Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
2.1.1 Akuntabilitas
Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orangorang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakantindakannya

(Mulyana,

2006).

Widodo

(2001:30)

“akuntabilitas

adalah

perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan melalui media pertanggung jawaban yang di lakukan secara

periodik”.
Menurut Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accountability dalam
LAN RI dan BPKP (2001) akuntabilitas publik adalah kewajiban-kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercaya untuk mengelola sumber daya
publik serta yang berkaitan dengan itu, guna menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggung jawaban fiskal, manajerial, dan program atau kegiatan.
Akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukan apakah aktivitas birokrasi
publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan
norma dan nilai- nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik
tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat sesungguhnya (Kumorotomo
2005:3-4). Mardiasmo (2002:20) menjelaskan “pengertian akuntabilitas sebagai
kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang

Universitas Sumatera Utara

menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang
memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.
Ulum (2004:40) “tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembagalembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggung jawaban
horisontal (horizontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal

(vertical accountability)". Pertanggung jawaban perlu dilakukan melalui media
yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak
eksternal (publik) secara periodik maupun insidental sebagai suatu kebijakan
hukum dan bukan hanya suka rela. Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2001) membedakan
akuntabilitas dalam tiga macam akuntabilitas, yaitu :
1. Akuntabilitas

Keuangan,

integritas keuangan,

merupakan

pertanggung

jawaban

mengenai


pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah.
Komponen pembentuk akuntabilitas keuangan terdiri atas: integritas
keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap Peraturan Perundangundangan.
2. Akuntabilitas Manfaat, pada dasarnya memberi perhatian pada hasil-hasil dari
kegiatan pemerintahan. Hasil kegiatannya terfokus pada efektivitas, tidak
sekedar kepatuhan terhadap prosedur. Bukan hanya output, tapi sampai
outcome. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap
masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output

Universitas Sumatera Utara

hanya mengukur dari hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat,
sedangkan outcome mengukur output dan dampak yang dihasilkan.
Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu restopektif dan prospektif.
Peran restopektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran
prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang.
3. Akuntabilitas Prosedural, memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat

kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak
positif pada kondisi sosial masyarakat. Akuntabilitas prosedural yaitu
merupakan pertanggungjawaban mengenai aspek suatu penetapan dan
pelaksanaan suatu kebijakan yang mempertimbangkan masalah moral, etika,
kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik untuk mendukung
pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.
Akuntabilitas dalam konteks organisasi sektor publik terdiri dari dua
macam (Mardiasmo 2002:20-21) yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability). Pertanggungjawaban atas
pengelolaan

dana

kepada

otoritas

yang

lebih


tinggi,

misalnya

pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability). Pertanggung jawaban
horisontal adalah pertanggung jawaban kepada masyarakat luas baik secara
langsung maupun melalui lembaga perwakilan rakyat.
Akuntabilitas publik yang harus dijalankan oleh organisasi sektor publik
mempunyai beberapa dimensi. Ellwood dalam Mardiasmo (2002:22) menjelaskan

Universitas Sumatera Utara

terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenui oleh organisasi sektor
publik, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for
probityand legality). Terkait dengan penyalahgunaan jabatan (abuse of
power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya

kepatuhan terhadap aturan hukum dan aturan lain yang diisyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas proses (process accountability). Terkait apakah prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi.
3. Akuntabilitas

program

(program

accountability).

Terkait

dengan

pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan
apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil

yang optimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas

kebijakan

(policy

accountability).

Terkait

dengan

pertanggungjawaban baik pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Loina (2003) prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan
dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para
stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga


Universitas Sumatera Utara

menurutnya, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap
tahapan adalah :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah :
a. Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi
setiap warga yang membutuhkan
b. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang
berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders.
c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku.
d. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggung jawaban jika standar tersebut
tidak terpenuhi.
e. Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :

a. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal.
b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara
mencapai sasaran suatu program.

Universitas Sumatera Utara

c. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat
dan mekanisme pengaduan masyarakat.
d. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah
dicapai oleh pemerintah.
2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggung jawaban atas
kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas. Laporan
keuangan yang diterbitkan harus disusun sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas
yang jelas. Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun
2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari

Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas
Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun
berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah).
Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD), laporan keuangan
SKPD yang telah disusun oleh Pejabat Penata usahaan Keuangan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (PPK-SKPD) selanjutnya disampaiakan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada

Universitas Sumatera Utara

kepala daerah melalui PPKD paling lambat dua bulan setelah akhir tahun
anggaran/periode akuntansi berakhir.
Laporan Keuangan SKPD terdiri atas tiga laporan, yaitu Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Untuk menjamin
tercapainya akuntabilitas, laporan keuangan SKPD yang disampaikan dilampiri
dengan surat pernyataan kepala SKPD. Surat pernyataan kepala SKPD berisi
pernyataan bahwa laporan keuangan SKPD menjadi tanggung jawabnya dan telah

diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya
merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan SKPD. LKPD
disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Proses penyusunan
LKPD paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan.
LKPD disusun dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD
(Haryanto, et al 2007:17).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Penyajian
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar realisasi kinerja
dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan keuangan pemerintah
daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan
pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD
untuk dibahas dan ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Setiawan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Mardiasmo (2002:20) menjelaskan bahwa pengertian “akuntabilitas adalah
sebagai kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggung
jawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.
Lembaga Administrasi Negara (LAN, 2001) menyebutkan bahwa salah satu
bentuk akuntabilitas adalah akuntabilitas keuangan. Sasarannya adalah laporan
keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan
instansi pemerintah. Dalam konteks pemerintah daerah, sasarannya adalah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi hal
penting karena merupakan bentuk pertanggung jawaban pemerintah daerah
terhadap pelaksanaan APBD. Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang
akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E
ayat 1 menyebutkan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri”. Dalam menjalankan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan

Universitas Sumatera Utara

tanggung jawab keuangan negara, salah satunya adalah BPK memeriksa laporan
keuangan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
Negara.
Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK
bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan mendasarkan pada, (a) kesesuaian dengan
standar akuntansi pemerintahan dan atau prisip-prinsip akuntansi yang ditetapkan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, b) kecukupan pengungkapan
(adequate disclosure), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d)
efektivitas sistem pengendalian intern.
2.2 Opini Audit
Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan
pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
Penjelasan Pasal 16 ayat (1) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
d) efektivitas system pengendalian intern (SPI).
Dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, selain memberikan opini
atas laporan keuangan, BPK juga melaporkan hasil pemeriksaan atas SPI, dan
laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan.
Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa.


Opini Wajar Tanpa Pengecualian – WTP (unqualified opinion),
termasuk di dalamnya opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan – WTP-DPP (unqualified opinion with modified wording);
opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah
disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material
dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan.



Opini Wajar Dengan Pengecualian – WDP (qualified opinion), opini
wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah
disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material,
kecuali

untuk

dampak

hal-hal

yang berhubungan

dengan

yang

dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang
tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan.

Universitas Sumatera Utara



Opini Tidak Wajar – TW (adverse opinion), opini tidak wajar
menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga informasi keuangan
dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan.



Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan
Pendapat – TMP (disclaimer of opinion), pernyataan menolak
memberikan opini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat
diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa
tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan
tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

2.3 Sistem Pengendalian Intern
2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian intern organisasi.
Sistem akuntansi yang baik adalah sistem akuntansi yang didalamnnya
mengandung sistem pengendalian yang memadai. Pengertian Sistem Pengendalian
Intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh
manajemen dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan organisasi dan melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut PP No. 60 Tahun 2008 dijelaskan bahwa sistem pengendalian
internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan asset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan.
2.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Tujuan penyelenggaraan pengendalian intern adalah untuk menentukan
apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang
melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk
melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem
pengendalian intern (Mahmudi 2010 : 20) adalah :
- Untuk melindungi asset termasuk data negara
- Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat
- Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relefan, dan
andal
- Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku
- Untuk efisiensi, dan efektifitas operasi
- Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan
perundangan yang berlaku
2.3.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern
Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan pengendalian yang
merupakan keterbatasan antara lain :
- Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak
jelas
- Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai
bukan sebagai sasaran untuk mencapai tujuan organisasi
- Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan tanpa memperhatikan sisi
manfaat dan biayanya

Universitas Sumatera Utara

- Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang
- Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku padahal faktor
manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu
pengendalian
2.3.4 Efektifitas Pengendalian Internal
Efektifitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian intern dikatakan
efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan
keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang
berlaku dipatuhi.
Mardiasmo (2002:134) “pengertian efektifitas adalah ukuran berhasil atau
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya”. Apabila organisasi mencapai
tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting
yang perlu tercatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang besar biaya
yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi
apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar dari yang dianggarkan.
Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan

pengertian

diatas

jika

dikaitkan

dengan

penerapa

pengendalian intern, dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi
ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal.
2.4 Temuan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan
perundang-undangan, yang dapat mencakup: (a) adanya peraturan perundang-

Universitas Sumatera Utara

undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan “koncokonco” presiden, (b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c)
peraturan kurang disosialisasikan, (d) sangsi yang terlalu ringan,(e) penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evaluasi dan
revisi

peraturan

perundang-undangan.

Beberapa

ide

strategis

untuk

menanggulangi kelemahan ini telah dibentuk oleh pemerintah diantaranya dengan
mendorong para pembuat undang-undang untuk melakukan evaluasi atas
efektivitas suatu undang-undang secara terencana sejak undang-undang tersebut
dibuat salah satunya adalah dengan menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
SAP merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan keuangan entitas
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan
menggunakan SAP untuk dapat memahami informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan. Sedangkan auditor eksternal menggunakan SAP sebagai
kriteria dalam melaksanakan audit. Dengan demikian SAP digunakan sebagai
penyatu persepsi antara pengguna dan auditor laporan keuangan. SAP yang
berlaku di Indonesia ditetapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni
2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010. PP ini menjadi landasan
bagi semua entitas pelaporan termasuk pemerintah daerah dalam menyajikan
laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.
Selain SAP, auditor menggunakan kriteria lainnya dalam menyusun
laporan hasil pemeriksaan antara lain tiga paket undang-undang keuangan Negara
(UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, dan UU Nomor 15 Tahun

Universitas Sumatera Utara

2004), UU Nomor 32 Tahun 2004, berbagai Peraturan Pemerintah, dan
Permendagri terkait pedoman pengelolaan keuangan daerah pada tahun saat
dilakukan pemeriksaan.
Acuan auditor BPK dalam menjalankan pemeriksaan tidak hanya terbatas
pada peraturan untuk tujuan penyusunan kriteria temuan. Sejak tanggal 1 Januari
2007, Ketua BPK mengeluarkan suatu standar yang disebut dengan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang disusun untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah, tidak hanya mengacu
pada Standar Audit Pemerintahan tahun 1995. Standar Pemeriksaan nomor 03
terkait dengan standar pelaporan pemeriksan keuangan, mengharuskan auditor
membuat suatu laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAP)
atau prinsip akuntansi yang berlaku umum secara komprehensif.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan.
Apabila pemeriksa menerbitkan laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus memuat suatu paragraf yang merujuk kepada laporan tersebut. Laporan atas
kepatuhan menurut SPKN harus mengungkapkan hal-hal berikut ini:
` 1. Ketidakpatuhan terhadap undang-undang
Ketidakpatuhan

terhadap

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas
perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana.

Universitas Sumatera Utara

2. Ketidakpatutan yang signifikan.
Untuk memberikan dasar bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam
mempertimbangkan kejadian dan konsekuensi atas kondisi tersebut, hal-hal yang
diidentifikasi harus dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan,
dan jika memungkinkan, perlu dinyatakan dalam nilai satuan mata uang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang jelas antara temuan ketidakpatuhan terhadap temuan SPI, dan keduanya
menjadi sangat menentukan dalam pengambilan keputusan pemberian opini audit
oleh auditor. Hal ini diperkuat oleh penelitian oleh Sipahutar dan Khairani (2013)
bahwa tingkat ketidakpatuhan entitas terhadap peraturan perundangan maupun
kesesuaian penyajian laporan keuangan entitas mempengaruhi pemberian opini
oleh auditor.
2.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang opini
audit atas laporan keuangan. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang opini audit
terhadap laporan keuangan disajikan dalam tabel di bawah ini:
TABEL 2.1
RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU

No

1

Peneliti
Terdahulu
(Tahun)

Variabel

Hasil Penelitian

Dependen: Opini Audit

sistem pengendalian intern,
kepatuhan
perundangundangan, dan kesesuaian
penyajian
LKPD
dengan
peraturan perundang-undangan
berpengaruh positif terhadap

Sipahutar dan
Independen: Efektivitas
Khairani
SPI,
kepatuhan
(2013)
terhadap
perundangundangan,
kesesuain

Universitas Sumatera Utara

penyajian
LKPD
dengan
peraturan
perundang-undangan
Dependen:
Opini Wajar
Tanpa
Pengecualian
Pada
Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah Di
Seluruh Indonesia
Independen:
Sistem
Pengendalian
Intern,
Kepatuhan Terhadap
Peraturan PerundangUndangan, Opini Audit
Tahun Sebelumnya
Dan Umur Pemerintah
Daerah

2

Fatimah, Sari
& Rasuli
(2014)

opini audit.

1)
Sistem
pengendalian
akuntansi
dan
pelaporan
(SPAP) berpengaruh negatif
pada penerimaan opini WTP
sedangkan
Sistem
Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja (SPPAPB) dan struktur
pengendalian intern
(STPI) tidak berpengaruh pada
penerimaan opini WTP.
2)
Kepatuhan
terhadap
perundang-undangan
yang
berpengaruh terhadap
penerimaan opini WTP untuk
ketidakpatuhan
terhadap
peraturan perundang-undangan
yang mengakibatkan kasus
kerugian
daerah/perusahaan
dan
penyimpangan
administrasi. Sedangkan untuk
temuan
ketidakpatuhan
terhadap
peraturan perundang-undangan
lainnya baik nilai dan jumlah
kasus yang
ditimbulkannya
tidak
mempengaruhi
penerimaan
opini WTP.
3)
Opini
audit
tahun
sebelumnya
berpengaruh
positif pada penerimaan opini
WTP. Hasil temuan empiris ini
menunjukkan bahwa auditor
dalam menyiapkan
laporan audit setiap tahun
mengacu pada laporan audit
tahun sebelumnya.
Karena bagaimanapun dalam
melakukan
pemeriksaan
auditor harus memiliki
pemahaman mengenai entitas
yang
diperiksa

Universitas Sumatera Utara

mempertimbangkan hasil
pemeriksaan sebelumnya dan
tindak lanjut atas rekomendasi
yang signifikan
dan berkaitan dengan tujuan
pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan.
Sehingga
bagi
laporan
keuangan pemerintah daerah
yang sebelumnya
mendapatkan
opini
WTP
memungkinkan
untuk
mempertahankan opini WTP
karena beban perbaikan atas
laporan keuangan pemerintah
daerah tersebut
cenderung tidak sebanyak
laporan keuangan pemerintah
daerah dengan opini
non WTP.
4) Umur pemerintah daerah
tidak
berpengaruh
pada
penerimaan opini WTP.
Berarti
auditor
tidak
mempertimbangkan lamanya
suatu pemerintah daerah
terbentuk dalam memberikan
opini WTP pada tahun
berjalan. Hal ini
dimungkinkan karena daerah
yang baru terbentuk tidak
menjadi penghalang
kemampuan pemerintah daerah
tersebut dalam menghasilkan
laporan
keuangan pemerintah daerah
sesuai
ketentuan.
Karena
pemerintah daerah
yang baru terbentuk cenderung
memiliki permasalahan yang
lebih sedikit dan anggaran
yang lebih kecil dibandingkan
pemerintah daerah yang lama
terbentuk. Sehingga dengan
sedikit kerja keras, sudah bisa
WTP.

Universitas Sumatera Utara

3

Dependen: Opini audit kelemahan
sistem
pada pemerintah daerah pengendalian internal dan
besaran realisasi anggaran
berpengaruh
secara
Independen: Pengaruh tidak
SPI
dan
temuan signifikan dan memiliki arah
kepatuhan
hubungan
pengaruh
yang
positif
terhadap
opini.
Sedangkan temuan kepatuhan
Safitri (2014)
mempengaruhi
pemberian
opini
dengan
hubungan
pengaruh negatif, dan opini
tahun lalu berpengaruh secara
signifikan
dan
memiliki
kecenderungan berada di level
opini yang sama dengan tahun
ini.

2.6 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas maka dapat dibuat
kerangka konseptual yang terlihat dibawah ini:

Kelemahan Sistem
Pengendalian
Intern
(X1)
Opini Audit
(Y)
Temuan
Kepatuhan
(X2)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

2.6.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern terhadap Opini
Audit atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Evaluasi atas efektivitas SPI adalah salah satu kriteria pemberian opini SPI.
SPI dinyatakan memadai apabila unsur-unsur dalam SPI menyajikan suatu
pengendalian yang saling terkait dan dapat meyakinkan pengguna bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Opini yang diberikan oleh BPK terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan akan dipengaruhi oleh
SPI di lingkungan entitas. SPI ini didesain untuk dapat mengenali apakah SPI
telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan.
Sipahutar dan Khairani (2013) dalam penelitiannya menghubungkan tingkat
kelemahan SPI dengan perubahan opini audit melalui metode kualitatif. Dalam
hasil penelitiannya, kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan sejenis
yang menyatakan bahwa perubahan opini audit yang semakin menurun
dipengaruhi oleh semakin lemahnya pengendalian internal entitas. Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:
H1: Kelemahan Sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap opini
audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.
2.6.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan terhadap Opini Audit atas Laporan
Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Auditor mengeluarkan opini audit dengan mempertimbangkan empat
kriteria yang salah satunya adalah temuan kepatuhan entitas terhadap peraturan
perundang-undangan. Sipahutar dan Khairani (2013) dalam kesimpulan
penelitiannya juga mengungkapkan adanya pelanggaran yang material atas

Universitas Sumatera Utara

peraturan perundang-undangan serta ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan
sesuai peraturan yang berlaku. Peningkatan tingkat materialitas atas pelanggaran
tersebut semakin melemahkan tingkatan opini audit dari WDP menjadi TW.
Namun sesuai dengan pengelompokan jenis temuan kepatuhan oleh BPK,
ketidakpatuhan entitas tersebut dianggap memiliki dampak yang menyebabkan 7
jenis akibat, diantaranya:
1. Kerugian daerah adalah berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat
berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.
2. Potensi kerugian daerah adalah suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa
yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang
nyata dan pasti jumlahnya.
3. Kekurangan penerimaan adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak
daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas daerah karena adanya unsur
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
4. Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan
yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset maupun
operasional, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau
potensi kerugian daerah/ tidak mengurangi hak daerah/kekurangan penerimaan,
tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi
tindak pidana.

Universitas Sumatera Utara

5. Temuan mengenai ketidakhematan mengungkap adanya penggunaan input
dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar kuantitas/
kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan
dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.
6.

Temuan

mengenai

ketidakefisienan

mengungkap

permasalahan

rasio

penggunaan kuantitas/kualitas input untuk satu satuan output yang lebih besar
dari seharusnya.
7. Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil
(outcome) yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak
memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang
tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan hipotesis sebagai
berikut:
H2: Temuan kepatuhan berpengaruh terhadap opini audit atas laporan
keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.
2.6.3 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan
Kepatuhan

terhadap

Opini

Audit

atas

Laporan

Keuangan

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Seperti yang telah kita ketahui , variabel-variabel independen tidak hanya
berpengaruh secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel dependennya, tetapi
juga berpengaruh secara bersama-sama (simultan). Oleh karena itu, dapat
dimunculkan hipotesis sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

H3: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan
berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan kabupaten/kota di
Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

2 10 78

PENGARUH KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN KETIDAKPATUHAN PADA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGARUH KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN KETIDAKPATUHAN PADA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP PENENTUAN OPINI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAE

0 3 15

PENGARUH KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KOTA DAN KABUPATEN SELURUH INDONESIA PENGARUH KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KOTA DAN KABUPATEN SELURUH INDONESIA TERHADAP PEMBERIAN OPINI OLEH BPK.

0 2 13

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

0 0 8

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara

0 0 6

JUMLAH TEMUAN AUDIT ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN JUMLAH TEMUAN AUDIT ATAS KEPATUHAN TERHADAP OPINI LKPD PEMERINTAH KOTAKABUPATEN DI JAWA BARAT

0 0 8

PENGARUH JUMLAH TEMUAN AUDIT ATAS SPI DAN JUMLAH TEMUAN AUDIT ATAS KEPATUHAN TERHADAP OPINI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATENKOTA DI ACEH

0 0 11