah tinggi- tinggi. Selanjutnya untuk mengantisipasi hal ini hendaknya pemerintah tidak hanya membuat program pendidikan belajar wajib sembilan tahun, melainkan hingga 12 tahun atau hingga SMA. Khususnya di Sumatera Utara anak yang tamat SMA saja peluang kerjanya lebih banyak ke buruh pabrik, office boy, apalagi anak yang hanya tamat SMP. Jadi, tidak hanya sembilan tahun,melainkan wajib belajar 12 tahun sehingga hak anak untuk memperoleh pendidikan oleh negara dinyatakan di dalam kebijakan.Sumber: des.2012 pukul 12.30 wib).

Pada tingkatan kabupaten yakni di Kabupaten Mandailing Natal kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di tingkatan provinsi. Sesuai fakta di lapangan masih banyak orangtua memanfaatkan tenaga anaknya membantu mencari nafkah yang seharusnya mengenyam pendidikan. Untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah, peran orangtua sangat dibutuhkan. Begitu juga masyarakat sekitar, karena meningkatnya angka pengangguran dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan siswa yang tidak mengenyam pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan harus didukung sejumlah elemen, terutama dukungan dari orangtua peserta didik, karena banyak dari siswa yang putus sekolah itu disebabkan rendahnya kemauan dan dukungan orangtua terhadap siswa.Itulah salah satu penyebab utamanya, semestinya orangtua itu faktor utama penentu minat dan kemauan anak untuk sekolah, tetapi ternyata di Mandailing Natal khususnya masih banyak ditemukan anak-anak usia sekolah membantu usaha-usaha orang tuanya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh


(16)

pemerintah Mandailing Natal adalah menekan peran komite sekolah untuk melakukan penyuluhan kepada wali atau orangtua siswa supaya terus mendukung anak-anaknya dalam mengikuti proses belajar mengajar. Faktor ekonomi bukan halangan bagi anak untuk memperoleh haknya mengecap pendidikan, karena masih ada sejumlah orangtua yang menginginkan anaknya tak sekolah, terbukti dengan melibatkan anaknya untuk membantu usaha keluarga. Peneliti pribadi juga sering menemukan anak-anak tak sekolah bila ditanyakan dia sebenarnya mau sekolah, tetapi orang tuanya menginginkan lain. Sementara itu, Husin (50) warga Desa Sarakmatua Kecamatan Panyabungan yang memiliki 3 anak putus sekolah, mengatakan ketiga anaknya pernah sekolah tetapi hanya sampai kelas 2 dan ada yang hanya kelas 4 SD.

Faktor ketidakmampuan membiayai sekolah secara ekonomi jadi penyebab paling dominan putus sekolah. Kenyataan itu dibuktikan dengan tingginya angka rakyat miskin di Indonesia, yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Pendidikan murah atau gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan kalangan masyarakat, memang akan menolong jika ditinjau secara faktor ekonomi, namun kebijakan ini harus juga ditunjang dengan kebijakan lain untuk menuntaskan faktor-faktor penyebab putus sekolah lainnya. Karena faktor ekonomi bukan penyebab satu-satunya putus sekolah yang masih tinggi. Penyebab putus sekolah itu ternyata bermacam-macam, baik internal maupun eksternal dari diri siswa sendiri. Aspek internalnya, adalah tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri anak. Penyebab eksternalnya ialah faktor ekonomi orangtua yang tidak memungkinkan melanjutkan sekolah anak-anaknya. Selain itu, kondisi orangtua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna pentingnya pendidikan juga jadi penyumbang terhadap kemungkinan putus sekolah sang anak. Pola pikir


(17)

orang tua juga berpengaruh terhadap keengganan melanjutkan sekolah. Karena masih banyak orangtua yang memiliki pola pikir, bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting. Kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah, seperti di daerah pantai yang anak-anaknya terpaksa ikut melaut.

Merujuk pada pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai fenomena anak putus sekolah pada masyarakat nelayan pada umumnya rumah tangga nelayan tidak memiliki perencanaan yang matang untuk pendidikan anak-anaknya. Pendidikan bagi sebagian besar rumah tangga nelayan masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa animo terhadap pendidikan di masyarakat nelayan relative masih rendah. Hal ini tidak lepas dari rendahnya pendapatan nelayan yang menyebabkan orientasi konsumsi nelayan masih pada pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan (Anggraini, 2000). Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu anak anak lelaki maupun wanita secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anak nelayan (Pengemanan,A.P, dkk., 2002). Putus sekolah pun akan menjadi “momok” dalam kehidupan anak – anak nelayan tersebut. Kemudian jika kita lihat kondisi nelayan di Sumatera Utara khususnya di kabupaten mandailing Natal bahwa kehidupan dan tingkat kesejahteraan nelayannya sangat memprihatinkan dan berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan pendataan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara (Januari 2009), jumlah tersebut mencapai 138 ribu orang atau sekitar 60 persen dari 231 ribu nelayan. Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya nelayan memperbaiki tingkat kesejahteraannya karena tidak memiliki kapal dan alat tangkap yang memadai (Anonimous, 2009).


(18)

Di Provinsi Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya adalah berprofesi sebagai nelayan,salah satunya adalah daerah yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian nantinya yaitu terletak di Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal tepatnya di Kelurahan Pasar II Natal dimana mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat nelayan. Di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal masih banyak terdapat anak-anak nelayan yang putus sekolah, adapun mereka yang melanjutkan sekolah hanya pada batas tingkat SMP sederajat dan SMA sederajat itupun kalau orang tua mereka yang bekerja sebagai nelayan mampu untuk membiayai pendidikan mereka. Keseharian mereka yang putus sekolah diisi dengan bekerja di tempat-tempat pelelangan ikan pada pagi dan sore hari yakni dimana saat para nelayan pulang dari melaut untuk menangkap ikan,dan ada juga yang ikut pergi melaut mencari ikan. Pada siang hari atau pada saat tidak bekerja kegiatan mereka hanya diisi dengan bermain billyard dan ada juga yg hanya sekedar nongkrong di warung kopi. Anak – anak yang putus sekolah tersebut juga sudah tidak segan-segan untuk merokok di depan umum mengingat usia mereka yg tergolong masih dibawah umur, bahkan di depan para orang tua mereka sekalipun,dan para orang tua pun juga terkesan membenarkan apa yg dilakukan anak-anaknya tanpa ada memberikan teguran apapun. Anak – anak yang putus sekolah ini selain bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri mereka juga bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Kondisi yang terjadi dilokasi penelitian juga tidak sesuai atau bertolak belakang dengan apa yang telah kita ketahui bersama selama ini yaitu bahwa kebudayaan dari etnis Batak khususnya dalam bidang pendidikan yang pada umumnya akan menyekolahkan anak nya setinggi-tingginya dan selalu senantiasa mementingkan pendidikan anak-anaknya. Yang mana kondisi yang terjadi dilokasi penelitian ini yang umunya dihuni oleh etnis Batak masih banyak


(19)

ditemukan anak-anak yang putus sekolah dan tingkat pendidikan didaerah ini masih tergolong rendah. Fasilitas dan sarana penunjang pendidikan didaerah lokasi penelitian ini juga sudah memadai dengan adanya sekolah dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga ke tingkat SLTA, dengan rincian yaitu terdapat dua Sekolah Taman kanak-Kanak, Tiga Sekolah Dasar, Tiga SLTP sederajat (termasuk Madrasah Tsanawiyah), dan dua SLTA sederajat (termasuk Madrasah Aliyah). Hal ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian didaerah ini mengapa masih saja banyak ditemukan anak-anak putus sekolah didaerah yang mempunyai fasilitas dan sarana pendidikan yang memadai dan didaerah yang kebudayaannya selalu mementingkan pendidikan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa pendidikan anak di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal yang akan dijadikan sebagai lokasi dalam penelitian ini masih tergolong rendah dan tingkat putus sekolah tergolong tinggi. Asumsi sementara dapat diketahui bahwa keadaan pendidikan anak dipengaruhi beberapa faktor.Faktor-faktor itu dapat berupa banyaknya kenyataan dimasyarakat yang ditandai oleh tidak seragamnya keadaan sosial ekonomi maupun lingkungan tempat individu bermukim,serta pandangan dan sikap terhadap sekolah dan lain-lain. Beragamnya faktor itu tentu membawa berbagai implikasi terhadap tingginya angka putus sekolah. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti sebagaimana penulis mengambil judul: “Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal” hal ini disebabkan karena di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal yang penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan jumlah anak yang putus sekolah sudah dalam taraf memprihatinkan dan tingkat pendidikan anaknya sangat rendah.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang diteliti adalah : Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan anak putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal Kec. Natal Kab. Mandailing Natal.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan perbandingan referensi dalam meneliti masalah yang mirip dengan penelitian ini dalam bidang ilmu Sosiologi, khususnya pada spesialisasi sosiologi pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Bagi penulis penelitian ini dapat mengasah penulis dalam membuat karya tulis ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan informasi khususnya masyarakat nelayan di Kelurahan


(21)

Pasar II Natal tentang apa yang seharusnya dilakukan masyarakat nelayan terhadap pendidikan formal.

1.5. Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto, 2005:49). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah:

1. Fenomena adalah dapat diartikan sebagai hal – hal yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Fenomena yang dimaksudkan disini adalah banyaknya jumlah anak putus sekolah yang terdapat di daerah nelayan yang mempunyai sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai.

2. Anak adalah seora

m lawan dari telah dewasa.

3. Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak Putus sekolah yang dimaksud disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor.

4. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.


(22)

5. Nelayan adalah orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya,kemudian nelayan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja setiap harinya sebagai penjual ikan dan pencari ikan di laut dengan menggunakan alat tangkap “pukat”(jaring) dan pancing serta alat transportasi yang digunakan adalah berupa kapal motor (bermesin) dan ada juga yang menggunakan perahu layar atau dengan bantuan angin.

6. Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus.

7. Pendidikan formal adalah kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dan berjenjang dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademik dan umum, program spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu terus menerus.

8. Kemiskinan adalah ditandai dengan adanya keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi.

9. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.

11.Fatalistik atau Fatalisme berasal dari kata dasar


(23)

pasrah dalam segala hal, maka inilah disebut fatalisme. Dalam paham fatalisme, seseorang sudah dikuasai ole


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan

Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat.

Menurut Abdul Syani (2007:30) bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto dalam Syani (2007:30), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:

1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama. 2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan

kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu


(25)

juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan

kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut.

Nelayan dikenal sebagai masyarakat yang lekat dengan kemiskinan. Kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan pun terkadang sulit untuk dipenuhi secara sehat apalagi sempurna. Apalagi tentang pendidikan dan kesehatan, mungkin sangat jauh dari sempurna (Kalyanamitra, 2005). Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan nelayan serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (biasanya nelayan). Persoalan pendidikan ini tidak terlepas dari kemiskinan yang melingkupi masyarakat nelayan (Sulistyowati, 2003).

Pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah pekerjaan yang sangat berat. Mereka yang menjadi nelayan tidak dapat membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah,


(26)

sesuai kemampuan yang mereka miliki. Keterampilan sebagai nelayan amat sederhana dan hampir sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih anak-anak. Apabila orang tua mereka mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan. Turun-temurun adalah nelayan (Mubyarto, 1989). Hampir setiap tahun jumlah anak-anak nelayan di seluruh wilayah Indonesia yang putus sekolah mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah anak nelayan putus sekolah tersebut dipicu oleh terus memburuknya kemiskinan keluarga mereka. Memburuknya kemiskinan nelayan tersebut terjadi seiring dengan terus menurunnya pendapatan melaut mereka (Suhana, 2006).

Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009:27). Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan itu. Masyarakat nelayan dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal menetap didaerah pinggir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan yakni dengan menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring, pancing,dll.

Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:

1) Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian menangkap ikan laut.


(27)

2) Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.

Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya masyarakat pantai.

2.2 Pengertian Pendidikan

Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogiek yang artinya ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak (Ekosusilo, 1993:12). Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan potensi-potensi pembawaan baik itu berupa jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan budaya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan.

Menurut H. M. Arifin (1996:11) : “Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus”.

Zuhairini juga mengkatatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berdiri diatas kaki sendiri”.


(28)

Dari beberapa pengertian pendidikan diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai aktivitas dan usaha manusia yang sadar, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada generasi penerus (si terdidik) terhadap perkembangan pribadinya baik jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan berfikir dan bertindak.

Pengertian pendidikan menurut jenisnya adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan formal: kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dan berjenjang , dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. 2) Pendidikan informal: proses yang berlangsung sepanjang usia, sehingga setiap orang

memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari (keluarga, tetangga,lingkungan pergaulan, dsb).

3) Pendidikan non formal: setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis. Diluar sistem

persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas (kursus) untuk tujuan belajar tertentu.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang kedua setelah lembaga pendidikan informal (keluarga). Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing.

Tujuan dari pendidikan formal mencakup tiga aspek yaitu:

1) Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah dengan menggunakan akal keterampilan mental.


(29)

2) Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi terhadap nilai-nilai kebudayaan.

3) Aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik.

Tugas sekolah tidak hanya membuat manusia yang mempunyai akal dan pikiran yeng tinggi dengan memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas mempengaruhi anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, berkepribadian yang utuh dan bertanggung jawab dan trampil dalam berbuat(Ekosusilo, 1993:74).

Dalam bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepeda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan berdasarkan landasan pancasila dan UUD 1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya yang dimaksudkan disini adalah pertama, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, berbudi pekerti luhur. Ketiga, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Keempat, sehat jasmani dan rohani. Kelima, kepribadian mantab dan mandiri. Dan keenam, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan(Latif, 2009:12-13).


(30)

2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak

Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Disitulah anak itu memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman diluar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan itu. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan.

Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak diluar keluarga. Disini ia mendapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenalnya di rumah. Kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya.

Di lingkungan ini ia berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola kelakuan yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang dapat digunakan dalam lingkungan ini, dan ada yang perlu mengalami perubahan dan penyesuaian. Dengan mengalami konflik disana-sini anak itu lambat laun mengenal kode kelakuan lingkungan itu dan turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan demikian sosialisasi anak senantiasa diperluas.Dalam lingkungan itu ia dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi ia dapat juga mempelajari kelakuan yang buruk, bergantung pada sifat kelompoknya(Nasution, 2010:154-155)

2.4 Teori Pilihan Rasional

Menurut Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai,


(31)

keperluan). Teori pilihan rasional tak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor.

Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber. Aktor mempunyai sumber yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang sedikit, pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali.

Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya kesempatan (opportunity cost) atau “biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya yang sangat menarik namun tak jadi dilakukan”. Dalam mengejar tujuan tertentu, aktor tentu memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi dilakukan itu. Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumber dayanya tak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang berupaya mencapai keuntungan maksimal, dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan kedua yang paling bernilai.

Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Seperti dinyatakan Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) aktor individual biasanya akan :


(32)

Merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga mati oleh aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan tegas; gereja; sinagoge dan mesjid; rumah sakit dan pekuburan. Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya aturan permainan meliputi norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara secara sistematis mempengaruhi akibat sosial (Friedman dan Hechter, 1988:202).

Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain(Ritzer dan Goodman, 2004:357-358).


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan dapat memberikan masukan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan gambaran yang akan diteliti (Narbuko dan Acmadi, 2004:44). Sedangkan penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numarikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Penelitian kombinasi ini bertujuan untuk mendapatkan data yang mempunyai validitas dan reliabilitas yang akhirnya menghasilkan laporan yang bagus.

Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dan apa yang diamati dan juga untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.

Studi kasus dalam khazanah metodologi, yaitu dikenal sebagai suatu studi yang komprehensif, intens, rinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian (Bungin,2003:20).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Pasar II Natal Kecamatan Natal kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Alasan dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian adalah karena di Kelurahan Pasar II Natal ini merupakan salah satu desa atau kelurahan yang mayoritas warganya adalah masyarakat nelayan, yakni yang sehari-harinya bekerja sebagai


(34)

pencari ikan dan juga penjual ikan, selain itu di daerah ini juga mempunyai tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Menurut Burhan Bungin populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, segala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin, 2006 : 100 ). Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak putus sekolah yang ada di Kelurahan Pasar II Natal, yaitu sebanyak 216 anak putus sekolah laki – laki dan 59 anak putus sekolah perempuan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit untuk meneliti semua populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang ada, maka peneliti menggunakan teknik penarikan sampel yaitu Cluster sampling artinya tiap jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan tingkatan mulai putus sekolahnya, yakni di SD dan SLTP dipilah pengambilan sampelnya (Hasan,2002: 66).

Rumus :

=

� 2

1+Ne


(35)

Keterangan :

=

Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi

e = Persen Kelonggaran Ketidaktelitian karena Kesalahan Pengambilan Sampel yang Masih Diinginkan (10%)

(Bungin,2009:258)

Populasi anak putus sekolah di Kelurahan Pasar II Natal 275 orang, jadi dalam pengambilan sampel ini digunakan rumus dan jumlah yang sama dari masing-masing populasi.

1 + 216 × 10% 1 + 59 × 10%

22,6 6,9

`

=

22,6

2

=

6,9 2


(36)

Jadi, sampel yang diperoleh adalah 11 orang + 3 orang = 14 sampel penelitian. Dengan kata lain dapat dilihat dari tabel 1 berikut :

Anak Putus Sekolah

Jumlah Anak Putus Sekolah

Perkiraan Sampel

Sampel Per 2 Tingkatan sekolah (SD dan SLTP)

Laki - Laki 216 orang 22 orang 11 orang 5,5 = 6 orang / sekolah

Perempuan 59 orang 6 orang 3 orang 1,5 = 1 orang / sekolah

Jumlah Anak Putus Sekolah

275 orang 28 orang 14 orang = 7 orang / sekolah

3.4. Unit Analisis dan Informan 3.4.1. Unit Analisis

Salah satu ciri karakteristik dari penelitian sosial (social research) adalah menggunakan apa yang disebut dengan ” Unit of Analysis” ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial individu (Danandjaja,2005:31). Dalam Penelitian ini, yang menjadi unit analisisnya atau objek kajiannya adalah anak – anak putus sekolah yang ada di masyarakat nelayan yang tinggal di Kelurahan Pasar II Natal, pihak pemerintah yang terkait,dan pihak sekolah yang kemudian dianalisis sesuai hasil data dilapangan.


(37)

3.4.2. Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Lurah Pasar II Natal, Dinas Pendidikan Kecamatan Natal.

2. Para kepala sekolah dari tingkat SD – SLTA, yang mana kepala sekolah yang dijadikan sebagai informan adalah kepala sekolah yang sekolahnya banyak diminati oleh anak-anak dari masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Pasar II Natal.

3. Anak – anak putus sekolah yang ada di Kelurahan Pasar II Natal yang putus sekolah pada tingkat SD dan SLTP (sederajat) yang berjumlah 14 orang yang dibagi kedalam dua bagian yaitu masing-masing 7 orang dari tiap sekolah (SD dan SLTP) dan terdiri dari 6 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

4. Orang tua dari anak – anak yang putus sekolah.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung kelokasi penelitian (field research) untuk mencari data- data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

1. Observasi partsipatif

Metode pengumpulan data dengan cara peneliti ikut serta dan turut aktif dalam masyarakat secara langsung agar peneliti dapat secara nyata merasakan dan menggambarkan situasi yang ada dilapangan.


(38)

2. Wawancara mendalam

Proses Tanya jawab secara langsung ditujukanterhadap informan dilokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara atau panduan wawancara serta menggunakan alat bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk memudahkan peneliti menangkap keseluruhan informasi secara lengkap tentang fenomena anak putus sekolah yang terjadi serta faktor-faktor yang menjadi penyebab anak-anak tersebut putus sekolah.

3. Kuesioner

Dalam kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan anak –anak tersebut putus sekolah.

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka yang diperlakukan untuk mendukung data primer, adapun bentuk pengumpulan data sekunder yang dilakukan adalah:

1. Penelitian kepustakaan, Dalam hal ini mencari buku tentang masyarakat nelayan dan anak-anak putus sekolah.

2. Studi Dokumenter, Dalam hal ini memcantumkan foto-foto di lingkungan masyarakat nelayan dan kegiatan anak-anak yang putus sekolah.

3.6. Analisis dan Interpretasi Data 3.6.1. Analisis Data

Analisis data kuantitatif adalah memilih atau menyortir data sedemikian rupa sehingga hanya data yang terpakai saja yang tertinggal. Dalam pengolahan dan menganalisis data yang


(39)

diperoleh nantinya, maka peneliti akan melakukan pegolahan data dengan menggunakan teknik statistik yang menggunakan teknik distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus:

�= ��

� × 100%

Keterangan: N: Jumlah Kejadian

Fx: Frekuensi individu

Setelah itu data, dipelajari, dan ditelaah maka dilakukan reduksi data dengan cara abstraksi yaitu merupakan usaha membuat rangkuman yang terperinci. Langkah selanjutnya adalah menyususn data-data dalam satuan-satuan kemudian di kategorisasikan setelah itu data dianalisis menggunakan kuantitatif .

3.6.2. Interpretasi Data

Data – data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Artinya untuk analisis data tidak dipergunakan model uji statistik dengan memakai rumus – rumus tertentu. Melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskripsi dengan studi kasus. Kutipan hasil wawancara sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan. Setiap perkembangan data yang diperoleh akan ditampilkan dalam laporan penelitian. Dengan demikian, kegiatan analisis data sudah dimulai dilakukan pada saat awal pengumpulan data lapangan dan seterusnya sampai dengan selesainya pengumpulan seluruh data lapangan. Selanjutnya data – data tersebut akan dikomparasikan dan diinterpretasikan. Keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba diinterpretasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami ( versetehen ) dengan sebaik - baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat memahami dan menemukan jawaban dari penelitian tersebut.


(40)

3.7. Jadwal Kegiatan

Tabel 2. Jadwal Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Penelitian √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar Desain Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Lapangan √ √ √ 7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √ √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √ √

10 Sidang Meja Hijau √

Bulan ke-Kegiatan

No

3.8. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan tentang metode penelitian ilmiah, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam penelitian di lapangan yang kurang dari tiga bulan, keterbatasan peneliti dalam menyebarkan kuesioner karena sulitnya bertemu dengan informan disebabkan karena para informan bekerja setiap harinya dari pagi hingga sore hari.


(41)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Natal

Banyak pendapat yang berbeda seputar cikal sebutan nama Natal bagi kota Natal yang kini terletak di pesisir Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Ada yang menyebut sebutan Natal kali pertama dituliskan oleh bangsa Portugis yang datang ke Pantai Barat. Ada pula yang menyebut kata Natal berasal dari ungkapan bahasa Mandailing: Nadatarida atau juga ada yang menyebut ungkapan bahasa Minangkabau: Tanah nan Data(r).

Pendapat penyebutan kata “Natal” oleh bangsa portugis itu terkait kengototan pada fakta sejarah penemuan wilayah Natal antara Inggris dengan Portugis yang kontroversial. Inggris mengklaim menemukan Natal pada tahun 1762. Sedangkan Potugis mengklaim bahwa merekalah yang memberikan nama pada daerah itu, ketika kedatangan mereka di sana untuk pertama kalinya, sekitar tahun 1492-1498 bersamaan dengan Hari Raya Natal. Pada abad ke-8 di daerah sekitar Natal telah berdiri Kerajaan Rana Nata dengan salah satu rajanya bernama Rajo Putieh atau biasa dipanggil Ranah Nata. Disebut-sebut, dia adalah orang Persia yang menyebarkan agama Islam di sana.

Puti Balkis Alisjahbana (adik kandung Sutan Takdir Alisjahbana) mengatakan kata Natal berasal dua ungkapan pendek masing-masing dari bahasa mandailing dan Minangkabau. Ungkapan bahasa Mandailing “Natarida” (yang terlihat) dari lereng Sorik Marapi. Mengingatkan kita ketika orang Mandailing memandang dari kawasan lereng gunung sorik marapi ke arah hamparan Natal. Sampai kini masih banyak orang mandailing menyebut Natal dengan sebutan Nata (r). Ungkapan bahasa Minangkabau ranah nan data(r) yang artinya daerah yang datar.


(42)

M. Joustra, tokoh Bataks Institut, juga menulis Natal dengan sebutan Natar dalam tuliasannya De toestanden in Tapanoeli en de Regeeringscommissie (1917). Lebih tua dari itu adalah laporan perjalanan dan penelitian Dr S Muler dan Dr L Horner di Mandailing tahun 1838. mereka menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak tahun 1756 dan Natar yang dikuasai Inggris 1751-1756.

4.2. Kota Pemerintahan

Jika ditinjau dari fakta sejarah dan fakta terkini, Natal selalu menjadi pilihan sebagai basis pemerintahan di kawasan Pantai Barat. Lebih dari itu Natal juga telah menjadi pusat pendidikan dan perdagangan di kawasan Pantai Barat sejak berabad-abad lalu.

Terkini, bisa dilihat dari pilihan Pemerintah Provinsi Sumut yang menetapkan lokasi mess mereka di kota Natal. Pemerintah Kabupaten Madina juga membangun mess Pemkab Madina kota ini. Tentunya, pilihan itu berdasarkan pertimbangan dari berbagai sudut alasan dan kelayakan.

Pada situs-situs di internet menyebutkan bahwa dahulu Natal adalah kota pelabuhan penting di muara Batang (Sungai) Natal, tempat berlabuh kapal-kapal besar. Gambaran itu dikisahkan William Marsden yang pernah tinggal di sana beberapa tahun, dalam bukunya The History of Sumatera yang terbit di London tahun 1788.

Marsden bertutur, Natal adalah basis yang nyaman untuk berdagang dengan Aceh, Riau, dan Minangkabau. Semua itu membuat Natal jadi kota yang padat dan makmur. Daerah ini juga memiliki emas yang sangat baik hingga kini, sejumlah penambang emas tradisional masih bisa ditemui di Batang (Sungai) Natal maupun di kawasan hutan sekitar Natal.


(43)

Selanjutnya, pada tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari 11 kecamatan, dua diantaranya berada pada wilayah pantai barat, yakni Kecamatan Natal dan Kecamatan batang Natal. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang berdiri pertama kali di wilayah pantai barat adalah Natal dan Batang Natal. Pada tahun 1992 Kecamatan Natal dipecah menjadi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan, dan Kecamatan Muara Batang Gadis. Berdasarkan peraturan daerah no.7 tahun 2002, Kecamatan Batang Natal dipecah lagi menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Natal dan Kecamatan Lingga Bayu. Sesuai peraturan daerah no.10 tahun 2007 dua kecamatan dimekarkan, yakni Kecamatan Batahan dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan dan Kecamatan Sinunukan.

Bekas bangunan kantor kontrolir yang ditempati Dowes Dekker atau lebih dikenal dengan sebutan Multatuli masih berdiri di Natal. Sekitar tahun 1850-an kota Natal menjadi kawasan sangat ramai sebagai dampak melimpahnya hasil kopi di Mandailing yang digalakkan Asisten Residen Mandailing Angkola Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan. Godon membukan jalur dari Mandailing ke Natal untuk kepentingan pengangkutan kopi ke pelabuhan laut di Natal. Kopi itu dikapalkan ke Eropa melalui pelabuhan Sikara-kara yang saat itu dapat disinggahi kapal-kapal besar.Wilayah ini merupakan bagian dari wilayah pemerintahan kolonial Belanda yang terkenal dengan sebutan Sumatras Weskust. Keharuman nama itu terkait dengan keharuman kopi Mandailing.

Perkembangan kota Natal yang agak signifikan di abad XIX dimulai pada tahun 1840-an ketika Asisten Mandailing Angkola, Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan merehabilitasi jalur dari Mandailing ke Natal dalam memperlancar pengangkutan kopi yang saat itu melimpah di Mandailing untuk diangkut ke Eropa melalui pelabuhan di Natal. Rehabilitasi


(44)

jalan Mandailing-Natal ini dilakukan Godon sebagai dampak terjadinya reorganisasi pemerintahan kolonial pada tahun 1843, berupa penghapusan residensi Air Bangis dengan membentuk Residensi Tapanuli. Air Bangis dan Rao masing-masing masuk ke Residensi Padang, sedangkan Mandailing Angkola masuk Residensi Tapanuli. Maka, jalur Mandailing-Air bangis itu dihentikan. Alternatif terakhir ialah merehabilitasi jalur Mandailing-Natal menghubungkan Mandailing dengan Natal melalui kaki gunung Sorik Marapi terus ke arah Natal. Pelabuhan di Natal menjadi penting bagi kolonial dalam upaya memperlancar angkutan kopi ke Eropa. Situasi ini berdampak pada semakin berkembangnya pula kota Natal saat itu.

4.3. Keadaan Penduduk

Penduduk di daerah kajian atau pesisir pantai barat Mandailing Natal adalah bersuku Pesisir ( Kecamatan Natal, Muara Batang Gadis dan Kecamatan Batahan ). Umumnya kekerabatan menurut garis keturunan ayah ( patrilinial ), hanya sedikit yang berdasarkan kekerabatan menurut garis keturunan Ibu (matrilineal) yang berada di daerah sebelah selatan dan pesisir. Penduduk yang berada di bagian selatan dan pesisir bayak berasal dari Minangkabau dan Aceh.

Penduduk pesisir pantai barat Kabupaten Mandailing Natal mayoritas beragama Islam. Masyarakat di wilayah ini memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda baik dialek maupun bentuk kata-katanya, tetapi secara umum mereka mengerti bahasa Mandailing. Perkembangan Jumlah penduduk di wilayah pesisir tempat wilayah kajian ini setiap tahun menunjukkan peningkatan yang perlu mendapat perhatian, hal ini dapat di lihat dari pertumbuhan penduduk seperti dalam tabel berikut ini:


(45)

Tabel 3. Pertumbuhan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal

No. Kecamatan Jumlah Penduduk / Jiwa Laju Pertumbuhan Rata-rata / Tahun(%)

1. Natal 17.943 0,71

2. Muara Batang Gadis

11.377 4,88

3. Batahan 28.307 3,32

Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Natal 2012

Sedangkan kepadatan Penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4. Kepadatan Penduduk di Tiga Kecamatan Kabupaten Mandailing Natal No. Kecamatan Penduduk/Jiwa Kepadatan

Penduduk/km2

Proporsi Jumlah Penduduk (%)

Rata-rata Pertumbuhan

Penduduk

1. Natal 17.943 16 5,15 0,3388

2. Muara Batang Gadis

11.377 13 3,26% 4,2272

3. Batahan 28.307 25 8,12% 4,7393


(46)

4.4. Kecamatan Natal

Seperti telah di singgung sebelumnya, Kecamatan Natal Merupakan Kecamatan Yang bernaung di Kabupaten Mandailing Natal.Kecamatan ini berada di sebelah pesisir barat Kabupaten mandailing Natal dan berbatasan langsung dengan Pantai. Pada awalnya, Kabupaten Mandailing adalah wilayah bagian administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Madina resmi berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 23 November 1998, yang ditetapkan melalui UU Nomor 12 tahun 1998. Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan saat dimekarkan pada 1998. Sejak 2003, jumlah kecamatan dan desa bertambah menjadi 17 kecamatan, 322 desa, dan 7 kelurahan. Dan di dalamnya termasuk kecamatan Natal.

Daerah yang bernama Natal di Indonesia tidaklah begitu di kenal.Tidak mengherankan karena Natal sekarang ini hanya sebuah kecamatan kecil yang berada di wilayah kabupaten Mandailing Natal di provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1841 Pemerintah kolonial belanda menciptakan Residensi Tapanuli Selatan dengan ibukotanya Sibolga. Ketika itu belum ditetapkan, apakah Natal termasuk padang atau Sibolga.Baru pada bulan Juli 1843 diputuskan bahwa Natal masuk residensi Tapanuli Selatan. Jalan untuk mencapai daerah Natal pun masih agak sulit.Hutannya masih lebat ditambah lagi dengan barisan gunung-gunung dan bukit yang terjal yang tersohor dengan nama Bukit barisan.Kini, kota kecil Natal merupakan ibukota kecamatan yang terletak di dataran rendah di tepi Samudera Hindia.Secara geografis, kecamatan Natal terletak di pantai Barat pulau Sumatera dan masuk kedalam Provinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas daerah ini antara lain:


(47)

Sebelah utara bebatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibukotanya Sibolga. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Yang merupakan bagian dari daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Muara Sipongi, Kotanopan dan Penyabungan.Ketiga kecamatan ini tergabung dalam Kabupaten Mandailing Natal.

Luas Kecamaan Natal meliputi Seperlima dari total Luas Kabupaten mandiling Natal atau sekitar 93.537 Ha, diantaranya seluas kurang lebih 461 Ha adalah hutan milik pemerintah. Jumlah penduduknya lebih kurang 25.704 Jiwa pada tahun 2007 dengan luas pemukiman seluas 7.376,4 Ha atau sekitar 2% dari luas daerah kecamatan Natal. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar oleh masyarakat sehari-hari adalah bahasa Minangkabau (sebuah kabupaten di Sumatera Barat yang ibukotanya Painan) dengan dialek pesisir Selatan.Di kota inilah dahulunya berdiri kerajaan Indrapura , satu dari beberapa kerajaan kecil yang tergabung dalam kerajaan Minangkabau. Konon leluhur pertama raja-raja natal adalah Rajo Putih dan pangeran Inra Sultan berasal dari kerajaan ini. Bagi kebanyakan orang, kata natal artinya kelahiran (Natality).Khusus bagi umat Nasrani atau Kristen, Hari Natal merupakan hari besar yang selalu diperingati pada tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.Jika kita memperhatikan peta Afrika maka kita akan mendapati sebuah kota yang bernama sama yang berada di pantai Timur Afrika Selatan.Konon kata Natal diberikan oleh pelaut-pelaut Portugis yang merupakan Bangsa Eropa pertama yang melakukan ekspedisi ke benua Afrika dan Asia termasuk sampai ke daerah Natal.Pelaut Portugis pertama kali mendarat di tempat itu bertepatan dengan tanggal 25 Desember. Kapan kedatangan bangsa Portugis pertama kali ke Natal tidak di ketahui dengan pasti. Berdasarkan riwayat dan asal-usul Kerajaan Natal disebutkan bahwa perahu-perahu layar


(48)

bangsa Portugis mulai singgah di Pelabuhan bangsa Natal pada masa Pemerintahan Tuanku besar Si Intan, mangkat pada 12 Mei 1823.

4.4.1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalahperbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu dan pasir dari suatu masa tanah.Keadaan tekstur tanah di kecamatan Natal dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 5. Keadaan Tekstur Tanah di Kecamatan Natal

No. Kecamatan Halus (Ha) Sedang (Ha) Kasar (Ha) Luas (Ha)

1. Natal 263.610 3.145 8.725 275.480

Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Natal 2012

4.4.2. Hidrologi dan Kehutanan

Dalam hidrologi dijelaskan tentang air yang ada di permukaan bumi, seperti sumber-sumber air. Salah satu sumber-sumber air adalah sungai yang memiliki Daerah Aliran Sungai ( DAS ). Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang disamping mengeluarkan air juga mengangkut sedimen terkandung dalam air sungai tersebut. Penghasil sedimen terbesar adalah erosi permukaan lereng gunung , pegunungan, sungai dan bhan-bahan hasil letusan gunung berapi.

Pola DAS sangat dipengaruhi oleh keadaan morfologis, topografi,dan bentuk wilayah disamping bentuk atau corak DAS itu sendiri. Diwilayah Natal ada beberapa DAS yaitu: 1. Daerah Aliran Sungai Batang Batahan


(49)

3. Daerah Aliran Sungai Batang Bintuas

4. Daerah Aliran Sungai Batang Tabuyung

Seluruh DAS tersebut mengalirkan airnya ke Samudera Indonesia.

4.5. Kelurahan Pasar II Natal

Kelurahan Pasar II Natal merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Natal. Kelurahan Pasar II Natal ini terletak di daerah pinggiran pantai dari Kecamatan Natal. Mayoritas penduduk di Kelurahan Pasar II Natal ini bermata pencaharian sebagai Nelayan. Di Kelurahan Pasar II Natal terdapat dua sarana ibadah yaitu surau, dan sarana pendidikan berjumlah satu sekolah yaitu Sekolah Dasar. Kemudian dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Pasar II Natal dan dengan bermacam suku yang ada yang berasal dari penduduk asli setempat maupun pendatang yang menetap dan bermukin di kelurahan ini sehingga masyarakat di Kelurahan Pasar II Natal dapat dikatakan masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam perbedaan yang ada di dalamnya, baik itu perbedaan agama maupun perbedaan suku.

Skema 1.1

Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Pasar II Natal Lurah


(50)

Lurah

(Sumber : Profil Kantor Lurah Pasar II Natal, 2012) Keterangan :

Lurah : Amrin B. S.Sos

Sekretaris Lurah : Evi S.sos

Kepala Seksi (Kasi) :

Pembangunan : Adarni S.Sos

Pemerintahan : Miskah Rangkuti S.Sos

4.6. Karakteristik Informan

Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya elemen yang sangat penting dalam pengumpulam data, demikian juga halnya dalam penelitian ini. Penetapan didalam pengambilan informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi akurat dan terjamin secara valid. Informan yang diambil oleh peneliti adalah sebanyak 24 orang yang dianggap sebagai orang yang mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti yang terbagi dalam 2 informan dari pemerintahan, 3 orang dari pihak sekolah yakni SD, SMP, dan SMA, 14

Kasi Pemerintahan Kasi


(51)

orang anak putus sekolah, dan 5 orang dari orang tua anak-anak yang putus sekolah tersebut. Oleh karena itu, berikut ini adalah karakteristik dan profil dari 24 informan tersebut.

4.7. Profil Informan 1. Lurah Pasar II Natal

Nama : Amrin B. S.Sos (AB) Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Lurah Pasar II Natal

Pak Amrin B merupakan Lurah di desa Pasar II Natal Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal. Pak AB lahir pada tanggal 5 April 1963. Pak AB telah berusia 51 Tahun. Pak AB adalah putra daerah asli dari Kecamatan Natal, tetapi sebenarnya ia bukanlah warga dari Kelurahan Pasar II Natal yang sedang dipimpinnya saat ini sebagai lurahnya. Pak AB sebenarnya adalah warga dari salah satu desa di kecamatan Natal yakni Desa Pasar IV Natal dimana Desa Pasar IV ini adalah tempat dimana orang tuanya tinggal dan menetap dulu ketika masih hidup. Pak AB dilahirkan di Natal tepatnya di desa Pasar IV Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Pada saat ini Pak AB telah memiliki seorang istri dan 4 orang anak yang terdiri dari 2 orang anak kandung dari Pak AB dan 2 orang lagi anak hasil dari pernikahan terdahulu istrinya sebelum dengan Pak AB. Sebelum menikah dengan Pak AB status istrinya ini adalah seorang janda dengan 2 anak. Anak – anak Pak AB sekarang yang paling besar adalah perempuan, ia sudah tamat SMA dan ia tidak melanjutkan sekolah lagi ke jenjang perkuliahan. Dulu ia juga sempat merantau ke Medan untuk bekerja dan sekarang sudah kembali lagi ke kampung tinggal dengan orang tuanya. Anak Pak AB yang kedua adalah laki-laki dan sekarang duduk di bangku


(52)

kelas 2 SMA. Anak pak AB yang ketiga adalah anak kandungnya yang pertama dan berjenis kelamin perempuan, sekarang sedang duduk dibangku kelas 5 Sekolah Dasar dan adiknya ataupun anaknya yang nomor 4 adalah laki-laki dan sekarang duduk dikelas 2 Sekolah Dasar.

Pak AB sendiri tingkat pendidikannya adalah tamatan SMA, ia mulai masuk menjadi PNS pada tahun 1992 sebagai pegawai di kantor Kecamatan Natal, dan masa kerjanya sampai saat ini sudah mencapai 22 tahun. Sekarang ia sudah diangkat sebagai lurah di Kelurahan Pasar II Natal dan sudah menjabat selama 3 tahun. Disebabkan rasa kepedulian yang tinggi terhadap kondisi pendidikan di Kecamatan Natal yang memprihatinkan khususnya di Kelurahan Pasar II Natal, sebelumnya Pak AB juga sempat menjadi guru di salah satu sekolah Madrasah Tsanawiyah Swasta yakni Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 20 Natal, dan ia juga turut aktif dalam kegiatan Pramuka disekolah tersebut, ia juga sering ikut dalam kegiatan pramuka ke luar kota, tetapi sekarang ia tidak lagi menjalani profesi sebagai guru tersebut dikarenakan kesibukannya sebagai lurah di Kelurahan Pasar II Natal.

2. Dinas Pendidikan Kecamatan Natal Nama : Maharuddin Usia : 46 Tahun

Pekerjaan : Pegawai Dinas Pendidikan Kecamatan Natal

Pak Maharuddin merupakan salah satu pegawai di Dinas Pendidikan Kecamatan Natal. Pak MH lahir pada tanggal 12 Maret 1968, dan Pak MH telah berusia 46 Tahun. Pak MH dilahirkan di Kampung Kapas yang terletak di Kecamatan Muara Batang Gadis, yakni salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal selain Kecamatan Natal, namun ia sudah


(53)

sejak kecil menetap di Natal dan tinggal bersama neneknya. Pak MH mempunyai seorang istri dan sampai saat ini pak MH belum dikaruniai anak. Pak MH bersuku Melayu Pesisir. Pendidikan terakhir Pak MH adalah tamatan SMA (Sekolah Menengah Atas). Pak MH bekerja di Dinas Pendidikan Kecamatan Natal sudah selama 26 tahun terhitung sejak ia mulai masuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dilingkungan Dinas Pendidikan Kecamatan Natal, yakni pada tahun 1987. Selama ia bekerja di dinas pendidikan Kecamatan Natal banyak yang telah terjadi dengan dunia pendidikan dan kondisi pendidikan di Kecamatan Natal. Pak MH menyebutkan, pada awal-awal ia bekerja di dinas pendidikan, kondisi pendidikan di Kecamatan Natal belum separah pada saat ini. Sampai pada akhir tahun 97 kondisi pendidikan anak-anak di Kecamatan Natal masih dalam taraf yang normal. Kemudian memasuki awal 98 sampai sekarang, dari situlah terlihat menurunnya grafik tingkat pendidikan ataupun minat sekolah dari anak-anak di Kecamatan Natal khususnya di Kelurahan Pasar II Natal. Hal itu terlihat dari tingginya angka putus sekolah di Kelurahan tersebut.

3. Kepala Sekolah

SD (Sekolah Dasar)

Nama : Ainannur Usia : 57 Tahun

Pekerjaan : Kepala SD Inpres Natal

Ibu Ainannur merupakan kepala sekolah di SD Inpres Natal, Kecamatan Natal. Sekolah ini tepatnya berada di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal yang mana sekolah ini berada di daerah lokasi penelitian yaitu Kelurahan Pasar II Natal. Ibu AN dilahirkan di Natal pada


(54)

tanggal 5 September 1956, dan Bu AN sekarang telah berusia 57 Tahun. Bu AN merupakan orang Natal asli dan telah menetap di Natal khususnya di Kelurahan Pasar II Natal sejak ia dilahirkan, sampai saat ini ia pun masih tinggal di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal. Bu AN mempunyai seorang suami dan 4 orang anak yang terdiri dari 1 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Keempat anak Bu AN semuanya sudah berkeluarga dan tinggal diluar kota. Anaknya yang pertama sudah menamatkan pendidikan S2 nya dan sekarang menetap di Semarang, dan yang 3 perempuan menetap di Medan. Suami Bu AN juga seorang Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Sosial Kecamatan Natal. Bu AN bersuku Melayu Pesisir sama dengan suaminya. Pendidikan terakhir Bu AN adalah tamatan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) atau dulunya disebut SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Bu AN mulai masuk menjadi seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada tahun 1977 dan dia sudah bekerja sebagai seorang pegawai negeri selama 36 tahun. Bu AN sudah menjabat sebagai kepala sekolah selama 3 tahun terakhir. Pada waktu Bu AN belum menjabat sebagai kepala sekolah, sekolah ini pernah menerima murid dikelas 1 pada tahun ajaran baru hanya 8 orang murid saja. Ini merupakan jumlah siswa terkecil yang pernah diterima di tahun ajaran baru sepanjang sejarah berdirinya sekolah ini. Hal ini bukan disebabkan oleh tidak memadainya infrastruktur ruangan kelas untuk menerima para murid melainkan disebabkan oleh memang hanya 8 murid tersebut yang mendaftar. Hal ini menunjukkan sangat berkurangnya minat anak-anak untuk bersekolah dilingkungan masyarakat nelayan di Kelurahan Pasar II Natal. Sebelumnya SD Inpres ini bisa dikategorikan sekolah favorit disbanding SD lainnya, hanya saja dalam beberapa tahun terakhir kondisinya tidak lagi seperti sebelum-sebelumnya.

Bu AN menyebutkan bahwa sikap anak-anak sekarang terhadap pendidikan cenderung menganggap pendidikan itu tidak terlalu penting, dan kebanyakan siswa datang bersekolah hanya


(55)

karena paksaan dari orang tua mereka, tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang belajar dengan sungguh-sungguh ataupun atas kemauan mereka sendiri. Di SD Inpres ini Bu AN lebih lanjut menyatakan bahwa sebagian dari muridnya ada juga yang menggunakan waktu luangnya untuk membantu orang tua mereka untuk bekerja dalam rangka membantu menopang perekonomian keluarga, yang mana anak-anak tersebut rata-rata adalah anak-anak nelayan di Kelurahan Pasar II Natal yang bersekolah di SD Inpres. Untuk membantu menumbuhkan minat belajar dari para siswa, Bu AN sebagai kepala sekolah di SD Inpres melakukan berbagai upaya yakni seperti melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler kepada para siswa antara lain adalah Drum Band, selain itu untuk anak-anak kelas 1 SD atau kelas 2 yang jam belajarnya belum begitu padat Bu AN juga menginstruksikan kepada guru kelas agar sesekali membawa anak-anak pada akhir pekan untuk rekreasi, hal ini dimaksudkan agar anak-anak tidak bosan dengan rutinitas belajar sehari-hari. Kelas ekonomi anak-anak yang bersekolah di SD Inpres rata-rata berasal dari kelas ekonomi menengah kebawah, tetapi ada juga sebagian yang berasal dari kelas ekonomi menengah keatas. Perlakuan terhadap semua siswa sama saja dalam memberikan ilmu dan pelajaran, baik itu dari siswa yang ekonominya mencukupi maupun siswa yang kurang mampu. Untuk anak-anak yang kurang mampu ataupun ekonomi keluarganya lemah pihak sekolah sudah melaksanakan kegiatan dana bos yang merupakan bagian dari program pemerintah untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dalam bidang pendidikannya. Menyangkut infrastruktur yang ada di SD Inpres Natal, Bu AN menyatakan bahwa infrastruktur yang ada disekolahnya sampai saat ini sudah cukup memadai, ruangan kelasnya cukup untuk menampung semua siswanya, hanya saja terkadang banyak juga kursi-kursi dan meja yang sudah patah, tetapi itu semua bisa disiasati olehnya. Bu AN juga menyatakan tenaga pengajar di SD Inpres Natal banyak juga yang sudah mengikuti sertifikasi guru termasuk dirinya sendiri.


(56)

SMP (Sekolah Menengah Pertama) Nama : Risna Dewi

Usia : 48 Tahun

Pekerjaan : Kepala SMPN 1 Natal

Ibu Risna Dewi merupakan Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Natal, Kecamatan Natal. Ibu RD dilahirkan di Natal pada tanggal 29 April 1965, dan Bu RD sekarang telah berusia 48 tahun. Bu RD merupakan orang Natal asli dan telah menetap di Natal khususnya di Kelurahan Pasar I Natal sejak ia dilahirkan, sampai saat ini ia pun masih tinggal di Kelurahan Pasar I Natal dan tinggal bersama dengan orang tuanya, suami dan kedua anaknya. Bu RD mempunyai seorang suami dan 2 orang anak yang mana kedua anaknya adalah anak perempuan. Kedua anak BU RD masih bersekolah, yang pertama duduk dibangku kelas 2 SMA dan yang kedua sekarang duduk dibangku kelas 2 SMP. Bu RD bersuku Melayu Pesisir sama dengan suaminya. Pendidikan terakhir Bu RD adalah Sarjana Pendidikan. Bu RD mulai masuk menjadi seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada tahun 1991 dan dia sudah bekerja sebagai seorang pegawai negeri selama 22 tahun. Bu RD sudah menjabat sebagai kepala sekolah selama 2 tahun terakhir. Selama Bu RD menjabat sebagai kepala sekolah ataupun sebelum ia menjabat sebagai kepala sekolah di SMPN 1 Natal ini, Bu RD menyebutkan tidak banyak perubahan yang terjadi mengenai perilaku ataupun sikap siswa terhadap pendidikannya, kebanyakan dari mereka belum mengerti arti pentingnya pendidikan kelak untuk kehidupan mereka. Hal ini terlihat dari beberapa siswa yang berhenti atau putus sekolah ditengah jalan yang disebabkan oleh berbagai faktor, dan umumnya mereka yang putus sekolah atau berhenti ditengah jalan tersebut adalah berasal dari anak-anak nelayan yang tinggal di pemukiman nelayan yang ada di Kelurahan Pasar


(57)

II Natal. Bu RD melihat di SMPN 1 Natal ini siswa nya bersekolah atas kemauan mereka sendiri tanpa ada paksaan dari orang tua untuk bersekolah. Tetapi ada juga sebagian dari siswa yang sekolahnya malas-malasan dan sering tidak masuk sekolah. Di SMPN 1 Natal Bu RD menyatakan bahwa ada juga muridnya yang sepulang sekolah bekerja membantu orang tuanya untuk bekerja meringankan perekonomian keluarga, dan sudah jelas mereka itu berasal dari keluarga yang ekonomi nya kurang mencukupi, yakni anak-anak yang mayoritas orang tuanya bekerja sebagai nelayan, dan ada juga yang orang tuanya tidak bekerja sebagai nelayan. Didalam lingkungan keluarga Bu RD menganggap pendidikan itu sangatlah penting, dan ia juga menerapkan prinsip didalam keluarganya tersebut di sekolah yang dipimpinnya yakni di SMPN 1 Natal. Setiap upacara bendera hari senin Bu RD selalu menyampaikan tentang pentingnya arti pendidikan didalam pidatonya kepada siwa-siswanya. Mengenai meningkatnya angka putus sekolah akhir-akhir ini Bu RD juga menyatakan bahwa faktor budaya sangat berpengaruh didalamnya untuk menanamkan nilai-nilai tentang pentingnya pendidikan. Dari segi kelas ekonomi siswa yang bersekolah di SMPN 1 Natal ini Bu RD menyebutkan bahwa porsinya lebih kurang hampir sama antara siswa dari kelas ekonomi menengah keatas dan siswa dari kalangan kelas ekonomi menengah kebawah. Perlakuan terhadap siswa dalam kegiatan belajar mengajar semuanya sama, tidak ada yang dibeda-bedakan antara kelas ekonomi atas dan kelas ekonomi bawah. Bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu atau ekonominya lemah, pihak sekolah telah menyalurkan dana bos yang berasal dari program pemerintah. Khusus dari pihak sekolah Bu RD menyebutkan belum ada program yang dibuat untuk membantu anak-anak yang ekonominya kurang mampu. Menyangkut infrakstruktur sekolah yang ada di SMPN 1 Natal sampai saat ini menurut Bu RD sudah cukup memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, dan tenaga pengajarnya pun juga sudah cukup memadai dengan adanya guru honor


(58)

yang mengajar disekolah tersebut ditambah lagi dengan guru tetap ataupun PNS yang mengajar disitu. Guru – guru di SMPN 1 Natal juga sudah ada sebagian yang mengikuti sertifikasi guru termasuk Bu RD sendiri. Jika ada hambatan yang terjadi disekolah dalam kegiatan belajar mengajar Bu RD akan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam menyelesaikan persoalan tersebut, begitu juga dalam menghadapi perilaku siswa yang menyimpang dari peraturan sekolah.

SMA (Sekolah Menengah Atas)

Nama : Syafruddin Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Kepala Sekolah SMAN 1 Natal

Bapak Syafruddin merupakan Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Natal, Kecamatan Natal. Pak SF dilahirkan di Natal pada tanggal 31 Desember 1963, dan Pak SF sekarang telah berusia 50 tahun. Pak SF merupakan orang Natal asli dan telah menetap di Natal khususnya di Desa Pasar III Natal sejak ia dilahirkan,tetapi sekarang semenjak ia berumah tangga ia telah tinggal dirumahnya sendiri yang terletak di Desa Pasar V Natal, Kecamatan Natal ataupun yang sering disebut juga dengan Desa Seberang. Pak SF mempunyai seorang istri dan 5 orang anak, anaknya yang pertama telah lulus dari Universitas Sumatera Utara yakni dari Fakultas teknik, kemudian anaknya yang 4 orang masih duduk dibangku sekolah. Pak SF bersuku campuran yakni antara Mandailing dan Melayu Pesisir yang mana bapaknya bersuku Mandailing dengan marga Nasution dan ibu nya bersuku Melayu Pesisir. Pendidikan terakhir Pak SF adalah S2. Pak SF mulai masuk menjadi seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada tahun 1994 dan dia sudah bekerja sebagai seorang pegawai negeri selama 19 tahun. Pak SF sudah menjabat sebagai kepala


(59)

sekolah di SMAN 1 Natal selama 7 tahun terakhir. Selama Pak SF menjabat sebagai kepala sekolah ataupun sebelum ia menjabat sebagai kepala sekolah di SMAN 1 Natal ini, Pak SF menyebutkan tidak ada perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun mengenai sikap dan perilaku siswa mengenai pendidikannya. Setiap tahunnya ada saja siswa yang berhenti ataupun putus sekolah ditengah jalan yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam membiayai pendidikannya. Selain itu Pak SF juga menyatakan tidak sedikit siswa yang dikeluarkan dari sekolah akibat kenakalan siswa itu sendiri seperti merokok, sering bolos, terlambat, dll. Kemauan ataupun minat para siswa untuk bersekolah di SMAN 1 Natal menurut Pak SF cukup tinggi ditandai dengan banyaknya pendaftar pada setiap tahun ajaran baru dan itu semua masih banyak yang tidak diterima dari mereka semua yang mendaftar. Di SMAN 1 Natal Pak SF menyatakan bahwa ada juga muridnya yang sepulang sekolah bekerja membantu orang tuanya untuk bekerja meringankan perekonomian keluarga, dan sudah jelas mereka itu berasal dari keluarga yang ekonomi nya kurang mencukupi. Meskipun demikian, Pak SF tetap menekankan kepada murid-muridnya bahwa pendidikan itu harus diutamakan disamping tetap membantu orang tua untuk bekerja. Untuk tetap menjaga semangat dan minat anak-anak untuk bersekolah Pak SF melakukan bergagai program kegiatan disekolahnya melalui bidang masing-masing yaitu seperti mengadakan latihan pramuka bagi para siswa, sepak bola bagi siswa laki-laki, dan juga tari-tarian daerah sekaligus untuk menjaga kelestarian tarian tradisional didaerah Kecamatan Natal. Setiap akhir semester di SMAN 1 Natal juga diadakan pertandingan antar kelas, dan kegiatan ini juga ditujukan untuk meningkatkan minat siswa untuk tetap bersekolah. Pak SF menyebutkan juga bahwa faktor budaya ikut mempengaruhi minat siswa unutk tetap bersekolah, jika didalam keluarganya tidak ditanamkan dari sejak kecil tentang nilai-nilai pentingnya pendidikan, maka si anakpun akan tidak peduli


(1)

Media.

Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama.

Mansyur, M.Khalil.Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa.Surabaya: Usaha Nasional Indonesia.

Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.Jakarta: LP3S.

Narbuko & Acmadi. 2004. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara : Jakarta

Nasution, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Pangemanan, A.P. 2002. Sumber Daya Manusia (SDM) Masyarakat

Nelayan.http://tumoutou.net/702_05123/group_a_123.htm

April 2012.

. Diakses pada tanggal 26

Ritzer, George. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media.

Suhana. 2006. Krisis Sumber Daya Manusia Nelayan (Memperingati Hari Pendidikan Nasional.

2 Mei 2006).http://ocean.iuplog.com. Diakses pada tanggal 26 April 2012.

Sulistyowati, L. 2003. Analisis Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber

Daya Alam Gugus Kepulauan.http://tumoutou.net/702_07134/venda_i_pical.htm.

Diakses pada tanggal 26 April 2012.


(2)

Jakarta : Prenada Media.

Syani, Abdul. 2007. Sosiologi Skematika, Teori Dan Terapan. Bandung : PT. Bumi Aksara.

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara.

Sumber Lain :

April 2012 pukul 00.15 WIB.

tanggal 27 april 2012 pukul 00.05 WIB.

April 2012 pukul 23.45 WIB.

WIB.

2012 pukul 21.50 WIB.


(3)

DOKUMENTASI LAPANGAN

Gambar 1. Pemukiman masyarakat nelayan di Kelurahan Pasar II Natal


(4)

DOKUMENTASI LAPANGAN


(5)

DOKUMENTASI LAPANGAN

Gambar 5. Tempat penjemuran ikan di lingkungan masyarakat nelayan Pasar II Natal.


(6)

DOKUMENTASI LAPANGAN